Anda di halaman 1dari 24

TUGAS KPK3

RISK DAN HAZARD DALAM IMPLEMENTASI ASUHAN


KEPERAWATAN

DISUSUN OLEH :
Danik Kuswati P27220019193
Fatimah Emma Syahara P27220019207
Muhammad Khairul Huda P27220019220
Sarah Nur Maya P27220019234
Winda Ayu Fitaloka P27220019248

POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA


JURUSAN PROFESI KEPERAWATAN
2019

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan kerja mutlak harus dilaksanakan di dunia kerja dan di dunia
usaha oleh semua orang yang berada di tempat kerja baik pekerja maupun
pemberi kerja, jajaran pelaksana, penyelia (supervisor) maupun manajemen,
serta pekerja yang bekerja untuk diri sendiri (self Employeed). Alasannya
jelas, karena bekerja adalah bagian dari kehidupan, dan setiap orang
memerlukan pekerjaan untuk mencukupi kehidupan dan/atau untuk aktualisasi
diri, namun dalam melaksanakan pekerjaannya, berbagai potensi bahaya
(hazard atau faktor risiko) dan risiko di tempat kerja mengancam diri pekerja
sehingga dapat menimbulkan cedera atau gangguan kesehatan. Potensi bahaya
dan risiko di tempat kerja antara lain akibat sistem kerja atau proses kerja,
penggunaan mesin, alat dan bahan, yang bersumber dari keterbatasan
pekerjaannya sendiri, perilaku hidup yang tidak sehat dan perilaku kerja yang
tidak selamat/aman, buruknya lingkungan kerja, kondisi pekerjaan yang tidak
ergonomik, pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja yang tidak kondusif
bagi keselamatan dan kesehatan kerja (Kurniawidjaja,2010).
Kesehatan kerja (Occupational Health) merupakan bagian dari
keselamatan dan kesehatan kerja (Occupational Safety and Health) yang
bertujuan agar pekerja selamat, sehat, produktif, sejahtera, dan berdaya saing
kuat, dengan demikian produksi dapat berjalan dan berkembang lancar
berkesinambungan (Sustainable Development) tidak terganggu oleh
kejadian kecelakaan maupun pekerja.
Undang-Undang No.23 tahun 2003 tentang kesehatan pasal 23
dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus
diselengarakan pada semua tempat kerja, khususnya tempat kerja
yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau
mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari
pasal diatas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS), puskesmas, Poli-klinik,
Rumah Bersalin, Balai Kesehatan, Laboratoruim dan Klinik Perusahaan
termasuk kedalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya
yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para laku
langsung yang bekerja di RS, tetapi juga terhadap pasien maupun pengunjung
RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya
K3 di RS (Depkes,2006).
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi
bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu
kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaaan yang berhubungan dengan
instalasi listrik, dan sumber-sumber cedera lainya), radiasi, bahan-bahan
kimia.Maka dari itu, hazard dan risikodi rumah sakit harus dikendalikan oleh
seluruh staff.

B. Rumusan masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah “bagaimana implementasi asuhan
keperawatan hazard dan risk di Rumah Sakit?”

C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini untuk mengetahui implementasi asuhan
keperawatanhazard dan risk di Rumah Sakit.

