Anda di halaman 1dari 19

BAB I

LAPORAN KASUS

1. Identitas pasien

No Rekam Medik : 110809

Tanggal : 7 Agustus 2018

Nama pasien : Tn. DN

Umur : 34 tahun

Seks : Laki - laki

Alamat : Loloda

2. Anamnesis

Keluhan utama: Nyeri dada kiri (VAS 7 -8)

Anamnesa: Dialami 1 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri dirasakan seperti tertindih
benda berat dengan frekuensi nyeri kurang lebih 10 menit. Nyeri dirasakan hilang timbul dan
tidak berkurang dengan istirahat. Nyeri juga dirasakan menjalar ke punggung dan lengan
kiri.pasien juga mengeluhkan keringat dingin dan disertai sesak nafas. Jantung berdebar debar (-)
mual muntah (-), Riwayat nyeri dada sebelumnya (-). Riwayat keluarga menderita keluhan yang
sama disangkal. Riwayat merokok (+) satu hari bisa menghabiskan 1 – 2 bungkus rokok.
Riwayat konsumsi minuman beralkohol disangkal. Riwayat penyakit hipertensi (-),DM (-),
Asma (-). Riwayat pengobatan sebelumnya disangkal.

Faktor Risiko PJK : perokok

Riwayat penyakit terdahulu : -

Riwayat pemakaian obat : Disangkal


3. STATUS PRESENS
KU : Sedang , Kesadaran : Compos Mentis
TD : 100/70 mmHg
HR : 84x/i regular
RR : 28 x/i
Suhu : 37,0C

Pemeriksaan Fisik :

Mata : anemia (-/-), ikterik (-/-)

Leher : TVJ : R + 2 cmH2O

Dinding toraks :
I : Simertis fusiformis
P : Nyeri Tekan (-), Massa Tumor (-)
P : Sonor pada kedua lapangan paru
A : SP : vesikuler pada lap. paru kanan & kiri
ST : ronki basah basal (-/-), wheezing (-)

Batas Jantung : - Atas : ICS III sinistra


- Kiri : LMCS
- Kanan : Linea sternalis dexta

Jantung : S1 (+) S2 (+) S3 (-) S4 (-) regular, Murmur (-)

Abdomen : Palpasi hepar/ lien/ renal : Tidak teraba , Asites : (-)

Ekstremitas : Superior : Sianosis (-), Clubbing (-)

Inferior : Edema pretibial (-/-), Pulsasi arteri (+)

Akral : Hangat
4. Pemeriksaan Penunjang

Elektrokardiografi :
7/8/2018

8/8/2018
9/8/2018

Foto Thorax (9/8/2018)


Laboratorium (7/8/2018)

Leukosit : 13,3 x 103 /mm3

Eritrosit : 5,79 x 106 /mm3

Hemoglobin : 16,4 g%

Hematokrit : 48,7 %

Trombosit : 166 x 103/mm3

GDS : 120 mg/dl

Ureum : 39 mg/dl

Kreatinin : 1,2 mg/dl

SGOT : 350 u/l

SGPT : 109 u/l

Kolesterol Total : 139 mg/dl

Trigliserida : 67 mg/dl

HDL Kolesterol : 38 mg/dl

LDL Kolesterol : 88 mg/dl

Asam Urat : 4,9 mg/dl

5. Diagnosa

Diagnosa kerja : STEMI anteroseptal Killip 1


Differential Diagnosa : - Miokarditis
- Perikarditis
6. Terapi

 Bed rest
 O2 1 – 2 LPM
 Nacl 0,9% 1 kolf/24 jam
 ISDN 3 x 5 mg
 Aspilet 80 mg 1x1
 Clopidogrel 75 mg 1x1
 Ranitidin 2x1 ampul
 Simvastatin 20 mg 0-0-1
 Alprazolam 0,5 mg 0-0-1
 Injeksi Fondaparinux 2,5mg/24 jam

