Anda di halaman 1dari 5

DENDAM

OLEH NAJYA AISHA (9.1)

Setelah beranjak dari kursi SMP, aku, Rin dan mine menuju kesekolah yang sama yaitu SMA
Krohnborg, tentu saja kami mendapat banyak teman disana. Tetapi, sayangnya aku tidak bias satu
kelas dengan Rin dan Mine, walau begitu kami tetap sering bertemu seperti saat berangkat sekolah
Bersama, saat jam istirahat, dan saat pulang sekolah. Hingga bahkan banyak orang di sekolah yang
menyebut kami 3 serangkai. Aku, Rin, Mine sudah Bersama dari kecil hingga sekarang.

Setahun berjalan dan kami sekarang naik kelas 2 SMA, di tahun kami benar benar terpisah
taka da satupun dari kami yang satu kelas, tetapi hal ini tidak menjadi masalah bagi kami, kami tetap
menjalin persahabatan.

Pada suatu hari, sekolah kami mengadakan acara besar-besaran. Di malam harinya seluruh
siswa berada dilapangan sekolah menyaksikan api unggun. Tiba-tiba…terdengar seseorang menjerit

“ Aaaaaa……!!!!”

Seluruh orang yang mendengar terkejut ketakutan, seluruh orang panik dan mencari dimana sumber
jeritan tersebut dan berlarian mendekati suara tersebut. Sesampai disana semua orang tercengang,
aku sudah tidak bisa merasakan kakiku lagi saking takutnya.

“ tidak mungkin.” kataku dengan gemetaran.

Keringat bercucuran membahasi keningku, tiba-tiba Mine tak sadarkan diri. Seorang anak perempuan
yang diikat didalam kendang yang diatasnya terdapat lilin panas yang meleleh, leleh itu telah
menutupi seluruh tubuh perempuan itu. Guru-guru dan satpam sekolah dengan perlahan-lahan
mendekati anak perempuan itu. Terlihat dipunggungnya terdapat banyak sayatan. Aku melihat
merasa ingin muntah, kulihat sahabatku yang tengah ketakutan hingga tidak sanggup untuk bicara.

“ apa yang sebenarnya terjadi, mengapa aku disini, siapa dia?” tanya Mine yang baru sadar.

“ayo… kita pergi dari sini.” kataku sambil menarik tangan kedua sahabatku dan pergi menjauh dari
tempat itu.

Sekolahpun memutuskan untuk memulangkan semua murid dan diliburkan selama seminggu.

Esoknya di siang hari, Aku, dan Mine menutuskan untuk bermain di rumah Rin.

“Ting….tong…..,” suara bel berbunyi.

“permisi..” teriakku dengan sopan.

Tidak lama kemudian Rin membukakan pintu untuk kami, dan kami langsung menuju kekamar Rin
daan asik mengobrol sampai lupa watu. Kami asik bicara tentang teman-teman kami di kelas masing-
masing.

Seketika kami terdiam dan mulai gemetaran, pembicaraan kami ini mengingatkan kami pada
peristiwa malam itu.

“ bagaimana bisa anak itu terbunuh dengan cara seperti itu?” tanya Rin.

“ tidak tahu, sepertinya tidak ada orang yang menyadari keberadaan orang yang melakukannya.”
kataku.
“tapi aku yakin pasti kepolisian sudah turun tangan dan menyelesaikan masalah itu.” tegas Mine
dengan yakin.

Pada hari seninnya, kami mulai sekolah seperti biasa lagi, selama disekolah semua terlihat
baik-baik saja seperti tidk terjadi apa-apa. Tapi wajah-wajah dihari itu tidak ada yang menampakkan
senyum tetapi malah kegelisahan mereka.

“ apa yang tejadi?” tanyaku dengan bodohnya.

“ mana ada orang terlihat senang saat melihat kawannya yang meninggal seperti itu.” tegas Rin.

Aku dan Mine langsung tertunduk.

Hari terus berjalan, minggu terus berubah, bulan berganti, semuanya perlahan-lahan kembali
sepeti normal melakukan aktifitas seperti biasanya.