BAB II
TINJAUAN MATERI

A. Konsep Identifikasi dan Evaluasi Bahaya Risiko


1. Pengertian bahaya dan risiko
Risiko : sesuatu yang berpeluang untuk terjadinya kematian, kerusakkan,
atau sakit yang dihasilkan karena bahaya.
Manajemen Risiko : organisasi yang dapat menerapkan metode
pengendalian risiko apapun sejauh metode tersebut mampu
mengidentifikasi, mengevaluasi, memilih prioritas dan mengendalikan
risiko dengan melakukan pendekatan jangka pendek dan jangka panjang.
Identifikasi bahaya dan risiko merupakan langkah awal dan penting
dalam penerapan K3. Dengan melakukan identifikasi bahaya dan risiko
ditempat kerja akan membantu dalam menyusun dan mengembangkan
program K3 yang diperlukan hal-hal yang harus diperhatikan adalah:
a. Jenis pekerjaan
b. Bahan-bahan yang digunakan
c. Mesin dan peralatan yang digunakan
d. Jumlah pekerja
e. Karakteristik bangunan dan gedung
f. Cara dan pola kerja
2. Tujuan Identifikasi Bahaya dan Risiko
a. Untuk mengetahui jenis bahaya dan risiko
b. Untuk mengetahui sumber bahaya dan risiko
c. Untuk mengetahui pekerja yang terpajan bahaya dan risiko
d. Untuk mengetahui besaran bahaya dan tingkat risiko
e. Untuk mengetahui pengendalian yang sudah dilakukan
f. Untuk mengetahui program yang diperlukan
3. Bagan Manajemen Risiko
a. Identifikasi Bahaya
1) Pertimbangan :
a) Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan bahaya.
b) Jenis kecelakaan yang mungkin dapat terjadi.
2) Aktifitas yang digunakan dalam idenifikasi bahaya:
a) Konsultasi dengan pekerja
b) Konsultasi dengan tim K3
c) Melakukan pertimbangan
d) Melakukan savety audit
e) Melakukan pengujian
f) Evaluasi Teknis dan keilmuan
g) Analisis rekaman data
h) Mengumpulkan informasi dari desaigner, konsumen. Supplier
dan organisasi
i) Pemantauan lingkungan dan kesehatan
j) Melakukan survey terhadap karyawan
4. Cara Melakukan Identifikasi Bahaya
a. Mengidentifikasi seluruh proses/area yang ada dalam segala kegiatan.
b. Mengidentifikasi sebanyak mungkin aspek K-3 pada setiap proses/area
yg telah diidentifikasi sebelumnya.
c. Identifikasi K-3 dilakukan pada suatu proses kerja baik pada kondisi
normal, abnormal, emergency dan maintenance.
5. Daftar Potensi Bahaya
a. Terpleset / Jatuh
b. Jatuh dari ketinggian
c. Kejatuhan benda asing
d. Ruang untuk kepala yang kurang
e. Bahaya dari Mesin
f. Bahaya dari Kendaraan
g. Kebakaran & Ledakan
h. Zat yang terhirup
i. Zat yg mencederai Mata
j. Zat yg melukai kulit
k. Bahaya listrik
l. Radiasi
m. Getaran
n. Bising
o. Pencahayaan
p. Lingkungan terlalu Panas
q. Kegiatan Kontraktor
r. Huru hara
6. Menilai Risiko dan Seleksi Prioritas
Merupakan proses untuk menentukan prioritas pengendalian
terhadap tingkat risiko kecelakaan akibat kerja. Tujuannya, menentukan
prioritas untuk tindak lanjut karena tidak semua aspek bahaya potensial
dapat ditindak lanjuti.
Sasaran penilaian risiko adalah: mengidentifikasi bahaya sehingga
tindakan dapat diambil untuk menghilangkan, mengurangi atau
mengendalikanya sebelum terjadi kecelakaan atau cidera atau kerusakan.
7. Metode Penilaian Risiko
a. Untuk setiap risiko :
1) Menghitung setiap insiden
2) Menghitung konsekuensi
3) Kombinasi penghitungan keduannya
b. Menggunakan rating setiap resiko, mengembangkan daftar prioritas
risiko kerja.
8. Menentukan Peluang Besarnya Risiko
Faktor yang mempengaruhi terjadinya peluang sebuah insiden :
a. Frekuensi situasi terjadinya
b. Berapa orang yang terpapar
c. Keterampilan dan pengalaman orang yang terkena
d. Karakteristik yang terlibat
e. Durasi paparan
f. Pengaruh posisi terhadap bahaya
g. Distraksi
h. Jumlah material atau tingkat paparan
i. Kondisi lingkungan
j. Kondisi peralatan
k. Efektivitas pengendalian yang ada
9. Menentukan Konsekuensi
Faktor yang mempengaruhi konsekuensi :
a. Potensi pada reaksi berantai
b. Konsentrasi substansi
c. Volume material
d. Kecepatan proyektil dan pergerakkan bagiannya
e. Ketinggian benda
f. Jarak pekerja dari bahaya potensial
g. Berat pekerja
h. Tingkat gaya dan energi
10. Metode Pengendalian Risiko
a. Pengendalian teknis/rekayasa yang meliputi eliminasi, subtitusi,
isolasi, ventilasi, higiene dan sanitasi
b. Pendidikan dan pelatihan
c. Pembangunan kesadaran motivasi
d. Evaluasi melalui internal audit
e. Penegakan hukum

B. Analisis Derajat Risiko Bahaya Kerja


Agar dapat mendahulukan pengendalian bahaya kerja yang dapat
berakibat paling buruk atau bahaya kerja yang paling sering terjadi, tahap
evaluasi bahaya kerja selanjutnya adalah menganalisis derajat risiko bahaya
kerja untuk menentukan beratnya risiko dan besarnya kemungkinan bahaya
kerja yang mungkin terjadi. Klasisfikasi berat risiko bahaya kerja yang terjadi:
1. Sangat berat (catastrophic) – dapat mengakibatkan kematian atau
kehancuran seluruh property berserta fasilitas yang ada di dalamnya.
2. Berat (critical) – dapat mengakibatkan ganguan kesehatan akibat kerja
yang berat atau kerusakan property dalam skala besar.
3. Sedang (marginal) – dapat mengakibatkan gangguan kesehatan akibat
kerja yang ringan, biasanya mengakibatkan pekerja tidak dapat masuk
kerja untuk beberapa hari, atau kerusakan property dalam skala kecil.
4. Ringan (negligible) – kemungkinan tidak berpengaruh dalam kesehatan
dan keselamatan pekerja, tetapi jalas dalam kondisi yang menyalahi
syarat-syarat kesehatan kerja yang baik.

