I. GAMBARAN UMUM
Dalam konteks tugas dan fungsi, poros pemerintahan memiliki makna bahwa
Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan merupakan elemen penting dalam
mendorong terciptanya suasana yang kondusif dan stabil bagi berjalannya
pemerintahan dalam negeri melalui pembinaan dan pengawasan yang dilaksanakan
secara optimal dan efektif dalam rangka terciptanya suasana yang kondusif dan stabil.
Kondisi obyektif tersebut antara lain terkait dengan upaya dalam mendorong sinergitas
hubungan antara pusat-daerah dalam kerangka desentrasilasi dan dekonsentrasi,
penciptaan situasi ketenteraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat yang
kondusif, tertibnya wilayah administrasi pemerintahan dan batas daerah serta
mendorong kebijakan pembangunan yang berpihak pada daerah pinggiran dan kawasan
perbatasan.
II. DASAR
a. Maksud
b. Tujuan
1. Latar Belakang
Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk
Republik. Konsekuensinya adalah pemerintah nasional dibentuk terlebih
dahulu kemudian diikuti dengan pembentukan pemerintah daerah. Selain itu,
konsekuensi dari Negara Kesatuan adalah tanggungjawab akhir pemerintahan
berada di tangan Presiden. Untuk itu, agar pelaksanaan urusan pemerintahan
yang diserahkan kepada daerah berjalan sesuai kebijakan nasional, maka
Presiden berkewajiban untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Mengingat kondisi geografis negara
yang begitu luas, maka dalam rangka efektifitas dan efisiensi pembinaan dan
pengawasan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang sudah diserahkan
kepada daerah, Presiden sebagai penanggungjawab akhir pemerintahan
melimpahkan kewenangannya kepada Gubernur untuk bertindak atas nama
pemerintah pusat dalam melakukan tugas pembinaan dan pengawasan
tersebut.
b. Sasaran
1) Terwujudnya pelaksanaan sebagian tugas dan wewenang Gubernur sebagai
wakil pemerintah pusat terutama dalam melakukan koordinasi, pembinaan,
dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan
sebagaimana dimaksudkan oleh Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah.
2) Meningkatnya efektivitas dan akuntabilitas pelaksanaan dana-dana APBN
yang ada di wilayah provinsi.
3) Meningkatnya kesadaran dan kebersamaan dalam memperkokoh Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
3. Rincian Kegiatan
Ruang lingkup penyelenggaraan kegiatan ini meliputi:
a) Menyelenggarakan Rapat Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan di kabupaten/kota oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat
sesuai RKA-KL sebagai berikut :
1) Rapat dilaksanakan dalam rangka mengoptimalkan peran Gubernur sebagai
wakil pemerintah pusat, khususnya dalam melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan seluruh urusan pemerintahan di
kabupaten/kota dalam wilayah provinsi yang dipimpinnya.
2) Peserta Rapat Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan di kabupaten/kota oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah
pusat terdiri dari unsur-unsur Pemerintah Provinsi (Biro Pemerintahan, Biro
Pembangunan, Biro Keuangan, Bappeda, Inspektorat Daerah dan dinas-dinas
terkait) dan unsur-unsur pemerintah daerah kabupaten/kota (Bagian
Pemerintahan, Bappeda, dan dinas-dinas di kabupaten/kota yang terkait
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh kabupaten/kota).
3) Narasumber terdiri dari :
a) Unsur pemerintah pusat (Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan
Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian/Lembaga terkait);
b) Sekretaris Daerah Provinsi /Kepala Biro Pemerintahan Provinsi;
c)Bappeda Provinsi;
d) Inspektorat Daerah/BPK Perwakilan Provinsi;
e)Unsur lainnya yang dianggap penting.
4) Materi yang disampaikan dalam rapat ini mencakup peran Gubernur sebagai
wakil pemerintah pusat dalam penyelenggaraan korbinwas urusan
pemerintahan di kabupaten/kota; monev penyelenggaraan dekonsentrasi dan
tugas pembantuan; sinergitas provinsi dan kabupaten/kota dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan; pengawasan penyelenggaraan urusan
pemerintahan daerah; atau materi terkait lainnya.