7.Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

8. Follow Up

Tanggal Keterangan
7/8/2018 S : Nyeri dada (+), sesak (+), Nyeri Ulu hati (-)
O : keadaan umum sedang, kesadaran : compos mentis
TD : 100/70 mmHg P : 28x/i
N : 84x/i S : 37,00 C
A : STEMI anteroseptal Killip 1
P : Bed rest
O2 1 – 2 LPM
Nacl 0,9% 1 kolf/24 jam
ISDN 3 x 5 mg
Aspilet 80 mg 1x1
Clopidogrel 75 mg 1x1
Ranitidin 2x1 ampul
Simvastatin 20 mg 0-0-1
Alprazolam 0,5 mg 0-0-1
Injeksi Fondaparinux 2,5mg/24 jam
8/8/2018 S : nyeri dada berkurang, sesak berkurang
O : keadaan umum sedang, kesadaran : compos mentis
TD : 110/70 mmHg P : 26x/i
N : 82x/i S : 37,00 C
A : STEMI anteroseptal Killip 1
P : Bed rest
O2 1 – 2 LPM
Nacl 0,9% 1 kolf/24 jam
ISDN 3 x 5 mg
Aspilet 80 mg 1x1
Clopidogrel 75 mg 1x1
Ranitidin 2x1 ampul
Simvastatin 20 mg 0-0-1
Alprazolam 0,5 mg 0-0-1
Injeksi Fondaparinux 2,5mg/24 jam
9/8/2018 S :nyeri dada ( - ), Sesak (-)
O: Keadaan umum sedang, kesadaran : compos mentis
TD : 110/70 mmHg P :22x/1
N : 80x/I S : 36,5 0 C
A: STEMI anteroseptal Killip 1
P : Bed rest
O2 (K/P)
RL 2 kolf/24 jam
ISDN (K/P)
Aspilet 80 mg 1x1
Clopidogrel 75 mg 1x1
Ranitidin 2x1 ampul
Simvastatin 20 mg 0-0-1
Alprazolam 0,5 mg 0-0-1

10/8/2018 S:-
O : keadaan umum baik, Kesadaran : compos mentis
TD : 110/70 mmHg P : 20x/i
N : 80x/I S : 36,5 0 C
A : STEMI anteroseptal killip 1
P : Aff Infus
Clopidogrel 75 mg 1x1
Simvastatin 10 mg 0-0-1
Aspilet 80 mg 1x1
Alprazolam 0,5 mg 0-0-1
Rawat Jalan
BAB II

DISKUSI KASUS

I. PENDAHULUAN

Acute coronary syndrome diklasifikasikan berdasarkan ada atau tidak adanya ST elevasi. ST
elevasi biasanya menggambarkan sumbatan akut pada arteri koroner oleh trombus. Terapi yang
paling efekstif antara lain adalah rekanalisasi arteri yang tersumbat secepat mungkin dengan
(1).
percutaneous coronary intervention (PCI) atau dengan terapi thrombolitik. Di seluruh dunia,
coronary artery disease (CAD) merupakan penyebab kematian tersering. Lebih dari 7 juta orang
meninggal setiap tahunnya karena CAD, terhitung sekitar 12.8% dari semua kematian. Setiap 6
pria dan 7 wanita di Eropa akan meninggal karena infark myocard. (2)

STEMI yang merupakan singkatan dari ST Elevated myocardialinfarction merupakan sebuah


tipe serangan jantung. Infark myocard (serangan jantung) terjadi ketika sebuah arteri koroner
terblok parsial oleh bekuan darah, yang menyebabkan beberapa otot jantung yang disuplai oleh
arteri tersebut mengalami infark (mati). STEMI merupakan bagian dari kelompok kelainan pada
jantung yang disebut sebagai acute coronary syndromes yang terdiri atas angina pektoris tak
(3)
stabil, IMA tanpa elevasi segmen ST, dan IMA dengan elevasi ST. Insidens STEMI telah
menurun selama 20 tahun terakhir. Mortalitas di rumah sakit akibat acute coronary syndrome
telah menurun dari sekitar 20% menjadi sekitar 5%, karena perbaikan terapi dan cepatnya
didapatkan terapi yang efektif. (4)