C. Teknik identifikasi bahaya dan risiko


Banyak teknik identifikasi yang salah satunya dapat dipilih sebagai
yang paling efektif di organisasi tertentu atau yang dapat menyediakan
informasi yang dibutuhkan dalam proses tertentu. Teknik-teknik tersebut
meliputi :
1. Survei keselamatan kerja
a. Kadang dinamakan inspeksi keselamatan kerja
b. Inspeksi umum terhadap seluruh area kerja
c. Cendrung kurang rinci dibanding teknik-teknik lainnya
d. Memberikan gambaran yang menyeluruh tentang keadaan pencegahan
kecelakaan di seluruh area kerja tertentu
2. Patroli Keselamatan Kerja
a. Inspeksi terbatas pada rute yang ditentukan terlebih dahulu
b. Perlu merencanakan rute berikutnya untuk memastikan cakupan
menyeluruh atas area kerja
c. Mempersingkat waktu setiap inspeksi
3. Pengambilan Sampel Keselamatan Kerja
a. Melihat pada satu aspek kesehatan atau keselamatan kerja saja
b. Fokuskan perhatian untuk mengerjakan identifikasi lebih rinci
c. Perlu merencanakan serangkaian pengambilan sampel untuk
mencakup seluruh aspek kesehatan dan keselamatan kerja
4. Audit Keselamatan Kerja
a. Inspeksi tempat kerja dengan teliti
b. Lakukan pencarian untuk mengidentifikasi seluruh jenis bahaya
c. Jumlah seluruh jenis bahaya yang teridentifikasi harus dicatat
d. Dapat dikembangkan menjadi system peringkat untuk mengukur
derajat ‘kesehatan dan keselamatan kerja’ di perusahaaan
e. Audit ulang perlu dilaksanakan untuk menilai perbaikan-perbaikan apa
saja yang sudah dilakukan
f. Bisa menyita waktu
5. Pemeriksaan Lingkungan
a. Dilakukan berdasarkan pengukuran kosentrasi zat-zat kimia
diatmosfer
b. Dapat mengidentifikasi kemungkinan bahaya terhadap kesehatan di
tempat kerja
c. Mencatat pembacaan secara berturut-turut dapat menunjukkan
peningkatan atau kebalikannya
d. Pemeriksaan dengan ‘sampel kasar’ sangat tidak akurat dan bisa sangat
mahal
e. Instrumen elektronik memang mahal namun memberikan pembacaan
tepat dan akurat
f. Insrtumen elektronik dapat digunakan terus menerus dalam jangka
waktu panjang
6. Laporan Kecelakaan
a. Dibuat setelah kecelakaan
b. Kecelakaan kecil perlu dicatat dan juga kerugian berupa kehilangan
waktu
c. Informasi yang diperoleh dari laporan kecelakaan
d. Laporan harus dapat mengidentifikasi tindakan pencegaha yang perlu
dilakukan
7. Laporan Kecelakaan yang Nyaris Terjadi
a. Laporan insiden-insiden dalam keadaan yang sedikit berbeda data
menyebabkan kecelakaan
b. Memerlukan budaya keselamatan kerja yang tepat agarefektif
8. Masukan dari Para Karyawan
a. Secara formal dapat diperoleh melalui komite keselamatan keja
b. Membutuhkan budaya ‘tidak saling menyalahkan’ untuk
memberanikan pekerja melaporkan masalah
c. Para pekerja sering lebih mengetahui dan dapat menyampaikan apa
yang perlu dilakukan
d. Perlu umpan balik ke pekerja dalam bentuk tindakan untuk
mempertahankan redibilitas manajemen
Pemilihan metode yang digunakan bergantung pada jenis dan
besarnya potensi kerugian yang mungkin terjadi bila metode tersebut
dilaksanakan. Penggunaan metode identifikasi yang membutuhkan waktu dan
biaya yang besar biasanya digunakan untuk bahaya yang berisiko
tinggi. Perbedaan tingkat konsekuensi dan probabiliti suatu risiko akan
memerlukan metode yang berbeda. Untuk mengetahui besaran bahaya dan
risiko tertentu diperlukan pengukuran dengan menggunakan alat ukurmenurut
jenis bahaya dan risiko yang ada.

D. Implementasi Risiko dan Hazard dalam Asuhan Keperawatan


Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan
yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan
kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997).
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien mencapai tujuan
yang telah ditetapkan, mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan,
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.

