Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH STUDI ISLAM

TEOLOGI ISLAM DAN MISTISME ISLAM

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Studi Islam

Dosen Pengampu :

Disusun oleh :

FAIQOH EL HIMMAH (11190161000068)

DEWI RAHMADONA (11190161000076)

INDRIYANI (11190161000085)

NISA AMALIA (11190161000087)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai
pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga
kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah
selanjutnya yang lebih baik lagi.

Ciputat, 8 Oktober 2019

DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah teologi islam .............................................................................................................. 4
2.2 Aliran-Aliran Teologi Islam .................................................................................................. 6
2.3 Bagaimana implementasi teologi islam pada masyarakat sekarang ? .............................. 9
2.4 Apa mistisme islam itu ? ..................................................................................................... 11
2.5 Sejarah Mistisme Dalam Islam (Tasawuf) ......................................................................... 11
2.6 Ailran Mistisme (Tasawuf) Dalam Islam ........................................................................... 12
2.7 Perkembangan Mistisme (Tasawuf) dalam islam ............................................................. 13
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................... 17
3.2 Kritik dan Saran .................................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada hakikatnya segala aktifitas manusia dalam kehidupan sehari-hari akan terasa berarti jika
ada aqidah dan keyakinan dalam hati dengan didasari kekuatan keimanan kepada Allah SWT.
Untuk itu diperlukannya suatu pembelajaran mengenai Teologi Islam yang membahas tentang
pemikiran ketuhanan. Terlebih lagi bagi orang muslim guna meningkatkan keimanan dan menjadi
idealnya orang islam. Apalagi di era sekarang ini yang sudah banyak munculnya perbedaan –
perbedaan pemikiran dan aqidah yang mengiringi. Masyarakat harus pandai-pandai dalam memilih
dan memilah dengan berlandaskan ke pada al-Qur’an dan al-Hadist. Dijelaskan dalam sabda
Rasulullah bahwa umat manusia akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga dan hanya satu yang benar.
Maka dari itu sangat diperlukannya pembelajaran mengenai ketuhanan guna meningkat kan
keimanan sejak dini, agar manusia tidak salah dalam memilih jalan. Hingga akhirnya selamat di
dunia dan di akherat kelak.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah teologi islam ?


2. Apa saja aliran-aliran didalamnya?
3. Bagaimana implementasi teologi islam pada masyarakat sekarang ?
4. Apa mistisme islam itu ?
5. Apa sejarah mistisme islam ?
6. Apa saja aliran-aliran di dalam Mistisme itu?
7. Bagaimana peerkembangan Mistisme islam di dalam kehidupa masyarakat ?