Pada STEMI, arteri koroner hampir tertutup sempurna oleh bekuan darah, sehingga
menyebabkan hampir semua bagian otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut mulai
mengalami kematian. Tipe gagal jantung yang berat ini memiliki karakteristik pada EKG yaitu
peningkatan segmen ST. (3)

II. PATOFISIOLOGI

Faktor resiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah yaitu usia, jenis kelamin, ras,
dan riwayat keluarga. Sedangkan faktor resiko yang
masih dapat diubah sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik, antara lain
kadar serum lipid, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa, dan diet yang tinggi lemak
jenuh, kolesterol, serta kalori. (6)

Mekanisme utama terjadinya acute coronary syndrome adalah proses thrombosis akut akibat
rupturnya plak aterosklerosis yang menyebabkan sumbatan mendadak aliran darah koroner.
Penyebab non-aterosklerotik lainnya seperti arteritis, trauma, diseksi, thromboemboli, kelainan
kongenital, kokain, serta komplikasi tindakan kateterisasi jantung. (7)

Kejadian infark myocard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian ruptur
dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai dengan pembentukan
bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri. Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam
lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah ke
distal dari tempat penyumbatan terjadi. (8)

Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II, hipertensi, reactive
oxygen species, dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotelial. Pemaparan
terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injury bagi sel endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-
sel tidak dapat lagi memproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang bekerja
sebagai vasodilator, anti-thrombotik dan anti-proliferasi. Sebaliknya, disfungsi endotel justru
meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan angiotensin II yang berperan dalam
migrasi dan pertumbuhan sel. (8)

Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi thrombus di arteri koroner, maka terjadi
infark myocard tipe elevasi segmen ST (STEMI). Perkembangan perlahan dari stenosis koroner
tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh
darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat dengan
cepat. (9)

III. DIAGNOSIS

Diagnosis infark myocard bergantung kepada hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis,
pengukuran marker biokimia kerusakan otot jantung (khususnya Troponin), dan hasil
(10)
pemeriksaan EKG. Dari anamnesis, diagnosis infark myocard biasanya didasarkan pada
riwayat nyeri dada selama 20 menit atau lebih di daerah substernal, tidak hilang dengan istirahat
dan tidak berespon terhadap nitrogliserin. Ciri khas lain adalah nyeri yang menjalar ke leher,
rahang bawah, atau tangan kiri. Nyerinya tidak berat. Beberapa pasien datang dengan gejala yang
(2, 7)
lebih ringan, seperti mual/muntah, sesak nafas, kelelahan, palpitasi, atau pingsan. Pasien
juga sering mengalami keringat malam. Pada sebagian kecil pasien (20% sampai 30%) IMA
tidak menimbulkan nyeri dada. Silent AMI ini terutama terjadi pada pasien dengan diabetes
mellitus dan hipertensi serta pada pasien berusia lanjut. (5, 11)

Dari pemeriksaan fisis, didapatkan pasien tampak cemas dan tidak bisa beristirahat (gelisah)
dengan ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit
dan banyak keringat merupakan kecurigaan kuat adanya STEMI. (5)

Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana pasien STEMI
tetapi tidak boleh menghambat implementasi terapi reperfusi. Pemeriksaan penanda kerusakan
jantung yang dianjurkan adalah creatinin kinase (CK)MB dan Troponin T atau I yang merupakan
biomarker pilihan karena sensitifitas dan spesifitas yang tinggi untuk nekrosis myocard.
Peningkatan kadar Troponin I atau Troponin T pada pasien dengan riwayat kemungkinan infark
myocard berarti bahwa telah terjadi infark. (2, 5, 10)

Terjadinya Perubahan EKG pada Infark Myocard

Alur perubahan karakteristik infark myocard adalah sebagai berikut : (10)

