Anda di halaman 1dari 176

Seminar Optima Preparation

Batch Agustus 2015

Part II
No. 101 s/d 200
Office Address:
Jl Padang no 5, Manggarai, Setiabudi, Jakarta
Selatan
(Belakang Pasaraya Manggarai)
Phone Number : 021 8317064
Pin BB 2A8E2925
WA 081380385694
dr. Widya, dr. Eno, dr. Yolina
Medan : dr. Resthie, dr. Yusuf
Jl. Setiabudi No. 65 G, Medan
Phone Number : 061 8229229 dr. Reza
Pin BB : 24BF7CD2
www.optimaprep.com
101. Morbili/Rubeola/Campak A
• Pre-eruptive Stage
– Demam
– Catarrhal Symptoms – coryza, conjunctivitis
– Respiratory Symptoms – cough
• Eruptive Stage/Stage of Skin Rashes
– Exanthem sign
• Maculopapular Rashes – Muncul 2-7
hari setelah onset
• Demam tinggi yang menetap
• Anoreksia dan iritabilitas
• Diare, pruritis, letargi dan
limfadenopati oksipital
• Stage of Convalescence
– Rash – menghilang sama dengan urutan
munculnya (muka lalu ke tubuh bag bawah)
→ membekas kecoklatan
– Demam akan perlahan menghilang saat
erupsi di tangan dan kaki memudar

• Tindakan Pencegahan :
– Imunisasi Campak pada usia 9 bulan
– Mencegah terjadinya komplikasi berat
Morbili
• Paramyxovirus • Diagnosis:
• Kel yg rentan: – manifestasi klinis, tanda patognomonik
– Anak usia prasekolah yg blm divaksinasi bercak Koplik
– Anak usia sekolah yang gagal imunisasi – isolasi virus dari darah, urin, atau sekret
nasofaring
• Masa infeksius: 1-2 hari sblm – pemeriksaan serologis: titer antibodi 2
prodromal s.d. 4 hari setelah muncul minggu setelah timbulnya penyakit
ruam • Komplikasi
• Prodromal – Otitis Media
– Hari 7-11 setelah eksposure – Bronchopneumonia
– Demam, batuk, konjungtivitis,sekret – Encephalitis
hidung. (cough, coryza, conjunctivitis  – Pericarditis
3C)
– Subacute sclerosing panencephalitis –
• Enanthem  ruam kemerahan late sequellae due to persistent
• Koplik’s spots muncul 2 hari sebelum infection of the CNS
ruam dan bertahan selama 2 hari.
Penatalaksanaan
• Terapi suportif diberikan dengan menjaga cairan tubuh dan
mengganti cairan yang hilang dari diare dan emesis.
• Obat diberikan untuk gejala simptomatis, demam dengan
antipiretik.
• Jika terjadi infeksi bakteri sekunder, diberikan antibiotik.
• Suplementasi vitamin A diberikan pada:
– Bayi usia kurang dari 6 bulan 50.000 IU/hari PO diberi 2 dosis.
– Umur 6-11 bulan 100.000 IU/hari PO 2 dosis.
– Umur di atas 1 tahun 200.000 IU/hari PO 2 dosis.
– Anak dengan tanda defisiensi vitamin A, 2 dosis pertama sesuai
umur, dilanjutkan dosis ketiga sesuai umur yang diberikan 2-4
minggu kemudian.
C
102. Disentri Anak
Disentri basiler Disentri amoeba
• Diare mendadak yang disertai darah dan lendir • Diare disertai darah dan
dalam tinja. Pada disentri shigellosis, pada
permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa lendir dalam tinja.
darah dalam 6-24 jam pertama, dan setelah 12-72 • Frekuensi BAB
jam sesudah permulaan sakit, didapatkan darah umumnya lebih sedikit
dan lendir dalam tinja.
• Panas tinggi (39,5 - 40,0 C), kelihatan toksik.
daripada disentri
basiler (≤10x/hari)
• Muntah-muntah.
• Anoreksia. • Sakit perut hebat (kolik)
• Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB. • Gejala konstitusional
• Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai biasanya tidak ada
ensefalitis dan sepsis (kejang, sakit kepala, letargi, (panas hanya
kaku kuduk, halusinasi). ditemukan pada 1/3
• Disebabkan oleh: kasus).
– Shigella, penyebab disentri yang terpenting dan
tersering (± 60% kasus disentri yang dirujuk serta • disebabkan Entamoeba
hampir semua kasus disentri yang berat dan hystolitica, lebih sering
mengancam jiwa disebabkan oleh Shigella.
– Escherichia coli enteroinvasif (EIEC) pada anak usia > 5
– Salmonella tahun
– Campylobacter jejuni, terutama pada bayi
pengobatan
• Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan mendapatkan
terapi yang
• Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimoksazol
(trimetoprim 10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi
dalam 2 dosis, selama 5 hari.
• Alternatif yang dapat diberikan : Ampisilin 100mg/kgBB/hari/4 dosis, Cefixime
8mg/kgBB/hari/2 dosis, Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, Asam nalidiksat
55mg/kgBB/hari/4 dosis.
• Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan
darah dalam tinja berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll.
• Terapi antiamebik diberikan dengan indikasi :
– Ditemukan trofozoit Entamoeba hystolistica tinja.
– Tinja berdarah menetap setelah terapi dengan 2 antibiotika berturut-turut (masing-
masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk disentri basiler.
• Terapi yang dipilih sebagai antiamebik intestinal pada anak adalah
Metronidazol 30-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila
disentri memang disebabkan oleh E. hystolistica, keadaan akan membaik dalam
2-3 hari terapi.
E
103. Diagnostic Criteria in Diabetic Ketoacidosis

• Diagnostic criteria* • Typical deficits


– Blood glucose: > 250 mg per dL – Water: 6 L, or 100 mL per kg
(13.9 mmol per L) body weight
– pH: <7.3 – Sodium: 7 to 10 mEq per kg body
– Serum bicarbonate: < 15 mEq/L weight
– Urinary ketone: ≥3+ – Potassium: 3 to 5 mEq per kg
body weight
– Serum ketone: positive at 1:2
dilutions† – Phosphate: ~1.0 mmol per kg
body weight
– Serum osmolality: variable

*Not all patients will meet all diagnostic criteria,


depending on hydration status, previous
administration of diabetes treatment and other
factors.
Adapted with permission from Ennis ED, Stahl EJ, Kreisberg RA. Diabetic
ketoacidosis. In: Porte D Jr, Sherwin RS, eds. Ellenberg and Rifkin's Diabetes
mellitus. 5th ed. Stamford, Conn.: Appleton & Lange, 1997;827–44.

CLASSIC TRIAD OF DKA


B
104. Difteri
• Penyebab : toksin Corynebacterium diphteriae
• Organisme:
– Basil batang gram positif
– Pembesaran ireguler pada salah satu ujung (club shaped)
– Setelah pembelahan sel, membentuk formasi seperti huruf cina atau palisade
• Gejala:
– Gejala awal nyeri tenggorok
– Bull-neck (bengkak pada leher)
– Pseudomembran purulen berwarna putih keabuan di faring, tonsil, uvula, palatum.
Pseudomembran sulit dilepaskan. Jaringan sekitarnya edema.
– Edema dapat menyebabkan stridor dan penyumbatan sal.napas
• Pemeriksaan :
– Pemeriksaan Gram & Kultur; sediaan berasal dari swab tenggorok, jika bisa diambil dibawah
selaput pseudomembran
– Kultur bisa menggunakan medium cystine tellurite blood agar (CTBA), medium hoyle dan
medium tinsdale  medium selektif untuk kultur Corynebacterium diphtheriae
– Untuk megisolasi Corynebacterium digunakan agar darah telurit (Mc Leod), sebagai media
selektif, setelah inkubasi selama 24 jam koloni bakteri terlihat berwarna abu-abu tua-hitam.
– Selanjutnya untuk biakan murni Corynebacterium digunakan media perbenihan Loeffler dalam
tabung

Todar K. Diphtheria. http://textbookofbacteriology.net/diphtheria.html


Demirci CS. Pediatric diphtheria. http://emedicine.medscape.com/article/963334-overview
• Obat:
– Antitoksin: 40.000 Unit ADS IM/IV, skin test
– Anbiotik: Penisillin prokain 50.000 Unit/kgBB IM per hari selama
7 hari atau eritromisin 25-50 kgBB dibagi 3 dosis selama 14 hari
– Hindari oksigen kecuali jika terjadi obstruksi saluran repirasi
(Pemberian oksigen dengan nasal prongs dapat membuat anak
tidak nyaman dan mencetuskan obstruksi)
– oksigen harus diberikan, jika mulai terjadi obstruksi saluran
respiratorik dan perlu dipertimbangkan tindakan trakeostomi.
– Jika anak demam (≥ 39o C) beri parasetamol.
– Jika sulit menelan, beri makanan melalui pipa nasogastrik.
– Indikasi krikotirotomi/ trakeostomi/intubasi : Terdapat tanda
tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat
– Belum terdapat persamaan pendapat mengenai kegunaan
kortikosteroid pada difteri.
• Dianjurkan korikosteroid diberikan kepada kasus difteria yang disertai
dengan gejala obstruksi saluran nafas bagian atas dan miokarditis.

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO.


Tindakan Kesehatan Masayarakat
• Rawat anak di ruangan isolasi
• Lakukan imunisasi pada anak serumah sesuai
dengan riwayat imunisasi
• Berikan eritromisin pada kontak serumah
sebagai tindakan pencegahan (12.5 mg/kgBB,
4xsehari, selama 3 hari)
• Lakukan biakan usap tenggorok pada keluarga
serumah

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO.


D
105. Obat anti diare

Kaolin Gastrointestinal adsorbent: adsorbs water, toxins and bacteria,


contributing to firmer stools, reducing fluid loss from diarrhea.
Pektin Gastrointestinal adsorbent
Arang Aktif Gastrointestinal adsorbent
Attapulgit Gastrointestinal adsorbent
(kaopectate)
Loperamide Mempengaruhi motilitas usus (mengurangi gerakan peristaltik)
Loperamide
• Loperamide: opioid receptor agonist • Loperamide increases the tone of the
• Does not affect the central nervous anal sphincter, thereby reducing
system incontinence and urgency.
• Loperamide hydrochloride acts by • Loperamide hydrochloride prolongs
slowing intestinal motility and by the transit time of the intestinal
affecting water and electrolyte contents.
movement through the bowel. • Loperamide also decreases colonic
• Loperamide binds to the opiate mass movements and suppresses the
receptor inmyenteric plexus in large gastrocolic reflex.
intestines  Consequently, it • It reduces the daily fecal volume,
inhibits the release of acetylcholine increases the viscosity and bulk
and prostaglandins  decreases the density, and diminishes the loss of
motility of the circular and fluid and electrolytes.
longitudinal smooth muscles of the • Elimination of Loperamide mainly
intestinal wall  thereby reducing occurs by oxidative N-demethylation.
peristalsis, and increasing intestinal
transit time 

