Anda di halaman 1dari 14

RESUME INDONESIA’S ECONOMIC OUTLOOK 2019

AND KEY ECONOMIC CHALLENGES

TUGAS MATA KULIAH


PEREKONOMIAN INDONESIA

Oleh :
SHINTA NIKHLATURRIFQYAH (180810301117)

Program Studi Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Jember
Tahun 2019/2020
A. OUTLOOK INDONESIA DAN KUNCI TANTANGAN INDONESIA
1. Geopolitik Global dan Ketidakpastian Ekonomi
a) Trumponomics
Kebijakan ekonomi yang dibuat oleh Donald Trump seperti: (1) tarif baru yang
dibuat (mesin cuci (20%) dan panel surya (30%); alumunium (10%) dan baja
(25%); daftar produk China senilai $ 34 miliar (25%), $ 16 miliar (25%), dan $200
miliar (10%)); (2) tren apresiasi Dollar AS (fiskal meningkat pertumbuhan simulus;
membuat investasi di AS lebih menarik; AS dihargai sebagian besar terhadap mata
uang EM);
b) Geopolitik (prospek Brexit tanpa kesepaktan yang meningkat sehingga
menyebabkan mata uang pound merosot lebih dari 1% terhadap dolar AS. ;
ketegangan timur tengah yang memeberikan pengaruh terhadap harga minyak di
dunia; pemilu di negara berkembang)
c) Kebijakan moneter AS
Terdiri dari: (1) normalisasi kebijakan moneter (100 bps meningkatkan pada tahun
2018, dua kali setahun dan tidak lebih pada tahun 2020); (2) penurunan neraca
(neraca Fed akan menyusut dari $ 4.5 tahun ke $ 2.5-3 tahun. Hal ini tampaknya
dikarenakan tutupnya sebagian pelayanan masyarakat (government shutdown) yang
berlangsung sepanjang 35 hari.
Kala itu dikarenakan ditolaknya anggaran pembangunan tembok batas AS-Meksiko
yang diajukana oleh Presiden AS, Donald Trump,pemerintahan terpaksa ditutup
karena tidak memiliki anggaran yang sah. Akibatnya, lebih dari 800.000 pegawai
negeri sipil(PNS) tidak mendapatkan gaji. Selain itu kontrak-kontrak pemerintah
dengan swasta juga terpaksa diberhentikan untuk sementara.
d) Ekonomi China
(1) China inklusi di beberapa Keuangan Global Indeks (baik dipasar ekuitas dan
obligasi yang dapat menyebabkan EM dilusi berat; IPO Aramco rencana (ukuran
tiket besar), mungkin juga mencairkan berad EM di indeks); (2) Perlambatan
ekonomi di China lantaran terlibat perang dengan AS yang menyebabkan
perekonomian negara-negara lainnya mengalami tekanan. (pertumbuhan PDB
China diperkirakan melambat dari 6.9% tahun lalu menjadi 6.6% tahun ini dan
6.4% tahun depan); (3) Melemahnya Yuan (kemungkinan devaluasi kompetitif di
ambang perang dagang dengan AS; (4) Tingkat utang yang berlebihan (stimulus
fiskal agresif bisa menambah tingkat utang yang berlebihan).
2. Dampak Pengetatan Moneter Global dan Perang Dagang
Global moneter pengetatan dan perdagangan perang akan memperlambat
pertumbuhan ekonomi global. Adanya perang dagang antara China dan AS
mengakibatkan penurunan volume trade global. Perang dagang tersebut mengakibatkan
AS da China mengurangi ekspor mereka dari berbagai negara dan menambah impor
mereka. China mengupayakan adanya pemberian hutang dan memberikan investasi
kepada berbagai negara. Mengakibatkan China mengalami pertumbuhan ekonomi yang
cukup tingggi dibandingkan dengan AS sehingga mengakibatkan keseimbangan
pertumbuhan ekonomi dunia. Karena hal itu terjadi perkiraan turunnya demand global
yang mengakibatkan naiknyanya harga beberapa komoditas. Hal ini juga diperkirakan
akan mengakibatkan perlambatan ekonomi hampir diseluruh dunia.
3. Perkiraan dan data makro ekonomi terbaru
Indikator makro sebagian besar lebih baik yang diharapkan
Menurut data terbaru
 CAD memberikan kontribusi sebesar 3.02% terhadap PDB pada tahun 2018; YTD
sebesar 2.63% terhadap PDB; prognosis 2018 sebesar 2.88% terhadap PDB
 Pertumbuhan PDB memberikan kontribusi sebesar 5,17% terhadap yoy pada tahun
3Q18; YTD sebesar 5.17% terhadap yoy; dan untuk prognosis 2018 sebesar 5.18%
terhdap yoy.
 Inflasi memberikan kontribusi sebesar 3.16% terhadap yoy pada november 18;
YTD sebesar 2.22% terhadap yoy; serta prognosis sebesar 6.00% terhadap yoy.
4. Tekanan BoP: adalah Faktor Global, Dalam Negeri, atau Keduannya
Investasi telah menyebabkan modal impor barang meningkat, sementara harga
minyak yang lebih tinggi membuat minyak impor meningkat, lebih tinggi dari
pertumbuhan total ekspor dan impor. Data Pertamina menunjukan,dari total konsumsi