5) Dalam rangka penyampaian informasi kebijakan Pemerintah terkait
penyelenggaraan urusan pemerintahan serta isu-isu lainnya, maka disediakan
alokasi untuk pembiayaan 3 (tiga) orang narasumber dari pusat.
6) Khusus untuk Provinsi DKI Jakarta, Rapat Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh Gubernur sebagai Wakil
Pemerintah Pusat difokuskan pada pembinaan dan pengendalian terhadap
pelaksanaan program/kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan (dana
APBN) pada lingkup Provinsi DKI Jakarta.
b) Melaksanakan perjalanan dinas dari Ibukota Provinsi ke Kabupaten/Kota dalam
rangka monitoring dan evaluasi penyelenggaraan urusan pemerintahan di
kabupaten/kota, sesuai alokasi pada RKA-K/L.
c) Melaksanakan perjalanan dinas dari provinsi ke Jakarta dalam rangka konsultasi
dan koordinasi kegiatan dekonsentrasi peran Gubernur sebagai wakil pemerintah
pusat, sesuai alokasi pada RKA-K/L.
d) Menyusun dan menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan yaitu Laporan
Rapat Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan di
Kabupaten/Kota oleh Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat dan laporan
perjalanan dinas dalam rangka monev penyelenggaraan urusan di
kabupaten/kota.
6. Lokasi
Lokasi kegiatan peran Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di 34 Provinsi,
sebagai berikut:
1. Provinsi DKI Jakarta;
2. Provinsi Aceh;
3. Provinsi Sumatera Utara;
4. Provinsi Sumatera Barat;
5. Provinsi Riau;
6. Provinsi Jambi;
7. Provinsi Bangka Belitung;
8. Provinsi Sumatera Selatan;
9. Provinsi Kepulauan Riau;
10. Provinsi Bengkulu;
11. Provinsi Lampung;
12. Provinsi Banten;
13. Provinsi Jawa Barat;
14. Provinsi Jawa Tengah;
15. Provinsi D.I Yogyakarta;
16. Provinsi Jawa Timur;
17. Provinsi Kalimantan Barat;
18. Provinsi Kalimantan Tengah;
19. Provinsi Kalimantan Selatan;
20. Provinsi Kalimantan Timur;
21. Provinsi Kalimantan Utara;
22. Provinsi Sulawesi Utara;
23. Provinsi Gorontalo;
24. Provinsi Sulawesi Tengah;
25. Provinsi Sulawesi Barat;
26. Provinsi Sulawesi Tenggara;
27. Provinsi Sulawesi Selatan;
28. Provinsi Bali;
29. Provinsi Nusa Tenggara Barat;
30. Provinsi Nusa Tenggara Timur;
31. Provinsi Maluku;
32. Provinsi Maluku Utara;
33. Provinsi Papua; dan
34. Provinsi Papua Barat;
3. Rincian Kegiatan
a) Ruang lingkup kegiatan yang akan dilaksanakan:
1) Rapat Internal Penyelenggaraan PTSP:
a) Dilaksanakan oleh DPMPTSP provinsi.
b) Peserta terdiri dari unsur:
i. Perangkat daerah terkait; dan
ii. Unsur lainnya yang memiliki kepentingan terhadap PTSP
2) Rapat Koordinasi Pimpinan Daerah dalam Penyelenggaraan PTSP;
a) Dilaksanakan oleh DPMPTSP provinsi.
b) Peserta terdiri dari unsur:
i. Kepala Daerah (Bupati/Walikota se provinsi);
ii. Ketua DPRD se provinsi;
iii. PTSP Provinsi dan/atau PTSP Kabupaten/Kota; dan
iv. Unsur lainnya yang memiliki kepentingan terhadap PTSP
c) Narasumber terdiri dari unsur:
i. Pemerintah Pusat (Kementerian Dalam Negeri);
ii. Perangkat daerah provinsi; dan
iii. Unsur lainnya yang dianggap penting.