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah teologi islam


Di pertengahan ke dua dari abad ke enam M, Jalan dagang Timur Euphrat di Utara dan Laut
merah di selatan, ke Yaman-hijaz-Syiria. Terjadi peperangan antara kerajaan Byzantium dan Persia
myang membuat jalan utara tak selamat dan dan tak menguntungkan untuk berdagang. Kemudian
berpindah lah perjalanan dagang Timur- Barat ke Semenanjung Arabia, Mekkah yang terletak di
tengah-tengah garis perjalanan itu menjadi kota dagang. Pedagang-pedangan membeli barang dari
timur dan di bawa ke utara untuk di jual di Syiria, sehingga kota mekkah menjadi kota kaya, yang
dipegang oleh Quraisy . pemerintahan dijalankan melalui majlis suku bangsa yang anggotanya
dipilih berdasarkan kekayaan dan pengaruh mereka.
Untuk menjaga kesolidaritasan akhirnya pedagang –pedagang dan pengikut nabi
Muhammad meninggalkan mekka dan pergi ke Yatrib di tahun 622. Suasa di yastrib berlainan
dengan suasana kota Mekkah. Kota Yastrib adalah kota Petani dan masyarakatnyya tidak
homogeny, tetapi terdiri dari dua bangsa arab dan bangsa yahudi. Bangsa arab sendiri terdiri dari
suku khawarij dan suku Aus. Keadaan tidak menjadi aman ketika kedua suku tersebut
mempersaiangkan untuk menjadi Kepala Masyarakat Madinah.
Ketika pemuda-pemuda dari tiap golongan ini pergi Haji, dan mengetahui kedudukan Nabi
Muhammad dalam suatu pertemuan, merekapun mengundang nabi Muhammad untuk datang ke
Madinah. Mengingat desakan dan ancaman pedangan Mekkah, Raulullah pun hijrah ke Madinah.
Disana beliau bertindak sebagai pengantar antara suku aus dan suku khawarij yang sedang
bertentangan. Lambat laun dari pengantara Beliau pun diangkat menjadi Kepala Masyarakat
Madinah. Selain menjadi kepala Pemerintahan Beliau juga menjadi kepala agama di Madinah.
Ketika Rasulullah wafat pada tahun 632 daerah kekuasan beliau berkembang sampai pada
Semenanjung Arabia. Islam merupakan system agama dan juga system politik. Rasulullah
disamping Rasul juga menjadi ahli Negara. Sehingga tidak heran ketika Beliau wafat masyarakat
madinah lebih sibuk memikirkan siapa pengganti Rasulullah daripada penguburannya. Timbullah
masalah khilafah sebagai ganti Rasulullah.
Dalam sejarah meriwayatkan bahwa pengganti beliau adalau Abu Bakar as-Shiddiq lalu Umar bin
Khottob disusul Utsman bin Affan dan selanjutnya adalah Ali bin Tholib.
Pada awal masa Khalifah Ali bin Abu Tholib, Ali mendapat tantangan dari pemuka-pemuka
ang ingin pula menjadi khalifah, terutama Talhah Zubeir dari Mekkah yang mendapat dukungan
dari ‘Aisyah. Tantangan ini pun terselesaikan dalam pertempuran yang terjadi di Irak ditahun 656.
Talhah dan Zubair mati terbunuh dan Aisyah dipulangkan kembali ke Mekah.
Tantangan selanjutnya dating dari Mu’awiyyah, Gubernur Damaskus dan keluarga yang
dekat dengan Utsman. Mereka tidak mau mengakui kekhalifah Ali bahkan menuduh ikut campur
dalam pembunuhan Utsman. Salah seorang pemuka pemberontakan-pemberontakan di Mesir, yang
dating ke Madinah dan kemudian membunuh Utsman adalah Muhammad bin abu Bakar, anak
angkat dari Ali. Dan ali tidak mengambil tindakan keras bahkan Muhammad bin Abu Bakar
diangkat menjadi Gubernur Mesir.
Dalam pertempuran di Siffin tentara Ali dapat mendesak golongan Mu’aliyyah sehingga
golongan tersebut bersedia untuk lari. ketika akan lari Amr bin Ash, tangan kanan Muawiyyah
meminta perdamaian dengan mengangkat al-Quran ke atas.Qurra dari pihak Ali mendesak beliau
agar mensetujui tawaran tersebut dengan mengadakan arbitrase. Sebagai pengantar keduannya amr
bin Ash dari pihak muawiyyah dan Abu Musa al-Asy’ari dari pihak Ali. Dengan kelicikan Amr
mampu mengalahkan perasaan takwa Abu Musa. Amr membuat kesepakatan dengan Musa bahwa
mereka akan menjatuhkan kedua belah pihak Ali dan Mua’awiyyah. Mengikuti tradisi yang sudah
ada yang tua yang dahulu, Musa pun mengumumkan putusan menjatuhkan Mu’awiyyah dan Ali,
akan pada saat giliran Amr bin Ash, dia hanya menjatuhkan pihak Ali dan menolak menjatuhkan
Mu’awiyyah.
Peristiwa ini merugikan Ali dan menguntukan Mu’awiyyah. Mu’awiyyah yang sebenarnya
hanya menjadi Gubernur kedudukannya kini naik menjadi Khalifah yang tidak resmi. Tidak
mengerankan kalau keputusan ini di tolak Ali dan tak mau meletakkan jabatannya sampai dia
terbunuh di tahun 661 M.
Masyarakat memandang Ali bin Abu Tholib telah berbuat salah, dan oleh karena itu mereka
meninggalkan barisannya. Golongan inilah yang disebut dengan golongan Khawarij yaitu golongan
yaitu orang yang keluar dan memisahkan diri.
Karena selalu mendapat serangat dari kedua pihak ini yakni Mu’awiyyah dan Khawarij, Ali
terlebih dahulu memusatkan usahanya untuk menghancurkan kaum khawarij, tetapi setelah kaum
khawarij kalah, tentara Ali terlalu capek untuk meneruskan pertempuran dengan Muawiyyah.
Hingga sampek Ali wafat muawiyyah tetap berkuasa di Damaskus dan mendapat mengakuan
khalifah pada tahun 661 M.
Persoalan –persoalan politik yang terjadi membawa kepada timbulnya persoalan teologi.
Dalam arti mereka meributkan siapa yang kafir dan siapa yang tidak kafir, siapa yang masuk islam
dan siapa yang masih tetap dalam islam.
Khawarij memandang Ali, Muawiyyah, dan Abu Musa al-Asy’ari dan lain-lain yang
menerima arbitrase adalah kafir Karena mereka berempat telah dipandang kafir dalam arti keluar
dari agama islam/ murtad maka mereka harus dibunuh, tetapi sejarah mengatakan bahwa yang
dibebani untuk dibunuh adalah Ali bin Abu Tholib.
Seiring berjalannya waktu kaum khawarij pecah menjadi beberapa sekte. Konsep kafir turut
pula mengalami perubahan. Tak hanya orang yang tidak menentukan hukum dengan al-Quran,
tetapi orang yang berdosa besarpun dianggap kafir. Perbuatan dosa besar inilah yang berpengaruh
besar dalam pertumbuhan teologi selanjutnya. Persoalan ini menimbulkan tiga aliran teologi dalam
islam.
Aliran kedua adalah aliaran Murji’ah yang menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa
besar masih tetap mukmin dan bukan kafir adapun persoalan besar diserahkan kepada Allah swt
untuk mengampuni atau tidak untuk mengampuninya.
Kaum mu’tazilah sebagai aliran ketiga btidak menerima pendapat-pendapat diatas. Bagi
kaum mu’tazilah orang yang berbuat dosa besar bukan kafir dan juga bukan mukmin. Mereka
mengambil posisi tengah diantara kaum khawarij dan kaum Murjiah.
Selain ketika aliran diatas terdapat juga 2 aliran yang muncul yakni al-qodariyyah dan al-
jabariyyah. Menurut kaun qodariyyahmanusia mempunya kemerdekaan dalam kehendak dan
perbuatannya. Sedangkan jabariyyah sebaliknya, berpendapat bahwa manusia tidak
mempunyaikemerdekaan dal kehendak dan perbuatannya, yang berarti segala tindak laku manusia
berasal dari tuhan. Segara gerak gerik manusia sitentukan oleh Tuhan.
Selanjutnya kaum mu’tazilah terpengaruh oleh pemakain rasio atau akal yang mempunyai
kedudukan tinggi dalam kebudayaan Yunani. Kaum mu;tazilah membawa kepercayaan rasio ini ke
dalam teologi islam sehingga teologi mereka mengambil teologi liberal dalam arti bahwa
sungguhpun kaum Mu’tazilah banyak mempergunkan rasio, mereka tidak meninggalkan wahyu.
Teologi rasionil dan liberal yang mereka bawa menarik perhatian kaum inteligen pada masa
kerajaan islam Abbasiyyah dipermulaan abad ke-9 M sehingga Khalifah al-Ma’mun menjadikan
teologi Mu’tazilah sebagai madzhab resmi yang dianut Negara. Karena resmi menjadi aliran
pemerintahan, kaum mu;tazilah menyebarkan ajaran-ajaran mereka dengan paksa, terutama faham
bahwa al Qur’an bersifat makhluk dalam arti diciptakan dan bukan bersifat qodim dalam arti kekal
dan tidak diciptakan.
Aliran ini mendapat tantangan kesar dari golongan Tradisionil Islam, terutama golongan
Imam Hambali. Setelah al-Ma;mun meninggal ditahun 883 kekerasan Mu’tazilah berkurang, dan
akhirnya madzhab Mu’tazilah dibatalkan oleh Khalifah al-Mutawwakil ditahun 856 M. Dan kaum
Mu’tazilah mendapat perlawanan dari kalangan umat Islam.
Perlawanan ini membentuk aliran teologi tradisionil yang disusun oleh Abu Hasan al-
Asy’ari ( 935 M ). Pada awalnya Asy’ari adalah golongan mu’tazilah tetapi setelah beliau
bermimpi bertemu dengan Rasulullah, dimana dalam mimpinya Rasulullah mengatakan bahwa
ajaran-ajaran Mu’tazilah adalah ajaran sesat, Asy-ari pun keluar dan membuat ajaran baru yang
dikenal dengan teologi al-asy’ariyyah.
Di daerah Samarkand juga terdapat aliran yang mnentang Mu’tazilah yakni teologi al-
Maturidiah yang didirikan oleh Abu Mansur Muhammad al –Maturidi, alairan ini tidak se
tradisionil Asy’ariyyah dan tidak se liberal Mu’tazilah.
Ahl Sunnah wal Al-Jamaah adalah aliran yang dibawa oleh Hasan Asy’ari dan Al-Maturidi
yang tetap ada sampai sekarang dan banyak dianut oleh umat Islam. Aliran Maturidibanyak diikuti
oleh umat bermadzhab Imam Hanafi dan aliran Asy’ari dipakai oleh umat Islam Sunni lainnya.

2.2 Aliran-Aliran Teologi Islam


a. Aliran Mu’tazilah
Aliran mu’tazilah merupakan aliran theologi islam yang terbesar dan tertua, yang telah
memainkan peranan penting dalam sejarah pemikiran dunia islam. Orang yang hendak mengetahui
filsafat islam sesungguhnya dan yang berhubungan dengan agama dan sejarah islam, haruslah
menggali buku-buku yang dikarang oleh orang-orang mu’tazilah, bukan oleh mereka yang lazim
disebut filosof-filosof islam.
Aliran mu’tazilah lahir kurang lebih pada permulaan abad pertama hijrah dikota basrah
(irak), pusat ilmu dan peradaban islam dikala itu, tempat peraduan aneka kebudayaan asing dan
pertemuan bermacam-macam agama.pada waktu itu banyaklah orang-orang yang hendak
menghancurkan islam dari segi aqidah, baik mereka yang menamakan dirinya islam ataupun tidak.
Sebagaimana diketahui,sejak islam meluas banyaklah bangsa-bangsa yang masuk islam dan hidup
dibawah naungannya.
Akan tetapi tidak semuanya memeluk agama ini dengan segala keikhlasan. Ketidak-
ikhlasan ini terutama dimulai sejak permulaan masa pemerintah khilafat umawi, disebabkan karena
khalifah-khalifah umawi menopoli segala kekuasaan negara kepada orang-orang islam dan bangsa
arab sendiri. Tindakan mereka menimbulkan kebencian terhadap bangsa arab dan menyebabkan
ada keinginan untuk menghancurkan islam itu sendiri dari dalam, karena islam menjadi sumber
kejayaan dan kekuatan mereka, baik psychis maupun mental.
Diantara lawan-lawan islam dari dalam ialah golongan rafidah yaitu golongan syi’ah
ekstrim yang banyak kemasukan unsur-unsur kepercayaan yang jauh sama sekali dari ajaran islam,
seperti kepercayaan agama manu, aliran agnostik yang pada waktu itu tersebar luas di kufah dan
basrah. Termasuk lawan islam juga ialah golongan tasawuf-hulul (inkarnasi) yang mempercayai
bertempatnya tuhan pada manusia. Aliran mu’tazilah menjawab, bahwa tuhan tidak mungkin
mengambil tempat apapun juga. Dalam keadaan demikian muncullah aliran mu’tazilah yang
kemudian berkembang dengan pesatnya’ serta mempunyai metode dan paham sendiri.
Tokoh aliran mu’tazilah banyak jumlahnya dan masing-masing mempunyai pikiran dan
ajaran-ajaran sendiri yang berbeda dengan tokoh-tokoh sebelumnya atau tokoh-tokoh pada
masanya sehingga masing-masing tokoh mempunyai aliran sendiri. Dari segi geografis, aliran
mu’tazilah dibagi menjadi dua, yaitu aliran mu’tazilah basrah dan aliran mu’tazilah bagdad. Aliran
basrah lebih dahulu munculnya, lebih banyak mempunyai kepribadian sendiri dan yang pertama-
tama mendirikan aliran mu’tazilah.
Perbedaan antara kedua aliran mu’tazilah tersebut pada umumnya disebabkan karena situasi
geografis dan kulturil. Kota basrah lebih dahulu didirikan daripada kota bagdad dan lebih dahulu
mengenal peraduan aneka ragam kebudayaan dan agama dalam pada itu, meskipun bagad kota
terbelakang didirikan, namun menjadi ibu kota khilafat abbasiah.