bahan bakar minyak di Indonesia sebanyak 1.6 juta barelper hari(bph), hanya 850 ribu
bph yang dapat diproduksi di dalam negeri sehingga sisanya diimpor. Bahkan dari 850
ribu bph yang diproduksi di kilang pertamina, hanya 60% bahan baku berupa minyak
mentah dalam negeri. Sisanya, sekitar 40% minyak mentah juga diimpor.
Pada per September 2018, modal impor tertinggi berasal dari impor minyak sebesar
40% YoY yang pada periode sebelumnya mengalami penurunan. Yang kedua terdapat
total impor sebesar lebih dari 20% YoY. Selanjutnya modal barang impor sebesar 20%
YoY dan cenderung stabil dari periode sebelumnya. Dan yang terakhir terdapat total
expor yang cenderung stabil dari periode sebelumnya dengan indeks kurang dari 10%
YoY.
Total top 10 Impor di Indonesia adalah produk minyak dan Petroleum (14.4%); Mesin
listrik dan Aparatur (6.1%); Besi dan Baja (5.7%); Jendela Industri Mesin dan Peralatan
(5.2%); Kendaraan Jalan (4.7%); Telekomunikasi dan reproduksi Aparatur (4.5%);
Mesin terwujud khusus untuk Industri Tertentu (4.4%); Textil Benang , Kain, dan
Produk mereka (3.7%); dan Kimia Organik (3.6%).
Total top 10 Ekspor di Indonesia adalah produk Arang, Minuman Bersoda, dan Briket
(13,5%); Minyak Sayur (10.4%); Gasalam dan yang diproduksi (5.9%); Bijih Logam
dan Metal Scrap (5.0%); Pakaian (4.9%); Produk Minyak dan Petroleum (4.1%);
Kendaraan Jalan (4.0%); Mesin Listrik dan Aparatur (3.5%); Kimia Organik (3.4%);
Besi dan Baja (3.3%).
5. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih sangat tergantung pada prospek harga
komoditas. Setiap kenaikan 1 poin dalam indeks harga komoditas memberikan
kontribusi untuk peningkatan 0.004 % pertumbuhan ekonomi Indonesia. Indonesia
diharapkan untuk menciptakandinamia ekonomi. Yaitu dengan melakukan
pembangunan infrastruktur sehingga pemerataan ekonomi dapat terjadi. Dengan
pemerataan ekonomi, maka diharapkan ekonomi Indonesia tidak hanya bergantung pada
komoditas terutama untuk pulau Sumatra, Kalimantan, dan Papua.
6. Kekhawatiran Domestik dan Perubahan Paradigma
a) Tiga Kekhawatiran Domestik
 Perlambatan ekonomi di tengah rendahnya tingkat produktivitas, meskipun
meningkatkan EoDB,tapi kurang strategi Industri
 Eksternal Tekanan Balance: meningkatnya impor (bahan baku) dan perang
perdagangan, di tengah pengetatan likuiditas global
 Tekanan pada Pasar Keuangan; pasar volatile,resiko kualias aset penularan
& melemahnya bank.
b) Lima Perubahan Paradigma
 Kepulauan Konsep: inter konektivitas, mengurangi biaya logistik &
pembangunan daerah,sehingga pembangunan infrastruktur (mulai dari
pinggiran)
 Mengurangi Ketergantungan pada Komoditas Mentah: mencari daerah
ekspansi ekspor dan sumber-sumber baru pendapatan fiskal
 Realokasi Sumber Daya Langkah: mengubah program subsidi harga umum
dan program subsidi yang langsung ditargetkan.
 Meningkatnya Peran BUMN dalam Pembangunan Ekonomi; sebagian
untuk mempercepat proyek-proyek infrastruktur dan untuk melampaui
aturan fiskal.
 Mempromosikan Ekonomi Mariti: jasa perikanan (induustri) dan pariwisata
7. Pemfokusan Anggaran Belanja Negara Tahun 2019
Pada tahun 2018 pengeluaran belanja negara lebih banyak dibelanjakan untuk
subsidi energi sebesar 67.4% hal ini dikarenakan adanya kenaikan harga minyak mentah
di pasar dunia sejak awal 2018, melemahnya nilai tukar rupiah, miningkatnya
pembayaran subsidi untuk BBM jenis solar, dan pembayaran utang subsidi listrik pada
tahun lalu . Lalu untuk sosial sebesar 45.1%. Pembayaran bunga 15.2%. Material
sebesar 9.6%. Personil Bahan 9.5%.
Menurut Kementrian Keuangan, RAPBN 2019 memiliki empat fokus utama, yaitu:
peningkatan investasi di bidang pendidikan untuk meningkatkan kualitas SDM;
Penguatan program perlindungan sosial; Akselerasi pembangunan infrastruktur untuk
pemerataan pembangunan dan pemanfaatan berbagai potensi ekonomi daerah; dan
Reformasi birokrasi melalui simplifikasi dan kemudahaan investasi dan ekspor. Pada
tahun 2019 yang masih berjalan sementara ini, pengeluaran belanja negara dikeluarkan
lebih banyak pada sosial 28,6%. Lalu modal pembayaran 10.4%. Pembayaran bunga
9.4%. personil 7.6%.
Terdapat 7 program untuk mendukung peningkatan kesehjahteraan masyarakat:
 Dana Desa, pada tahun 2018 APBN yang dikeluarkan sebesar 60 triliun dengan