3) Rapat Asistensi dan Supervisi Penyelenggaraan PTSP;
a) Dilaksanakan oleh DPMPTSP provinsi.
b) Peserta terdiri dari unsur:
i. Perangkat daerah provinsi;
ii. DPMPTSP provinsi;
iii. DPMPTSP kab/kota; dan
iv. Unsur lainnya yang dianggap penting.
c) Narasumber terdiri dari unsur:
i. Pemerintah Pusat (Kementerian Dalam Negeri);
ii. Perangkat daerah provinsi; dan
iii. Unsur lainnya yang dianggap penting.
4) Asistensi Penyelenggaraan PTSP pada Kabupaten/Kota;
a) Dilaksanakan oleh DPMPTSP provinsi.
b) Peserta terdiri dari unsur DPMPTSP Provinsi.
5) Perjalanan dinas narasumber dari pemerintah pusat untuk menghadiri
rapat koordinasi penyelenggaraan PTSP di provinsi;
6) Perjalanan dinas narasumber dari pemerintah pusat untuk menghadiri
rapat asistensi dan supervisi penyelenggaraan PTSP di Provinsi;
7) Perjalanan dinas dari provinsi ke Jakarta dalam rangka konsultasi dan
koordinasi pelaksanaan asistensi penyelenggaraan PTSP Prima di daerah;
8) Perjalanan dinas dari provinsi ke kabupaten/kota dalam rangka
pelaksanaan asistensi penyelenggaraan PTSP di kabupaten/kota. Lokasi
tujuan perjalanan dinas diprioritaskan kepada daerah yang menjadi target
prioritas PTSP Prima pada masing-masing provinsi sebagaimana dijelaskan
pada poin tujuan dan sasaran (tabel 1.1). Perjalanan dinas ke daerah
lainnya dapat dilakukan sepanjang perjalanan dinas dalam rangka
pembinaan terhadap kab/kota yang menjadi sasaran utama telah
terpenuhi;
9) Penyusunan laporan manajerial dan akuntabilitas kegiatan penguatan
penyelenggaraan PTSP di daerah (provinsi, Kabupaten/Kota).
4. Output/Keluaran Yang Diharapkan
a) Aspek Administratif
b) Aspek Substantif
5. Pelaksana Kegiatan
a. Kepala Satker
Kepala Satuan Kerja (Satker) adalah Kepala Organisasi Perangkat Daerah
yang bertanggung jawab atas pelaksanaan dekonsentrasi lingkup Kementerian
Dalam Negeri yang dibiayai dari DIPA Direktorat Jenderal Bina Administrasi
Kewilayahan.
b. KPA
Kuasa Pengguna Anggaran dekonsentrasi yang selanjutnya disingkat KPA,
adalah Kepala Satker atau pejabat dengan eselonering satu tingkat di bawah Kepala
Satker yang melaksanakan kewenangan dan tanggungjawab atas penggunaan dan
pengelolaan anggaran yang dibiayai dari DIPA dekonsentrasi Direktorat Jenderal
Bina Administrasi Kewilayahan. KPA ditunjuk dan ditetapkan oleh Gubernur
dengan Keputusan Gubernur. KPA mempunyai tugas dan tanggungjawab sebagai
berikut:
1. Menunjuk dan menetapkan perangkat pengelola keuangan yang terdiri dari
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Penguji Tagihan/Penandatangan
Surat Perintah Membayar (SPM);
2. Menyusun dan menandatangani DIPA dana dekonsentrasi lingkup Direktorat
Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri Tahun 2018,
berdasarkan RKA-K/L yang telah disusun dan ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri;
3. Menyusun rencana penarikan anggaran berdasarkan RKA-KL dan DIPA dana
Dekonsentrasi;
4. Menyusun dan menetapkan Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) berdasarkan
DIPA yang telah disahkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan setempat;
5. Menyusun dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban meliputi laporan
manajerial dan laporan akuntabilitas secara berkala (bulanan, triwulan,
semesteran dan tahunan) kepada Menteri Dalam Negeri c.q Direktorat Jenderal
Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri sesuai dengan
ketentuan yang berlaku;
6. Bersama bendahara pengeluaran menandatangani cek/giro pengambilan dana
yang tersedia di rekening bendahara pengeluaran (countersign);
7. Menyelenggarakan kegiatan sesuai dengan RKA-K/L yang telah ditetapkan dan
dituangkan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA);
8. Bertanggungjawab atas pengelolaan anggaran dan barang/jasa yang dibiayai dari
DIPA satuan kerja yang bersangkutan;
9. Mengkoordinasikan pengadaan barang dan jasa di lingkungan satuan kerja
masing-masing sesuai peraturan perundang-undangan.