Metode Implementasi Keperawatan :


1. Membantu dalam aktifitas kehidupan sehari-sehari.
2. Konseling
3. Penyuluhan
4. Memberikan asuhan keperawatan langsung.
5. Kompensasi untuk reaksi yang merugikan.
6. Teknik tepat dalam memberikan perawatan dan menyiapkan klien untuk
prosedur.
7. Mencapai tujuan perawatan.
8. Mengawasi dan mengevaluasi kerja dari anggota staf lain
a. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja melalui Pengendalian Bahaya di
Tempat Kerja : Pemantauan dan Pengendalian Kondisi Tidak Aman di
tempat kerja.
b. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja melalui Pembinaan dan
Pengawasan: Pelatihan dan Pendidikan, konseling dan konsultasi,
pengembangan sumber daya atau teknologi terhadap tenaga kerja
tentang penerapan K3
c. Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja melalui sistem manajemen:
Prosedur dan Aturan K3, Penyediaan Sarana dan Prasarana K3 dan
pendukungnya, Penghargaan dan Sanksi terhadap penerapan K3
ditempat kerja
9. Terdapat juga beberapa upaya pencegahan lain, antara lain :
Pelayanan kesehatan kerja diselenggarakan secara paripurna, terdiri dari
pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan
dalam suatu sistem yang terpadu.

E. Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Kerja


1. Beban Kerja
Beban kerja adalah beban fisik dan mental yang harus di tanggung oleh
pekerja dalam melakukan tugasnya (Depkes,2009). Sedangkan menurut
Suklakmono 2004, tubuh manusia dirancang untuk melakukan pekerjaan,
massa otot beratnya hampir ½ berat badan, memungkinkan dapat
menggerakan tubuh. Setiap beban kerja yang diterima oleh pekerja harus
sesuai baik terhadap kemampuan fisik, kognitif maupun keterbatasan
manusia. Faktor yang mempengaruhi beban kerja yaitu :
a. Tugas-tugas yang bersifat fisik : beban yang diangkat/diangkut, sikap
kerja, alat dan sarana kerja, kondisi/medan kerja, dll.
b. Tugas yang bersifat psikis : tingkat kesulitan, tanggung jawab dll.
c. Organisasi kerja : lamanya waktu kerja, kerja bergilir, system
pengupahan, system kerja, istirahat, system pelimpahan
tugas/wewenang.
2. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah lingkungan terdekat dari seorang pekerja.
(Kepmenkes,2010). Menurut Harrington dan Gill 2003, Secara garis besar
faktor dan lingkungan kerja yang dapat mengganggu kesehatan tenaga
kerja adalah :
a. Faktor fisik
b. Suara / kebisingan
c. Suhu / iklim : suhu panas, suhu,dingin
1) Sumber panas : Matahari, Tanur, dapur, genset, boiler, Lighting.
2) Tekanan panas dipengaruhi oleh : sumber panas, radiasi matahari,
panas tubuh, kecepatan udara, kelembaban udara
3) Suhu nyaman : 24- 26ºC, perbedaan suhu diluar dan di dalam tidak
lebih dari 5ºC.
4) Kelembaban udara yang baik : 65-95%
5) Dampak iklim yang buruk
a) Prickly heat/ heat rash/ mikaria rubra yaitu timbulnya bintik-
bintik merah di kulit dan agak gatal karena terganggunya
fungsi kelenjar keringat.
b) Heat cramps yaitu timbulnya kelainan seperti otot kejang dan
sakit, terutama otot anggota badan atas dan bawah.
c) Heat Exhaustion yaitu tubuh kehilangan cairan dan elektrolit.
d) Heat stroke yaitu heat stress yang paling berat, mengakibatkan
thermoregulatory terganggu, jantung berdebar, nafas pendek
dan cepat, tekanan darah naik atau turun dan tidak mampu
berkeringat, suhu badan tinggi, hilang kesadaran.
3. Faktor fisiologik (ergonomik)
Yaitu faktor yang mempengaruhi keserasian antara tenaga dan
pekerjaannya (cara kerja, posisi kerja, alat kerja, beban kerja)
ketidakserasian dari faktor di atas dapat menimbulkan kecelakaan kerja
sakit otot, sakit pinggang, cedera punggung dan lain-lain.