b. Aliran Asy’ari
Namanya abu al-hasan ali bin ismail al-asy’ari, dilahirkan dikota basrah (irak) pada tahun
260 H/873 M dan wafat pada tahun 324 H/935 M, keturunan abu musa al-asy’ari seorang sahabat
dan perantara dalam sengketa antara ali r.a. dan mu’awiyah r.a. pada waktu kecilnya, al-asy’ari
berguru pada seorang tokoh mu’tazilah terkenal, abu ali al-jubbai, untuk mempelajari ajaran-ajaran
mu’tazilah dan memahaminya. Aliran ini dianutnya sampai ia berusia 40 tahun dan tidak sedikit
dari umurnya digunakan untuk mengarang buku-buku kemu’tazilahan.
Menurut suatu riwayat, ketika ia mencapai usia 40 tahun, ia mengasingkan diri dari orang
banyak dirumahnya selama 15 hari, dimana kemudian ia pergi ke masjid besar basrah untuk
menyatakan di depan orang banyak, bahwa ia mula-mula memeluk paham aliran mu’tazilah,antara
lain. Qur’an itu makhluk, tuhan tidak dapat dilihat dengan mata kepala, manusia sendiri yang
menciptakan pekerjaan-pekerjaan dan keburukan. Kemdian ia mengatakan “saya tidak lagi
mengikuti paham-paham tersebut dan saya harus menunjukkan keburukan-keburukan dan
kelemahan-kelemahannya.”
Tokoh aliran asy’ariah merupakan tokoh-tokoh kenamaan ,tokoh tersebut antara lain: Al-
baqillani (wafat 403 H), Ibnu Faurak (wafat 406 H), Ibnu ishak al-isfaraini (wafat 418 H), Abdul
kahir al-bagdadi (wafat 429 H), imam al-haramain al-juwaini (wafat 478 H), Abdul mudzaffar al-
isfaraini (wafat 478 H), Al-ghazali (wafat 505 H), Ibnu tumart (wafat 524 H), As-syihristani (wafat
548 H), Ar-razi (1149-1209 M), Al-iji (wafat 756 H/1359 M), As-sanusi (wafat 895 H).[5]

c. Aliran al-Maturidiah

Aliran al-Maturidiah didirikan oleh Abu Mansur Muhammad bin Muhammad, dilahirkan di
daerah Samarkand pada pertengahan abad ke tiga H dan meninggal pada tahun 333 H.
Dalam bidang fiqhi, al Maturidiah mengikuti madzhab Imam Hanafi dan mendalami sendiri
soal-soal teologi islam yang bersandarkan kepada aliran fuqoha dan muhaditsin, seperti hal Asy’ari.
Dalam berpendapat al-Maturidi dan Asy’ari terdapat perbedaan akan tetapi hasil yang diperoleh
banyak yang sama.

Kebanyakan ulama-ulama Maturidiah terdiri dari orang-orang pengikut aliran fiqih


Hanafiah seperti Fahruddin al-Bazdawi, at-taftazani, an-nasafi dan ibnul hammam. tapi mereka
tidak sekuat aliran asy’ariah.

Sistem pemikiran al-maturidi tidak bisa meninggalkan pemikiran-pemikiran al-asy’ari dan


aliran mu’tazilah. Sebab mereka tidak bisa lepas dari suasana masanya. Baik al-asy’ari ataupun al-
maturidi keduanya hidup semasa dan mempunyai tujuan yang sama , yaitu membendung dan
melawan aliran mu’tazilah bedanya kalau al-asy’ari menghadapi negeri kelahiran mu’tazilah
(basrah dan irak). Maka al-maturidi menghadapi negerinya aliran mu’tazilah yaitu samarkand dan
iran.

Meskipun pemikiran-pemikiran al-asy’ari dan al-maturidi sering berdekatan karena


persamaan lawan yang dihadapinya, namun perbedaan itu masih slalu ada. Menurut syech moh
abduh, perbedaan keduanya tidak besar, hanya kurang lebih dari 10 masalah.tapi orang lain
mengumpulkan perbedaan-perbedaan itu sehingga mencapai jumlah 40 masalah.

Bisa jadi perbedaan yang tidak begitu banyak ada pertaliannya dengan perbedaan dasar-
dasar mazhab syafi’i yang dianut oleh imam al-asy’ari dan dasar-dasar mazhab abu hanifah yang
dianut oleh al-maturidi. Oleh karena itu kebanyakan pengikut al-maturidi terdiri dari orang-orang
mazhab hanafi, sedang pengikut aliran asy’ariah terdiri dari orang-orang mazhab syafi’i.

Berbeda dengan pendapat syekh moh abduh dan amin, maka syekh abu zahrah mengatakan
bahwa perbedaan antara al-asy’ari dan al-maturidi sebenarnya lebih jauh lagi,baik secara berfikir
maupun dalam hasil pemikirannya, karena al-maturidi memberikan kekuasaan yang luas kepada
akal dari pada yang diberikan oleh al-asy’ari.[6]

d. Aliran Salafiah

Aliran salaf terdiri atas orang-orang hanabilah yang muncul pada abad keempat hijrah
dengan mempertalikan dirinya dengan pendapat-pendapat imam ahmad bin hanbal, yang dipandang
oleh mereka telah menghidupkan dan mempertahankan pendirian ulama salaf.

Antara golongan hanabilah dengan aliran asy’ariah sering terjadi pertentangan, baik bersifat
mental maupun yang bersifat fisik, karena dimana terdapat aliran asy’ariah yang kuat maka situ
pula terdapat orang-orang hanabilah. Masing-masing mengaku bahwa dirinya berhak mewakili
ulama salaf.

Pada abad ketujuh hijrah, aliran salaf mendapat kekuataan baru dengan munculnya ibnu
taimiah di siria (661-728 H) yang telah memberikan daya vitalitas kepadanya dan memperkaya
problim-problim yang dibicarakannya, yang diambilnya dari keadaan masanya. Kemudian pada
abad kedua belas hijrah aliran salaf dihidupkan kembali disaudi arabia dengan munculnya syekh
muhammad bin abdil wahab, dimana pendapat mereka terkenal dengan sebutan “aliran wahabiah”.
Pengaruh aliran salaf tidak hanya terbatas dinegeri saudi saja, tetapi juga melampaui batas negeri
itu seperti india, indonesia dan sebagainya.