c. PPK
Pejabat Pembuat Komitmen dekonsentrasi yang selanjutnya disingkat PPK,
adalah pejabat struktural pada Satker pelaksana kegiatan dekonsentrasi yang
diberi kewenangan untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat
mengakibatkan pengeluaran atas beban belanja Negara. PPK merupakan pejabat
yang ditunjuk oleh KPA dan mempunyai sertifikat pengadaan barang dan jasa,
serta berasal dari SKPD yang sama dengan KPA, dalam hal terdapat keterbatasan
jumlah pejabat/pegawai yang memenuhi syarat dan/atau kualitas sumber daya
manusia untuk ditetapkan sebagai PPK, dimungkinkan perangkapan PPK oleh
KPA dengan memperhatikan pelaksanaan prinsip saling uji, check and balance.
PPK dalam hal ini melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran
anggaran belanja/penanggung jawab kegiatan mempunyai tugas serta tanggung
jawab:
a. Menguji kebenaran material surat bukti mengenai hak pihak penagih serta
kebenaran dokumen yang menjadi persyaratan/kelengkapan sehubungan
dengan ikatan/perjanjian pengadaan barang/jasa;
b. Menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan
bukti-bukti yang menjadi dasar pengeluaran berdasarkan pagu dalam DIPA,
rencana kerja, indikator kinerja serta tahapan penarikan anggaran
berdasarkan tugas pokok dan fungsi;
c. Mempertanggungjawabkan atas kebenaran material dan akibat yang timbul
dari penggunaan surat bukti dimaksud;
d. Mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) kepada Kuasa Pengguna
Anggaran, dilengkapi dengan dokumen pendukung yang sah serta dibebankan
sesuai dengan mata anggaran pengeluaran yang bersangkutan;
e. Mempertanggungjawabkan atas penyelesaian pekerjaan yang diajukan
permintaan pembayarannya kepada kuasa pengguna anggaran;
f. Mempertanggungjawabkan terhadap fisik maupun keuangan atas
pelaksanaan anggaran belanja sesuai bagian pagu dalam DIPA yang menjadi
tanggung jawabnya dan mata anggaran yang bersangkutan;
g. Mempertanggungjawabkan atas substansi dari pencapaian tujuan, kesesuaian
rencana kerja dan/atau kegiatan sesuai dengan indikator kinerja serta
kelayakan hasil kerja yang tercantum dalam DIPA;
h. Melaporkan realisasi anggaran dan pengadaan barang di lingkungan unit
kerja kepada Kuasa Pengguna Anggaran.
d. PPSPM
Pejabat Penguji SPP dan Penandatangan SPM, adalah pegawai negeri sipil
dalam lingkup Satker Perangkat Daerah yang sama dengan KPA, yang memenuhi
persyaratan serta diberikan kewenangan oleh KPA untuk melakukan pengujian
atas Surat Perintah Pembayaran (SPP) dan menandatangani Surat Perintah
Membayar (SPM). Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan maka dalam
penunjukannya agar ditetapkan pejabat/staf yang memiliki kemampuan bidang
keuangan negara/daerah. PPSPM mempunyai tugas serta tanggung jawab:
a) Memeriksa secara rinci keabsahan dokumen pendukung SPP sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
b) Memeriksa ketersediaan pagu anggaran DIPA untuk memperoleh keyakinan
bahwa tagihan tidak melampaui batas pagu anggaran serta memeriksa
kebenaran atas hak tagih yang menyangkut antara lain:
1) Pihak yang ditunjuk untuk menerima pembayaran (nama,
orang/perusahaan, alamat, nomor rekening dan nama bank);
2) Nilai tagihan yang harus dibayar (kesesuaian dan kelayakan dengan
prestasi kerja yang dicapai sesuai spesifikasi teknis yang tercantum dalam
kontrak);
3) Jadwal waktu pembayaran (kesesuaian dengan jadwal penarikan dana
yang tercantum dalam DIPA dan atau ketepatannya terhadap jadwal waktu
pembayaran).