Pada saat jam istirahat, aku, Rin, dan Mine sedang makan dikantin. Tiba-tiba mendengar suara
microfon menyala. Terdengar suara anak perempuan dari microfon tersebut.

“tolong…..,tolong aku” teriak anak itu sambil menangis.

Tiba-tiba suara anak itu hilang dan tidak terdengar lagi. Semuanya orang panik. Aku dan sahabatku
langsung berkari ke ruang siaran sekolah diikuti dengan siswa lainnya beserta guru-guru.

Semuanya terkejut, melihat seorang anak perempuan yang digantung di ruangan itu. Seluruh
siswa teriak histeris dan ada lari menjauhi ruang saking takutnya.

“siapa yang melakukannya?” teriak salah seorang anak sambal gemetaran.

“siapa….!!!” Teriaknya.

Aku terdiam, aku melihat kedua sahabatku yang memperlihatkan wajah suramnya yang dipenuhi
dengan ketakutan.

Tentu saja sekolah memulangkan seluruh siswa dan sekolah mulai dipenuhi orang-orang dari
kepolisian. Aku dan Mine tidak langsung pulang kerumah melainkan kerumah Rin. Kami
membicarakan hal yang terjadi tadi.

“Mine, menurutku ini pasti anak dari sekolah kita yang melakukannya.” tukas Rin.

“sepertinya kita memiliki pemikiran yang sama, sudah jelas bahwa orang dalam yang
melakukannya.” Tegasku

“ tapi kita sepertinya kita tidak boleh terlalu ikut campur dalam masalah itu.” saut Mine.

Pada saat kami sudah mulai sekolah, semua terlihat seperti biasanya, semua terlihat berusaha
untuk melupakan peristiwa tersebut, termasuk kami.

Pada hari senin, kepala sekolah memperingatkan kami para siswa untuk tetap waspada. Aku,
rin dan Mine sedang asik mengobrol sembari berjalan di koridor sekolah. Tiba-tiba mendengar suara.
Suara seorang anak berteriak tapi tidak terlalu terdengar, sepertinya mulutnya ditutup. Kami yang
mendengarnya penasaran dan mencari sumber suara tersebut.

“hey, dengar suaranya berasal dari ruangan itu.” Seru Mine.

Secara perlahan-lahan kami menghampiri ruangan tersebut.


“ jangan berisik!” bisik Rin sambal membuka pintu ruangan tersebut pelan-pelan.

Kami melihat anak perempuan memakai seragam sekolah kami sedang menusuk-nusuk seorang anak
yang terllihat tak berdaya. Kami terkejut melihatnya, Mine hampir berteriak tapi dengan cepat aku
tutup mulutnya tapi tetap mengeluarkan suara walau terdengar pelan. Tiba-tiba perempuan itu
meihat kearah kami. Dengan gemetaran, panik, dna ketakutan kami berlari sekencang mungkin tak
tentu arah.

Bel pulang sekolah bebunyi.

Mukaku diselimuti dengan penuh kekhawatiran, hatiku berdetak cepat sekali, kakiku masih
gemetaran. Tanpa pikir Panjang kami bertiga kerumah Rin. Walaupun sudah tidak disekolah, kami
masih ketakutan aku dari sini bisa mendengar nafas kedua sahabatku yang tidak teratur.

“apa yang harus kita lakukan?, sepertinya ia telah melihat kita.”tanyaku dengan panik.

“tak ada yang bisa kita lakukan, mau memberitahu pihak sekolah? Polisi?, tidak mungkin..! kita tak
punya bukti yang mengarah kepada perempuan itu!” jawab Rin.

“sebaiknya kita berpura-pura tidak tahu saja apa yang telah kita lihat.”saran Mine.

Keesokannya kami pergi ke ruangan itu dan diruangan itu sudah tidak ada mayat anak
perempuan yang ditusuk tusuk itu. Sepertinya pihak menyembunyikan hal itu, tetapi yang aku dengar
sepertinya beritanya menyebar. Mereka ketakutan, bahkan ada yang pindah sekolah dan kami
berpura-pura baru mengetahui peristiwa tersebut. Pada akhirnya sekolah terpaksa meliburkan
siswanya selama beberapa hari.