F. Risiko Bahaya di Rumah Sakit


Secara umum resiko bahaya di rumah sakit dapat dikelompokkan dalam 5
kelompok sebagai berikut:
1. Resiko Bahaya Fisik
Resiko bahaya fisik dikelompokkan lagi dalam 7 resiko bahaya fisik antara
lain:
a. Resiko bahaya mekanik
Resiko bahaya ini dapat dikelompokkan dalam 5 kelompok yaitu:
1) Benda-benda lancip, tajam dan panas dengan resiko bahaya
tertusuk, terpotong, tergores, dan lain-lain. Resiko bahaya ini
termasuk salah satu yang paling sering menimbulkan kecelakaan
kerja yaitu tertusuk jarum suntik / jarum jahit bekas pasien. Resiko
bahaya ini sebenarnya bukan hanya resiko bahaya fisik karena
dimungkinkan jarum bekas yang menusuk tersebut terkontaminasi
dengan kuman dari pasien. Mengingat bahaya akibat tertular
penyakit tersebut cukup besar, maka harus ada prosedur tindak
lanjut paska tertusuk jarum yang akan dibahas dibagian lain dalam
pelatihan ini.
2) Benda-benda bergerak yang dapat membentur. Seperti kita ketahui
di rumah sakit banyak digunakan kereta dorong untuk mengangkut
pasien dan barang-barang logistik. Resiko yang dapat muncul
adalah pasien jatuh dari brankart/ tempat tidur, terjepit / tertabrak
kereta dorong, dan lain-lain.
3) Resiko terjepit, tertimbun dan tenggelam. Resiko ini dapat terjadi
dimana saja meskiput kejadiannya tidak terlalu sering. Hal-hal
yang perlu diperhatikan terutama di ruang perawatan anak dan
ruang perawatan jiwa. Pastikan tidak ada pintu, jendela atau
fasilitas lain yang memiliki resiko untuk terjepit/tenggelam
tersebut.
4) Resiko jatuh dari ketinggian yang sama; terpeleset, tersandung, dan
lain-lain. Resiko ini terutama pada lantai-lantai yang miring baik di
koridor, ramp atau batas lantai dengan halaman. Pastikan area yang
beresiko licin sudah ditandai dan jika perlu pasanglah handriil atau
pemasangan alat lantai anti licin serta rambu peringatan “awas
licin”.
5) Jatuh dari ketinggian berbeda. Resiko ini pada ruang perawatan
anak dan jiwa. Selain itu perlu diperhatikan pada pekerjaan
konstruksi bangunan atau pembersihan kaca pada posisi yang
cukup tinggi. Jika pekerjaan dilakukan pada ketinggian lebih dari 2
meter sebaiknya pekerja tersebut menggunakan abuk keselamatan.
Pada ruang perawatan anak dan jiwa yang terletak di lantai atas
pastikan jendela yang ada sudah terpasang teralis pengaman dan
anak-anak selalu dalam pengawasan orang dewasa saat bermain.
b. Resiko bahaya radiasi
Resiko bahaya radiasi dapat dibedakan menjadi:
1) Bahaya radiasi pengion adalah radiasi elektromagnetik atau
partikel yang mampu menghasilkan ion langsung atau tidak
langsung. Contoh di rumah sakit: di unit radiodiagnostik,
radiotherapi dan kedokteran nuklir.
2) Bahaya radiasi non pengion adalah Radiasi elektromagnetik
dengan energi yang tidak cukup untuk ionisasi, misal radiasi infra
merah atau radiasi gelombang mikro.
Pengendalian resiko bahaya radiasi dilakukan untuk pekerja radiasi,
peserta didik, pengunjung dan pasien hamil. Pekerja radiasi harus
sudah mendapatkan informasi tentang resiko bahaya radiasi dan cara
pengendaliannya. Selain APD yang baik, monitoring tingkat paparan
radiasi dan kepatuhan petugas dalam pengendalian bahaya radiasi
merupakan hal yang penting. Sebagai indikator tingkat paparan, semua
pekerja radiasi harus memakai personal dosimetri untuk mengukur
tingkat paparan radiasi yang sudah diterima sehingga dapat dipantau
dan tingkat paparan tidak boleh melebihi ambang batas yang diijinkan.
Untuk pengunjung dan pasien hamil hendaknya setiap ruang
pemerikasaan atau therapy radiasi terpasang rambu peringatan “Awas
bahaya radiasi, bila hamil harus melapor kepada petugas”.
c. Resiko bahaya akibat kebisingan
Kebisingan akibat alat kerja atau lingkungan kerja yang melebihi
ambang batas tertentu. Resiko ini mungkin berada di ruang boiler,
generator listrik, dan peralatan yang menggunakan alat-alat cukup
besar dimana tingkat kebisingannya tidak dipantau dan dikendalikan.
Berdasar peraturan menteri kesehatan RI no 1204 tahun 2004 tentang
pengendalian lingkungan fisik di rumah sakit, seluruh area pelayanan
pasien harus dipantau dan dikendalikan tingkat kebisingannya minimal
3 bulan sekali. Di rumah sakit pemantauan ini sudah dilakukan oleh
ISLRS dan hasil temuan yang tidak memenuhi persyaratan di analisa
dan dikendalikan bersama IPSRS dan Unit K3 serta dilaporkan kepada
Manajemen rumah sakit.
d. Resiko bahaya akibat pencahayaan
Pencahayaan pada lingkungan kerja yang kurang atau berlebih.
Tingkat pencahayaan diseluruh area rumah sakit juga telah dipantau
dan dilaporkan seperti resiko bahaya kebisingan tersebut. Hal yang
harus diperhatikan adalah jika terjadi kerusakan lampu, pastikan lampu
pengganti setara tingkat pencahayaannya dengan lampu sebelumnya,
sehingga tidak terjadi perubahan dalam tingkat pencahayaan pada area
tersebut.
e. Resiko bahaya listrik
Bahaya dari konsleting listrik dan kesetrum arus listrik. Pengendalian
