Anda di halaman 1dari 11

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10

PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA


13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

ZONASI KERENTANAN GERAKAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA


DEM-SRTM, LANDSAT 8, DAN FOTO UDARA DI DAERAH PATUK KABUPATEN
GUNUNG KIDUL

Muhammad Luthfi Aziz1


Muhamad Luttfi Al Hakim1
Faishal Arkhanuddin1
Ir. Sugeng Raharjo, M.T1
1Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta, Jalan SWK 104, Condongcatur, Depok, Condongcatur, Kec. Depok,
Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta
Email : mehmetluthfi@gmail.com
ABSTRAK
Indikasi adanya potensi gerakan tanah dapat dilihat dari adanya morfologi gawir dan dapat
diidentifikasi melalui interpretasi citra satelit dan foto udara. Daerah telitian terletak pada
zona 49, Koordinat UTM 439500 - 442100 mE dan 9129700 – 9132200 mS dengan luasan
6,25 km2 yang berada di Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Daerah
ini adalah salah satu daerah yang rentan terhadap bencana gerakan tanah (Sumber: Peta Zona
Kerentanan Gerakan Tanah – PVMBG). Daerah Telitian ini tersusun atas litologi batupasir
tufan Semilir, Breksi Vulkanik Nglanggeran, dan endapan fluvio vulkanik. Tujuan penelitian
ini adalah mengidentifikasi bentukan gawir dan mendelineasi area yang berpotensi adanya
gerakan tanah di wilayah Kecamatan Patuk dengan metode yang digunakan yaitu interpretasi
visual pada citra Landsat 8, interpretrasi foto udara, dan interpretasi citra DEM-SRTM. Faktor
kontrol litologi, struktur geologi, dan geomorfologi sangat berpengaruh pada interpretasi,
sehingga dibutuhkan analisis petrologi, geologi struktur, dan geomorfologi. Dari interpretasi
dan analisis citra tersebut maka akan dihasilkan peta kerentanan gerakan tanah dan tabel
analisis resiko gerakan longsor. Dengan adanya penelitian ini diharapkan pemerintah dapat
membuat rencana evakuasi dan mitigasi bencana yang dirancang dengan cepat dan tepat.
Kata Kunci : Analisis Resiko, Gawir, Gerakan Tanah, Gawir, Patuk

1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Geologi merupakan Ilmu yang mempelajari tentang bumi, meliputi batuan,
struktur, dan data bawah permukaan beserta proses kejadiannya. Proses kejadian di setiap
daerah berbeda-beda tergantung proses geologi yang mengontrolnya. Proses yang
mengontrol meliputi litologi batuan, struktur yang berkembang, dan bentukan
geomorfologi daerah tersebut. Mitigasi bencana merupakan salah satu kajian di bidang
geologi yang berguna untuk manusia. Potensi bencana gerakan tanah sering terjadi
khususnya pada musim penghujan. Wilayah Indonesia yang berada di Garis Khatulistiwa
yang memiliki intensitas hujan tinggi, sehingga pada beberapa daerah berpotensi memicu
adanya gerakan tanah. Kontrol struktur dan resistensi batuan sangat berpengaruh, pada
daerah dengan kontrol struktur dominan dan resistensi batuan rendah akan menghasilkan
zona kerentanan tanah yang rawan sehingga berpotensi menghasilkan gerakan tanah.
Pembagian zonasi gerakan tanah merupakan solusi dalam menganalisa potensi gerakan
tanah. Aplikasi dari zonasi bencana gerakan tanah efektif untuk membagi daerah seperti
daerah Patuk Gunung Kidul.
1.2 Lokasi Penelitian

1770
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Daerah telitian terletak pada zona 49, Koordinat UTM 439500 - 442100 mE dan
9129700 – 9132200 mS dengan luasan 6,25 km2 yang berada di Kecamatan Patuk,
Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membagi zona kerentanan tanah di daerah Patuk,
Kabupaten Gunung Kidul sehingga potensi bencana gerakan tanah dapat diminimalisir
dan ditanggulangi secara baik melalui pendekatan geologi
2. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode seperti pada Bagan 1.