http://www.drugs.com/pro/loperamide.html
Ileus paralitik
Penyebab ileus paralitik:
• Postoperative and bowel resection • Diare akut pada anak
• Intraperitoneal infection or
inflammation
TIDAK diberikan obat-
• Ischemia obatan antimotilitas
• Extra-abdominal: Chest infection,
Myocardia infarction seperti LOPERAMIDE
• Endocrine: hypothyroidism, diabetes
• Spinal and pelvic fractures
• LOPERAMIDE dapat
• Retro-peritoneal haematoma menyebabkan
• Metabolic abnormalities:
– Hypokalaemia konstipasi, distensi
– Hyponatremia
– Uraemia
abdomen, dan ileus
– Hypomagnesemia paralitik
• Bed ridden
• Drug induced: morphine, tricyclic
antidepressants
106. Developmental Milestone D
B
107. Diare
108.
D
HYPOTHALAMIC-
PITUITARY-THYROID
AXIS
Hipertiroid pada anak
Etiologi Hipertiroid PENYAKIT GRAVE’S:
caused by thyroid-stimulating
• GRAVES DISEASE : clasic triad of immunoglobulins (TSIs) of the immunoglobulin
G1 (IgG1) subclass antibodies ((a.k.a thyroid
of hyperthyroidism, receptor antibodies (TRAbs))
ophthalmopathy, and
dermopathy
• Toxic adenoma, toxic nodular goiter bind to the extracellular domain of the thyroid-
• McCune-Albright syndrome stimulating hormone (TSH) receptor and
• Subacute (viral) thyroiditis activate it
• Chronic lymphocytic thyroiditis (ie,
hashitoxicosis in its early stage)
• Bacterial thyroiditis
• Pituitary adenoma causing follicular growth and activation and
• Exogenous thyroid hormone release of thyroid hormones
• Iodine-induced hyperthyroidism (ie, Jod-
Basedow phenomenon)
• Human chorionic gonadotropin (hCG)–
secreting tumors
Hyperthyroidism  Clinical symptoms &
Presentation
Grave’s Disease
COMMON SYMPTOMS CLINICAL PRESENTATION
• Hyperactivity, nervousness, and emotional • diffuse, nontender, symmetric
lability enlargement of the thyroid gland.
• Alterations in mental status • A thyroid bruit
• Deterioration of behavior and school
performance (previously the child did well) • tachycardia (82%) and wide pulse pressure
• Ophthalmopathy (50-80%) (50%) or hypertension. Signs of congestive
heart failure (CHF) are rare
• Exophthalmos (proptosis) (66%); Lid lag,
OTHER SYMPTOMS lid retraction, Conjunctival injection,
• Weight loss (50%) Chemosis, Periorbital edema,
• (increased appetite in 60%) Ophthalmoplegia, Optic atrophy
• Sweating (49%) • sweaty skin
• Hyperactivity (44%) • Tremor or muscle fasciculations (61%)
• Heat intolerance (33%) • Exaggerated deep-tendon reflexes
• Palpitations (30%) • Proximal muscle weakness
• Fatigue (16%) • Accelerated growth and early epiphyseal
• Diarrhea (13%) closure (over time)
• Insomnia
• Graves dermopathy, or localized
• Deterioration in handwriting myxedema, which is exceedingly rare in
• Menstrual irregularities children
• Muscle weakness
LABORATORY TREATMENT
• Patients with Graves disease • Thionamide:
– PTU 5-7 mg/kg/d, divided 3 times
have elevated levels of T4, daily
– (risk for severe liver injury and acute
fT4, T3 and low or liver failure)
undetectable levels of TSH. – PTU should not be used in pediatric
patients unless the patient is allergic
to or intolerant of methimazole
• Methimazole 0.4-0.7 mg/kg/d, with
a lower maintenance dose (one
third to one half the starting dose)
• Carbimazole
• In patients with marked cardiac
manifestations of hyperthyroidism,
a beta-blocker (propranolol 1x 80
mg/m2) is added
B
109. Tetanus Neonatorum
• Tetanus : Penyakit spastik paralitik akut akibat
toksin tetanus (tetanospasmin) yang dihasilkan
Clostridium tetani. Tanda utama : spasme tanpa
gangguan kesadaran
• Kejadian tetanus neonatorum sangat
berhubungan dengan aspek pelayanan kesehatan
neonatal, terutama pelayanan persalinan
(persalinan yang bersih dan aman), khususnya
perawatan tali pusat
• Komplikasi yang ditakutkan adalah spasme otot
diafragma
TETANUS
Diagnosis
• Tanda dan Gejala
– Riwayat persalinan yang kurang higienis, ditolong oleh tenaga nonmedis dan
perawatan tali pusat yang tidak higienis
– Bayi sadar, mengalami kekakuan (spasme) berulang bila terangsang atau
tersentuh
– Bayi malas minum
– Mulut mencucu (carper mouth)
– Trismus (mulut sulit dibuka)
– Perut teraba keras seperti papan
– Opistotonus
– Anggota gerak spastik (boxing position)
– Tali pusat kotor/berbau
• Pemeriksaan Penunjang
– Hanya dilakukan untuk membedakan dengan sepsis atau meningitis
– Pungsi lumbal
– Darah rutin, kultur, dan sensitivitas
Derajat penyakit tetanus menurut
modifikasi dari klasifikasi Ablett’s :
• I Mild: • III Severe:
– mild to moderate trismus; – severe trismus;
– general spasticity; – generalized spasticity;
– no respiratory embarrassment; – reflex prolonged spasms;
– no spasms; – increased respiratory rate greater
– little or no dysphagia. than 40;
• II Moderate: – apnoeic spells;
– moderate trismus; – severe dysphagia;
– well‐marked rigidity; – tachycardia greater than 120.
– mild to moderate but short • IV Very severe:
spasms; – grade III and violent autonomic
– moderate respiratory disturbances involving the
embarrassment with an increased cardiovascular system.
respiratory rate greater than 30; – Severe hypertension and
– mild dysphagia. tachycardia alternating with
relative hypotension and
bradycardia, either of which may
be persistent

http://bja.oxfordjournals.org/content/87/3/477/T1.expansion.html
Tatalaksana
• Diazepam 10 mg/kg/hari secara IV dalam 24 jam atau bolus IV setiap 3-6
jam (0,1-0,2 mg/kg per kali), maksimum 40 mg/kg/hari
• Human tetanus imunoglobulin 500 U IM atau Antitoksin Tetanus Serum
5000 U IM
• Metronidazol 30 mg/kg/hari dengan interval setiap 6 jam selama 7-10 hari
• Berikan pengobatan untuk infeksi lokal tali pusat
• Bila terjadi spasme berulang atau gagal napas, rujuk ke RS dengan NICU
• Langkah promotif/preventif :
– Pelaksanaan Pelayanan Neonatal Esensial, lakukan pemotongan tali pusat
secara steril
– Tidak mengoles atau menabur sesuatu yang tidak higienis pada tali pusat
– Bila sudah terjadi infeksi tali pusat, berikan pengobatan yang tepat dengan
antibiotik lokal dan sistemik jika diperlukan
A
110. Cyanotic Congenital HD
Cyanotic lesions with ↓ pulmonary blood flow must include both:
an obstruction to pulmonary blood flow & a shunt from R to L

Common lesions:
Tricuspid atresia, ToF, single ventricle with pulmonary stenosis

The degree of cyanosis depends on:


the degree of obstruction to pulmonary blood flow

If the obstruction is mild:


Cyanosis may be absent at rest
These patient may have hypercyanotic spells during condition of stress

If the obstruction is severe:


Pulmonary blood flow may be dependent on patency of the ductus arteriosus.
When the ductus closes  hypoxemia & shock
Cyanotic Congenital HD
Cyanotic lesions with ↑ pulmonary blood flow is not associated
with obstruction to pulmonary blood flow

Cyanosis is caused by:


Total mixing of systemic venous &
Abnormal ventricular-arterial pulmonary venous within the heart:
connections: - Common atrium or ventricle
- Total anomolous pulmonary venous
- TGA return
- Truncus arteriosus

1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.


Tetralogi Fallot
Tet Spell/ Hypercyanotic Spell
• serangan biru yang terjadi secara mendadak
• Anak tampak lebih biru, pernapasan cepat, gelisah,
kesadaran menurun, kadang-kadang disertai kejang.
• Serangan berlangsung 15-30 menit, biasanya teratasi secara
spontan, tetapi serangan yang hebat dapat berakhir dengan
koma, bahkan kematian
• Biasanya muncul usia 6-12 bulan, tapi bisa muncul usia 2-4
bulan
• ToF yang tipikal biasanya memiliki tekanan pada ventrikel
kiri dan kanan yang sama besar, sehinggan tingkat sianosis
dan terjadinya tet spell ditentukan dari systemic vascular
resistance dan derajat keparahan komponen stenosis
pulmonal.

PPM IDAI Jilid I


A
111. Ileus paralitik
Penyebab ileus paralitik:
• Postoperative and bowel resection • Diare akut pada anak
• Intraperitoneal infection or
inflammation
TIDAK diberikan obat-
• Ischemia obatan antimotilitas
• Extra-abdominal: Chest infection,
Myocardia infarction seperti LOPERAMIDE
• Endocrine: hypothyroidism, diabetes
• Spinal and pelvic fractures
• Loperamide: opioid
• Retro-peritoneal haematoma receptor agonist
• Metabolic abnormalities:
– Hypokalaemia • LOPERAMIDE dapat
– Hyponatremia
– Uraemia menyebabkan
– Hypomagnesemia
• Bed ridden
konstipasi, distensi
• Drug induced: morphine, tricyclic abdomen, dan ileus
antidepressants
paralitik
Loperamide
• Loperamide: opioid receptor agonist • Loperamide increases the tone of the
• Does not affect the central nervous anal sphincter, thereby reducing
system incontinence and urgency.
• Loperamide hydrochloride acts by • Loperamide hydrochloride prolongs
slowing intestinal motility and by the transit time of the intestinal
affecting water and electrolyte contents.
movement through the bowel. • Loperamide also decreases colonic
• Loperamide binds to the opiate mass movements and suppresses the
receptor inmyenteric plexus in large gastrocolic reflex.
intestines  Consequently, it • It reduces the daily fecal volume,
inhibits the release of acetylcholine increases the viscosity and bulk
and prostaglandins  decreases the density, and diminishes the loss of
motility of the circular and fluid and electrolytes.
longitudinal smooth muscles of the • Elimination of Loperamide mainly
intestinal wall  thereby reducing occurs by oxidative N-demethylation.
peristalsis, and increasing intestinal
transit time 

http://www.drugs.com/pro/loperamide.html
Kaolin Gastrointestinal adsorbent: adsorbs water, toxins and bacteria,
contributing to firmer stools, reducing fluid loss from diarrhea.

Pektin Gastrointestinal adsorbent


Arang Aktif Gastrointestinal adsorbent
Attapulgit Gastrointestinal adsorbent
(kaopectate)

Papaverin It is a direct-acting smooth muscle relaxant used in the


treatment of impotence and as a vasodilator, especially for
cerebral vasodilation. Papaverine relaxes various smooth
muscles. This relaxation may be prominent if spasm exists. The
muscle cell is not paralyzed by Papaverine and still responds to
drugs and other stimuli causing contraction. The antispasmodic
effect is a direct one, and unrelated to muscle innervation.The
mechanism of its pharmacological actions is not clear, but it
apparently can inhibit phosphodiesterases and it may have
direct actions on calcium channels.
112. Pemberian Makanan Bagi Bayi B
• Pemilihan makanan bayi harus didahului • Eksklusif artinya hanya diberikan ASI saja,
dengan konseling (sejak ANC/ sblm tidak boleh dicampur dengan susu lain.
persalinan) tentang risiko penularan HIV • Setelah bayi berusia 6 bulan pemberian ASI
dapat diteruskan hingga bayi berusia 12
melalui ASI. bulan, disertai makanan padat.
• Pengambilan keputusan dilakukan oleh • Bila ibu tidak dapat memberikan ASI
ibu dan harus didukung. eksklusif, maka ASI harus dihentikan dan
digantikan dengan susu formula untuk
• Ibu dengan HIV yang sudah dalam terapi
menghindari mixed feeding.
ARV memiliki kadar HIV sangat rendah,
• Bayi yang diberi ASI dari ibu yang sudah
sehingga aman untuk menyusui bayinya. dalam terapi ARV dan minum obatnya secara
• Dalam Pedoman HIV dan Infant Feeding teratur, memiliki risiko sangat kecil untuk
(2010), WHO merekomendasikan menularkan HIV, karena jumlah virus dalam
tubuhnya jauh berkurang.
pemberian AsI eksklusif selama 6 bulan
• Pemberian susu pengganti ASI yang tidak
untuk bayi lahir dari ibu yang HIV dan
higienis berpotensi menimbulkan penyakit
sudah dalam terapi ARV untuk infeksi lain yang mungkin mengancam
kelangsungan hidup anak (HIV-free and kelangsungan hidup bayi.
child survival).
Pemberian Makanan Bagi Bayi
• Beberapa studi menunjukkan pemberian susu formula memiliki
risiko minimal untuk penularan HIV dari ibu ke bayi, sehingga susu
formula diyakini sebagai cara pemberian makanan yang paling
aman.
• Kendalanya:
– Kurangnya akses ketersediaan air bersih dan botol susu yang bersih,
yang banyak terjadi di negara berkembang dan beberapa daerah di
Indonesia
– keterbatasan kemampuan keluarga di Indonesia untuk membeli susu
formula dan adanya norma sosial tertentu di masyarakat
mengharuskan ibu menyusui bayinya.
• Sangat tidak dianjurkan menyusui campur (mixed feeding, artinya
diberikan ASI dan PASI bergantian).
• Pemberian susu formula yang bagi dinding usus bayi merupakan
benda asing dapat menimbulkan perubahan mukosa dinding usus,
sehingga mempermudah masuknya HIV yang ada di dalam ASI ke
peredaran darah.
Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak. Depkes 2012.
AZT: Zidovudine
3TC: Lamivudine
NVP: Nevirapine
EVP: Efavirens
A
113. Panduan foto terapi