yang telah dilakukan adalah melakukan preventif maintenance seluruh
peralatan elektrik yang dilakukan oleh IPSRS. Kalibrasi peralatan
medis dan penggantian peralatan yang telah out off date. Untuk
mencegah bahaya kebakaran akibat peralatan listrik yang dibawa
peserta didik dan keluarga pasien dilakukan sosialisasi kepada seluruh
peserta didik pada saat orientasi dan untuk keluarga pasien informasi
diberikan pada saat pasien masuk rumah sakit khususnya pasien rawat
inap.
f. Resiko bahaya akibat iklim kerja
Jika suhu dan kelembaban di rumah sakit tidak dikendalikan dapat
mempengaruhi lingkungan kerja dan kualitas hasil kerja. Pemantauan
secara berkala telah dilakukan oleh ISLRS dan jika ditemukan kondisi
tidak memenuhi peresyaratan akan dilakukan pengendalian oleh
IPSRS, PPI, Unit K3RS dan ISLRS yang dipimpin oleh Direktur
Umum dan Operasional.
g. Resiko bahaya akibat getaran
Resiko yang tidak banyak ditemukan di rumah sakit tetapi mungkin
masih ada terutama pada kedokteran gigi yang menggunakan bor
dengan motor listrik dan pada bagian housekeeping / rumah tangga
yang menggunakan mesin pemotong rumput (bagian taman).
2. Resiko Bahaya Biologi
a. Resiko dari kuman-kuman patogen dari pasien (nosokomial). Resiko
ini di rumah sakit sudah dikendalikan oleh bagian Petugas Pemantau
Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) berkoordinasi dengan Unit K3, Instalasi
Sanitasi Lingkungan RS (ISLRS) dan Satuan kerja pemberi pelayanan
langsung kepada pasien.
b. Resiko dari binatang (tikus, kecoa, lalat, kucing, dan lain-lain). Resiko
ini dikendalikan oleh ISLRS dan harus didukung dengan housekeeping
yang baik dari seluruh karyawan dan penghuni rumah sakit.
3. Resiko Bahaya Kimia
Resiko dari bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi yang
meliputi:
a. Desinfektan yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk dekontaminasi
lingkungan dan peralatan di rumah sakit seperti; mengepel lantai,
desinfeksi peralatan dan permukaan peralatan dan ruangan, dan lain-
lain.
b. Antiseptik yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk cuci tangan dan
mencuci permukaan kulit pasien seperti alkohol, iodine povidone, dan
lain-lain.
c. Detergen yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk mencuci linen dan
peralatan lainnya.
d. Reagen yaitu zat atau bahan yang dipergunakan untuk melakukan
pemeriksaan laboratorium klinik dan patologi anatomi.
e. Obat-obat sitotoksik yaitu obat-obatan yang dipergunakan untuk
pengobatan pasien.
f. Gas medis yaitu gas yang dipergunakan untuk pengobatan dan bahan
penunjang pengobatan pasien seperti oksigen, karbon dioxide,
nitrogen, nitrit oxide, nitrous oxide, dan lain-lain.
Pengendalian bahan kimia dilakukan oleh Unit K3RS berkoordinasi
dengan seluruh satuan kerja. Hal-hal yang perludiperhatikan adalah
pengadaan B3, penyimpanan, pelabelan, pengemasan ulang /repacking,
pemanfaatan dan pembuangan limbahnya.
a. Pengadaan bahan beracun dan berbahaya harus sesuai dengan
peraturan yang berlaku di Indonesia. Penyedia B3 wajib menyertakan
Lembar Data Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet /
MSDS), petugas yang mengelola harus sudah mendapatkan pelatihan
pengelolaan B3, serta mempunyai prosedur penanganan tumpahan B3.
b. Penyimpanan B3 harus terpisah dengan bahan bukan B3, diletakkan
diatas palet atau didalam lemari B3, memiliki daftar B3 yang
disimpan, tersedia MSDS, safety shower, APD sesuai resiko bahaya
dan Spill Kit untuk menangani tumpahan B3 serta tersedia prosedur
penanganan Kecelakaan Kerja akibat B3.
c. Pelabelan dan pengemasan ulang harus dilakukan oleh satruan kerja
yang kompeten untuk memjamin kualitas B3 dan keakuratan serta
standar pelabelan. Dilarang melakukan pelabelan tanpa kewenangan
yang diberikan oleh pimpinan rumah sakit.
d. Pemanfaatan B3 oleh satuan kerja harus dipantau kadar paparan ke
lingkungan serta kondisi kesehatan pekerja. Pekerja pengelola B3
harus memiliki pelatihan teknis pengelolaan B3, jika belum harus
segera diusulkan sesuai prosedur yang berlaku.
e. Pembuangan limbah B3 cair harus dipastikan melalui saluran air kotor
yang akan masuk ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Limbah
B3 padat harus dibuang ke Tempat Pengumpulan Sementara Limbah
B3 (TPS B3), untuk selanjutnya diserahkan ke pihak pengolah limbah
B3.
4. Resiko Bahaya Fisiologi / Ergonomi
Resiko ini terdapat pada hampir seluruh kegiatan di rumah sakit berupa
kegiatan: angkat dan angkut, posisi duduk, ketidak sesuaian antara
peralatan kerja dan ukuran fisik pekerja. Pengendalian dilakukan melalui
sosialisasi secara berkala oleh Unit K3.
5. Resiko Bahaya Psikologi
Resiko ini juga dapat terjadi di seluruh rumah sakit berupa ketidak
harmonisan hubungan antar manusia didalam rumah sakit, baik sesama
pekerja, pekerja dengan pelanggan, maupun pekerja dengan pimpinan.