Aliran salaf sudah membicarakan berbagai persoalan theology islam seperti sifat-sifat
tuhan, perbuatan manusia, kemakhlukan qur’an atau bukan dan sifat/ayat yang mengesankan
penyerupaan (tasbih) tuhan dengan manusia. Semua bisa digolongkan menjadi satu persoalan.
Keesaan mempunyai tiga segi yaitu keesaan zat dan sifat, keesaan penciptaan dan keesaan ibadah.

e.Aliran Wahabiyah
Aliran wahabi didirikan oleh Muhammad bin Abdul wahab. Dia adalah pedagang yang
aktifitasnya berpindah dari satu Negara ke Negara lain. Diantara Negara yang pernah disinggahi
adalah Baghdad,Iran, India dan Syam. Kemuadian terpengaruhi oleh Mr.Hempher sebagai mata-
mata Inggris dan juga untuk menyebarkan ajaran baru yang dibawa inggris. Bahkan Inggrisberhasil
mendirikan agama baru ditengah-tengah umat islam seperti ahmadiyyah dan Baha’i. Muhammad
bin Abdul Wahab termasuk dalam target program kerja kolonil dengan alirannya wahabi.

Pada awalnya Muhammad bin Abdul Wahab hidup pada lingkungan sunni yang
bermadzhab Hambali, setelah mimpi ayahnya Syaikh Abdul Wahab menjadi kenyataan yakni
firasat yang kurang baik kepada anaknya sampai dengan menyebarkan kesesatan, tak hanya ayah
dan kakaknya saja yang menentang tetapi juga guru-gurunya.

Salah satu ajaran yang diyakini oleh Muhammad bin Abdul Wahab adalah mengkufurkan
kaum muslim sunni yang mengamalkan tawassul, ziarah kubur, mauled nabi, dan lain-lain.
Berbagai dalil akurat yang disampaikan ahlusunnah wal jamaah berkaitan dengan tawassul, ziarah
kubur, dan mauled nabi, ditolak tanpa alasan yang dapat diterima.

Sekalipun dinasehati ayah dan gurunya Muhammad bin Abdul Wahab sama sekali tidak
menggubris dan tetap menyebarkan ajarannya disekitar wilayah Najed. Orang yang
pengetahuannya sangat minim banyak yang terpengaruh, diantara pengikut Muhammad bin Abdul
Wahab adalah penguasa Dariyyah, Muhammad bin Saud, yang kemudian menjadi mertuanya. Dia
mendukung secara penuh dan memanfaatkannya untuk perluasan wilayah. Ibnu saud sendiri sangat
patuh pada perintah Muhammad bin Abdul Wahab bahkan sampek membunuh dan merampaspun
ia lakukan dengan keyakinan bahwa kaum muslim telah kafir dan syirik selama 600 tahun lebih
dan membunuh orang musyrik dijamin surga.

Gerakan kaum wahabi ini membuat Sultan Mahmud II penguasa Kerajaan usmani,
Istambul Turki, murka. Sehingga ia pengutus prajuritnya dengan dipimpinn Muhammad Ali untuk
Melumpuhkannya. Pada 1813 Madinah dan Mekkah dapat direbut kembali. Gerakan Wahabi surut.
Tapi pada awal abad ke-20 Abdul Aziz bin Saud bangkit kembali mengusung paham Wahabi.
Tuhun 1924, ia berhasilmenduduki mekkah, lalu Madinah dan Jeddah, memanfaatkan kelemahan
Turki akibat kekalahannya pada perang dunia I.

Sejak itu sampai sekarang, paham wahabi mengendalikan pemerintahan di Arab


Saudi. Dunia islam menjadi tidak pernah tenang penuh dengan pergolakan pemikiran, kelompok
ektrem yang menghalau pemikiran dan pemahaman agama sunni-syafii yang sudah mapan.

2.3 Bagaimana implementasi teologi islam pada masyarakat sekarang ?


Manusia sebagai makhluk yang dicipta wajib menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi
laranganNya. Bagi umat islam salah satu perintah yang wajib dilaksanakan adalah mempercayai
dan meyakini rukun iman dan rukun Islam.Implementasi kepercayaan bagi umat islam, tentu
pemeluknya haru percaya terhadap rukun iman yang terdiri dari 6 kepercayaan yaitu pertama
percaya bahwa tiada tuhan melainkan Allah berikut sifat-sifatnya, Kedua percaya pada
malaikatnya, ketiga percaya kepada kitab-kitabNya, keempat peraya kepada nabi dan rosulNya,
kelima percaya kepada adanya hari kiamat dan keenam percaya akan qodha dan qodar.Sedangkan
implementasi dalam rukun islam pertama, bahwa umatnya harus bersaksi bahwa tiada tuhan selain
Allah dan Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah, kedua, manusia semestinya wajib
mengerjakan solat wajib yang lima waktu, ketiga, memberikan zakat, keempat, berpuasa di bulan
Ramadhan dan kelima, bagi yang bernisab menunaikan ibadah haji ke baitullah.Dalam kontek
aqidah dan syariah bagi umat islam tentu keyakinan atas rukun iman dan rukun islam mutlak dan
wajib diimani serta dipercayai serta wajib dilakukan. Pada dasarnya bagi umat manusia fitrah akan
percaya akan ketuhanan sudah sejak dari alam ruh, sebagaimana firman-Nya dalam qur’an surat al-
A’raf :172 yang artinya “ Dan ingatlah ketika Tuhamnu mengeluarkan keturunan anak-anak adam
dari sulbi mereka dan allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman)
“Bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi
saksi” (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan
“sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (Keesaan Tuhan).Al-
Araf:172)Dari firman-Nya di atas menjelaskan bahwa nilai teologi ketuhanan merupakah fitrah
azali yang terdapat pada diri manusia terlepas dari apakah dia muslim atau non muslim.
Keberadaan Tuhan tidaklah disebabkan oleh keberadaban daripada makhluk hidup dan siapapun,
sedangkan sebaliknya keberadaan dari makhluk dan siapapun justru disebabkan oleh adanya
kehendak Tuhan. Karena itu Tuhan adalah sebagai penyebab pertama dan utama atas timbulnya
sebab-sebab yang lain. Dengan demikian Ketahuan Yang Maha Esa mengandung makna adanya
keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Tunggal, yang menciptakan alam semesta beserta
isinya. Dan diantara makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang berkaitan dengan sila ini adalah
manusia. Sebagai Maha Pencipta, kekuasaan Tuhan tidaklah terbatas, sedangkan selainNya adalah
terbatas.Implementasi ketuhanan ditinjau dari segi ihsan atau hubungan dengan sesama
makhluknya diantaranya Hormat dan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan
penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup. Bersikap toleran
antara pemeluk agama merupakan solusi agar tidak terjadi perpecahan dalam mengamalkan agama.
Sikap bertoleransi harus menjadi suatu kesadaran pribadi yang selalu dibiasakan dalam wujud
interaksi sosial. Toleransi dalam kehidupan beragama menjadi sangat mutlak adanya dengan
eksisnya berbagai agama dalam kehidupan umat manusia ini. Salah satu wujud dari toleransi hidup
beragama adalah menjalin dan memperkokoh tali silaturahmi antarumat beragama dan menjaga
hubungan yang baik dengan manusia lainnya. Pada umumnya, manusia tidak dapat menerima
perbedaan antara sesamanya, perbedaan dijadikan alasan untuk bertentangan satu sama lainnya

Salah satu wujud dari toleransi hidup beragama adalah menjalin dan memperkokoh tali silaturahmi
antarumat beragama dan menjaga hubungan yang baik dengan manusia lainnya. Pada umumnya,
manusia tidak dapat menerima perbedaan antara sesamanya, perbedaan dijadikan alasan untuk
bertentangan satu sama lainnya. Perbedaan agama merupakan salah satu faktor penyebab utama
adanya konflik antar sesama manusia

Merajut hubungan damai antar penganut agama hanya bisa dimungkinkan jika masing-masing
pihak menghargai pihak lain. Mengembangkan sikap toleransi beragama, bahwa setiap penganut
agama boleh menjalankan ajaran dan ritual agamanya dengan bebas dan tanpa tekanan. Oleh
karena itu, hendaknya toleransi beragama kita jadikan kekuatan untuk memperkokoh silaturahmi
dan menerima adanya perbedaan. Dengan ini, akan terwujud perdamaian, ketentraman, dan
kesejahteraan.