target 74.957 desa. Sedangkan untuk RAPBN, jumlah yang dianggarkan 73,0
triliun dengan target 74.957 desa.
 PKH (Program Keluarga Harapan), pada tahun 2018 APBN yang dikeluarkan
sebesar 17.3 triliun dengan target 10 juta keluarga. Sedangkan untuk RAPBN
2019, jumlah yang dianggarkan 34.4 triliun dengan terget 10 juta keluarga.
 JKN (Jaminan Kesehatan Nasional), pada tahun 2018 APBN yang dikeluarkan
sebesar 25.5 triliun dengan target 92.500.000 orang. Sedangkan untuk RAPBN
2019, jumlah yang dianggarkan 26.7 triliun dengan target yang diharapkan 98 juta
orang.
 BPNT (Program Pangan Non Tunai), pada tahun 2018 APBN yang dikeluarkan
sebesar 20.8 triliun dengan target 15.6 keluarga. Sedangkan untuk RAPBN 2019,
jumlah yang dianggarkan sebesar 20.8 triliun dan target yang diharapkan sebesar
15.6 juta keluarga.
 PIP (Pogram Indonesia Pintar),pada tahun 2018 APBN yang dikeluarkan sebesar
10.5 triliun dengan target 19.7 juta siswa. Sedangkan untuk RAPBN 2019, jumlah
yang dianggarkan sebesar 10.8 jtriliun dengan target yang diharapkan 20.1 juta
siswa.
 Dana Program Universitas (Bidikmisi), pada tahun 2018 APBN yang dikeluarkan
sebesar 4.1 triliun dengan target sebesar 401.500 mahasiswa. Sedangkan RAPBN
2019, dana yang dianggarkan sebesar 4.4 triliun dengan target yang diharapkan
471.800 mahasiswa.
 Pembiayaan Ultra Mikro, pada tahun 2018 telah membantu sebanyak 0.8 juta
debitur. Sedangkan untuk RAPBN 2019, telah dianggarkan sebesar 3.0 triliun
dengantarget yang diharapkan 1.4 juta debitur.
8. Meningkatkan Iklim Investasi
 Indeks persaingan global menunjukkan bahwa Indonesia (45) lebih baik dari pada
Bulgaria, Filiphina, India, dan Kolombia. Pada tahun 2017 Indonesia berada di
peringkat 36.
 Kemudahan dalam melakukan bisnis pada tahun 2019, menunjukan bahwa
Indonesia (73) yang sebelumnya peringkat 72 berada di bawah Bulgaria, dan
Kolombia namun lebih baik daripada India dan Filiphina.
 Indikator Pemerintah Indonesia untuk Dunia pada tahun 2016, Suara dan
Akuntanbilitas berada di urutan 50; Keefektifan pemerintah berada di peringkat
53; Prinsip hukum berada di urutan 39; Stabilitas politik berada urutan 33;
Kualitas dari Regulasi berada di urutan 50; dan Pengendalian terhadap Korupsi
berada di urutan 43.
 Indeks Presepsi Korupsi Indonesia pada tahun 2017 berada di urutan 37
bersamaan dengan Kolombia dibawah Bulgaria dan India dan diatas Filiphina.
 Waktu tempat tinggal di termnal kontainer Internasional Jakarta. Pada tahun 2017
mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya 3.36 hari menjadi 3.54 hari.
 Biaya logistik yang dikeluarkan Indonesia sebesar 23.5% terhadap PDB. Hal itu
menjadikan Indonesia berapa diperingkat ke empat di ASEAN dibawah
Singapura, Malaysia, dan Thailand.
 Untuk jumlah wisatawan asing yang mengunjungi Indonesia terus meningkat dari
tahun ke tahun. Pada tahun 2018 wisatawan sebesar 17.0 juta.
9. Kualitas Infrastruktur Indonesia
Untuk melakukan pembangunan infrastruktur, Indonesia masih perlu
meningkatkan kualitas dari Infrastruktur. Pengeluaran negara untuk infrastruktur pada
tahun 2017 sebesar $873 juta. Hal ini terlihat sangat jauh selisihnya dengan beberapa
negara ASEAN yang sederajat seperti Thailand, Malaysia, Singapura. Bank Dunia
menyatakan kualitas infrastruktur di Indonesia dikarenakan tidak cukupnya kesiapan,
dan tidak terencana dengan matang. Hal tersebut menjadi kendala utama bagi
Pemerintahaian Indonesia untuk memobilisasi lebih banyak modal swasta kedalam
proyek pembangunan infrastrktur. Bank Dunia juga menjelaskan bahwa proyek
infrastruktur Indonesia tidak diprioritaskan berdasarkan kriteria atau seleksi yang jelas.
Dan untuk Infrastruktur berada di peringkat 52. Panjang jalan tol di Indonesia sepanjang
1016 km, yang jauh lebih pendek daripada China yang telah memiliki jalan tol sepanjang
65.065 km.
10. Pembiayaan Infrastruktur
Sumber pembiayaan infrastruktur dari tahun ke tahun mengalami kenaikan.
Pemerintah tetap menjadi sumber utama dalam pembiayaan Infrastrutur disamping
dengan sektor lain (peminjaman Bank,Obligasi ekuitas Perushaan, Pembiayaan
Komersial Bank, dan Pinjaman Development). Pada tahun 2018, pemerintah
menyumbangkan hampir 400 triliun.