Secara Geologi regional daerah Patuk termasuk ke dalam Zona Pegunungan Selatan.
Menurut Goethe (1929), Stratigrafi Pegunungan Selatan terdiri dari beberapa Formasi
Penyusun diantaranya adalah (gambar 1)
1. Batuan Pra-Tersier
2. Formasi Wungkal
3. Formasi Gamping
4. Formasi Kebo Butak
5. Formasi Semilir
6. Formasi Nglanggeran
7. Formasi Sambipitu
8. Formasi Oyo
9. Formasi Wonosari
10. Formasi Kepek
11. Alluvial
Daerah telitian yang berada di Patuk, Kabupaten Gunung Kidul terdiri dari 2 Formasi
penyusun yaitu Formasi Semilir dan Formasi Nglanggeran. Formasi Semilir didominasi oleh
batuan vulkanik berupa batupasir tufan, tuf kristal, tuf lapili, dan breksi batuapung, sedangkan
Formasi ini dicirikan oleh penyusun utama terdiri dari breksi dengan penyusun material
vulkanik, tidak menunjukkan perlapisan yang baik dan memiliki ketebalan cukup besar.
Breksi hampir seluruhnya tersusun oleh bongkahan –bongkahan lava andesit dan juga bom
andesit atau disebut Aglomerat.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya potensi
gerakan tanah, kemiringan lereng menentukan proses erosi yang berkembang, hal tersebut
dikarena air mengalir pada daerah dengan kemiringan lereng tinggi sehingga batuan penyusun
mudah terlapukkan dan menjadi material lepas. Berikut adalah klasifikasi kelas kemiringan
lereng menurut Van Zuidam (1983) pada Tabel 1.1
3.2 DEM SRTM
Untuk mendapatkan detail kemiringan lereng pada daerah telitian menggunakan
software Global Mapper dengan data berasal dari DEM SRTM. Hasil tersebut adalah
(gambar 2)
1771
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Berdasarkan analisa dari peta DEM SRTM, didapatkan tiga warna yaitu hijau tua, hijau
muda, dan kuning. Zonasi bencana rawan gerakan tanah berada di 3 titik utama, hal tersebut
disebabkan kemiringan lereng yang curam menyebabkan potensi adanya tingkat erosi yang
tinggi berada pada wilayah tersebut. Selain itu, faktor pengontrol berupa kerapatan sungai,
litologi serta struktur juga terlibat pada 3 zona tersebut.
Selain itu, kemiringan lereng pada 3 zona tersebut memiliki data slope 17° dan tersusun
atas litologi batuan berbutir halus yaitu Batupasir Tufan berasal dari Formasi Semilir. Hal
tersebut dibuktikan dengan melakukan compare dengan Peta Geologi Regional DIY
Yogyakarta pada bagian kavling daerah telitian. (gambar 3)
Selain itu, data kedudukan lapisan batuan dari batupasir tufan didapatkan nilai rata-rata
yaitu N 079°E. Selain itu, adanya kelurusan dari sesar terdapat pada kontak antara Formasi
Nglanggeran dan Formasi Semilir pada bagian zona 3 dari rawan bencana gerakan tanah
akibat adanya kontrol struktur berupa kekar-kekar dan sesar. (gambar 4)
3.3 Landsat 8
Berdasarkan data citra Landsat 8 yang diolah menggunakan software ERMapper 7.1,
didapatkan gambar yang jauh lebih detail dibandingkan foto DEM SRTM, hal tersebut
dikarenakan pengaruh dari bandwith, yang mempunyai fungsi yang berbeda-beda. (gambar 5)
Zonasi gerakan tanah pada peta landsat 8 menunjukkan bahwa warna kuning, warna hijau
muda, dan warna merah. Tiga warna tersebut menunjukkan kemiringan lereng pada daerah
telitian. Secara umum, daerah telitian didominasi warna hijau muda dan warna kuning dan
terdapat beberapa daerah yang berwarna merah. Warna hijau menunjukkan daerah dengan
kemiringan lereng yang landai sampai agak curam. Warna kuning menunjukkan dengan
kemiringan lereng yang agak curam sampai terjal. Sedangkan warna merah menunjukkan
daerah dengan kemiringan lereng sangat curam sampai terjal. Hasil pengolahan pada citra
Landsat 8 menggunakan software ER Mapper 7.1 sesuai dengan pengolahan dari DEM
menggunakan software Global Mapper v.10.
Maka dari hasil pengolahan citra Landsat 8 dapat diketahui bahwa daerah yang memiliki
resiko rawan longsor terbesar adalah daerah yang berada pada warna merah di citra Lansat 8.
Dikarenakan daerah bewarna merah yang curam dan litologinya yang cenderung berbutir