AAP, 2004
Panduan transfusi tukar

AAP, 2004
C
114. Diare
115-116. Derajat Serangan Asma 115. A
116. A
Derajat Penyakit Asma
Parameter klinis,
kebutuhan obat, Asma episodik jarang Asma episodik sering Asma persisten
dan faal paru
Frekuensi serangan < 1x /bulan > 1x /bulan Sering
Hampir sepanjang tahun
Lama serangan < 1 minggu 1 minggu tidak ada remisi

Diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan malam

Tidur dan aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu


Pemeriksaan fisis
Normal Mungkin terganggu Tidak pernah normal
di luar serangan
Obat pengendali Tidak perlu Perlu, steroid Perlu, steroid
Uji Faal paru PEF/FEV1 <60%
PEF/FEV1 >80% PEF/FEV1 60-80%
(di luar serangan) Variabilitas 20-30%
Variabilitas faal paru
>15% < 30% < 50%
(bila ada serangan)
Alur
Penatalaksanaan
Serangan Asma
117. Glomerulonefritis akut Pasca C
Streptokokus
• Glomerulonefritis akut ditandai dengan edema, hematuria, hipertensi
dan penurunan fungsi ginjal (sindrom nefritik) di mana terjadi inflamasi
pada glomerulus
• Acute poststreptococcal glomerulonephritis is the archetype of acute GN
• GNA pasca streptokokus terjadi setelah infeksi GABHS nefritogenik →
deposit kompleks imun di glomerulus
• Diagnosis
– Anamnesis: Riwayat ISPA atau infeksi kulit 1-2 minggu sebelumnya, hematuri
nyata, kejang atau penurunan kesadaran, oliguri/anuri
– PF: Edema di kedua kelopak mata dan tungkai, hipertensi, lesi bekas infeksi,
gejala hipervolemia seperti gagal jantung atau edema paru
– Penunjang: Fungsi ginjal, komplemen C3, urinalisis, ASTO
• Pengobatan: atasi hipertensi dengan diuretik, ACEI, CCB; pemberian
antibiotik

Geetha D. Poststreptococcal glomerulonephritis. http://emedicine.medscape.com/article/240337-overview


Mekanisme GNAPS
• Terperangkapnya kompleks antigen-antibodi
dalam glomerulus yang kemudian akan merusak
glomerulus
• Proses autoimun kuman Streptokokus yang
bersifat nefritogenik dalam tubuh menimbulkan
badan autoimun yang merusak protein
glomerulus (molecular mimicry)
• Streptokokus nefritogenik dan membran basalis
glomerulus mempunyai komponen antigen yang
sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung
merusak membran basalis glomerulus.
Sindrom Nefritik Akut
FILTRASI di
GLOMEROLUS
Penyakit hipersensitifitas tipe II
Disease Target Antigen Mechanisms of Disease Clinicopathologic Manifestations
Autoimmune hemolytic Erythrocyte membrane proteins (Rh blood Opsonization and phagocytosis of Hemolysis, anemia
anemia group antigens, I antigen) erythrocytes
Autoimmune Platelet membrane proteins (gpllb:Illa Opsonization and phagocytosis of Bleeding
thrombocytopenic intergrin) platelets
purpura
Pemphigus vulgaris Proteins in intercellular junctions of epidermal Antibody-mediated activation of Skin vesicles (bullae)
cells (epidermal cadherin) proteases, disruption of
intercellular adhesions
Vasculitis caused by ANCA Neutrophil granule proteins, presumably Neutrophil degranulation and Vasculitis
released from activated neutrophils inflammation
Goodpasture syndrome Noncollagenous protein in basement Complement- and Fc receptor- Nephritis, lung hemorrhage
membranes of kidney glomeruli and mediated inflammation
lung alveoli
Acute rheumatic fever Streptococcal cell wall antigen; antibody Inflammation, macrophage activation Myocarditis, arthritis
cross-reacts with myocardial antigen
Myasthenia gravis Acetylcholine receptor Antibody inhibits acetylcholine Muscle weakness, paralysis
binding, down-modulates
receptors
Graves disease TSH receptor Antibody-mediated stimulation of Hyperthyroidism
(hyperthyroidism) TSH receptors
Insulin-resistant diabetes Insulin receptor Antibody inhibits binding of insulin Hyperglycemia, ketoacidosis
Pernicious anemia Intrinsic factor of gastric parietal cells Neutralization of intrinsic factor, Abnormal erythropoiesis, anemia
decreased absorption of
vitamin B12

ANCA, antineutrophil cytoplasmic antibodies; TSH, thyroid-stimulating hormone


From Abbas AK, Lichtman H: Cellular and Molecular Immunology. 5th edition. WB Saunders Company, Philadelphia,
2003.
Penyakit Immune Complex-Mediated Diseases (III)

Clinicopathologic
Disease Antigen Involved Manifestations
Systemic lupus erythematosus DNA, nucleoproteins, others Nephritis, arthritis,
vasculitis
Polyarteritis nodosa Hepatitis B virus surface antigen (in some cases) Vasculitis

Poststreptococcal Streptococcal cell wall antigen(s); may be "planted" Nephritis


glomerulonephritis in glomerular basement membrane

Acute glomerulonephritis Bacterial antigens (Treponema); parasite antigens Nephritis


(malaria, schistosomes); tumor antigens

Reactive arthritis Bacterial antigens (Yersinia) Acute arthritis

Arthus reaction Various foreign proteins Cutaneous vasculitis

Serum sickness Various proteins, e.g., foreign serum (anti- Arthritis, vasculitis,
thymocyte globulin) nephritis
Penyakit T Cell-Mediated (Type IV) Hypersensitivity
Specificity of Pathogenic T Clinicopathologic
Disease Cells Manifestations
Type 1 diabetes Antigens of pancreatic islet β Insulitis (chronic
mellitus cells (insulin, glutamic inflammation in
acid decarboxylase, islets), destruction
others) of β cells;
diabetes
Multiple sclerosis Protein antigens in central Demyelination in CNS
nervous system myelin with perivascular
(myelin basic protein, inflammation;
proteolipid protein) paralysis, ocular
lesions
Rheumatoid arthritis Unknown antigen in joint Chronic arthritis with
synovium (type II inflammation,
collagen?); role of destruction of
antibodies? articular cartilage
and bone
Peripheral neuropathy; Protein antigens of peripheral Neuritis, paralysis
Guillain-Barré nerve myelin
syndrome?
C
118. Pertusis
• Batuk rejan (pertusis) adalah penyakit akibat
infeksi Bordetella pertussis dan Bordetella
parapertussis (basil gram -)
• Karakteristik : uncontrollable, violent coughing
which often makes it hard to breathe. After fits of
many coughs needs to take deep breathes which
result in a "whooping" sound.
• Anak yang menderita pertusis bersifat infeksius
selama 2 minggu sampai 3 bulan setelah
terjadinya penyakit
Pertusis
• Stadium:
– Stadium katarrhal: hidung tersumbat, rinorrhea,
demam subfebris. Sulit dibedakan dari infeksi
biasa. Penularan terjadi dalam stadium ini.
– Stadium paroksismal: batuk paroksismal yang
lama, bisa diikuti dengan whooping atau stadium
apnea. Bisa disertai muntah.
– Stadium konvalesens: batuk kronik hingga
beberapa minggu
Guinto-Ocampo H. Pediatric pertussis. http://emedicine.medscape.com/article/967268-
overview
Diagnosis dan Tatalaksana Pertusis
• Diagnosis :
– Curiga pertusis jika anak batuk berat lebih dari 2 minggu, terutama jika
penyakit diketahui terjadi lokal.
– Tanda diagnostik : Batuk paroksismal diikuti whoop saat inspirasi
disertai muntah, perdarahan subkonjungtiva, riwayat imunisasi (-),
bayi muda dapat mengalami henti napas sementara/sianosis
• Penatalaksanaan :
– Kasus ringan pada anak-anak umur ≥ 6 bulan dilakukan secara rawat
jalan
– < 6 bulan, dengan pneumonia, kejang, dehidrasi, gizi buruk, henti
napas, atau sianosis dirawat di RS
• Komplikasi : Pneumonia, Kejang, Gizi kurang, Perdarahan dan Hernia
• Beri imunisasi DPT pada pasien pertusis dan setiap anak dalam keluarga

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008


Antibiotik dalam Penatalaksanaan Pertusis

• Beri eritromisin oral (12.5 mg/kgBB/kali, 4 kali


sehari) selama 10 hari atau makrolid lainnya
• Jika terdapat demam atau eritromisin tidak tersedia,
berikan kloramfenikol oral (25 mg/kg/kali, 3 kali
sehari) selama 5 hari sebagai penatalaksanaan
terhadap kemungkinan pneumonia sekunder
• Tanda pneumonia sekunder : pernapasan cepat diantara
episode batuk, demam, dan gejala distres pernapasan
dengan onset akut
• Jika kloramfenikol tidak tersedia, berikan
kotrimoksazol
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008
119. Panduan pemberian Insulin Pada B
DM tipe 1
Cara 1: Split-mix regimen
• Injeksi 1 kali sehari
– Sering sekali tidak sesuai digunakan pada penderita DM tipe-1 anak maupun
remaja.
– Namun dapat diberikan untuk sementara pada saat fase remisi.
– Regimen insulin yang dapat digunakan adalah insulin kerja menengah atau
kombinasi kerja cepat/pendek dengan insulin kerja menengah.
• Injeksi 2 kali sehari
– Digunakan campuran insulin kerja cepat/pendek dan kerja menengah yang
diberikan sebelum makan pagi dan sebelum makan malam.
– Dapat menggunakan insulin campuran buatan pabrik atau mencampur sendiri.
– Regimen ini biasa digunakan pada anak-anak yang lebih muda.
• Injeksi 3 kali sehari
– Insulin campuran kerja cepat/pendek dengan kerja menengah diberikan
sebelum makan pagi, insulin kerja cepat/pendek diberikan sebelum makan
siang atau snack sore, dan insulin kerja menengah pada menjelang tidur
malam hari.
– Regimen ini biasa digunakan pada anak yang lebih tua dan remaja yang
kebutuhan insulinnya tidak terpenuhi dengan regimen 2 kali sehari.
• Menggunakan insulin kerja
cepat/pendek diberikan
Cara 2: Basal
sebelum makan utama,
dengan insulin kerja
Bolus Regimen
menengah diberikan pada pagi
dan malam hari, atau dengan
insulin basal (glargine, • Sisanya sebagai komponen
detemir) yang diberikan sekali bolus terbagi yang
sehari (pagi atau malam hari).
disuntikkan 20-30 menit
• Regimen ini biasa digunakan
pada anak remaja ataupun sebelum makan bila
dewasa. menggunakan insulin
• Komponen basal biasanya reguler, atau segera
berkisar 40-60% dari sebelum makan atau
kebutuhan total insulin, yang
dapat diberikan menjelang sesudah makan bila
tidur malam atau sebelum menggunakan analog
makan pagi atau siang, atau
diberikan dua kali yakni insulin kerja cepat.
sebelum makan pagi dan
makan malam;
Cara 3: Pompa Insulin
• Hanya boleh menggunakan analog insulin
kerja cepat yang diprogram sebagai insulin
basal sesuai kebutuhan penderita (biasanya
40-60% dari dosis total insulin harian).
• Untuk koreksi hiperglikemia saat makan,
diberikan dosis insulin bolus yang diaktifkan
oleh penderita.