• EKG normal

• Elevasi segmen ST

• Pembentukan gelombang Q

• Segmen ST kembali ke baseline

• Gelombang T menjadi inverted

Lead EKG yang menunjukkan perubahan tipikal dari infark myocard tergantung dari bagian
jantung yang mengalami gangguan. (10)
ST elevasi pada infark myocard akut yang diukur dari J point harus ditemukan pada 2 lead
yang sama dan harus ≥ 0.25 mV pada pria berusia < 40 tahun, ≥ 0.2 mV pada pria berusia > 40
tahun, atau ≥ 0.15 mV pada wanita di lead V2-V3 dan/atau ≥ 0.1 mV pada lead lainnya. (2)

Tabel 1 – Penentuan Lokasi Infark Myocard (7)

Infark myocard anterior jarang memiliki aliran darah kolateral yang adekuat dan sering
mengalami iskemik yang besar serta stress dinding myocard yang tinggi. ST elevasi persisten
pada infark myocard fase akut dianggap sebagai penanda iskemik yang masih terus berlangsung.
ST elevasi persisten juga sering diikuti oleh gelombang T inverted persisten. (1)

Diagnosis STEMI yang cepat merupakan kunci keberhasilan terapi. Monitoring EKG harus
dimulai secepat mungkin pada pasien yang dicurigai menderita STEMI untuk mendeteksi adanya
aritmia yang dapat membahayakan jiwa. (2)
IV. DIFERENSIAL DIAGNOSIS

Beberapa diagnosis banding STEMI adalah sebagai berikut : (7)

• Diseksi aorta

• Emboli paru

• Perforasi ulkus

• Tension pneumothorax

• Ruptur esofagus mediastinitis

• Pericarditis

• Angina atipikal

• Myocarditis

• Kardiomyopati hipertrofi

• Gatroesophageal reflux (GERD).


• Serangan panik

• Somatisasi dan gangguan psikogenik

V. TERAPI

Tujuan utama penatalaksanaan IMA adalah mendiagnosis secara cepat, menghilangkan nyeri
dada, menilai dan mengimplementasikan strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, memberi
antithrombotik dan anti platelet, serta memberi obat penunjang. Terdapat beberapa pedoman
(guideline) penatalaksanaan STEMI yaitu dari ACC/AHA dan ESC, tetapi perlu disesuaikan
dengan kondisi sarana / fasilitas di masing-masing tempat dan kemampuan ahli yang ada. (12)

Tatalaksana awal di ruang emergensi (10 menit pertama setelah pasien datang) (7)

• Tirah baring (bed rest total)

• Oksigen 4 L/menit (saturasi O2 dipertahankan > 90%)

• Aspirin 160-325 mg (dikunyah) dilanjutkan dengan 75-162 mg per hari

• Nitrat 5 mg sublingual (dapat diulang 3 kali) lalu drips bila masih nyeri

• Clopidogrel 300 mg per oral (jika belum pernah diberikan)

• Morfin IV bila nyeri tidak teratasi dengan nitrat

• Tentukan pilihan revaskularisasi (memperbaiki aliran darah koroner) dan reperfusi myocard
harus dilakukan pada pasien STEMI akut dengan presentasi ≤ 12 jam.

Tatalaksana umum

Oksigen (sungkup atau nasal canule) harus diberikan pada pasien yang sesak nafas, hipoksik,
atau yang juga menderita gagal jantung, serta pada pasien yang saturasi oksigennya < 90%.
Pertanyaan mengenai apakah oksigen juga harus diberikan kepada pasien tanpa sesak nafas atau
gagal jantung masih belum jelas. Monitoring saturasi oksigen dapat sangat membantu untuk
memutuskan apakah pasien membutuhkan bantuan oksigen atau ventilator. Semua pasien
STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama. (2, 13)

Mengurangi nyeri sangat penting karena nyeri berhubungan dengan aktivasi simpatik yang
menyebabkan vasokonstriksi dan peningkatan beban kerja jantung. Titrasi opioid IV (seperti
morfin) merupakan obat yang paling sering digunakan. Morfin dapat diberikan dengan dosis 2-4
mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Tidak boleh
diberikan dalam bentuk injeksi IM. Efek sampingnya dapat berupa mual dan muntah, hipotensi
dengan bradikardi, dan depresi pernafasan. Obat antiemetik dapat diberikan bersamaan dengan
opioid untuk mengurangi mual. (2, 13)