B. MASALAH STRUKTURAL
1. Proporsi Sektor Manufaktur
Proporsi sektor manufaktur terhadap PDB cenderung menurun dikarenakan turunnya
aktivitas produksi dan melemahnya rupiah .
Struktur PDB Indonesia yang teridiri dari pertanian; manufaktur; jasa;
pertambangan; dan utilisasi (listrik, gas, air). Pada tahun 2016, pertanian memberikan
kontribusi terhadap PDB sebesar 56,6% sektor ini mengalami peningkatan daripada
tahun sebelumnya; lalu terdapat sektor manufaktur sebesar 21.3% yang mengalami
penurunan dari tahun sebelumnya. Dari total realisasi ekspor manufaktur, tiga sektor
yang paling banyak memberikan sumbangsih terbesar adalah industri makanan, industri
logam dasar dan industri bahan kimia atau barang kimia; selanjutnya terdapat sektor jasa
sebesar 14.0%, peryambangan sebesar 7.4%, serta utilisasi sebesar 1.3%. ketiga sektor
ini tidak mengalami peningkatan maupun penurunan melainkan cenderung stabil.
Nilai tambah konstan per kerja di Indonesia didistribusi oleh lima sektor, yaitu
pertanian, pabrik, jasa, pertambangan, utilisasi. Pada tahun 2017 Nilai tambah tertinggi
berasal dari pertambangan yang meningkat dari tahun sebelumnya yaitu sekitar
menyentuh 600 juta rupiah/pekerjaan. Selanjutnya ada sektor utilisasi sekitar 300 juta
rupiah yang meskipun mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Kemudian sektor
abrik yang sedikit mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu sekitar 100 juta
rupiah. Dan terdapat sektor jasa dan pertanian yang masing-masing kurang dari 100 juta
rupiah/pekerjaan.
2. Penyebaran Pekerjaan dalam Sektor Industri
Penyebaran pekerjaan dalam sektor industri terus mengalami peningkatan, namun
dengan kecepatan yang rendah dikarenakan belum berkembangnya sektor industri
manufaktur karena memenag sulitnya sektor ini untuk tumbuh di era reformasi dan
seharisnya adanya transformasi ketenagakerjaan dari pertanian masuk ke manufaktur.
Kualitas kerja di sektor manufaktur yang relatif rendah, yaitu sebesar 57% berasal dari
berpendidikan di bawah SMA. Menurut berbagai sektor pada tahun 2016, pekerjaan di
pelayana jasa mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 45.5%. lalu
terdapat pekerjaan di bidang pertanian sebsat 32.1% meskipun mengalami penurunan
dari tahun sebelumnya; dan pekerjaan dari sektor industri yang cenderung stabil dari
tahun sebelumnya yaitu sebesar 22.4%.
Pada tahun 2017 Jumlah tenaga kerja di sektor manufaktur terbanyak berasal dari
tenaga kerja yang berpendidikan dibawah SMA. Pada tahun 2017, untuk tingkat
universitas, tenaga kerja yang terserap dalam manufaktur sebesar 0.7 juta orang. Lalu
untuk tingkat diploma sebesar 0.3 juta orang. Untuk tingkat SMK sebesar 2.9 juta orang.
Untuk SMA terserap sebesar 3.4 juta orang. Kemudian untuk tingkat SMP sebesar 3.8
juta orang. Tamatan sekolah dasar sebesar 4.0 juta orang. Dan yang belum taman
Sekolah Dasar sebesar 1.6 juta orang. Serta untuk tenaga kerja yang bahkan tidak
sekolah terserap sebanyak 0.3 juta orang.