UKK Endokrinologi Anak Dan Remaja, IDAI - World Diabetes Foundation


B
120. Diare
B
121. Besi Elemental
• Dosis besi elemental untuk anemia defisiensi besi pada
anak adalah 4-6 mg/kgBB (IDAI)
• Respon terapi dengan melihat kenaikan Hb sebesar 2
g/dL atau lebih, bila respon terapi (+) setelah itu terapi
dilanjutkan 2-3 bulan kemudian (IDAI)
• Sediaan ferous fumarat mengandung 33% besi
elemental
• Sediaan Ferous glukonas mengandung 11,6% besi
elemental
• Sediaan ferous sulfat mengandung 20% besi elemental;
jadi dalam sediaan SF 325 mg mengandung 65 mg besi
elemental
122. Vaksin BCG • Vaksin BCG diberikan pada umur <3
bulan, sebaiknya pada anak dengan
A
uji Mantoux (tuberkulin) negatif.
(Bacille Calmette- • Efek proteksi timbul 8–12 minggu
setelah penyuntikan.
Guerin) • Vaksin BCG diberikan secara
intradermal 0,10 ml untuk anak, 0,05
ml untuk bayi baru lahir.
• Bacille Calmette-Guerin adalah vaksin
hidup yang dibuat dari • VaksinBCG diberikan secara
Mycobacterium bovis yang dibiak intrakutan di daerah lengan kanan
berulang selama 1-3 tahun sehingga atas pada insersio M.deltoideus
didapatkan basil yang tidak virulen sesuai anjuran WHO, tidak di tempat
tetapi masih mempunyai lain (bokong, paha).
imunogenitas. • Vaksin BCG diberikan apabila uji
• Vaksinasi BCG tidak mencegah infeksi tuberkulin negatif pada umur lebih
tuberkulosis tetapi mengurangi risiko dari 3 bulan.
terjadi tuberkulosis berat seperti • Pada bayi yang kontak erat dengan
meningitis TB dan tuberkulosis milier. pasien TB dengan bakteri tahan asam
• Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar (BTA) +3 sebaiknya diberikan INH
matahari, harus disimpan pada suhu profilaksis dulu, apabila pasien
2-8° C, tidak boleh beku. kontak sudah tenang bayi dapat
diberi BCG.
• Vaksin yang telah diencerkan harus
dipergunakan dalam waktu 8 jam.
KIPI BCG
• Penyuntikan BCG secara • Limfadenitis
intradermal akan – Limfadenitis supuratif di aksila
menimbulkan ulkus lokal yang atau di leher kadang-kadang
superfisial 3 (2-6) minggu dijumpai setelah penyuntikan
setelah penyuntikan. BCG.
– Limfadenitis akan sembuh
• Ulkus tertutup krusta, akan sendiri, jadi tidak perlu diobati.
sembuh dalam 2-3 bulan, dan – Apabila limfadenitis melekat
meninggalkan parut bulat pada kulit atau timbul fistula
dengan diameter 4-8 mm. maka lakukan drainase dan
• Apabila dosis terlalu tinggi diberikan OAT
maka ulkus yang timbul lebih • BCG-itis diseminasi
besar, namun apabila (Disseminated BCG Disease)
penyuntikan terlalu dalam – berhubungan dengan
maka parut yang terjadi imunodefisiensi berat.
tertarik ke dalam (retracted). – diobati dengan kombinasi obat
anti tuberkulosis.
Kontraindikasi BCG
• Reaksi uji tuberkulin >5 mm,
• Menderita infeksi HIV atau dengan risiko tinggi infeksi HIV,
• imunokompromais akibat pengobatan kortikosteroid, obat
imuno-supresif, mendapat pengobatan radiasi, penyakit
keganasan yang mengenai sumsum tulang atau sistem
limfe,
• Menderita gizi buruk,
• Menderita demam tinggi,
• Menderita infeksi kulit yang luas,
• Pernah sakit tuberkulosis,
• Kehamilan.
Uji Tuberkulin
• Menentukan adanya respon imunitas selular terhadap TB. Reaksi berupa
indurasi (vasodilatasi lokal, edema, endapan fibrin, dan akumulasi sel-sel
inflamasi)
• Tuberkulin yang tersedia : PPD (purified protein derived) RT-23 2TU, PPD S
5TU, PPD Biofarma
• Cara : Suntikkan 0,1 ml PPD intrakutan di bagian volar lengan bawah.
Pembacaan 48-72 jam setelah penyuntikan
• Pengukuran (pembacaan hasil)
– Dilakukan terhadap indurasi yang timbul, bukan eritemanya
– Indurasi dipalpasi, tandai tepi dengan pulpen. Catat diameter transversal.
– Hasil dinyatakan dalam milimeter. Jika tidak timbul = 0 mm
• Hasil:
– Positif jika indurasi >= 10mm
– Ragu-ragu jika 5-9 mm
– Negatif < 5 mm
123. ISK E
• 3 bentuk gejala UTI:
– Pyelonefritis (upper UTI): nyeri abdomen, demam, malaise, mual,
muntah, kadang-kadang diare
– Sistitis (lower UTI): disuria, urgency, frequency, nyeri suprapubik,
inkontinensia, urin berbau
– Bakteriuria asimtomatik: kultur urin (+) tetapi tidak disertai gejala
• Pemeriksaan Penunjang :
– Urinalisis : Proteinuria, leukosituria (>5/LPB), Hematuria
(Eritrosit>5/LPB)
– Biakan urin dan uji sensitivitas
– Kreatinin dan Ureum
– Pencitraan ginjal dan saluran kemih untuk mencari kelainan
anatomis maupun fungsional
• Diagnosa pasti : Bakteriuria bermakna pada biakan urin (>10 5 koloni
kuman per ml urin segar pancar tengah (midstream urine) yang diambil
pagi hari)

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. & PPM IDAI


Tatalaksana
• Tujuan : Memberantas kuman penyebab, mencegah dan menangani komplikasi dini, mencari
kelainan yang mendasari
• Umum (Suportif)
– Masukan cairan yang cukup
– Edukasi untuk tidak menahan berkemih
– Menjaga kebersihan daerah perineum dan periurethra
– Hindari konstipasi
• Khusus
– Sebelum ada hasil biakan urin dan uji kepekaan, antibiotik diberikan secara empirik
selama 7-10 hari
– Obat rawat jalan : kotrimoksazol oral 24 mg/kgBB setiap 12 jam, alternatif ampisilin,
amoksisilin, kecuali jika :
• Terdapat demam tinggi dan gangguan sistemik
• Terdapat tanda pyelonefritis (nyeri pinggang/bengkak)
• Pada bayi muda
– Jika respon klinis kurang baik, atau kondisi anak memburuk berikan gentamisin (7.5
mg/kg IV sekali sehari) + ampisilin (50 mg/kg IV setiap 6 jam) atau sefalosporin gen-3
parenteral
– Antibiotik profilaksis diberikan pada ISK simpleks berulang, pielonefritis akut, ISK pada
neonatus, atau ISK kompleks (disertai kelainan anatomis atau fungsional)
– Pertimbangkan komplikasi pielonefritis atau sepsis
Algoritme
Penanggulangan
dan Pencitraan
Anak dengan ISK
Dosis Obat Pada UTI Anak
C
124. Difteri
• Penyebab : toksin Corynebacterium diphteriae
• Organisme:
– Basil batang gram positif
– Pembesaran ireguler pada salah satu ujung (club shaped)
– Setelah pembelahan sel, membentuk formasi seperti huruf cina atau palisade
• Gejala:
– Gejala awal nyeri tenggorok
– Bull-neck (bengkak pada leher)
– Pseudomembran purulen berwarna putih keabuan di faring, tonsil, uvula, palatum.
Pseudomembran sulit dilepaskan. Jaringan sekitarnya edema.
– Edema dapat menyebabkan stridor dan penyumbatan sal.napas
• Pemeriksaan :
– Pemeriksaan Gram & Kultur; sediaan berasal dari swab tenggorok, jika bisa diambil dibawah
selaput pseudomembran
– Kultur bisa menggunakan medium cystine tellurite blood agar (CTBA), medium hoyle dan
medium tinsdale  medium selektif untuk kultur Corynebacterium diphtheriae
– Untuk megisolasi Corynebacterium digunakan agar darah telurit (Mc Leod), sebagai media
selektif, setelah inkubasi selama 24 jam koloni bakteri terlihat berwarna abu-abu tua-hitam.
– Selanjutnya untuk biakan murni Corynebacterium digunakan media perbenihan Loeffler dalam
tabung

Todar K. Diphtheria. http://textbookofbacteriology.net/diphtheria.html


Demirci CS. Pediatric diphtheria. http://emedicine.medscape.com/article/963334-overview
• Obat:
– Antitoksin: 40.000 Unit ADS IM/IV, skin test
– Anbiotik: Penisillin prokain 50.000 Unit/kgBB IM per hari selama
7 hari atau eritromisin 25-50 kgBB dibagi 3 dosis selama 14 hari
– Hindari oksigen kecuali jika terjadi obstruksi saluran repirasi
(Pemberian oksigen dengan nasal prongs dapat membuat anak
tidak nyaman dan mencetuskan obstruksi)
– oksigen harus diberikan, jika mulai terjadi obstruksi saluran
respiratorik dan perlu dipertimbangkan tindakan trakeostomi.
– Jika anak demam (≥ 39o C) beri parasetamol.
– Jika sulit menelan, beri makanan melalui pipa nasogastrik.
– Indikasi krikotirotomi/ trakeostomi/intubasi : Terdapat tanda
tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat
– Belum terdapat persamaan pendapat mengenai kegunaan
kortikosteroid pada difteri.
• Dianjurkan korikosteroid diberikan kepada kasus difteria yang disertai
dengan gejala obstruksi saluran nafas bagian atas dan miokarditis.

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO.


125. Terbentuknya B
Methemoglobinemia
• Kompleks heme dalam Hb memiliki ion besi dalam bentuk tereduksi
yaitu ferro (Fe2+).
• Ion besi dalam Fe2+ inilah yang bisa mengikat oksigen menjadi
oksihemoglobin.
• Oksihemoglobin kemudian melepas oksigen di jaringan dan kembali
ke dalam bentuk Fe2+.
• Ketika hemoglobin kehilangan salah satu elektronnya dan
teroksidasi, Fe2+ berubah menjadi Fe3+ atau bentuk ferri  inilah
yang disebut methemoglobin
• Methemoglobin kekurangan satu electron untuk bisa mengikat
oksigen
• Kadar normal methemoglobin dibawah 1%
• Terdapat mekanisme tubuh untuk mengembalikan Hb yang
teroksidasi tersebut melalui reduksi oleh glutathione, Cytochrome
b5 reductase, dan glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD)
Etiology
Designation Examples
Hereditary NADH-cytochrome b5 reductase
deficiency, cytochrome b5 deficiency,
M Hb, unstable Hb
Drug/chemical induced Acetaminophen, amyl nitrite,
benzocaine, dapsone, nitroglycerin,
nitroprusside, phenazopyridine
(pyridium), sulfanilamide, aniline dyes,
chlorates, nitrofurans, sulfones
Diet induced Nitrites, nitratesa
Adapted from Mansouri and Lurie (1993). M HB is an abnormal type of Hb.
a When followed up, cases have generally been linked to high nitrite levels (e.g.,

Keating et al. 1973).


Lorna Fewtrell, Drinking-Water Nitrate, Methemoglobinemia, and Global Burden of
Disease: A Discussion. Environ Health Perspect. Oct 2004; 112(14): 1371–1374.
Methemoglobinemia
• Acquired methemoglobinemia lebih • Nitrit organik dan inorganik
sering terjadi dibandingkan merupakan penyebab
congenital methemoglobinemia . methemoglobinemia yang umum.
• Methemoglobin yang terbentuk • Air minum yang terkontaminasi oleh
akibat paparan suatu substansi nitrat.
melebihi kapasitas enzim pereduksi • Makanan yang dikemas mungkin
yang dimiliki oleh eritrosit. memiliki nitrit yang tinggi
• Acquired methemoglobinemia lebih • Sayuran yang tidak dimasak dan
sering terjadi pada bayi premature terkontaminasi bakteri
dan bayi < 4 bulan, karena: • Bayi rentan terhadap
– Hb Fetal (HbF) teroksidasi lebih mudah methemoglobinemia karena asam
dibanding Hb Adult (HbA)
– Level NADH reductase (enzim
lambung yg dihasilkan tidak cukup
pereduksi) rendah saat lahir dan untuk menjaga jumlah bakteri
meningkat sesuai usia (usia 4 bulan penghasil nitrat di usus tetap rendah
kadarnya baru sama dgn dewasa)
– pH gaster yang lebih tinggi memfasilitasi
proliferasi bakteri sehingga
meningkatkan konversi nitrat dalam
asupan makanan menjadi nitrit.
MetHb Clinical findings
concentration (%)
10–20 Central cyanosis of limbs/trunk
20–45 Central nervous system depression
(headache, dizziness, fatigue, lethargy),
dyspnea
45–55 Coma, arrhythmias, shock, convulsions
> 60 High risk of mortality
Adapted from Kross et al. (1992).