Percutaneous Coronary Intervention

Intervensi koroner perkutan (angioplasti atau stenting) tanpa didahului fibrinolitik disebut
PCI primer (primary PCI). PCI efektif dalam mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan
pada beberapa jam pertama infark miokard akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolitik dalam
membuka arteri koroner yang tersumbat dan memiliki outcome klinis jangka pendek dan jangka
panjang yang lebih baik. PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama pada
pasien < 75 tahun), resiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2
atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolitik.
Namun, PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan
tersedianya sarana, hanya pada beberapa rumah sakit. (2, 14)

Fibrinolitik

Terapi fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door to needle time < 30
menit) bila tidak terdapat kontraindikasi. Tujuan utamanya adalah merestorasi patensi arteri
koroner dengan cepat. Terdapat beberapa macam obat fibrinolitik antara lain tissue plasminogen
activator (tPA), streptokinase, tenekteplase (TNK), reteplase (rPA), yang bekerja dengan memicu
konversi plasminogen menjadi plasmin yang akan melisiskan trombus fibrin. (14)
Fibrinolitik dianggap berhasil jika terdapat resolusi nyeri dada dan penurunan elevasi segmen
ST > 50% dalam 90 menit pemberian fibrinolitik. Fibrinolitik tidak menunjukkan hasil pada
graft vena, sehingga pada pasien pasca CABG yang datang dengan IMA, cara reperfusi yang
lebih disukai adalah PCI. (14)

Kontraindikasi terapi fibrinolitik : (7, 14)

A. Kontraindikasi absolut

1. Setiap riwayat perdarahan intraserebral

2. Terdapat lesi vaskular serebral struktural (contoh : malformasi AV)

3. Terdapat neoplasma ganas intrakranial

4. Stroke iskemik dalam 3 bulan kecuali stroke iskemik akut dalam 3 jam

5. Dicurigai adanya diseksi aorta

6. Perdarahan aktif atau diastasis berdarah (kecuali menstruasi)

7. Trauma muka atau kepala tertutup yang bermakna dalam 3 bulan

B. Kontraindikasi relatif

1. Riwayat hipertensi kronik berat, tak terkendali

2. Hipertensi berat tak terkendali saat masuk (TDS > 180 mmHg atau TDD > 110 mmHg)

3. Riwayat stroke iskemik sebelumnya > 3 bulan, demensia, atau diketahui ada patologi
intrakranial yang tidak termasuk kontraindikasi

4. Resusitasi jantung paru traumatik atau lama (> 10menit) atau operasi besar (< 3 minggu)

5. Perdarahan internal baru dalam 2-4 minggu

6. Pungsi vaskular yang tak terkompresi

7. Untuk streptase / anisreplase : riwayat penggunaan > 5 hari sebelumnya atau reaksi alergi
sebelumnya terhadap obat ini
8. Kehamilan

9. Ulkus peptikum aktif

Obat fibrinolitik :

1) Streptokinase : Merupakan fibrinolitik non-spesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan dengan
SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena telah terbentuknya antibodi. Reaksi alergi
tidak jarang ditemukan. Manfaat mencakup harganya yang murah dan insidens perdarahan
intrakranial yang rendah. (15)

2) Tissue Plasminogen Activator (tPA, alteplase) : Penelitian oleh Global Use of Strategies to
Open Coronary Arteries (GUSTO-1) menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15%
pada pasien yang mendapatkan tPA dibandingkan SK. Namun, tPA harganya lebih mahal
dibanding SK dan resiko perdarahan intrakranial sedikit lebih tinggi. (16)

3) Reteplase (retevase) : Penelitian INJECT menunjukkan efikasi dan keamanan sebanding SK


dan sebanding tPA pada penelitian GUSTO III dengan dosis bolus lebih mudah karena waktu
paruh yang lebih panjang. (17)