C. TANTANGAN DAN PELUANG: ANGKATAN KERJA DAN PENGANGGURAN


1. Produktivitas Tenaga Kerja Indonesia
Menurut Enterprises Survey 2015. Produktivitas tenaga kerja Indonesia lebih
rendah dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN. Dan Indonesia kurang produktif
dibandingkan dengan negara Laos, Myanmar, dan Kamboja. Produktivitas tenaga kerja
Indonesia memiliki rata-rata kurang dari 10.000. jumlah ini sangat jauh dari China yang
memiliki produktivitas tenaga kerja sebesar 50.000.
Menurut Kompas, menurunnya produktivitas tenaga kerja di Indonesia dikarenakan
tiga hal, yaitu:
 Penguasaan bahasa asing yang kurang, karena dalam dunia kerja, saat ini
menggunakan bahasa asing , baik komunikasi secara verbal maupun non
verbal. Ketidakmampuan tenaga kerja Indonesia dapat menghambat
efisiensi dan efektivitasan pekerjaan.
 Budaya kerja yang masih harus diperbaiki, salah satunya menanamkan
sikap disiplin dan tepat waktu.
 Adanya masalah upah dan pemenuhan hak-hak pekerja. Di Indonesia masih
terjadi ketidakmerataan UMR yang ditetapakan oleh pemerihtah daerah.
Sehingga pekerja tidak berfokus kepada kompetensi dan keahliannya.
Sehingga berdampak pada produktivitas tenaga kerja
2. Penurunan Tingkat Pengangguran
Penurunan pengangguran di Indonesia dikarenakan pertumbuhan ekonomi makro
tahun 2018 yang meningkat dibandingkan dengan tahun lalu. Peningkatan ekonomi
makro ini dikarenakan adanya perkiraan oleh pemerintah bahwa konsumsi masyarakat
tumbuh lebih baik. Faktor terjadinya meningkatnya setengah pengangguran adalah
karena jumlah tenaga kerja yang ditawarkan lebih sedikit, sehingga adanya persingan
dalam lapangan pekerjaan, meningkatnya teknologi sehingga menggantikan pekerjaan
dari karyawan.
Turunnya tingkat pengangguran pada tahun 2018, dikarenakan tingkat setengah
pengangguran yang meningkat. Artinya dalam komposisi angkatan kerja %, pada tahun
2017, tingkat pengangguran berkontribusi sebesar 5,3; lalu untuktingkat kesempatan
tenaga penuh memeberikan kontribusi sebesar 64,1%; serta untuk tingkat setengah
pengangguran memberikan kontribusi sebesar 30,6%. Pada tahun 2018, tingkat
pengangguran mengalami penurunan menjadi 5.1%. begitu pula dengan tingkat
kesempatan kerja penuh yang turun menjadi 62,9%. Sedangkan untuk tingkat setengah
pengangguran mengalami kenaikan menjadi 32,0%.
Untuk tingkat pengangguran menurut tingkat pendidikan, pada tahun 2017 lulusan
sekolah menengah dan perguruan tinggi memiliki resiko lebih besar untuktidak
memasuki pasar kerja. Meskipun adanya penuruna pengangguran dari tahun
sebeblumnya, namun hal ini juga merupakan hal yang perlu diperhatikan.
3. Setengan Pengangguran
Menurut data dari BPS, pada tahun 2017 dominasi setengah pengangguran tertinggi
dari masyarakat lulusan sekolah dasar (8.4%) hal ini tidak mengalami peningkatan dari
tahun sebelumnya; lalu masyarakat yang tidak pernah sekolah (8.0%) mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya (7.4%); sekolah menengah (6,9%)dan tidak
mengalami peningkatan ataupun penurunan dari tahun sebelumnya; dan perguruan
tinggi (4.8) yang mengalami penurunan dari tahun sebelumnya (5.5%). Hal ini
menunjukan bahwa tidak ada keterampilan yang cukup yang diperoleh dari Sekolah
Menengan maupun Perguruan Tinggi.
Berdasarkanlokasinya, Setengah rata-rata setengah pengangguran berasal dari
pedesaan. Pada tahun 2017 di desa mengalami peningkatan yang semula pada tahun
2016 sebesar 10.28% menjadi 10,52%. Sedangkan pada tahun yang sama di kota
mengalami penurunan untuk angkatan kerja yang setengah pengangguran dari yang
5.08% pada tahun 2016, menjadi 4,91% di tahun 2017.
Berdasarkan usia, untuk usia 15-19 tahun, setengah penganggran mengalami
sedikit penurunan dari 16,5% pada tahun 2016 menjadi 16,4% pada tahun 2017. Untuk
rentan usia 20-24 mengalami penurunan dari 13,2% pada tahun 2016 menjadi 11,8%
pada tahun 2017. Untuk usia rata rata 35-39,mengalami peningkatan dari tahun
sebelumnya dari 6,8% (2016) menjadi 7,3% (2017). Dan untuk rentan usia 40-44,
mengalami peningkatan pada tahun 2017 menjadi 6,9% yang sebelumnya pada tahun
2016 sebesar 6,5%.
4. Jenis Keterampilan yang Dibutuhkan oleh Lapangan
Pada tahun 2017, perdagangan dan reparasi membutuhkan tenaga kerja sebesar
23,2 juta buruh; lalu pabrik membutuhkan 17,1 juta buruh, kemudian akomodasi
membutuhkan 4,9 juta buruh; selanjutnya keuangan dan asuransi membutuhkan 1,8 juta
buruh dan informasi, komusikasi dan teknologi membutuhkan 0.8 juta buruh. Sektor
jasa (kecuali perdagangan & reparasi) menyerap lebih banyak tenaga kerja dalam3 tahun
terakhir