Implementasi nilai teologis ketuhanan dalam konteks bernegara, maka dalam masyarakat yang
berdasarkan Pancasila, dengan sendirinya dijamin kebebasan memeluk agama masing-masing.
Sehubungan dengan agama itu perintah dari Tuhan dan merupakan sesuatu yang harus
dilaksanakan oleh manusia sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan, maka untuk menjamin
kebebasan tersebut di dalam alam Pancasila seperti kita alami sekarang ini tidak ada pemaksaan
beragama, atau orang memeluk agama dalam suasana yang bebas, yang mandiri. Oleh karena itu
dalam masyarakat Pancasila dengan sendirinya agama dijamin berkembang dan tumbuh subur dan
konsekuensinya diwajibkan adanya toleransi beragama

Kerja sama antar umat beragama merupakan bagian dari hubungan sosial antar manusia yang tidak
dilarang dalam ajaran agama. Hubungan dan kerja sama dalam bidang apapun tidak dilarang
bahkan dianjurkan sepanjang berada dalam ruang lingkup kebaikan. Dari sudut pandang itulah kita
sebagai umat manusia yang menganut agama yang berbeda dapat membentuk kerjasama yang baik.
Dari sebuah kerjasama kita dapat mengambil banyak manfaat di dalamnya karena kita bisa
mengenal kepercayaan kerabat, meghindari konflik, menghindari saling melecehkan agama orang
lain sehingga terjalin kerukunan.
2.4 Apa mistisme islam itu ?

Kata mistisisme berasal dari bahasa Yunani Meyein, yang artinya “menutup mata”. Kata mistik
biasanya digunakan untuk menunjukkan hal-hala yang berkaitan denganpengetahuan tentang
misteri. Dalam arti luas, mistik dapat didefinisikan sebagai kesadaran terhadap kenyataan tunggal,
yang mungkin disebut kearifan, cahaya, cinta atau nihil.

Pengertian mistisme merupakan Terminologi dari kaum orientalis Barat yang dapat
disamakan dengan pengertian Tasawuf dalam islam. Secara umum mistisme kontemporer disebut
kebatinan, ia berasal dari bahasa Arab Bathin, yang berarti dalam, di dalam hati, tersembunyi dan
penuh rahasia. Cliord Gertz menginterpretasikan batin sebagai “wilayah dalam pengalaman
manusia”.

Menurut Harun Nasution, intisari dari mistisme, termasuk di dalamnya Sufisme, ialah
kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara roh manusia dengan Tuhan dengan
mengasingkan diri dan berkontemplasi. Mistisme dijumapai dalam semua agama baik agama langit
(Teistik) seperti Islam, Yahudi, dan Nasrani maupun agama bumi (non Teistik) seperti agama
Budha, Sinto dan sbagainya .. Dalam psikologi agama yang terpenting yang harus kita ingat bahwa
mistisme tidak dilihat dari segi ajarannnya akan tetapi dari segi pengaruh mistik tersebut dengan
prilaku beragama para penganutnya. Itulah sebabnya mistisme termasuk salah satu aspek yang
dikaji dalam psikologi agama.

2.5 Sejarah Mistisme Dalam Islam (Tasawuf)

Sejarah Mistis Dalam Agama Islam Ada mistisisme dalam agama islam juga berbeda-beda.

1. Pengaruh Kristiani dengan paham mengetahui dan hidup mengasingkan diri dalam biara-biara.
Dalam literatur Arab memang terdapat tulisan-tulisan tentang rahib-rahib yang mengasingkan diri
di padang pasir Arabia. Mereka menggunakan kemah yang sederhana digunakan untuk berlindung
diri sendiri dan bagi orang yang yang perlu perlindungan ketika kemalaman beberapa teori yang
membahas tentang awal munculnya aliran-aliran tasawwuf ini atau

dan dan lampu yang mereka pasang dipergunakan bagi kafilah-kafilah yang lalu, mereka juga
memberi makan bagi musyafir-musyafir yang kelaparan. Sufi Islam meninggalkan dunia, memilih
hidup sederhana dan mengasingkan diri adalah atas pengaruh cara hidup rahib-rahib umat kristiani
ini.

2. Falasafat mistik pythagoras yang berpendapat bahwa roh manusia bersifat kekal dan berada di
dunia sebagai orang asing. Badan jasmani merupakan penjara bagi roh. Kesenangan roh yang
sebenarnya ialah dialam samawi. Ketika menginginkan kesenangan samawi, manusia harus bisa
mencapai Zhud( membersihkan Roh dan meninggalkan hidup materi) untuk melanjutkan
berkontemplasi,dan ini jugalah yang mempengaruhi timbulnya Zhud dan sufisme dalam Islam.

3. Falsafat emanasi plotinus yang mengatakan bahwa wujud ini memancar dari zat Tuhan Yang
Maha Esa. Roh berasal dari Tuhan dan akan kembali keTuhan, tetapi ketika Roh sudah masuk
kealam materi, Roh itu akan menjadi kotor , dan jika ingin kembali ketempat asalnya Roh harus
dibersihkan terlebih dahulu. Sama dengan yang lainnnya, ketika ingin membersihakan Roh
manusia harus meninggalkan dunia dan mulai mendekatkan diri kepada Tuhan.

4. Dalam ajaran Budha dengan faham Nirwananya.untuk mencapai Nirwana orang harus
meninggalakan dunia dan memasuki hidup berkontemplasi. Faham Nirwana ini hampir sama
dengan faham Fana’.
5. Dalam ajaran Hinduisme yang juga mendorong manusia unutk meninggalkan kehidupan di dunia
dan mendekati Tuhan unutk mencapai persatuan Atman dan Brahman .

2.6 Ailran Mistisme (Tasawuf) Dalam Islam

Menurut Amin syukur, ada dua aliran dalam tasawuf. Pertama, aliran tasawuf sunni, yaitu
bentuk tasawuf yang memagari dirinya dengan al-Qur’an dan hadis secara ketat, serta mengaitkan
ahwal (keadaan) dan maqomat (tingkatan rohaniah) mereka pada dua sumber tersebut. Kedua,
Aliran tasawuf falsafi, yaitu tasawuf yang bercampur dengan ajaran filsafat kompromi, dalam
pemakaian term-term filsafat yang maknanya disesuaikan dengan tasawuf. Oleh karena itu, tasawuf
yang berbau filsafat ini tidak sepenuhnya dikatakan tasawuf; dan juga tidak dapat sepenuhnya
dikatakan sebagai filsafat.

a. Tasawuf Akhlaki

Tasawuf Akhlaki adalah pola Tasawuf yang ajaran-ajarannya kembali kepada al-Qur’an
dan sunnah, untuk pendalaman batiniah agar memeroleh akhlak yang luhur. Seperti yang tampak
pada ajaran Abu Zhar al-Ghifari, seorang sufi yang taat dengan ajaran sunnah, dan al-Ghazali,
seorang sufi yang berusaha ‘menghidupkan’ kembali sunnah Nabi.

Secara historis, berkembangnya Tasawuf Akhlaki pada akhir abad I H sampai awal abad II
H, dan abad V H merupakan ‘pelarian’ sebagian Muslim dari kekacauan tatanan politik, di samping
sebagai pengamalan ajaran yang bersumber dari ajaran Islam. Sebab-sebab lainnya adalah reaksi
terhadap munculnya berbagai ajaran Tasawuf Falsafi yang dipandang menyimpang dari ajaran
Islam serta merebaknya berbagai aliran teologi dan filsafat di dunia Islam.

b. Tasawuf Irfani

Secara Bahasa Irfan adalah bahasa penyingkapan (kasyf) dan syuhud (penyaksian).
Penyingkapan-penyingkapan irfani memberikan ungkapan dan pandangan khusus kepada lisan dan
mata seorang arif tentang keberadaan dan kosmos eksistensi. Ungkapan dan pandangan ini
merupakan hasil dari pengalaman esoterik (rahasia) dan temuan-temuan irfani.

Epistemologi al-Irfani bersumber dari ilmu hudluri. Adapun ilmu hudhuri adalah
pengetahuan yang mana objek-objeknya hadir dalam jiwa seseorang, yang mana objek-objek
tersebut dapat dialami dan dirasakan kehadirannya oleh jiwa manusia.