Lorna Fewtrell, Drinking-Water Nitrate, Methemoglobinemia, and Global Burden of


Disease: A Discussion. Environ Health Perspect. Oct 2004; 112(14): 1371–1374.
ILMU PENYAKIT KULIT DAN
KELAMIN
D
126. Pemeriksaan Morbus Hansen
• Pemeriksaan Fisik: Neurologi

• Pemeriksaan Histopatologi (Biopsi)


– Histiosit: makrofag di kulit, sel Virchow/sel lepra/foamy cell
– Granuloma: akumulasi makrofag/ derivat-derivatnya

• Pemeriksaan Bakteriologi: BTA

• Pemeriksaan Imunologi
– Imunoglobulin: IgM dan IgG
– Lepromin Skin test
A

127. Pembagian Menurut WHO


Pengobatan Kusta
C
128. Histopatologi Lesi Kulit Primer
Lesi Kulit Gambaran Gambaran
Makula dan Patch Makula: Perubahan pada warna
kulit tanpa perubahan ketinggian,
ukuran 5-10 mm
Patch: Makula berukuran > 10
mm, datar, namun bisa terdapat
skuama atau kerutan

Papula dan Plak Papula: Peninggian kulit


berbentuk bulat dan padat,
ukuran 2-10 mm
Plak: Papul yang lebar (> 1 cm)

Vesikel dan Bula Vesikel: Bulat, berisi cairan,


peninggian epidermis (stratum
korneum), ukuran 5-10 mm
Bula: Vesikel besar (> 1 cm), berisi
cairan serosa atau seropurulen
https://en.wikipedia.org/wiki/Cutaneous_condition#Primary_lesions
A
129. Terapi Tinea
• Pengobatan topikal
– Kombinasi asam salisilat (3-6%) dan asam benzoat (6-12%) dalam
bentuk salep ( Salep Whitfield). (asam salisilat 15% lanolin 15%
asam benzoate 15% Vaseline album ad 50 gr)
– Kombinasi asam salisilat dan sulfur presipitatum dalam bentuk salep
(salep 2-4, salep 3-10)
– Derivat azol : mikonazol 2%, klotrimasol 1%, ketokonazol 1-2% dll.

• Pengobatan sistemik
– Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan anak-anak 10-25
mg/kgBB sehari.
– Lama pemberian griseofulvin pada tinea korporis adalah 3-4 minggu,
diberikan bila lesi luas atau bila dengan pengobatan topikal tidak ada
perbaikan.
– Ketokonazol 200 mg per hari selama 10 hari – 2 minggu pada pagi hari
setelah makan
C
130. Spesies Filariasis
Panjang: lebar kepala sama
Wuchereria bancroftii Inti teratur
Tidak terdapat inti di ekor

Perbandingan panjang:lebar
Brugia malayi kepala 2:1
Inti tidak teratur
Inti di ekor 2-5 buah

Perbandingan panjang:lebar
Brugia timori kepala 3:1
Inti tidak teratur
Inti di ekor 5-8 buah
A
131.
A
132. Oksiuriasis (Cacing Kremi)
• Nama lain: Enterobius
vermicularis

• Gejala
– Gatal di sekitar dubur
(terutama pada malam hari
pada saat cacing betina
meletakkan telurnya), gelisah
dan sukar tidur
– Pemeriksaan: perianal swab
dengan Scotch adhesive tape
A
133. Eritrasma
• Etiologi: Corynebacterium minutissimum
(coral red pada lampu Wood)
• Predileksi: pada daerah lipatan kulit
• Efloresensi: plak berwarna pink kemerahan
dengan skuama halus  berubah menjadi
coklat dan bersisik
• Terapi: larutan klindamisin HCl, krim
eritromisin/ mikonazol
A
134. Pioderma

• Impetigo krustosa: peradangan  vesikel yang dengan


cepat berubah menjadi pustul  pecah krusta
kering kekuningan seperti madu. Predileksi spesifik lesi
terdapat di sekitar lubang hidung, mulut, telinga atau
anus.

• Impetigo bulosa: peradangan yang memberikan


gambaran vesikobulosa dengan lesi bula hipopion
(bula berisi pus).

• Ektima: peradangan yang menimbulkan kehilangan


jaringan dermis bagian atas (ulkus dangkal).
Pioderma: Impetigo
• Pemeriksaan Penunjang
– Pemeriksaan dari apusan cairan sekret dari dasar lesi dengan pewarnaan Gram
– Pemeriksaan darah rutin kadang kadang ditemukan leukositosis

• Komplikasi: Erisipelas, selulitis, ulkus, limfangitis, bakteremia

• Terapi:
• Antibiotika topikal:
• DOC: mupirocin (Bactroban), asam fusidat (Fucidin) dan retapamulin (Altargo) 
2x/hari selama 7 hari
• Alternatif: salep/krim klindamisin, gentamisin
• Antibiotika oral:
• Sefalosforin, amoxiclav, cloxacillin, dicloxaxillin, alternatif: eritromisin, klindamisin
• DOC anak: Cephalexin

http://emedicine.medscape.com/article/965254-overview
A
135. Terapi Tinea
• Pengobatan Topikal
– Kombinasi asam salisilat (3-6%) dan asam benzoat (6-12%) dalam
bentuk salep ( Salep Whitfield). (asam salisilat 15% lanolin 15%
asam benzoate 15% Vaseline album ad 50 gr)
– Kombinasi asam salisilat dan sulfur presipitatum dalam bentuk salep
(salep 2-4, salep 3-10)
– Derivat azol : mikonazol 2%, klotrimasol 1%, ketokonazol 1-2% dll.

• Pengobatan sistemik
– Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan anak-anak 10-25
mg/kgBB sehari.
– Lama pemberian griseofulvin pada tinea korporis adalah 3-4 minggu,
diberikan bila lesi luas atau bila dengan pengobatan topikal tidak ada
perbaikan.
– Ketokonazol 200 mg per hari selama 10 hari – 2 minggu pada pagi hari
setelah makan
D
136. Entamoeba Hystolitica
Morfologi Entamoeba histolytica memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoitnya
memiliki ciri-ciri morfologi :
– Ukuran 10 – 60 μm
– Sitoplasma bergranular dan mengandung eritrosit, yang merupakan penanda
penting untuk diagnosisnya
– Terdapat satu buah inti entamoeba, ditandai dengan karyosom padat yang
terletak di tengah inti, serta kromatin yang tersebar di pinggiran inti
– Bergerak progresif dengan alat gerak ektoplasma yang lebar, disebut
pseudopodia.
Terapi Entamoeba Hystolitica
• Metronidazole (DOC)
– Dewasa 2 gr / hari selama 3 hari dalam dosis
terbagi

• Emetin hidroklorida
– Dewasa: maks. 65 mg / hari
– Anak dibawah 8 tahun: 10 mg / hari
– Lama pengobatan: 4-6 hari

• Klorokuin
– Dewasa 1 gr/ hari selama 2 hari, kemudian 500
mg sehari selama 2-3 minggu

• Antibiotika: Tetrasiklin & Eritromisin


– Dosis: 25 mg/kgBB/hari selama 5 hari dalam
dosis terbagi

Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. FKUI, 2003


D

137. Helicobacter Pylori

• Bakteri batang gram negatif, berbentuk spiral,


memiliki flagela jamak pada salah satu kutub, motil
• Media perkembangbiakan: media Skirrow, media
coklat
• Tumbuh pada suhu 37 C di lingkungan mikroaerob
dalam 3-6 hari
• Oksidase (+), katalase (+),
menghasilkan urease
• Etiologi dari gastritis dan
ulkus lambung/duodenum
A
138. Psoriasis vulgaris
• Bercak eritema berbatas tegas dengan skuama kasar berlapis-lapis dan
transparan

• Predileksi: skalp, perbatasan skalp-muka, ekstremitas ekstensor (siku &


lutut), lumbosakral

• Khas: fenomena tetesan lilin, Auspitz sign, Kobner sign

• Patofisiologi:
– Genetik: berkaitan dengan HLA
– Imunologik: diekspresikan oleh limfosit T, sel penyaji antigen dermal, dan
keratinosit
– Pencetus: stress, infeksi fokal, trauma, endokrin, gangguan metabolisme, obat,
alkohol, dan merokok

• Tata laksana:
– Topikal: preparat ter, kortikosteroid, ditranol, tazaroen, emolien, dll
– Sistemik: KS, sitostatik (metotreksat), levodopa, etretinat, dll
– PUVA (UVA + psoralen)
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
139. Sistiserkosis Jaringan A

• Etiologi: Taenia solium (babi)

• Beda dengan sistiserkus sapi (sistiserkus bovis) 


sistiserkosis taenia solium memiliki kait pada
skoleks tunggal

• Diagnosis:
– Ekstirpasi benjolan  histopatologi
– Radiologi: CT scan atau MRI
– Deteksi antibodi dengan ELISA,
Western Blot, uji hemaglutinasi, CIE
– Deteksi DNA dengan PCR

Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. FKUI, 2003


A
140
D
141. Media Pertumbuhan Selektif
• Eosin methylene blue (EMB): selektif untuk spesies coli
• YM (yeast and mold): pH rendah  untuk media jamur
• MacConkey agar: Untuk bakteri gram (-)
• Mannitol salt agar (MSA): Selektif untuk bakteri gram
(+)
• Xylose lysine desoxyscholate (XLD): Selektif untuk
bakteri gram (-)
• Buffered charcoal yeast extract agar: untuk Legionella
pneumophila
• Baird–Parker agar: Untuk stafilokokus
Agar Lowenstein-Jensen
• Sebagai media pertumbuhan bakteri
mycobacterium, terutama mycobacterium
tuberculosis
• Tampak seperti koloni coklat bergranular
A
142. Hidraadenitis Supurativa
• Defenisi : Infeksi kelenjar apokrine
• Etiologi : Staphylococcus aureus
• Epidemiologi : remaja hingga dewasa muda
• Lokalisasi : Ketiak, perineum & tempat-tempat yg banyak kelenjar
apokrine
• Gejala klinis :
– Sering didahului trauma/mikrotrauma (banyak keringat, pemakaian
deodoran, rambut ketiak digunting); Demam & malaise (+)
– Ruam: nodus dgn tanda radang  melunak  abses  pecah 
fistel. Bila menahun: dapat terbentuk abses, fistel & sinus yg multipel
– Terdapat leukositosis
• Predisposisi :
– Obesitas
– Akne
A
143. Gonorrhea
• Penyakit yang disebabkan infeksi Neisseria
gonorrhoeae
• Masa tunas 2-5 hari
• Jenis infeksi:
– Pada pria: uretritis, tysonitis, parauretritis, littritis,
cowperitis, prostatitis, vesikulitis, funikulitis, epididimitis,
trigonitis
– Gambaran uretritis: gatal, panas di uretra distal, disusul
disuria, polakisuria , keluar duh yang kadang disertai
darah, nyeri saat ereksi
– Pada wanita: uretritis, oarauretritis, servisitis, bartholinitis,
salpingitis, proktitis, orofaringitis, konjungtivitis (pada bayi
baru lahir), gonorrhea diseminata

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Gonorrhea
• Pemeriksaan:
– Sediaan langsung: diplokokus gram negatif
– Kultur: agar Thayer-Martin
• Pengobatan
Diagnosis Pilihan pengobatan
Uncomplicated gonococcal First line: Ceftriaxone (250 mg IM, single dose) or Cefixime
infection of the cervix, (400 mg PO, single dose)
urethra, pharynx, or rectum plus
Treatment for Chlamydia if chlamydial infection is not ruled
out: Azithromycin (1 g PO, single dose) or Doxycycline (100 mg
PO bid for 7 days)