D. SEKTOR KEUANGAN YANG DANGKAL MEMBATASI PEMBIAYAAN


PEMBANGUAN
1. Relativitas terhadap GDP, Aset Perbankan Indonesia dan Mengarah ke Sektor Swasta
Cenderung Stagnan dan Dianggap Terendah di ASEAN
Dari data yang diambil dari CEIC, World Development Indicator (World Bank),
BI, OJK. Aset bank Indonesia terhadap GDP masih cenderung stagnan dan rendah
dibandingkan beberapa negara ASEAN lainnya, pada tahun 2017, aset bank Indonesia
hanya berkisarkan 50% , sedangkan negara ASEAN lainnya seperti Malaysia bahkan
aset banknya sampai menyentuh 180% relatif terhadap GDP, aset perbankan Indonesia
dan mengarah ke sektor swasta cenderung stagnan dan dianggap terendah di ASEAN
terhadap GDP. Hal ini dikarenakan pendapatan perkapita negara yang rendah,
rendahnya konsolidasi bank-bank BUMN untuk memperkuat permodalan
Sedangkan untuk kredit domestik untuk sektor swasta oleh bank, Indonesia masih
termasuk negara yang terendah dalam memanfaatkan kreditdomestik untuk sektor
swasta dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN lainnya.pada peringkat pertama,
pada tahun 2017, Vietnam manjadi negara tertinggi di ASEAN dengan sektar 130%
terhadap GDP, lalu terdapat negara Singapore, Malaysia, dan Thailand. Pada tahun
2010 hingga tahun 2013, indonesia mengalami peningkatan dari yang semula sekitar
23% menjadi sekitar 30%, namun oada tahun selanjutnya sampai tahun 2017, tidak ada
pertumbuhan dan cenderung stagnan.
2. Cabang Kantor Bank Meningkat dan Menjadi Tertinggi di ASEAN, namun Proporsi
Pinjaman Cenderung Stagnan dan Terendah di ASEAN.
Pada tahun 2017,Indonesia menjadi negara tertinggi yang memiliki kantor cabang
bank komersial di ASEAN dengan 17 kantor cabang per 100.000 orang dewasa.
Peningkatan jumlah kantor cabang bank ini dikarenakan strategi perusahaan untuk lebih
dekat dalam melayani konsumen. Jumlah ini terus meningkat dari tahun-tahun
sebelumnya. Lalu pada urutan kedua diisi oleh negara Thailand dengan 14 kantor
cabang per 100.000 orang dewasa, selanjutnya oleh negara Malaysia, Singapura,
philipina.
Untuk pinjaman dari bank komersial, Indonesia menjadi termasuk manjadi negara
terendah dalam meminjam dari bank, dari tahun 2012 samapai tahun 2017. Indonesia
cenderung stagnan, tidak mengalami peningkatan maupun penurunan, yaitu sekitar 200
peminjam dari 1000 orang dewasa. Jumlah ini sangat jauh dari negara Singapura yang
hampir mencapai 1.200 peminjam dari 1000 orang dewasa. Pertumbuhan kredit di
Indonesia lantaran kalangan dunia usaha masih berhati-hati dalam melakukan ekspansi
bisnis serta pelaku usaha masih melihat kondisi ekonomi serta daya beli masyarakat
yang sering menurun.
3. Bank sebagai Tempat Penyimpanan Uang yang Meningkat.
Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun 2012 sampai tahun 2017,
deposan pada bank komersial Indonesia , yaitu hingga 1.600 deposan per 1000 orang
dewasa. Di antara negara ASEAN laiannya, Siangapura menjadi negara dengan
deposaan bank komersil tertinggi dengan sekitar 2.300 per 1.000 prang dewasa.
Sedangkan untuk keberadaan ATM, Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 2012
hingga tahun 2015, namun padaa hun 2015 hingga tahun 2017 Indonesia cenderung
stagnan dengan sekitar 60 ATM per 100.000 orang dewasa. Hal ini terjadi karena adanya
peningkatan proporsi pendapatan konsumen yang digunakan sebagai simpanan.
Peningkatan tabungan utamanya berasal dari golongan nasabah korporasi di Jawa Timur
dan DKI Jakarta. Dan peningkatan nasabah perorangan berasal dari DKI Jakarta dan
Jawa Barat.
Hal ini membuat Bank semakin berinvestasi di ATM untuk memberikan kenyamanan
bagi pelanggan. Dana nasabah meningkat di bank harus desertai dengan peningkatan
pinjaman kepada sektor swasta.
4. Perbandingan Aset, Kapitalisasi Pasar, Kredit, dan Deposit Bank ASEAN.
Dari data yang bersumber Bloomberg, Bank Mandiri. Terdapat 14 rangking bank- bank
dengan perbandingan aset tertinggi yang terdapat di ASEAN. Bank-bank di Singapura
masih meenjadi dominasi dalam hal total aset, kredit dan Deposit. Terdapat tiga bank
yang berasal dari Indonesia yang masuk dalam rangking tersebut yaitu Bank Mnadiri
yang berada di urrutan 10. Bank BRI di urutan 12. Dan Bank BCA berada di urutan 14.
5. Pertumbuhan Emiten untuk Pasar Saham dan Pasar Obligasi di Indonesia
Meskipun bukan dengan jumlah yang tertinggi (Malaysia) di ASEAN. Pertumbuhan
emiten untuk pasar saham di Indonesia tertinggi dibandingkan dengan negara-negara
ASEAN lainnya. Pada tahun 2015, jumlah emiten di Indonesia sebanyak 521 hingga
pada tahun 2018 sebanyak 598 Pertumbuhan jumlah emiten, 2018 dibandingkan dengan
2015 adalah 18,2%. Pertumbuhan ini dikarenakan banyaknya masyarkat yang mulai
mencoba untuk melakukan penawaran di pasar saham.
Pada pasar obligasi, pertumbuhan emiten tidak memperlihatkan pertumbuhan yang
signifikan. Pada tahun 2015, banyaknya emiten sebanyak 1010 dan untuk tahun 2018
sebanyak 113. Pertumbuhan jumlah emiten, 2018 dibandingkan dengan tahun 2015
hanya sebesaar 6.6%.sangat jauh dibandingkan dengan Singapura yang melakukan
pertumbuhan sebesar 78.4%.