halus dari formasi Semilir. Hal ini tidak menutup kemungkinan daerah yang berwarna kuning
juga merupakan daerah yang berpotensi rawan longsor karena kemiringan lereng yang curam.
Daerah yang berpotensi rawan longsor ini juga tidak hanya dipengaruhi oleh sudut
kemiringan lereng tetapi juga dipengaruhi oleh litologinya dan kontol struktur yang
mempengaruhinya.semakin halus butiran dari litologinya maka semakin berpotensi untuk
terjadinya longsor dikarenakan batuannya semakin berpori dan dapat menyimpan air sehingga
dapat menambah beban dari masa batuan tersebut. Kontrol struktur juga berpengaruh terhadap
longsor , terutama struktur kekar yang menunjukan batuan sudah mulai tidak kompak dan
rentan untuk bergeak.
Dari foto udara Goolge Earth terlihat bahwa daerah telitian ini terletak didaerah beriklim
tropis dikareana kan vegetasinya yang lebat. Pada daerah telitian ini terdapat morfologi
perbukitan homoklin yang berorientasi relatif Timur Laut-Barat Daya dengan arah perlapisan
batuan yang cenderung ke arah Tenggara. (gambar 6)
Daerah ini memiliki tekstur sedang sampai dengan kasar dengan pola aliran subpararel
dengan arah umum barat laut dan pola aliran subdendritik dengan arah umum Timur Laut.
Bentuk lembah U-V dan mengalir diatas batuan. Daerah telitian memiliki slope 17 sampai
dengan 23 derajat yang menurut skala van zuidam tergolong curam. Pada foto terlihat
beberapa pemukiman penduduk yang berada pada daerah yang rawan longsor.
1772
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Daerah tersebut terdapat potensi gerakan tanah karena terlihat kelerengan yang curam
sampai sangat curam. Pada bagian atas perbukitan struktural terdiri dari litologi yang
didominasi oleh satuan litologi aglomerat dari formasi Semilir, sedangkan pada bagian
bawahnya merupakan litologi yang didominasi oleh satuan litologi batupasir tuffan dari
formasi Nglanggeran. Pada saat musim penghujan batuan yang berada pada bagian atas
perbukitan berada pada titik jenuh air, maka air pada bagian atas perbukitan akan turun ke
bawah dan akan mengerosi batuan dan soil dari perbukitan tersebut dan berpotensi
menyebabkan gerakan tanah yang mengarah ke arah pemukiman. Dengan adanya jalan raya
pada bagian atas, adanya penebangan vegetasi pada bagian atas perbukitan, serta dibangunnya
beberapa warung menyebabkan berkurangnya vegetasi yang berguna untuk meyimpan air
pada saat musim penghujan dan dampak erosi akan semakin besar dan berpotensi
menyebabkan gerakan tanah.
4. Kesimpulan
Kavling daerah penelitian yang terletak di Patuk, Gunung Kidul merupakan salah satu
bagian dari daerah rawan bencana gerakan tanah. Hal tersebut disebabkan oleh adanya kontrol
struktur, litologi, serta bentukan geomorfologinya. Maka dari itu, perlu adanya zonasi untuk
menunjukkan wilayah yang rawan longsor serta titik-titik wilayah potensi longsor.
Pengolahan data menggunakan citra DEM SRTM, Landsat 8, dan Foto Udara
memudahkan untuk memberikan kejelasan wilayah rawan longsor tersebut. Faktor utama
pengontrol potensi gerakan longsor adalah kemiringan lereng yang curam. Sehingga, daerah
dengan lereng yang curam akan mengakibatkan adanya tingkat erosi yang tinggi.
Peta DEM SRTM menunjukkan bahwa ada 3 zona daerah rawan bencana gerakan
tanah, terlihat dari adanya kemiringan lereng yang curam ditandai oleh warna kuning, Citra
Landsat 8 menunjukkan zonasi yang jauh lebih detail sehingga sangat berguna untuk
memberikan informasi daerah rawan tersebut, lalu dibandingkan hasilnya dengan peta geologi
dan google earth untuk memastikan kavling sudah benar dan memperjelas wilayah
menggunakan google earth.
Daerah dominan berada di daerah kontak formasi semilir dan formasi nglanggeran
yang dikontrol oleh kelurusan dari sesar dan kekar-kekar. Sehingga akibatnya, wilayah yang
berada di daerah tenggara rawan adanya potensi longsor.