Alternative: Ceftizoxime (500 mg IM, single dose) or


Cefotaxime (500 mg IM, single dose) or Spectinomycin (2 g IM,
single dose) or Cefotetan (1 g IM, single dose) plus probenecid
(1 g PO, single dose) or Cefoxitin (2 g IM, single dose) plus
probenecid (1 g PO, single dose)

Longo DL. Harrison’s principles of internal medicine, 18th ed. McGraw-Hill; 2012.
A
144. Veruka Vulgaris
• Merupakan hiperplasia epidermis yang
disebabkan oleh Human papilloma virus (HPV).
• Penularan melalui kontak langsung dan sering
dijumpai pada anak-anak dan remaja.
• Faktor Risiko
– Biasanya terjadi pada anak-anak dan orang dewasa
sehat.
– Pekerjaan yang berhubungan dengan daging mentah.
– Imunodefisiensi
• Pemeriksaan Fisik
– Tanda Patognomonis Papul berwarna kulit sampai
keabuan dengan permukaan verukosa.
– Papul ini dapat dijumpai pada kulit, mukosa dan
kuku.
– Apabila permukaannya rata, disebut dengan
veruka plana.
– Dengan goresan dapat timbul autoinokulasi
sepanjang goresan (fenomena Koebner).
E
145. Kandidosis
• Kandidosis: penyakit jamur bisa bersifat akut/subakut disebabkan
oleh genus Candida
• Klasifikasi
– Kandidosis mukosa: kandidosis oral, perleche, vulvovaginitis, balanitis,
mukokutan kronik, bronkopulmonar
– Kandidosis kutis: lokalisata, generalisata, paronikia & onikomikosis,
granulomatosa
– Kandidosis sistemik: endokarditis, meningitis, pyelonefritis, septikemia
– Reaksi id (kandidid)
• Faktor
– Endogen: perubahan fisiologik (kehamilan, obesitas, iatrogenik, DM,
penyakit kronik), usia (orang tua & bayi), imunologik
– Eksogen: iklim panas, kelembaban tinggi, kebiasaan berendam kaki,
kontak dengan penderita

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Kandidosis kutis
• Bentuk klinis:
– Kandidosis intertriginosa: Lesi di daerah lipatan kulit ketiak, lipat
paha, intergluteal, lipat payudara, sela jari, glans penis, dan
umbilikus berupa bercak berbatas tegas, bersisik, basah,
eritematosa. Dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan
pustul-pustul kecil atau bula
– Kandidosis perianal: Lesi berupa maserasi seperti dermatofit
tipe basah
– Kandidosis kutis generalisata: Lesi terdapat pada glabrous skin.
Sering disertai glossitis, stomatitis, paronikia
• Pemeriksaan: KOH (selragi, blastospora, hifa semu), kultur
di agar Sabouraud
• Pengobatan: hindari faktor predisposisi, antifungal (gentian
violet 0,5-1%, nistatin, amfoterisin B, grup azole)
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
A
146. Tinea kapitis
• Kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh dermatofit
• Bentuk klinis:
– Grey patch ringworm (biasanya disebabkan Microsporum)
• Papul merah yang melebar, membentuk bercak, pucat, bersisik.
Rambut menjadi abu-abu, tidak berkilat, mudah patah dan
tercabut. Lampu Wood: hijau kekuningan.
– Kerion
• Reaksi peradangan berat pada tinea kapitis, pembengkakan
menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang. Dapat
menimbulkan jaringan parut dan alopesia menetap.
– Black dot ringworm (biasanya disebabkan Tricophyton tonsurans dan
Trycophyton violaceum)
• Rambut yang terkena infeksi patah pada muara folikel, dan yang
tertinggal adalah ujung rambut yang penuh spora (black dot).
• Terapi: griseofulvin (lini pertama), ketokonazol, itrakonazol, terbinafin.
Pemberian topikal saja kurang efektif.
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
C
147. Akne Vulgaris
• Penyakit peradangan kronik folikel pilosebasea
• Faktor: perubahan pola keratinisasi dalam folikel,
produksi sebum ↑, terbentuknya fraksi asam lemak
bebas, peningkatan jumlah flora folikel
(Propionibacterium acnes), pembentukan circulating
antibodies, peningkatan kadar hormon androgen, stres
psikis, faktor lain (usia, ras, familial, makanan, cuaca)
• Gejala klinis:
– Predileksi: muka, bahu, dada atas, punggung atas
– Erupsi kulit polimorfi:
• Tak beradang: komedo, papula tidak beradang
• Beradang: pustula, nodus, kista beradang

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Kelainan Karakteristik
Erupsi akneiformis Erupsi papulopustula mendadak tanpa ada komedo
hampir di seluruh bagian tubuh. Disebabkan oleh induksi
obat
Akne venenata Akne akibat rangsangan kimia/fisis. Lesi monomorfik,
predileksi di tempat kontak
Akne rosasea (Rosasea) Penyakit radang kronik di daerah muka dengan gejala
eritema, pustula, talangiektasia dan hipertrofi kelenjar
sebasea. Tidak terdapat komedo.
D
148. Malaria
149. Sifilis (Ulkus Durum) C
• Stadium dini (menular)
– Stadium I (sifilis primer):
• papul lentikular  ulkus
dinding tidak bergaung,
indolen, teraba indurasi,
tidak ada radang akut
(ulkus durum) Chancre of Primary Syphilis on Labium
• Lokasi : glans, korpus
penis, labia mayor, labia
minor, klitoris, perineum
• Seminggu setelah afek
primer terdapat
pembesaran KGB inguinal

Chancre of Primary Syphilis on Penis


– Stadium II (sifilis sekunder):
• 6-8 minggu sejak S I,
• Lesi beragam (the great imitator) 
kondilomalata, bentuk varisela, plak
mukosa, alopesia dan roseola
• Kelainan biasanya tidak gatal, sering
disertai limfadenitis generalisata
• Kondilomalata  papul atau plak ditutupi
krusta coklat dan basah
Condyloma Lata in Secondary Syphilis
– Sifilis laten dini: tidak ada gejala klinis, tetapi
infeksi masih aktif. Tes serologi darah (VDRL,
TPHA) positif
– Stadium rekuren: relaps dapat terjadi berupa
kelainan kulit mirip sifilis sekunder

Mucocutaneous Lesions of
Secondary Syphilis
D
150. Flu Burung
• Flu burung atau avian influenza merupakan
penyakit yang disebabkan infeksi oleh virus
influenza A (H5N1)
• Gejala dan tanda :
– Konjungtivitis
– Demam, batuk, nyeri tenggorokan dan mialgia
– Pneumonia
– Multiorgan disease
• Penegakkan diagnosis membutuhkan
pemeriksaan laboratorium swab hidung atau
tenggorokan
ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
B
151. Pemeriksaan TORCH

• Sebaiknya dilakukan sebelum kehamilan 


Karena obat-obatan untuk mengobati
toxoplasmosis hanya membunuh bentuk
takizoit & tidak membasmi kista  efektif
untuk infeksi akut, namun tidak dapat
menghilangkan infeksi menahun yang dapat
aktif kembali
E

152. Terapi Toxoplasmosis


• Untuk wanita hamil (CDC):
– DOC: Spiramisin (trimester I dan II)
• Dosis: 100 mg/kgBB/hari selama 30-45 hari

– Pirimetamin/sulfadiazin & leucovorin (Trimester II


akhir & III) dan bila terdapat kemungkinan janin
terinfeksi (pemeriksaan cairan amnion pada minggu
18)
• Dosis Pirimetamin: 100 mg di hari 1  lanjut 25-50 mg/hari
• Dosis Sulfadiazin: 4 x 1 gram/hari
• Dosis Leucovorin (asam folat): 7.5 mg/hari selama 4-6
minggu

http://www.cdc.gov/parasites/toxoplasmosis/health_professionals/
153. Solusio Plasenta C

• Terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya


• Diagnosis
– Perdarahan kehitaman dan cair, syok tidak sesuai dengan
jumlah darah keluar (tersembunyi), anemia berat, gawat
janin/ hilangnya DJJ, uterus tegang dan nyeri

• Faktor Predisposisi
– Hipertensi
– Versi luar
– Trauma abdomen
– Hidramnion
– Gemelli
– Defisiensi besi
B

154. Plasenta Previa


• Perdarahan awal ringan, perdarahan ulangan lebih berat sampai
syok,umumnya perdarahan awal terjadi pada 33 minggu. Pada
perdarahan <32 minggu waspada infeksi traktus uri &
vaginitis, servisitis
• Klasifikasi:
– Plasenta letak rendah: plasenta pada segmen bawahuterus dengan tepi
tidak mencapai ostium internum.
– Plasenta previa marginalis: tepi plasenta letak rendahmencapai ostium
internum tetapi tidak menutupi ostiuminternum
– Plasenta previa partialis: plasenta menutupi sebagianostium internum
– Plasenta previa totalis (komplit): plasenta menutupiseluruh ostium
internum
A
155. Tatalaksana Preeklampsia-eklampsia
• Tatalaksana umum
– Semua ibu dengan preeklampsia maupun eklampsia harus dirawat masuk
rumah sakit

• Pertimbangkan persalinan atau terminasi kehamilan


– Induksi persalinan dianjurkan bagi ibu dengan preeklampsia berat dengan
janin yang belum viable atau tidak akan viable dalam 1-2 minggu.
– Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana janin sudah viable namun usia
kehamilan belum mencapai 34 minggu, manajemen ekspektan dianjurkan,
asalkan tidak terdapat kontraindikasi
– Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana usia kehamilan antara 34 dan 37
minggu, manajemen ekspektan boleh dianjurkan, asalkan tidak terdapat
hipertensi yang tidak terkontrol, disfungsi organ ibu, dan gawat janin. Lakukan
pengawasan ketat.
– Pada ibu dengan preeklampsia berat yang kehamilannya sudah aterm,
persalinan dini dianjurkan.
– Pada ibu dengan preeklampsia ringan atau hipertensi gestasional ringan yang
sudah aterm, induksi persalinan dianjurkan.

Sumber: Buku Kesehatan Ibu di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan
Tatalaksana Eklampsia

• Pencegahan dan Tatalaksana Kejang


– Bila terjadi kejang perhatikan prinsip ABCD
• MgSO4: tatalaksana kejang pada eklampsia dan
pencegahan kejang pada preeklampsia berat.
• Dosis: MgSO4 IV adalah 4 gram selama 20 menit untuk
dosis awal dilanjutkan 6 gram selama 6 jam untuk dosis
rumatan. Magnesium sulfat dapat diberikan IM dengan
dosis 5 gram pada bokong kiri dan 5 gram pada bokong
kanan.
• Syarat pemberian magnesium sulfat adalah terdapat
refleks patella, tersedia kalsium glukonas, dan jumlah
urin minimal 0,5 ml/kgBB/jam

Sumber: Buku Kesehatan Ibu di Fasilitas Pelayanan


Kesehatan Dasar dan Rujukan
A&C

156-157. Abortus: Tatalaksana Umum


• Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan
abortus dengan komplikasi, berikan kombinasi
antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48
jam:
– Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam
– Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
– Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
– Segera rujuk ibu ke rumah sakit .
– Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional dan
konseling kontrasepsi pasca keguguran.

– Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus.