Pendekatan al-Irfani menggunakan pendekatan pengetahuan intuitif. Adapun pendekatan


pengetahuan intuitif adalah sejenis pengetahuan yang bersumber dari hati (qalb, heart), pensucian,
dan tazkiyah jiwa; atau suatu bentuk pengetahuan yang tidak berdasarkan pada hal-hal empirik,
indrawi, akal, pikiran, dan argumentasi rasional, melainkan bersumber dari mata sair suluk,
menapaki jalan-jalan spiritual, tahzib dan tazkiyah jiwa, dan penjernihan hati. Pengetahuan seperti
ini tidak dapat disamakan dengan pengetahuan hushuli yang bersumber dari suatu konsepsi-
konsepsi rasional, melainkan suatu pengetahuan syuhudi, intuisi, immediate (langsung), kehadiran,
dan hudhuri.

Sadruddin Qunawi menyatakan, "Jalan-jalanya ahli Irfan dan Tasawuf adalah mencapai,
mengetahui, dan menyaksikan segala sesuatu dengan intuisi, musyahadah, dan mukasyafah,
walaupun hal-hal yang diketahuinya itu tidak dapat diargumentasikan secara rasional dan tak bisa
dibuktikan dengan penalaran akal-pikiran." Menurutnya, segala bentuk makrifat dan pengetahuan
itu hanya dihasilkan dari jalur syuhud, intuisi, dan "menyatu" dengan realitas yang tertinggi dan
suci serta pengalaman intrinsik dan esoterik. Dengan dasar ini, para filosof murni telah dipandang
larut dalam wacana-wacana pikiran dan konsepsi akal yang tidak secara murni dan hakiki
mengungkapkan apa hakikat-hakikat yang sebenarnya. Para filosof, dengan metodologi rasional,
tidak bisa menampakkan hakikat-hakikat segala sesuatu dan bahkan telah terhijabi dengan metode-
metodenya sendiri sedemikian sehingga tidak mampu lagi menyaksikan realitas-realitas
sebagaimana mestinya.

c. Tasawuf Falsafi
Tasawuf Falsafi adalah sebuah konsep ajaran tasawuf yang mengenal Tuhan (ma’rifat)
dengan pendekatan rasio (filsafat) hingga menuju ketinggkat yang lebih tinggi, bukan hanya
mengenal Tuhan saja (ma’rifatullah) melainkan yang lebih tinggi dari itu yaitu wihdatul wujud
(kesatuan wujud). Bisa juga dikatakan tasawuf filsafi yakni tasawuf yang kaya dengan pemikiran-
pemikiran filsafat.

Tasawuf falsafi, adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya mendorong manusia untuk


menyucikan diri agar jiwanya bisa kembali kepada Tuhan atau menyatu dengan-Nya. Dalam proses
penyucian diri, apabila telah sampai pada maqam ma’rifah, ajaran tasawuf falsafi cenderung
mengabaikan syari’ah (aturan-aturan agama yang bersifat formal-skriptural). Di antara konsep-
konsep dalam pola ini adalah ma’rifah (dari Dzunnun al-Mishri), mahabbah (dari Rabi’ah al-
Adawiyah), Wahdat Al-Wujud (dari Ibn ‘Arabi), Ittihad (Abu Yazid Al-Busthami), hulul (dari Ibn
Mansur Al-Hallaj). Pola Tasawuf Falsafi ini muncul sebagai akibat dari perjumpaan ajaran Islam
tentang /zuhud/ dengan ajaran pantheisme (kesatuan Tuhan dan makhluk), gnotisisme Alexandrian,
ajaran nirvana agama Budha, dan ajaran brahman dan atman agama Hindu.

Di dalam tasawuf falsafi metode pendekatannya sangat berbeda dengan tasawuf sunni atau
tasawuf salafi. kalau tasawuf sunni dan salafi lebih menonjol kepada segi praktis (‫)العملي‬sedangkan
tasawuf falsafi menonjol kepada segi teoritis (‫ )النطري‬sehingga dalam konsep-konsep tasawuf
falsafi lebih mengedepankan asas rasio dengan pendekatan-pendekatan filosofis yang ini sulit
diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari khususnya bagi orang awam, bahkan bisa dikatakan
mustahil.

Dari adanya aliran tasawuf falsafi ini muncullah ambiguitas-ambiguitas dalam pemahaman
tentang asal mula tasawuf itu sendiri. kemudian muncul beberapa teori yang mengungkapkan asal
mula adanya ajaran tasawuf. Pertama; tasawuf itu murni dari Islam bukan dari pengaruh dari non-
Islam. Kedua; tasawuf itu adalah kombinasi dari ajaran Islam dengan non-Islam seperti Nasrani,
Hidu-Budha, filsafat Barat (gnotisisme). Ketiga; bahwa tasawuf itu bukan dari ajaran Islam atau
pun yang lainnya melainkan independent.

2.7 Perkembangan Mistisme (Tasawuf) dalam islam

A. Faktor Lahirnya Tasawuf

Faktor munculnya tasawuf ada dua, yaitu faktor ekstern dan faktor intern. Yang pertama
faktor ekrtern, diantaranya adalah:
1.Pendapat yang mengatakan dipengaruhi oleh ajaran kristen yang menjauhi hidup dunia dan
mengasingkan diri ke biara-biara. Sikap mengasingkan diri ini sangat jelas terlihat prilaku sufi
dengan istilah zuhud.

2. Pendapat adanya pengaruh dari filsafat Phitagoras yang berpendapat bahwa manusia itu kekal
dan berada di dunia sebagai orang asing. Badan atau raga adalah penjara bagi roh. Untuk mencapai
kesenangan yang hakiki maka seseorang harus membersihkan roh tersebut dengan cara
meninggalkan kehidupan materi dan berkontemplasi.

3.Pendapat lain bahwa dipengaruhi dari filsafat Emanasi Plotinus yang membawa paham bahwa
wujud memancar dari zat tuhan. roh berasal dari tuhan dan akan kembali kepadaNya, dan untuk
bisa kembali roh harus kembali bersih. Dan untuk menjadi bersih harus meninggalkan materi-
materi dunia.

4.Pendapat lain ada yang mengatakan dipengaruhi dari paham nirwana dalam budha. Untuk
mencapai nirwana tersebut harus meninggalkan materi duniawi dan berkontemplasi.[14]

Yang kedua faktor intern, yaitu faktor yang berasal dari ajaran islam itu sendiri. Sebagai
contoh yang berada di Alqur’an dan Hadist. Allah berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 186 yang
artinya. Dan apabila hamba-hambaku bertanya tentang Aku, maka jawablah bahwasanya aku
sangat dekat, aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa kepadaKu.

Dalam ayat tersebut Allah menegaskan bahwa Allah sangatlah dekat dan memperkenankan
permohonan orang yang berdoa kepadaNya.

Dalam ayat lain Allah berfirman dalam surat Qof ayat 16, ‫ ْن َح ْب ِل ْال َو ِر ْي ِدِِ َونَحْ نُ أ َ ْق َربُ ِإلَ ْي ِه م‬dalam
ayat ini Allah sekali lagi menegaskan bahwa Allah lebih dekat dari pembuluh darah yang ada di
leher manusia itu sendiri. Lebih jauh lagi ayat ini dipahami bahwa sebenarnya Allah berda di dalam
diri manusia, bukan berada di luarnya. Karena itu ke mana pun kita berpaling dan menghadap, dia
selalu menjumpai Allah. Sebagaimana dalam surat Al Baqarah ayat 115 yang artinya Dan
kepunyaan Allah lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah.

Hadist yang lazim dipandang sebagai yang mengilhami lahirnya tasawuf di dunia islam
adalah sabda Nabi ‫من عرف ربه فقد عرف ربه‬. Hadist ini disamping melukiskan kedekatan hubungan
Tuhan dan manusia, sekaligus mengisyaratkan bahwa Tuhan dan manusia adalah satu.[15]

Masih banyak faktor intern maupun ekstern lain yang mempengaruhi munculnya tasawuf
selain dari yang sudah disebutkan di atas.