4) Memeriksa dan menandatangani surat perintah membayar (SPM) serta
menyampaikan SPM ke KPPN yang ditunjuk;
5) Memeriksa pencapaian tujuan atau sasaran kegiatan sesuai dengan
indikator kinerja yang tercantum dalam DIPA berkenaan dan atau
spesifikasi teknis yang telah ditetapkan.
e. Bendahara Pengeluaran
Bendahara Pengeluaran dekonsentrasi adalah Pegawai Negeri Sipil dalam
lingkup Satker yang memenuhi persyaratan dan telah mempunyai sertifikat
bendahara, yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan,
menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang atau barang untuk
keperluan belanja negara dalam rangka pelaksanaan DIPA dekonsentrasi dan
tugas pembantuan. Bendahara pengeluaran ditetapkan oleh Kepala Satker yang
memiliki tugas dan tanggung jawab yaitu:
1) Menyelenggarakan tata pembukuan berupa menerima, menyimpan,
membayar, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang untuk
keperluan belanja secara tertib, teratur dan sesuai ketentuan perundang-
undangan yang berlaku;
2) Meneliti kelengkapan dan kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum
dalam Surat Permintaan Pembayaran (SPP) yang diterbitkan Pejabat Pembuat
Komitmen;
3) Membayar dana sesuai peruntukan dan ketersediaan dana yang
bersangkutan, mempertanggungjawabkan atas penggunaan uang persediaan;
4) Menyediakan persediaan dan merencanakan penarikan dana sesuai keperluan
belanja satuan kerja;
5) Membantu memeriksa keabsahan dan kelengkapan dokumen dan bukti-bukti
pengeluaran/tagihan pembayaran;
6) Mengajukan SPP, UP, GU, dan TUP kepada Kuasa Pengguna Anggaran;
7) Membantu Laporan Keadaan Kas dan realisasi anggaran belanja sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
8) Menyetorkan sisa uang persediaan pada akhir tahun anggaran ke Kas Umum
Negara;
9) Memungut, menyetorkan dan melaporkan pajak secara tertib sesuai dengan
ketentuan Perundang-undangan;
10) Mengelola rekening tempat penyimpanan uang, baik LS Bendahara maupun
UP.
Ketentuan mengenai tata cara pembukaan, pengelolaan dan penutupan
rekening berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 252/PMK.05/2014 tentang Rekening Milik Kementerian
Negara/Lembaga/Satuan Kerja.
b. Laporan Akuntabilitas,
1) Dalam hal penyampaian Laporan Akuntabilitas, Laporan Keuangan Tahun 2017
disusun menggunakan aplikasi SAIBA (Sistem Informasi Berbasis Acrual) yang
terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Catatan atas Laporan
Keuangan (CALK), Laporan Operasional (LO) dan Laporan Perubahan Ekuitas
(LPE). Laporan Keuangan semesteran dan tahunan, disertai dengan foto copy
Surat Perintah Membayar (SPM), Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D),
rekening koran per bulan berjalan, bukti pembukaan rekening, dan SK Pejabat
Perbendaharaan serta Berita Acara Rekonsiliasi. Laporan Keuangan dimaksud
disampaikan sesuai dengan PMK 213/PMK.05/2013 tentang Sistem Akuntansi
dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.
2) Kepala SKPD/KPA bertanggungjawab atas pelaporan kegiatan Dekonsentrasi
yang menjadi kewenangannya.
XII. PENUTUP
Demikian petunjuk teknis pelaksanaan ini dibuat untuk menjadi acuan dalam
pelaksanaan Kegiatan Dekonsentrasi Tahun Anggaran 2018 dan untuk
pelaksanaannya agar melakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Bina
Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri.
EKO SUBOWO