E. INTERNET DAN PARIWISATA


1. Pertumbuhan Konsumsi- Golongan Pengeluaran Jangka Menengah yang Tetap Kuat
Menurut data yang bersumber dari BPS diatas, pengeluaran jangka menengah
seseorang dapat mempertahankan konsumsi diatas 25% selama 2 tahun terakhir (atau
sekitar 12,5 % pert tahun). Terdapat 4 kategori yaitu, kategori miskin, low-expend,
mid-expend, high-expend. Dari keempat kategori, untuk setiap tahunnya mengalami
kenaikan untuk pengeluaran perkapitanya. Untuk kenaikan signifikan terlihat pada
kategori high-expend, sedangkan untuk kategori miskin tetap mengalami kenaikan
namun hanya sedikit.
Untuk daya kondumsi untuk makanan dan non makanan, kategori miskin lebih
banyak mengeluarkan untuk makanan sekitar 66% dan 34% untuk non-makanan dari
tahun 2013-2017, sedangkan untuk kategori low-expend mengeluarkan sekiat 65%
untuk kebutuhan makanan dan 35% unutuk non makanan pada tahun 2013-2017. Lalu
untuk kategori mid-expend, mereka lebih sedikit lebih rendah untuk mengkonsumsi
makanan daripada dua kategori diatas, yaitu sekitar 57.6%, dan 42.4 % unutk non
makanan. Serta untuk high-expend, mereka lebih banyak megkonsumsi untuk non
makanan, dibandingkan dengan makanan, yaitu untuk non makanan sebesar 62.3% dan
makanan hanyak 37.7%.
2. Perlambatan Pertumbuhan Konsumsi Rokok dan Kenaikan Pengguna Internet
Pertumbuhan konsumsi rokok menurun untuk kategori low-expend dan miskin
pada tahun 2017. Untuk kategori miskin turun 30% pada tahun 2015 (dibandingkan
dengan 2013) menjadi 14.7% paada tahun 2017 (dibandingkan tahun 2015). Unutk
low-expend turun 42% paada tahun 2015 (diabndingkan dengan tahun 2013) menjadi
14% pada tahun 2017(dibandingkan tahun 2015). Mid-expend turun 27.2% pada tahun
2015 (dibandingkan dengan 2013) menjadi 25% pada tahun 2017 (dibandingkan tahun
2015). Untuk high-expend pada tahun 2015 mengalami penuruan konsumsi rokok, dan
pada tahun 2017 mengalami kenaikan konsumsi rokok sebesar 33,1% (dibandingkan
dengan than 2015). Perlambatan pertumbuhan konsumsi dikarenakan melemahnya
pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan Penggunaan internet, untuk semua kategori mengalami kenaikan dari
tahun 2013-2017. Kenaikan terjadi secara signifikan terlihat pada kategori high-
expend. Dan untuk pengeluaran unutk pra / pasca seluler berbayar, semua tingkat
pengeluaran mengalami penurunan pada tahun 2015. Pembangunan jaringan
telekomunikasi sangat krusial untuk memberikan akses internet ke orang-orang yang
masih belum menggunakan internet sehingga dapat menggunakan internet.
3. Indikasi Pengeluaran untuk Kesehatan yang Lebih Rendah yang Memicu Lebih Banyak
untuk Belanja Pakaian.
BPJS secara signifikan mengurangi pengeluaran untuk kesehatan semua kategori
pengeluaran pada tahun 2015, Dan untuk keseluruhan -25.6% dibandingkan dengan
2013, dengan kontribusi terbesar dari high-expend (34%). Lalu pada tahun 2017
mengalami kenaikan pertumbuhan kembali dari semua kategori.
Untuk konsumsi pakaian, melonjak 70% pada tahun 2015, merupakan indikasi
bahwa orang yang diambil manfaat dari belanja kesehatan yang lebih rendah. Low-
expend dan mid-expend merupakan penyumbang terbesar bagi peningkatan konsumsi
pakaian pada tahun 2015. Pada tahun 2017, untuk kategori miskin hanya mengalami
kenaikan sebesar 15.7% dari tahun 2015, untuk low-expend mengalami kenaikan
sebesar 22,5% dari tahun 2015, lalu unutk mid-expend mengalami kenaikan sebesar
33% dari tahun 2015, dan untuk high-expend mengalami kenaikan sebesar 14% dari
tahun lalu.
4. Masyarakat Mid-Expend yang Mengkonsumsi Lebih Banyak Transportasi Udara dan
Akomodasi
Pengeluaran untuk pariwisata dan industri perjalanan, meningkat secara
keseluruhan masing-masing sebesar 27%, 30%, dan 21%. Dan belanja kategori mid-
expend unutk transportasi udara dan hotel melonjak secara signifikan pada tahun 2017
(51% dan 63%).
Pengeluaran untuk transportasi darat: untuk kategori miskin, pada tahun 2017
adanya kenaikan sebesar 8,4% dari tahun 2015. Low-expend mengalami kenaikan pada
tahun 2017 sebesar 26.6% dibandingkan tahun 2015. Sementara itu, pada tahun 2017
mid-expend mengalami kenaikan sebesar 28.5% dari tahun 2015. Dan unutk high-
expend mengalami kenaikan yang cukup tinggi yaitu sebesar 31.7% pad tahun 2017
dibandingkan dengan tahun 2015.
Pengeluaran untuk angkatan udara: pada tahun 2015-2017 untuk kategori miskin
dan low-expend haya sedikit atau hampir tidak ada untuk melakukan pengeluaran unutk
transportasi darat. Sedangkan untuk mid-expend adanya kenaikan sebesar 33.3% pada
tahun 2017 daripada tahun 2015. Dan unutuk kategori high-expend, kenaikan pada
tahun 2017 sebesar 24.1% daripada tahun 2015.
F. INTERNET DAN DIGITALISASI
1. Internet yang Masih Menjadi Barang Mewah: Banyak Dikonsumsi oleh Kelompok
yang Memiliki Pengeluaran Tinggi
Jumlah orang yang mengakses internet mencapai 76.700.000 padaa tahun 2017.
Sisanya sekitar 160.400.000 tidak pernah menyentuh internet dalam 3 bulan terakhir.
Namun, penggu internet cenderung menggunakan teknologi ini dengan tujuan
yangtidak produktif (75%) seperti hiburan, game, video, streaming, sosial media,
berita/info. Sedangkan unutk penggunaan unutk e-banking hanya mencapai 3,9 juga
(2%). Pengguna Internet terbanyak berasal dari pulau jawa yaitu sebesar 55%.
2. Mengapa Pentingnya Internet dan Digitalisasi?
Pada desil pertama hingga ketujuh pengeluaran atau belanja seseorang yang
menggunakan internet lebih rendah daripada seseorang yang tidak menggunakan
internet. Namun pada desil kedelapan, pengeluaran atau belanja seseorang yang
mengakses internet lebih tinggi dari pada seseorang yang tidak mengakses internet.
Untuk penggunaan e-banking hasilnya jelas, orang yang menggunakan e-banking
menghabiskan secara signifikan pengeluarannya atau belanjanya daripada mereka
yang tidak menggunakan e-banking.