B. Perkembangan Tasawuf pada Abad kesatu dan dua Hijriah

Pada abad ini dapat dibagi menjadi empat aliran.

1. Aliran Madinah

Pada masa ini para sufi masih sepenuhnya mencontoh dan meneladani Rasulullah sebagai
panutannya. Karena sahabat hidup pada masa Rasulullah hidup. Para sahabat tersebut adalah
sebagai berikut.

a. Abu bakar Ash-Shidiq (wafat tahun 13 H)

Abu Bakar merupakan salah satu sahabat yang paling dekat dengan Rasulullah. Dia pernah
menghabiskan semua harta bendanya untuk kepentingan dakwah Rasul, ketika ditanya oleh Rasul
“lalu dengan apa kamu hidup wahai Abu Bakar?”, Abu Bakar menjawab “cukuplah bagiku Allah
dan Rasulnya. Pernah dalam suatu riwayat Rasulullah bertanya kepadanya, kenapa dia berada
diserambi masjid, Abu Bakar menjawab karena untuk menghibur lapar.
b. Umar bin Khattab (wafat tahun 23 H)

Umar adalah khalifah yang tinggi kasih sayangnya terhadap sesama manusia. ketika
menjadi khalifah, Umar selalu mengamati langsung keadaan para rakyatnya.

Dalam suatu riwayat, malam hari Umar pernah mendapati seorang ibu yang berpura
memasak karena anak-anaknya sudah sangat kelapar. Padahal yang dimasak oleh ibu itu adlah
batu, dan itu hanya untuk mengelabui anak-anaknya hingga mereka tertidur dan tidak merasakan
lapar lagi. Melihat hal tersebut Umar langsung mengambil sekarung beras gandum dan
membawanya sendiri untuk diberikan kepada ibu itu.

c. Utsman bin Affan (wafat 35 H)

Utsman bin Affan adalah sahabat yang dijuluki Dzu An-Nurain (memiliki dua cahaya),
karena dia menikah dengan dua putri Rasulullah, yaitu Raqayyah dan Ummu Kulsum.[16]

Utsman adalah salah satu sahabat yang kekayaannya sangat melimpah. Setelah masuk islam
dia rela memberikan kekayaannya demi dakwah dan perjuangan islam, dan membantu kaum-kaum
miskin. Dikesehariannya dia selalu hidup sederhana walaupun memiliki harta yang melimpah,
dengan itu jelas jiwa-jiwa ketasawufan Utsman yang tidak tertarik dengan kemegahan duniawi.

d. Ali bin Abi Tholib (wafat 40 H)

Ali adalah sahabat yang genius dikalangannya, ini bisa terlihat dari suatu hadist nabi

‫ أنا مدينة العلم وعلي بابها‬yang artinya Aku adalah kotanya ilmu dan Ali adalah pintunya.

Ali juga seorang yang hidup sangat sederhana, dalam suatu riwayat pernah ditanya kenapa
khalifah memakai baju yang sudah robek seperti itu, jawaban dari Ali adalah biar semua orang
melihat dan mencontohnya, bahwa hidup sederhana itu adalah sikap yang mulia.[17]

e.Salman Al-Farisy

Di kalangan sahabat Salman dikenal sebagai orang yang suka hidup keras (sederhana) dan
zuhud, bahkan dikatakan termasuk ahl as-shuffah dan yang dikaruniai ilmu ladunni.[18]

Ketika turun ayat surat Al Hijr ayat 43 diriwayatkan Salman berteriak sambil meletakan
tangannya di kepala seraya lari keluar selama tiga kali. Kejadian ini ditafsirkan oleh ahli tasawuf
sebagai keadaan sedang mabuk dan fana,[19] sehinga tidak mendengar apa pun dan tidak
merasakan apa pun.[20]

2. Aliran Bashrah

Diantara tokoh-tokoh sufi di Bashrah adalah.

a. Hasan Al Bashry (22H-110H)

Dia lahir di Madinah dan meninggal di Basroh. Ia melihat dunia ini sebagai ular yang halus
dalam pegangan tangan tetapi racunnya membawa kepada maut. Oleh sebab itu dia menganjurkan
supaya menjauhi hidup keduniawian. Ia pernah mengatakan: “aku zahid terhadap dunia ini karena
ingin dan rindupada akherat”. Ucapan yang lain adalah: “bersikaplah kepada dunia ini seolah olah
engkau tak pernah berada di atasnya, dn bersikaplah kepada akherat seakan akan engkau tidak akan
keluar-keluar dari dalamnya”.[21]
Dasar pendiriran Hasan adalah zuhd terhadap dunia, menolak segala kemegahan, hanya
menuju kepada Allah, tawakal, khauf, dan raja’. Janganlah semata-mata takut kepada Allah tapi
ikutilah ketakutan dengan pengharapan. Takut akan murkaNya, tetapi mengharap rahmatNya.[22]

b. Robi’ah Al-Adawiyah(96 H-185H)

Dulunya Robi’ah adalah seorang budak yang setiap siang hari melayani tuannya dan ketika malam
beribadah kepad Allah. Pada suatu hari tuannya melihat Robi’ah sedang berdoa dan dia merasa
merinding dengan doa Robi’ah yang di dalamnya dia sepenuhnya mengabdikan dirinya untuk
mematuhi segala perintah Allah, melihat hal itu tuannya membebaskan Robiah.

Setelah merdeka dia benar-benar mengabdikan dirinya kepada Allah, berobdah setiap waktu dan
berkhalwat dari kehidupan duniawi sehingga namanya masyhur dikalangan sufi sufi pada masa itu.

3. Aliran Kuffah

Di antara tokoh-tokoh sufi di Kuffah adalah Sufyan Ats Staury(97 H-161 H). Sufyan selama
hidupnya diisi dengan pengabdian secara tasawuf dan aktif mengajarkan ilmu yang ada padanya. Ia
pun selalu menyerukan kepada sesama ulama agar menjauhkan dirinya dari godaan duniayang
sering membawa manusia lupa mengabdikan dirinya kepada Tuhan.

Dia adalah seorang tabi’in pilihan dan seorang zahid yang jarang ada tandingannya, bahkan
seorang ulama hadist, dia dijuluki amirul mukminin fil hadist. Dia adalah ulama mujtahidin yang
mempunya madzhab sendiri, menurut riwayat Abu Al Qosim Al Junaidi mengikuti madzhabnya.
Madzhabnya bisa bertahan selama dua abad.[23]

4. Aliran Mesir

Diantara tokoh-tokoh sufi aliran Mesir abad pertama Hijriyah adalah Salim bin ‘Attar At-
Tajibi (w. 117H), Abdurrahman bin Hujairah (w. 69H), Nafi’ (w. 117 H), Al Laits bin Sa’ad (w.
175H), Hayah bin Syuraih (w. 158 H), Abdullah bin Wahab (w. 197H).

Secara umum tasawuf pada abad pertama dan kedua hijriyah mempunyai karakteristik
diantaranya:

a. Berdasarkan ide menjauhi hal-hal duniawi demi meraih pahala dan menjauhi azab neraka.

b. Bercorak praktis. Para tokohnya tidak menaruh perhatian untuk menyusun teoretis atas
tasawuf.

c. Motivasi tasawufnya adalah rasa takut.

d. Ditandai dengan kedalaman membuat analisis khususnya di Khurasan yang dipandang


sebagai pendahuluan tasawuf secara teoretis.[24]

C. Perkembangan Tasawuf pada Abad Ketiga dan Keempat

Pada masa ini lebih dikenal dengan sebutan sufi dari pada asketis. Mereka pun mulai
membahas konsep-konsep yang sebelumnya tidak dibahas, misalnya tentang moral, jiwa, tingkah
laku, batasan yang harus ditempuh seorang penempuh menuju Allah. Yang biasa dikenal dengan
istilah maqamat dan ahwal, makrifat dan metodenya, tauhid, fana’, dan hulul.