158. Kehamilan Ektopik A

• Diagnosis
– Perdarahan pervaginam dari bercak hingga berjumlah
sedang, gejala syok hemoragik, nyeri abdomen dan pelvis,
nyeri goyang porsio, serviks tertutup
– Penegakkan diagnosis dibantu dengan pemeriksaan USG
 Tampak cairan pada rongga peritonium

• Faktor Predisposisi
– Riwayat KET sebelumnya, riwayat operasi di daerah tuba
dan/atau tubektomi, riwayat penggunaan AKDR,
infertilitas, riwayat inseminasi buatan atau teknologi
bantuan reproduktif (assisted reproductive
technology/ART), riwayat infeksi saluran kemih dan pelvic
inflammatory disease/PID, merokok, riwayat abortus
sebelumnya, riwayat promiskuitas, riwayat seksio sesarea
sebelumnya
Sumber: Buku Kesehatan Ibu di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Dasar dan Rujukan, 2013
E
159. Tatalaksana Hiperemesis
Gravidarum
• Tatalaksana umum Hiperemesis Gravidarum:
– Pertahankan kecukupan nutrisi ibu.
– Istirahat cukup dan hindari kelelahan

• Tatalaksana Medikamentosa
– Berikan 10 mg doksilamin dikombinasikan dengan 10 mg
piridoksin hingga 4 tablet per hari (2 tablet saat akan tidur, 1
tablet saat pagi dan 1 tablet saat siang)
– Dimenhidrinat 50-100 mg per oral atau supositoria 4-6 kali
sehari ATAU prometazine 5-10 mg 3-4 kali sehari per oral atau
supositoria dapat diberikan bila doksilamin tidak berhasil
– Bila masih tidak teratasi dapat diberikan Ondansetron 8 mg per
oral tiap 12 jam atau Klorpromazin 10-25 mg per oral atau 50-
100 mg IM tiap 4-6 jam bila masih belum teratasi dan tidak
terjadi dehidrasi.
Sumber: Buku Kesehatan Ibu di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Dasar dan Rujukan, 2013
C

160. Retensio plasenta


• Plasenta atau bagian-
bagiannya dapat tetap
berada dalam uterus
setelah bayi lahir.
• Sebab: plasenta belum
lepas dari dinding uterus
atau plasenta sudah lepas
tetapi belum dilahirkan
• Plasenta belum lepas:
kontraksi kurang kuat atau
plasenta adhesiva (akreta,
inkreta, perkreta)
C
161.
A&E
162 & 163. PERDARAHAN POST-PARTUM
Gejala dan Tanda Gejala dan Tanda yang Diagnosis
yang Selalu Ada Kadang-Kadang Ada kemungkinan
•Uterus tidak berkontraksi dan lembek •Syok Atonia uteri
•Tidak ada penonjolan uterus supra simfisis
•Perdarahan setelah anak lahir (perdarahan
pascapersalinan dini)
•Perdarahan segera setelah bayi lahir •Pucat Robekan jalan lahir
•Darah segar •Lemah
• Uterus kontraksi baik •Menggigil
•Plasenta lengkap •Presyok
•Teraba diskontinuitas portio atau dinding vagina
•Plasenta belum lahir setelah 30 menit •Tali pusat putus akibat traksi berlebihan Retensio plasenta
•Perdarahan segera •Inversio uteri akibat tarikan
•Uterus kontraksi baik •Perdarahan lanjutan
•Sub-involusi uterus •Anemia Sisa fragmen
•Nyeri tekan perut bawah •Demam (bila terinfeksi) plasenta /
•Perdarahan post partum lanjut Endometritis
(terinfeksi)
•Tidak terdapat penonjolan suprasimfisis ataupun pada •Neurogenik syok Inversio Uteri
perut bawah •Pucat dan limbung
•Uterus tidak teraba saat palpasi
•Lumen vagina terisi massa kenyal dengan penampakan
plasenta bagian fetal dan tali pusat (bila belum lepas)
C

164. Pemilihan KB
• Metode Barrier
– Dapat memicu reaksi alergi lateks, ISK dan keputihan
(diafragma

• Metode Hormonal
– Kontraindikasi pada gangguan KV, menyusui Eksklusif,
perdarahan pervaginam yang belum diketahui
penyebabnya, hepatitis, perokok, riwayat diabetes >
20 tahun, kanker payudara atau dicurigai, migrain dan
gejala neurologik fokal (epilepsi/riwayat epilepsi),
tidak dapat menggunakan pil secara teratur setiap
hari
D
165. Pil KB
• Pil KB Andalan diminum di hari pertama haid
• Satu tablet setiap hari pada waktu yang sama untuk
mengurangi kemungkinan efek samping
• Bila lupa minum 1 butir pil hormonal (berwarna kuning)
harus minum 2 butir pil hormonal segera setelah Anda
mengingatnya
• Apabila lupa meminum 2 butir/ lebih pil hormonal (berwarna
kuning)  minum 2 pilselama 2 hari berturut-turut dan+
gunakan kondom bila melakukan hubungan seksual atau
hindari hubungan seksual selama 7 hari
• Apabila lupa meminum 1 butir pil pengingat (berwarna putih)
maka buang pil pengingat yang terlupakan
A
166-167. Tablet Tambah Darah
• Tablet Tambah Daerah Generik dikemas dalam bungkus warna putih,
berisi 30 tab/bungkus

• Memenuhi spesifikasi
– Setiap tablet mengandung 200 mg Ferro Sulfat atau 60 mg besi elemental
dan 0,25 mg asam folat

• Pemakaian dan Efek Samping


– Minum dengan air putih, jangan minum dengan teh, susu atau kopi 
mengurangi penyerapan zat besi dalam tubuh
– Efek samping dari minum TTD adalah mual dan konstipasi, namun tidak
berbahaya
– Untuk menghindari efek mual dan konstipasi, dianjurkan minum TTD
menjelang tidur malam
– Lebih baik disertai makan buah dan sayur. Misalnya pepaya atau pisang
C

168. Perkiraan Tinggi Fundus Uterus


Usia Kehamilan Berdasarkan Diagram

Sumber:
http://www.gynob.co
m/fh.htm
B

169. Diagnosis Kehamilan Kembar


Pada anamnesa
• Ibu mengatakan perut tampak lebih buncit
dari seharusnya umur kehamilan
• Gerakan janin lebih banyak dirasakan ibu
hamil
• Uterus terasa lebih cepat membesar
• Pernah hamil kembar atau terdapat riwayat
keturunan.
Pemeriksaan Inspeksi dan Palpasi

• Kesan uterus lebih besar dan cepat


tumbuhnya dari biasa
• Teraba gerakan-gerakan janin lebih banyak
• Banyak bagian-bagian kecil teraba
• Teraba 3 bagian besar janin
• Teraba 2 balotemen
B

170. Kala Persalinan


Kala I
• Fase laten :
pembukaan sampai mencapai 3 cm (8 jam).
• Fase aktif :
pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung
sekitar 6 jam. Fase aktif terbagi atas :
1. fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4
cm.
2. fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm
sampai 9 cm.
3. fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai
lengkap (+ 10 cm).
B
171. Penanganan Kala I Fase Aktif
• Jika ibu tampak gelisah/kesakitan
– Biarkan ia berganti posisi sesuai keinginan, tapi jika di tempat tidur sarankan untuk
miring kiri
– Biarkan ia berjalan atau beraktivitas ringan sesuai kesanggupannya
– Anjurkan suami atau keluarga memjiat punggung atau membasuh
– muka ibu
– Ajari teknik bernapas

• Pasang infus intravena untuk pasien dengan:


– Kehamilan lebih dari 5
– Hemoglobin ≤9 g/dl atau hematokrit ≤27%
– Riwayat gangguan perdarahan
– Sungsang
– Kehamilan ganda
– Hipertensi
– Persalinan lama
– Isi dan letakkan partograf di samping tempat tidur atau di dekat pasien
– Lakukan pemeriksaan kardiotokografi jika memungkinkan
– Persiapkan rujukan jika terjadi komplikasi
Sumber: Buku Kesehatan Ibu di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Dasar dan Rujukan, 2013
A

172. Kista Pada Alat Reproduksi Wanita


Kista Bartholin Kista pada kelenjar bartholin yang terletak di kiri-kanan bawah
vagina,di belakang labium mayor. Terjadi karena sumbatan muara
kelenjar e.c trauma atau infeksi
Kista Nabothi (ovula) Terbentuk karena proses metaplasia skuamosa, jaringan endoserviks
diganti dengan epitel berlapis gepeng. Ukuran bbrp mm, sedikit
menonjol dengan permukaan licin (tampak spt beras)
Polip Serviks Tumor dari endoserviks yang tumbuh berlebihan dan bertangkai,
ukuran bbrp mm, kemerahan, rapuh. Kadang tangkai panjang sampai
menonjol dari kanalis servikalis ke vagina dan bahkan sampai
introitus. Tangkai mengandung jar.fibrovaskuler, sedangkan polip
mengalami peradangan dengan metaplasia skuamosa atau ulserasi
dan perdarahan.
Karsinoma Serviks Tumor ganas dari jaringan serviks. Tampak massa yang berbenjol-
benjol, rapuh, mudah berdarah pada serviks. Pada tahap awal
menunjukkan suatu displasia atau lesi in-situ hingga invasif.
Mioma Geburt Mioma korpus uteri submukosa yang bertangkai, sering mengalami
nekrosis dan ulserasi.
PID:Current concepts of diagnosis and management,Curr Infect Dis Rep, 2012
B&A

173-174. PELVIC INFLAMMATORY DISEASE


• Infeksi pada traktus genital atas wanita yang melibatkan
kombinasi antara uterus, ovarium, tuba falopi, peritonium
pelvis, atau jaringan penunjangnya.
• PID terutama terjadi karena ascending infection dari traktus
genital bawah ke atas
• Patogen: Dapat berupa penyakit akibat hubungan seksual atau
endogen (Tersering: N. Gonorrhea & Chlamydia Trachomatis)
• Faktor Risiko:
 Kontak seksual
 Riwayat penyakit menular seksual
 Multiple sexual partners
 IUD
PID:Current concepts of diagnosis and management,Curr Infect Dis Rep, 2012
D
175. Gejala Klinik Endometriosis
• Dismenore
– Timbul beberapa saat sebelum keluarnya darah haid,
berlangsung selama menstruasi dan progresif

• Subfertilitas/infertilitas

• Abortus spontan
– Meningkat 40% dibanding wanita normal 15-25%

• Keluhan lain
– Di kolon & rektum : distensi abdomen, kostipasi
– Di ureter : obstruksi, disuri, hematuri dll
144
176. Pemeriksaan Hipertiroid Pada A

Kehamilan

• Peningkatan kadar T4 total diatas 190 nmol/liter (15


ug/dl) menyokong diagnosis hipertiroid

• Kadar T4 bebas dan T3 bebas (fT4 dan fT3)


– Prosedur yang tepat karena tidak dipengaruhi oleh
peningkatan kadar TBG.
– Beberapa peneliti melaporkan bahwa kadar fT4 dan fT3
sedikit menurun pada kehamilan  kadar yang normal
saja mungkin sudah dapat menunjukkan hipertiroid

• Kadar TSH menurun karena feedback negatif


C
177
178. Efek TB pada Janin E

• Menurut Oster,2007 jika TB hanya mengenai


paru  risiko mengenai janin sedikit,
terutama bila diobati dengan OAT

• Bila tidak diobati  risiko bayi lahir dengan


berat lahir rendah (CDC)
A
179.
A&C
180-181. Adenoma Hipofisis Fungsional

• 52% merupakan tumor yang mengekskresikan


prolaktin

• Berdasarkan ukuran:
– Mikroadenoma: ukuran < 1 cm, lokasi masih dalam sella
turcica (belum menginvasi struktur lain)
– Makroadenoma: ukuran > 1 cm, sudah meluas dari sella
turcica (menginvasi struktur berdekatan)

• Gejala dan Tanda:


– Dapat menimbulkan efek kompresi pada optic chiasm
– Amenorea, galaktorea, infertilitas, osteoporosis
D

182. GDM: Screening

• Screening test
– 50 g, 1-hour glucose challenge
test (GCT)
• Screening thresholds
– 130mg/dL: 90% sensitivity
(23% screen positive)
– 140mg/dL: 80% sensitivity
(14% screen positive)
• If patient screens positive, she
goes on to take a 100 g, 3-hour
glucose tolerance test (OGTT)
GDM: Diagnosis
American Diabetes Association’s: Standards of Medical
Care in Diabetes—2010
– HbA1c = 6.5 %
– Fasting blood glucose >126mg/dL
– Random blood glucose >200mg/dL with classic symptoms
– A 75 gr, 2-hour plasma glucose level = 200 mg/dL OGTT
Tes Post Diagnosis
• Bila diagnosis GDM sudah tegak, maka
pemeriksaan selanjutnya berdasarkan
trimester:
– Trimester I: HbA1c, BUN, kreatinin serum, TSH,
kadar tiroksin bebas, rasio protein-kreatinin urin,
GDS kapiler
– Trimester II: Rasio protein-kreatinin urin (bila
abnormal di trimester I), HbA1c, GDS kapiler
– Trimester III: USG ukuran janin

http://emedicine.medscape.com/article/127547-overview
E

183. Masalah Menyusui: Puting Lecet


Untuk perawatan payudara, anjurkan ibu untuk
melakukan hal-hal berikut ini:

• Menjaga payudara (terutama puting susu) tetap kering dan bersih


• Memakai bra yang menyokong payudara
• Mengoleskan kolostrum atau ASI pada puting susu yang lecet
• Apabila lecet sangat berat, ASI dikeluarkan dan ditampung dengan
menggunakan sendok
• Menghilangkan nyeri dengan minum parasetamol 1 500 mg, dapat
diulang tiap 6 jam
• Ibu dianjurkan untuk tetap menyusui  mencegah terjadinya
bendungan asi pada payudara
A
184. Mastitis
• Inflamasi / infeksi payudara

Diagnosis
• Payudara (biasanya unilateral) keras,
memerah, dan nyeri
• Dapat disertai benjolan lunak
• Dapat disertai demam > 38 C
• Paling sering terjadi di minggu ke-3
dan ke-4 postpartum, namun dapat
terjadi kapan saja selama menyusui

Faktor Predisposisi
• Menyusui selama beberapa minggu setelah melahirkan
• Puting yang lecet
• Menyusui hanya pada satu posisi, sehingga drainase payudara tidak sempurna
• Bra yang ketat dan menghambat aliran ASI
• Riwayat mastitis sebelumnya saat menyusui
B
185. Menyusui dengan HIV
• Bila ibu positif terinfeksi HIV, bayi diberi ASI ekslusif jika:
– Bayi juga positif terinfeksi HIV, ATAU
– Ibu sudah minum antiretroviral selama minimal 4 minggu,
– ATAU
– Status HIV bayi negatif atau belum diketahui namun susu
– formula atau fasilitas untuk pemberiannya (air bersih dan sanitasi) tidak
tersedia)

• Bayi diberi susu formula jika:


– Status HIV bayi negatif atau belum diketahui
186. HPP Sekunder D
• Pemilihan cairan infus
– Resusitasi dengan cairan kristaloid dalam volume yang besar, baik normal salin
(NS/NaCl) atau cairan Ringer Laktat melalui akses IV
– NS (DOC)
• Biaya yang ringan kompatibilitasnya dengan sebagian besar obat dan transfusi darah
• Resiko terjadinya asidosis hiperkloremik sangat rendah dalam hubungan dengan
perdarahan post partum
– Bila dibutuhkan cairan kristaloid dalam jumlah banyak (>10 L)  dapat
dipertimbangkan pengunaan cairan Ringer Laktat.3

• Cairan mengandung dekstrosa, seperti D5%  tidak memiliki peran pada


penanganan perdarahan post partum

• Cairan koloid dalam jumlah besar (1.000 – 1.500 mL/hari) dapat


menyebabkan efek yang buruk pada hemostasis. Tidak ada cairan koloid
yang terbukti lebih baik dibandingkan NS, dan karena harga serta resiko
terjadinya efek yang tidak diharapkan pada pemberian koloid

• Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan
diperkirakan akan melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis pasien
menunjukkan tanda-tanda syok walaupun telah dilakukan resusitasi cepat3.
D

187. Karakteristik beberapa IMS


Penyakit Karakteristik
Gonorrhea Duh purulen kadang-kadang disertai darah. Diplokokus gram
negatif.
Trikomoniasis Duh seropurulen kuning/kuning kehijauan, berbau tidak
enak, berbusa. Strawberry appearance.
Vaginosis bakterial Duh berbau tidak enak (amis), warna abu-abu homogen,
jarang berbusa. Clue cells.
Kandidosis vaginalis Duh berwarna kekuningan, disertai gumpalan seperti kepala
susu berwarna putih kekuningan. Sel ragi, blastospora, atau
hifa semu.
Tatalaksana Bakterial Vaginosis
• Pada infeksi asimtomatik tidak perlu diberikan
terapi
• Pada infeksi simtomatik antibiotik merupakan
pilihan utama.
• Pilihan obat: metronidazole 2 x 500 mg
selama 7 hari atau 4 x 500 mg dosis tunggal.
Pada perempuan hamil 2 x 500 mg selama 7
hari atau 3 x 250 mg selama 7 hari

Sumber: http://emedicine.medscape.com/article/254342
188. Persalinan Lama B

• Penyebab persalinan lama: Tatalaksana


– Power: His tidak adekuat (his dengan • Power: Oksitosin
frekuensi <3x/10 menit dan durasi
dan/atau amniotomi
setiap kontraksinya <40 detik)
Pastikan tidak ada
– Passenger: malpresentasi, malposisi,
janin besar gangguan passenger
– Passage: panggul sempit, kelainan atau passage
serviks atau vagina, tumor jalan lahir • Passenger dan/atau Passage, serta
untuk Power yang tidak dapat diatasi
– Gabungan dari faktor-faktor di atas
oleh augmentasi persalinan  Tindakan
operatif (forsep, vakum, atau SC)

Power • Jika ditemukan obstruksi atau CPD 


SC
Passanger

Passage
188. Kala Persalinan
Sifat his pada berbagai fase persalinan
Kala 1 awal (fase laten)
Timbul tiap 10 menit dengan amplitudo 40 mmHg, lama 20-30 detik. Serviks terbuka sampai
3 cm. Frekuensi dan amplitudo terus meningkat.

Kala 1 lanjut (fase aktif) sampai kala 1 akhir


Terjadi peningkatan rasa nyeri, amplitudo makin kuat sampai 60 mmHg, frekuensi 2-4 kali /
10 menit, lama 60-90 detik. Serviks terbuka sampai lengkap (+10cm).

Kala 2
Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali / 10 menit. Refleks mengejan terjadi juga
akibat stimulasi dari tekanan bagian terbawah janin (pada persalinan normal yaitu kepala)
yang menekan anus dan rektum. Tambahan tenaga meneran dari ibu, dengan kontraksi otot-
otot dinding abdomen dan diafragma, berusaha untuk mengeluarkan bayi.

Kala 3
Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus menurun. Plasenta
dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun dapat juga tetap menempel (retensio)
dan memerlukan tindakan aktif (manual aid).
C
189. Pemantauan MgSO4
C

190. Amniotomi
• Definisi
– Tindakan untuk membuka selaput amnion dengan
jalan membuat robekan kecil yang akan melebar
spontan akibat adanya tekanan cairan dan rongga
amnion

• Indikasi
– Jika ketuban belum pecah dan pembukaan sudah
lengkap
– Akselerasi persalinan
– Persalinan pervaginam menggunakan instrumen
– Kasus solusio plasenta
C
191. Augmentasi Persalinan
• Masalah Power pada persalinan lama: bila
sudah ada kontraksi namun tidak adekuat 
augmentasi persalinan

• Definisi: Meningkatkan frekuensi, lama, dan


kekuatan kontraksi uterus dalam persalinan.
(Saifuddin, 2002).
C

192. Kenaikan BB pada Ibu Hamil


• Institute of Medicine Washington DC 1990,
merekomendasikan kenaikan BB selama kehamilan
berdasar BB sebelum hamil sebagai berikut:
Pada Pasien Ini
• IMT= 67/(1.79*1.79)
= 21.53 (normal)
• Kenaikan sejak hamil 3 bulan = 0.4 kg/minggu
• Kenaikan pada minggu 20 = 3.2 kg
• Kenaikan pasien hanya 2.5 kg  kurang 
konsul gizi
B
193. Farmakologi Terapi Malaria dan Kehamilan

• Malaria Falciparum
– Trimester pertama: Kuinin (hipoglikemia) dan klindamisin
– Trimester II-III: artemisin based combination (ACT)
• Malaria non Falciparum
– Semua trimester: klorokuin
– Kontraindikasi: primakuin  hemolisis sel darah merah
• Malaria Berat
• Kina  efek samping: hipoglikemia
• Profilaksis
– Klorokuin (sudah banyak resistensi), meflokuin
(rekomendasi untuk semua trimester)
– Kontraindikasi: doksisiklin dan primakuin
A
194. Histopatologi Kista Ovarium
Jenis Kista Histopatologi
Kista Folikuler Dilapisi oleh lapisan dalam berupa sel-sel granulosa
dan dilapisan luar berupa sel-sel teka interna
Kista Korpus Luteum Penumpukan cairan hasil resopsi darah yang berasal
dari perubahan korpus hemoragikum menjadi korpus
luteum

Kista Teka Lutein terdiri dari sel-sel teka yang mengalami proses
lutenisasi maupun yang tidak. Biasanya bilateral dan
berisi cairan berwarna jernih. Keluhan abdominal
tidak begitu nyata, meskipun terkadang dijumpai
keluhan nyeri panggul

Luteoma Kehamilan Membentuk lembaran-lembaran besar sel-sel lutein


dengan sitoplasma yang banyak dengan nuklei yang
seragam

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15583/1/mkn-sep2005-%20(10).pdf
B
195. Kala III
• Dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput ketuban

• Tanda-tanda pelepasan plasenta :


– Semburan darah dengan tiba-tiba: Karena penyumbatan
retroplasenter pecah saat plasenta lepas
– Pemanjangan tali pusat: Karena plasenta turun ke segmen
uterus yang lebih bawah atau rongga vagina
– Perubahan bentuk uterus dari diskoid menjadi globular
(bulat): Disebabkan oleh kontraksi uterus
– Perubahan dalam posisi uterus, yaitu uterus didalam
abdomen: Sesaat setelah plasenta lepas TFU akan naik, hal
ini disebabkan oleh adanya pergerakan plasenta ke
segmen uterus yang lebih bawah

(Depkes RI. 2004. Buku Acuan Persalinan Normal. Jakarta: Departemen Kesehatan)
Manajemen Aktif Kala III

Peregangan Tali Massase


Uterotonika Pusat Terkendali Uterus
• 1 menit setelah bayi • Tegangkan tali pusat ke arah • Letakkan telapak
lahir bawah sambil tangan yang tangan di fundus 
• Oksitosin 10 unit IM di lain mendorong uterus ke masase dengan
sepertiga paha atas arah dorso-kranial secara gerakan melingkar
bagian distal lateral hati-hati secara lembut hingga
• Dapat diulangi setelah uterus berkontraksi
15 menit jika plasenta (fundus teraba keras).
belum lahir
A

196.
E

197. Jadwal ANC


• Minimal 4 kali selama kehamilan dalam waktu
sebagai berikut (WHO):
– Trismester I : satu kali kunjungan (sebelum usia
kehamilan 14 minggu)
– Trismester II : satu kali kunjungan (usia kehamilan
antara 14-28 minggu)
– Trismester III : dua kali kunjungan (usia kehamilan
antara 28-36 minggu dan sesudah usia kehamilan
36 minggu).
B

198. ISK pada Kehamilan


B
199. Suplementasi Ibu Hamil
• 60 mg zat besi elemental segera setelah mual/muntah
berkurang

• 400 μg asam folat 1x/hari sesegera mungkin selama kehamilan



• Di area dengan asupan kalsium rendah, suplementasi kalsium
1,5-2 g/ hari dianjurkan untuk pencegahan preeklampsia bagi
semua ibu hamil, terutama yang memiliki risiko tinggi (riwayat
preeklampsia di kehamilan sebelumnya, diabetes, hipertensi
kronik, penyakit ginjal, penyakit autoimun, atau kehamilan
ganda)

• Pemberian 75 mg aspirin tiap hari dianjurkan untuk


pencegahan preeklampsia bagi ibu dengan risiko tinggi, dimulai
dari usia kehamilan 20 minggu
Sumber: Buku pelayanan kesehatan ibu di
fasilitas kesehatan dasar dan rujukan
200. Mioma Geburt
• Mioma submukosa pedinkulata: jenis mioma
submukosa yang mempunyai tangkai.

• Dapat keluar dari rongga rahim ke vagina


melalui saluran servik: mioma geburt atau
mioma yang dilahirkan
Mioma
Gejala dan Tanda:
• Perdarahan yang banyak dan lama selama masa haid
atau pun di luar masa haid
• Rasa nyeri karena tekanan tumor dan terputarnya
tangkal tumor, serta adanya infeksi di dalam rahim.
• Penekanan pada organ di sekitar tumor seperti
kandung kemih, ureter, rektum, organ panggul lain 
gangguan BAB atau BAK, pelebaran pembuluh darah
vena dalam panggul, gangguan ginjal
• Infertilitas karena terjadi penekanan pada saluran
indung telur
• Pada bagian bawah perut dekat rahim terasa kenyal.

Anda mungkin juga menyukai