G. Hirarki Pengendalian Risiko Bahaya


Resiko-resiko bahaya tersebut semua dapat kita kendalikan melalui 5
hierarchy sebagai berikut :
1. Eliminasi
Hirarki teratas yaitu eliminasi/menghilangkan bahaya dilakukan pada saat
desain, tujuannya adalah untuk menghilangkan kemungkinan kesalahan
manusia dalam menjalankan suatu sistem karena adanya kekurangan pada
desain. Penghilangan bahaya merupakan metode yang paling efektif
sehingga tidak hanya mengandalkan prilaku pekerja dalam menghindari
resiko, namun demikian, penghapusan benar-benar terhadap bahaya tidak
selalu praktis dan ekonomis. Contohnya: resiko bahaya kimia akibat
proses reuse hollow fiber HD dapat di eliminasi ketika hollow fiber tidak
perlu reuse lagi atau single use.
2. Substitusi
Metode pengendalian ini bertujuan untuk mengganti bahan, proses, operasi
ataupun peralatan dari yang berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya.
Dengan pengendalian ini menurunkan bahaya dan resiko minimal melalui
disain sistem ataupun desain ulang. Beberapa contoh aplikasi substitusi
misalnya: Sistem otomatisasi pada mesin untuk mengurangi interaksi
mesin-mesin berbahaya dengan operator, menggunakan bahan pembersih
kimia yang kurang berbahaya, mengurangi kecepatan, kekuatan serta arus
listrik, mengganti bahan baku padat yang menimbulkan debu menjadi
bahan yang cair atau basah.
3. Rekayasa / Enginering.
4. Pengendalian ini dilakukan bertujuan untuk memisahkan bahaya dengan
pekerja serta untuk mencegah terjadinya kesalahan manusia. Pengendalian
ini terpasang dalam suatu unit sistem mesin atau peralatan. Contoh-contoh
implementasi metode ini misal adalah sistem tekanan negatif pada ruang
perawatan air borne dissease, penggunaan laminar airflow, pemasangan
shield /sekat Pb pada pesawat fluoroscopy (X-Ray), dan lain-lain.

5. Administratif
Kontrol administratif ditujukan pengendalian dari sisi orang yang akan
melakukan pekerjaan. Dengan dikendalikan metode kerja diharapkan
orang akan mematuhi, memiliki kemampuan dan keahlian cukup untuk
menyelesaikan pekerjaan secara aman. Jenis pengendalian ini antara lain
seleksi karyawan, adanya standar operasional Prosedur (SOP), pelatihan,
pengawasan, modifikasi perilaku, jadwal kerja, rotasi kerja, pemeliharaan,
manajemen perubahan, jadwal istirahat, dan lain-lain.
6. Alat pelindung diri (APD)
Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri merupakan merupakan hal
yang paling tidak efektif dalam pengendalian bahaya. APD hanya
dipergunakan oleh pekerja yang akan berhadapan langsung dengan resiko
bahaya dengan memperhatikan jarak dan waktu kontak dengan resiko
bahaya tersebut. Semakin jauh dengan resiko bahaya maka resiko yang
didapat semakin kecil, begitu juga semakin singkat kontak dengan resiko
bahaya resiko yang didapat juga semakin kecil.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Risiko adalah suatu kemungkinan terjadinya kecelakaan dankerugian
pada periode waktu tertentu atau siklus operasi tertentu.Sedangkan tingkat
risiko merupakan perkalian antara tingkat kekerapandan keparahan (severity)
dari suatu kejadian yang dapat menyebabkankerugian, kecelakaan atau cedera
dan sakit yang mungkin timbul daripemaparan suatu hazard di tempat kerja
(Tarwaka, 2008 dalam Wulandari, 2011).
Bahaya adalah suatu keadaan yang memungkinkan atau berpotensi
terhadap terjadinya kejadian kecelakaaan berupa cedera, penyakit, kematian,
kerusakan atau kemampuan melaksanakan fungsi operasional yang telah
ditetapkan (Tarwaka, 2008 dalam Wulandari, 2011).Bahaya adalah segala
sesuatu termasuk situasi atau tindakan yang berpotensi menimbulkan
kecelakaan atau cidera pada manusia, kerusakan atau gangguan
lainnya.Karena hadirnya bahaya maka diperlukan upaya pengendalian agar
bahaya tersebut tidak menimbulkan akibat yang merugikan (Soehatman
Ramli, 2010 dalam Wulandari, 2011).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan
yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan
kriteria hasil yang diharapkan
B. Saran
Sebaiknya staf dan seluruh pihak RS memperhatikan penuh terhadap
risk dan hazard atau bahaya yang ada di Rumah Sakit agar keselamatan staf
kesehatan juga terjaga dan meningkatkan mutu Rumah Sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI, Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di


rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. – Jakarta :
Departemen, Kesehatan RI. Cetakan kedua, 2008.
Fitriyanti, Umi. 2012. Hubungan Kemampuan KomunikasiInterpersonal Dengan
Pengkajian padaMahasiswa Keperawatan UniversitasMuhammadiyah
Semarang. Skripsi.Semarang : Universitas Muhammadiyah Semarang.
HENDRA.2010. identifikasi dan evaluasi bahaya
danrisiko.http://staff.ui.ac.id/internal/132255817 material/Sesi5Identifikasi
danEvaluasiBahayadanRisiko.pdf.
John ridley. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. 2008. Jakarta : Erlangga.
Keputuan Menteri Kesehatan RI no 1204 tahun 2004, tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
Keputusan Menteri Kesehatan Ri no 1087 tahun 2010 tentang Standar Kesehatan
dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit.
NASKAH ROLEPLAY KPK 3

Pada suatu hari di RS SEHAT WALAFIAT, ada seorang pasien Bapak


Huda dirawat di bangsal Penyakit Dalam.
Perawat : Selamat pagi Bapak Huda dan Ibu
Pasien : Pagi sus.
Perawat : Bagaimana keadaan hari ini pak?Semalam nyenyak tidurnya pak?
Pasien : Cukup nyenyak, sus. Saya merasa lebih baik, Cuma saya masih
merasa sedikit sesak
Keluarga PX : Iya sus, bapak sedikit sesak napas.
Perawat : Syukurlah pak kalau sudah membaik. Pagi ini sudah sarapan pak?
Pasien : Sudah sus.
Perawat : Waah bagus dong bu. Oh iya, selain sesak tadi apa ibu memiliki
keluhan lainnya pak ?
Pasien : Ya sus, ketika saya batuk itu dahaknya masih susah keluar
sampai-sampai kerongkongan saya sakit. Dan tubuh saya lelah sekali rasanya.
Keluarga PX : Saya sampai kasian sama bapak sus. Bagaimana ini?
Perawat : Oh iya pak bu, kalau begitu untuk membantu bapak huda
mengatasi keluhan bapak tadi, seperti kata saya kemarin hari ini saya akan
memberikanterapi nebulizer kembali pada bapak huda untuk mengurangi sesak
dan membantu mengencerkan dahak bapak agar lebih mudah keluar. Terapi ini
tidak lama kok sekitar 15 menit bu, bagaimana bapak huda apakah bapak
bersedia?
Pasien : tentu sus.
Keluarga PX : iya sus, biar dahaknya keluar dan gak sesek lagi
Perawat : Baiklah, saya akan mempersiapkan alat-alatnya terlebih dahulu.
Pasien : iya sus.
(Perawat mempersiapkan alat nebulizer )
Perawat : Baik pak, kita mulai ya. Baiklah. Bapak silakan duduk tegak
Pasien : Iya sus
Perawat : Ini sungkupnya sudah saya beri obat sesuai dengan dosis yang
diberikan dari dokter. Saya nyalakan mesin nebulizernya bapak. Dan hirup uap
yang keluar dari sungkupnya.
Pasien : (mengikuti instruksi perawat)
Perawat : bapak huda silakan bernapas seperti biasa ya.
5-10 MENIT KEMUDIAN
Perawat : Nah terapinya selesai pak, saya bantu lepas sungkupnya.
Bagaimana pak? Dahak sudah mulai keluar?
Keluarga PX : sudah sus, tadi bapak huda sudah batuk dan dahaknya sudah
keluar.
Pasien : lega sus, lebih enakan sus.
Perawat : Pernapasan bapak 20x/menit ya, normal ya pak. Nanti jika masih
diperlukan kita akan melakukan tindakan nebulizer kembali.
Pasien : Iya sus
Perawat : Baiklah bapak ibu, nanti saya akan kembali untuk mengontrol
perkembangan bapak huda. Sekarang silakan beristirahat. Jika nanti butuh
bantuan saya Ibu/keluarga bisa menghubungi saya di ruanganya bu.
Pasien : Iya sus, terimakasih ya ..
Perawat : iya bu, saya permisi

Anda mungkin juga menyukai