Selain itu, mereka pun menyusun prinsip-prinsip teoritis dari semua konsep di atas. Bahkan,
mereka menyusun aturan-aturan praktis bagi tarekat mereka. Mereka pun mempunyai bahasa
simbolis khusus yang hanya dikenal oleh kalangan mereka. Sejak saat itulah muncul karya-karya
tasawuf. Seperti Al muhasibi, Al Kharraz, Al Hakim At Tarmidzi, dan Al Junaid. Mereka adalah
para sufi abad ketiga.
Pada abad keempat ini perkembangan tasawuf lebih pesat dibandingkan abad ketiga. kota
Baghdad yang dulunya menjadi satu-satunya kota yang dikenal sebagai pusat perkembangan
tasawuf mulai tersaingi oleh kota-kota besar lainnya. Ciri lain pada masa ini adalah semakin
kuatnya unsur filsafat yang mempengaruhi corak tasawuf karena banyaknya buku filsafat yang
tersebar dari hasil terjemahan pada masaDaulah Abbasiyah. Pada masa ini pula, mulai dijelaskan
perbedaan ilmu zahir dan batin, yang dibagi menjadi empat macam: syariah, tariqah, haqiqah,
ma’rifah.

D. Abad Kelima Hijriah

Pada masa ini tasawuf semifilosofis mulai kala perkembangannya dengan tasawuf sunni, ini
dikarenakan berjayanya aliran teologi ahlus sunnah wal jamaah karena keunggulan Abu Hasan Al
Asy’ari atas aliran lainnya, dengan kritikannya yang keras terhadap keekstreman tasawuf Abu
Yazid dan Al Hallaj ataupun lainnya yang ajarannya ekstrem dan ganjil. Oleh karena itu tasawuf
pada masa ini lebih cenderung mengadakan pembaharuan dan kembali pada landasan Al Qur’an
dan Sunnah.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Teologi merupakan ilmu yang mempempelajari tentang ketuhanan yang berdasarkan
kebenaran wahyu dan atau dengan pemikiran akal. Teologi dalam islam biasanya disebut juga ilmu
kalam, yang memberikan dalil naqli terhadap adanya Allah SWT.

Teologi islam mulai muncul pada masa khalifah yang berhubungan dengan gejola
politik, selain itu juga karena adanya perbedaan pemikiran antar imam, guru dan murid.

Sumber daripada teologi islam ini adalah al-quran dan juga al-Hadist, yang menjadi
sumber utama dalam mempelajari dan menganalisis masalah ketuhanan. Para pemuka pemuka
islam menjadikan al-Quran dan al-Hadist sebagai penguat dalam berpendapat.

Salah satu penyebab munculnya teologi adalah adanya perbedaan pemikiran. Hingga
muncul beberapa aliran, diantarannya aliran mu’tazilah, asy’ariyah, al- maturidiah, as-salafiyah dan
aliran wahabiyah.
Dengan mempelajari teologi islam secara tidak langsung keyakinan dan akidah seseorang
akan bertambah. Kebenaran pun akan ditegakkan.

Tasawuf ialah salah satu diantara ilmu-ilmu syari’at yang baru tumbuh dalam agama
Islam. Asal mulanya ialah dari amal perbuatan salafus shalihin, dari sahabat-sahabat Nabi dan
tabi’in dan orang-orang yang sesudah itu. Maksudnya ialah menuruti jalan kebenaran (haq) dan
petunjuk Allah (hidayah). Pokoknya ialah bertekun ibadah, memutuskan jalan yang lain dan tetap
hanya tertuju kepada Allah semata, menolak kemegahan dan kemewahan dunia, melepaskan diri
(zuhud) dari pada yang diingini olh banyak orang berupa kelezatan harta benda atau kemegahan
pangkat dan menyendiri dari mahluq dalam berkhlwat dalam beribadah.
Ilmu tasawuf ialah tuntunan yang dapat menyampaikan manusia kepada mengenal
Tuhan atau ma’rifat billah dan melalui tasawuf ini pula ia dapat melangkah sesuai dengan tuntunan
yang paling baik dan benar, dengan akhlaq yang indah dan aqida yang kuat.
Makna kedekatan Allah dengan hambanya adalah tidak bermakna bahwa Allah menyatu
dengan hambanya (Al-Hulul/Wahdatul-Wujud). Ini adalah aqidah bathil. Makna kedekatan Allah
dengan hambanya adalah kedekatan malaikat Allah terhadap manusia

3.2 Kritik dan Saran


Demikan makalah yang dapat kami berikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca. Adapun kritik dan saran sangat membantu demi tercapainya makalah yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Harun. TEOLOGI ISLAM aliran aliran sejarah analisa perbandingan.Jakarta: UI-
press,1986

Hanafi, Ahmad. THEOLOGY ISLAM.Jakarta:Pustaka,1989

Hanafi, Ahmad. THEOLOGY ISLAM ( ILMU KALAM ). Jakarta: Bulan bintang,1996

A.E. Afifi, Filsafat Mistis Ibnu Arabi. 1995. terj. Sjahrir Mawi dan Nandi Rahman Jakarta. Gaya
Media pratama

Abdul Qodir Djailani, Filsafat Islam, (Surabaya PT Bina Ilmu, 1993), Hlm. 21-22

Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman. 1997. terj. Ahmad Rofi’
Utsmani. Bandung. Pustaka

Al-Qur’an dan Terjemahannya. (Jakarta: Departemen Agama. 1985)

Budhy Munawar Rahman. Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman. 2001. Jakarta.
Paramadina

C. Ramli Bihar Anwar, Bertasawuf Tanpa Tarekat: Aura Tasawuf Positif ( Jakarta: IIMaN
Kerjasama dengan Hikmah, 2002)

Harun Nasution, Filsafat dan Mistisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995)
Harun Nasution. Falsafat dan Mistisisme dalam Islam. 1999. Jakarta. Bulan Bintang

Lorens Bagus. Kamus Filsafat. 1996. Jakarta. Gramedia

M. Zein Yusuf. Akhlak Tasawuf. 1993. Al-Husna. Semarang

Mehdi Ha’iri Yazdi. Ilmu Hudhuri: prinsip-Prinsip Epistemologi dalam Filsafat Islam
dariSuhrawardi via Wittgenstein. 1994. terj. Ahsin Mohammad. Bandung. Mizan

Mehdi Ha’iri Yazdi. Ilmu Hudhuri: prinsip-Prinsip Epistemologi dalam Filsafat Islam
dariSuhrawardi via Wittgenstein

Moh Saifullah Al-Aziz, Risalah Memahami Tasawuf, (Surabaya: Terbit Terang;1998)

Mulyadi Karta Negara, Nalar Religius, (Jakarta: Erlangga, 2007), Hlm. 73

Murtadha Muthahhari, “Pengantar kepada ‘Irfan”, dalam: al-Hikmah; Jurnal Studi-studi Islam, No.
5, edisi Maret Juni 1992, Bandung: Yayasan Muthahhari

Murtadha Muthahhari, Filsafat Hikmah, Bandung: Mizan Media Utama, 2002, Hlm. 114

Mustofa. Akhlak Tasawuf. 2008. Bandung. Pustaka Setia

Syafa’atun al-Mirzanah, “Hand Out Perkuliahan Tasawuf”. 2000. Dipresentasikan dalam Mata
Kuliah Tasawuf Kelas AF1 Semester IV Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Tasawuf berasal dari bahasa Arab at-Tashawwuf yang merupakan mashdar (kata kerja yang
dibendakan) dari fi’il khumasi (kerja dengan lima huruf dasar, yakni tashawwafa), yang dibentuk
dari kata shawwafa, yang berarti memakai wol. Robby H. Abror. Tasawuf Sosial; Membeningkan
Kehidupan dengan Kesadaran Spiritual. 2002. Yogyakarta. Pustaka Baru

Anda mungkin juga menyukai