4) Tenekteplase (TNKase) : Keuntungannya mencakup memperbaiki spesifisitas fibrin dan


resistensi tinggi terhadap plasminogen activator inhibitor (PAI-1). Laporan awal dari TIMI 1-B
menunjukkan tenekteplase mempunyai laju TIMI 3 flow dan komplikasi perdarahan yang sama
jika dibandingkan dengan tPA. (17)

VI. PROGNOSIS

Mortalitas rata-rata STEMI adalah sebesar 30%, dengan 25 hingga 30% dari pasien yang
meninggal tersebut meninggal sebelum sampai di rumah sakit (umumnya karena fibrilasi
ventrikel). (18)
DAFTAR PUSTAKA

1. Pie´rard LA. ST elevation after myocardial infarction: what does it mean? Heart Journal.
November 2007;93(11):1329–30.

2. Steg PG, James SK, Atar D, Badano LP, Blo¨mstrom-Lundqvist C, Borger MA, et al. ESC
Guidelines for the management of acute myocardial infarction in patients presenting with ST-
segment elevation. European Heart Journal. 24 August 2012;33(20):2569-619.

3. STEMI - ST Segment Elevation Myocardial Infarction [Internet]. 2014 [cited 29 July 2014].
Available from: http://heartdisease.about.com/od/heartattack/g/STEMI.htm.

4. NICE. Myocardial infarction with ST-segment elevation : The acute management of


myocardial infarction with ST-segment elevation. NICE Clinical Guideline. July 2013;167.

5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta:
Interna Publishing; 2010.

6. Santoso M, Setiawan T. Penyakit Jantung Koroner. 147 ed: Cermin Dunia Kedokteran; 2005.
7. Dharma S. Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
ECG; 2009.

8. Ramrakha P, Moore K. Oxford Handbook of Acute Medicine 2nd Edition. Oxford, England:
Oxford University Press; 26 October 2006.

9. Antman EM, Braunwald E. ST-Segment Elevation Myocardial Infarction. In: Kasper DL,
Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL. Harrison’s Principles of Internal
Medicine 16th Ed. USA: McGraw-Hill; 2005. p. 1449-50.

10. Hampton JR. The ECG in Practice, 4th Edition. London: Elsevier Science Limited -
CHURCHILL LIVINGSTONE; 2003.

11. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
ECG; 2007.

12. Longo D, Fauci A, Kasper D, Hauser S, Jameson J, Loscalzo J. Harrison's Principles of


Internal Medicine, 18th Edition: McGraw-Hill; July 2011.
13. Antman EM, Hand M, Armstrong PW. Focused update of the ACC/AHA 2004 guidelines for
the management of the patients with ST- elevation myocardial infarction : A report of the
American College of Cardiology American Heart Association Task Force on Practice
Guidelines. AHA Journal. 2008;51:210–47.

14. Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. Braunwald’s Heart Diseases: A Textbook of
Cardiovascular Medicine. Philadelphia: Elsevier; 2008.

15. Fesmire FM, Bardy WJ, Hahn S. Clinical policy: indications for reperfusion therapy in
emergency department patients with suspected acute myocardial infarction. Journal of
Emergency Medicine. 2006(48):358–83.

16. Rieves D, Wright G, Gupta G. Clinical Trial (GUSTO-1 and INJECT) Evidence of Earlier
Death for Men thanWomen after Acute Myocardial Infarction. American Journal of Cardiology.
2000(85):147-53.

17. International Joint Efficacy Comparison of Thrombolytics. Randomized, Double-blind


Comparison of Reteplase Doublebolus Administration with Streptokinase in Acute Myocardial
Infarction. Lancet. 1995(346):329-36.

18. Acute Coronary Syndromes (ACS) [Internet]. The MERCK Manual. May 2013 [cited 03
August2014].Availablefrom:http://www.merckmanuals.com/professional/cardiovascular_disorde
rs/coron ary_artery_disease/acute_coronary_syndromes_acs.html.

Anda mungkin juga menyukai