G. PEMBERDAYAAN WANITA DAN PENYERTAAN KEUANGAN


1. Wanita yang Cenderung menjadi Pengusaha
Menurut data yang diambil dari BPS dan ILO, mulai tahun 2012 hingga tahun
2017, wanita lebih mendominasi untuk menjadi seorang wirausahawan. Meskipun
mengalami penurunan dalam presentase wirausahawan wanita. Pada tahun 2017
pengusaha wanita dari laki-laki (58% vs 46%) dikarenakan wanita lebih memiliki sifat
multitasking yang lebih daripada pria; adanya sikap berhati-hati dalam mengambil
keputusan; lebih mudah menjalin relasi daripada pria; dan sikap perfeksionis.
Selain itu,trend bekerja di sektor jasa juga meningkat untuk wanita dari tahun ke
tahun, dan untuk di sektor industri hanya mengalami fluktuatif, sedangkan unutk di
sektor pertanian mengalami penurunan trend bagi kalangan wanita. Pada tahun 2017
minat wanita di sektor jasa (54,8%), di sektor industri (15,9%), dan disektor pertanian
(29,3%).
2. Penyertaan Keuangan di Indonesia : Wanita dan Pria
Untuk akses pembiayaan membuka rekening sendiri bagi wanita menunjukna
peningkatan yang lebih besar dibandingkan pria dari tahun 2011-2017.
Peningkatan signifikan kepemilikan rekening di lembaga keuangan: 19 (2011)
menjadi 51% (2017), sedangkan untuk pria dari 20% (2011) menjadi 46% (2017).
Peningkatan tersebut memicu peningkatan pemegang kartu kredit oleh wanita: 10
(2011) menjadi 32% (2017). Selain itu untuk pemegang kartu kredit dan peminjaman
ke lembaga keuangan, wanita maupun pria memiliki kenaikan yang sama.
3. Inklusi untuk Wanita: Kebutuhan dan Potensi
Untuk usia kerja (0-14 thn) proporsi wanita lebih rendah dibandingkan pria, (15-64
thn)atau pada usia produktif, wanita memiliki proporsi yang sama dengan pria, (65+)
proporsi wanita lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi pria. Untuk tingkat
partisipasi sekolah,wanita lebih tinggi untuk pendidikan menengah dan tinggi.
Apabila wanita menjadi kepala, rata-rata pengeluarannya lebih tinggi dibandingkan
apabila pria menjadi kepala. Untuk tahun 2017 wanita dan pria memiliki perbedaan
sebesar 42%. Pemerintah Indonesia menetapkan perempuan sebagai target prioritas
dalam Strategi Nasional Keuangan Inklusi. Karena adanya potensi perempuan sebagai
segmen pasar utama bagi industri jasa keuangan dan layanan keuangan.

Anda mungkin juga menyukai