Anda di halaman 1dari 8

Politik Dalam Alokasi Anggaran

Alokasi anggaran di Pusat terlihat tidak berpihak pada sektor kesehatan,

dimana Pemerintah dan DPR telah melakukan pelanggaran terhadap UU No 36

Tentang Kesehatan yang telah disyahkannya. Kemenkeu menyampaikan

ketidak-mungkinan menerapkan Undang-undang Kesehatan yang kemudian

diamini oleh Menteri Kesehatan. Perdebatannya ditindaklanjuti dengan

menyalahkan ketidak-benaran pembuat undang-undang yang mencantumkan

prosentase dalam undang-undang.

Menurut Norton dan Elson (2002) adanya keterbatasan anggaran di

Pusat maka Kemenkeu memiliki kewenangan untuk menetapkan alokasi

anggaran yang dikelola oleh Lembaga Negara, hasil perolehan anggaran dapat

lebih baik atau lebih buruk. Dalam kondisi politik yang kurang stabil maka

permainan cenderung dilakukan sesuai peraturan yang sudah dibuat.13


Argumentasi permasalahan tersebut diatas dapat dilihat dari 2 sisi.

Pertama adalah komitmen yang rendah terhadap peraturan (baca: Undang2undang) yang dibuat
bersama antara rakyat dan pemerintah. Bila pemimpin

politik di tingkat Pusat dengan sengaja tidak mematuhi undang-undang, dapat

dibayangkan apa yang dapat dilakukan pemimpin Daerah terhadap undang- undang. Seharusnya muncul
pertanyaan dari rakyat (baca: DPR/DPRD),

mengapa eksekutif “melawan hukum”?. Apakah tampaknya rakyat dapat

menerima argumentasi ini?. Sebaiknya Pemerintah segera melakukan

amandemen terhadap undang-undang tersebut, agar kepercayaan masyarakat

terhadap Pemerintah tetap ada. Anekdot yang terjadi adalah bahwa undang- undang dibuat oleh
Pemerintah, untuk dilanggar oleh pembuatnya (Pemerintah).

Hal ini penting agar ketika Pemerintah membuat peraturan untuk masyarakat

maka peraturan tersebut akan diikuti dan mampu merubah perilaku masyarakat.

Penguasa merupakan role model dalam konsistensi dan kepatuhan terhadap

pelaksanaan sebuah peraturan.


Sisi yang lain, perasaan hati sebagian besar pemimpin melihat kesehatan

bukanlah hal yang penting bagi bangsa ini. Kesehatan adalah anak pinggiran,

bukan “main stream” yang seperti dicita-citakan para pemimpin kesehatan

sebelumnya. Dalam konteks kebijakan, inilah gambaran politik para pemimpin

saat ini, yang harus diterima dengan legowo oleh para pemilih yang “pro”

kesehatan. Yang perlu diperhatikan para “Pemilih” adalah : jangan terbuai kata- kata manis pada saat
kampanye yang menyatakan prioritas pada kesehatan,

kesehatan gratis dan seterusnya, tapi dalam hati dan rasionya bertolak belakang.

“Kemunafikan” sistem politik tidak cepat teridentifikasi karena pemahaman dan

tingkat pendidikan politik masyarakat Indonesia belum merata.

Paradoks kebijakan14 seharusnya dapat digiring kepada kebijakan yang

rasional.12 Bagaimana mencapai hal tersebut? Ketidakberdayaan politik dari

masyarakat mesti dibantu oleh masyarakat lain yang sudah melek politik dengan
memberikan argumentasi rasional yang cukup komprehensif. Saat ini kekuasaan

di negara kita lebih kepada model elitisme.12 Model kekuasaan mana yang tepat

untuk negara kita? Apakah model pluralis, pilihan rakyat atau elitisme? Masing- masing model tentu
mempunyai dampak positif dan negatif serta

konsekuensinya. Penulis berkeyakinan beberapa tahun kedepan model

kekuasaan pluralisme dapat diadop oleh negara kita. Hal tersebut dapat

dilakukan jika pendidikan dan sosial ekonomi masyarakat sudah baik. Dengan4demikian masyarakat
dapat ikut berperan dalam pengambilan kebijakan di

negara ini.