Acknowledgements
Terimakasih kepada Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran
dalam pembuatan paper ini, serta orang tua tercinta, dosen pembimbing Ir. Sugeng Raharjo,
M.T dan rekan-rekan yang sudah membantu penyelesaian paper ini, diantaranya ada Faishal
Arkhanuddin, Muhamad Luttfi Al-Hakim, serta dorongan dan motivasi dari teman-teman
Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta 2015.

Daftar Pustaka
Cruden, DM & Varnes, DJ. 1996. Landslide types and processes. In Special Report 247:
Landslides: Investigation and Mitigation, Transportation Research Board, Washington
D.C
Surono, Toha, B., dan Sudarno, 1992, Peta Geologi Lembar Surakarta –Giritontro, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung

1773
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Surono, 1992, Litostratigrafi pegunungan selatan bagian timur Daerah IstimewaYogyakarta


dan Jawa Tengah. Jurnal Sumber Daya Geologi. Vol. 19 Pusat Survei Geologi, Bandung
Verstappen. H. Th and Zuidam, R. A. Van. 1975. ITC Textbook of Photointerpretation vol
VII, Chapter VII.2 ITC System of Geomorphological Survey: Use of Aerial of
Photographs in Geomorphology. Enschede: International Institute for
aerialsurvey and earth sciences.
Zuidam, Van. 1983. Guide to Geomorphologic Aerial Photographic Interpretation and
Mapping. The Netherlands : ITC (International Institute for Aerial Survey and Earth
Sciences).

Gambar 1. Stratigrafi Pegunungan Selatan (Goethe, 1929)

1774
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 2. Hasil Pengolahan PetaDEM SRTM dengan menggunakan software Global Mapper v.10
(Daerah berpotensi rawan gerakan tanah ditandai dengan garis putus-putus yang berwarna merah).

Gambar 3. Peta Geologi daerah telitian.

1775
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 4. Peta topografi dan DEM hasil pengolahan dari software Global Mapper v.10 pada daerah
telitian.

Gambar 5. Hasil pengolahan citra Landsat 8 menggunakan software ER Mapper 7.1

1776
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 6. Foto udara Google Earth pada daerah telitian

Gambar 7. Pemodelan Longsor menurut Cruden, DM & Varnes, DJ

1777
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 8. Batupasir Tufan Formasi Semilir (Azimuth Foto : N 350°E)

Gambar 9. Struktur Skoria pada Aglomerat Formasi Nglanggeran (Azimuth : N 040°E)

1778
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 10. Parameter Salah Satu Titik Zona Gerakan Tanah (Azimuth : N 076°E)

Gambar 11. Material lepas pada zona rawan gerakan tanah (Azimuth Foto : N 325°E)

1779
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
Tabel 1. Klasifikasi kelas kemiringan lereng menurut Van Zuidam (1983)

Mulai

Data Peta Citra Studi Literatur


DEM SRTRM, -Fisiografi
Landsat 8, dan -Geologi
Google Earth Regional

Pengumpulan Data
Lapangan
1. Pengambilan
Sampel dan
data Struktur
2. Pengambilan
Foto
Trace Peta Zonasi
Kerentanan Tanah

Peta Zonasi Gerakan


Tanah
Interpretasi dan
Kesimpulan
Selesai

Bagan 1. Diagram alir penelitian

1780

Anda mungkin juga menyukai