Mengapa sektor kesehatan sampai saat ini masih menjadi salah satu

sektor yang menarik untuk menjadi “ladang kepentingan politik DPR”? Hal ini

menjadi pertanyaan yang menarik untuk didiskusikan. Menurut penulis ada

beberapa hal yang menjadi penyebab diantaranya adalah kemampuan politik

dari para staf di sektor kesehatan yang masih kurang, kemampuan teknis dalam
merencanakan kebutuhan anggaran dan membuat formula anggaran serta

belum adanya kebijakan bahwa pembagian alokasi anggaran kesehatan harus

berdasar formula.

Bagaimana model alokasi anggaran kesehatan yang tepat? Model yang

tepat dan benar dalam dunia nyata mungkin sulit dilakukan, namun model yang

baik adalah model rasional teknis dan disesuaikan dengan fungsi dari anggaran.

Untuk anggaran Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang dialokasikan untuk

sektor kesehatan akan lebih tepat memang dihitung secara detil melalui

kebutuhan perkapita dan dilakukan survei National Health Account/Province

Health Account/ District Health Account. Dari hasil tersebut dapat dibuat

perkiraan persentase yang harus dialokasikan untuk sektor kesehatan. Model

pembagian alokasi anggaran di internal Kemenkes/ Dinas Kesehatan akan lebih

tepat jika dihitung secara detil berdasarkan analisis situasi permasalahan


kesehatan yang terjadi dan berapa kebutuhan anggaran untuk unit/bidang.

Model pembagian alokasi anggaran kesehatan yang ditansfer ke Daerah akan

lebih tepat jika menggunakan formula yang memenuhi prinsip-prinsip equity,

equality dan adequacy.2 Adanya formula anggaran ini dapat mengurangi

intervensi politik dari berbagai pihak. Mengapa anggaran untuk rumah sakit yang

pembagiannya sudah menggunakan formula masih menjadi ajang konflik dan

perebutan kekuasaan DPR? Analisis yang dilakukan oleh penulis karena formula

anggaran untuk program rumah sakit terlalu rumit dan sulit dipahami pihak luar.

DPR kemungkinan besar berasumsi bahwa formula anggaran yang telah dibuat

untuk rumah sakit yang digulirkan melalui dana tugas pembantuan hanya

merupakan trik Kemenkes dalam mendapatkan alokasi anggaran. Hal tersebut

menyebabkan DPR tidak mau melihat dan mempelajari pentingnya formula yang
dibuat, justru mereka menganggap formula tersebut “mengada-ada”. Menurut

Moore, formula anggaran yang baik adalah simpel, tidak rumit, mudah7dimengerti, mudah dilakukan
perubahan dan pengembangan. Dengan demikian

dapat menjadi alat advokasi kepada DPR, karena justifikasi mudah diterima dan

rasional.15

Rekomendasi untuk pengambil kebijakan di sektor kesehatan meliputi:

1. Penguatan terhadap peraturan dalam proses penganggaran dan

peningkatan kemampuan advokasi dan melakukan pendekatan baik

kepada Kemenkeu dan DPR (Pusat), TAPD dan DPRD (Daerah).

2. Pembuatan formula anggaran, karena formula merupakan suatu alat

untuk mengurangi terjadinya politik anggaran. Formula anggaran

sebaiknya tidak terlalu rumit dan memenuhi prinsip-prinsip equity, equality

serta adequacy sehingga mudah diterima oleh DPR.

3. Pembuatan formula anggaran harus didukung dengan kebijakan agar


dapat dipatuhi oleh seluruh jajaran kesehatan.

Daftar Pustaka8

8Undang-Undang N0 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. 2. Herawati DMD. Kebijakan Transfer Anggaran
Belanja Departemen

Kesehatan dan Penyusunan Formula Anggaran. Program Doktor Ilmu

Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah

Mada. 2011

Anda mungkin juga menyukai