Setelah mulai memasuki sekolah lagi, di hari rabu kami ada pembelajaran di perpustakaan,
sekolah kami memiliki perpustakaan yang sangat besar, kelas kami bertiga mendapat di jam yang
sama. Suasana disitu sangat sunyi, kami asik membaca buku sampai melewatkan waktu istirahat.

“Mine, Rin aku ke kelas duluan ya.” Kataku.

“ ya…” jawab Mine dan Rin serentak.

Aku bergegas ke dalam kelas karena jam pelajaran dikelasku sudah mulai lagi. Dua jam pelajaran telah
berlalu, bel ja istirahat berbunyi. Aku mengunjungi kelas Mine.

“permisi…. Apakah ada Mine didalam?” tanyaku.

“dia tidak ada dikelas dari dua jam yang lalu” jawab seseorang.

Aku langsung bergegas ke kelas Rin, dan ternyata Rin juga tidak ada disana sejak dua jam yang lalu.
Aku berlari-lari mencari mereka berdua. Tapi tidak ketemu juga, aku sangat khawatir setengah mati.

“apa mereka masih di perpustakaan?” tanyaku dalam hati.

Aku bergegas menuju perpustakaan, sesampai disana aku mencari Mine dan Rin. Tiba-tiba aku melihat
orang orang berkerumunan sangat ramai. Aku mencoba mencari tau apa yang terjadi. Saat kusampai
disana, aku terdiam…

“siapa yang berani melakukan ini pada kalian?” tanyaku dengan geram

“jawab aku siapaa…?!!” teriakku sambil menangis.


Aku melihat kedua sahabatku yang sudah tidak bernyawa, tubuh mereka dipenuhi darah. Aku
berteriak sekencang-kencangnya sembari menangis dan memeluk mereka berdua.

Polisi, orang medis, para jaksa ada di sekolahku, mayat kedua sahabatku telah dipindahkan
dan aku baru bisa meihat mereka nanti sore. Aku sambil menangis menuju kelas, mataku sembab
dipenuhi air mata. Aku duduk di kursiku sambil menunduk menutup mukaku.

“permisi… boleh aku meminjam bolpoinmu itu?” tanya seseorang.

“tentu” jawabku sambil mengambil bolpoinku.

Tiba-tiba aku tertegun, kuperhatikan roknya terdpat cipratan darah sedikit seperti darah yang baru
menempel.

“hey.. mengapa dirokmu ada darah? Apa kamu terluka?” tanyaku.

Dia tidak menjawab pertanyaanku.

“jangan-jangan dia orangnya?” kataku dalam hati.

Mulai dari hari itu aku terus memerhatikannya, tetapi tidak ada gerak-gerik yang
mencurigakan. Suatu hari aku sedang berada ditoilet. Tiba-tiba…..,aku terkunci didalamnya, aku
berteriak minta tolong.

“tolong siapapun, tolong buka pintunya” teriakku sambil mendorong pintu tersebut.

“shuut.., jangan berisik!” saut seseorang.

‘siapa disana, tolong bukakan pintu ini” kataku dengan panik.

“tinggal dirimu seorang” sahutnya sambil tertawa.

Aku tersadar, suara ini persis dengan suara anak perempuan yang meminjam bolpoinku.

“mengapa kau membunuh temanku?” tanyaku tanpa basa basi.

“tentu saja karena kalian melihatku membunuh wanita gila itu, waktu itu” jawabnya.

“mengapa kamu membunuh mereka? Mereka tidaklah bersalah!” jawabku.

“tidak bersalah? Tau apa kau!” jawabnya dengan geram.

“apa kau tau hidupku ini dihabiskan untuk menjadi mainan para wanita gila itu” teriaknya.

“aku tidak tahan lagi menjadi bahan cadaan dan bullian wanita itu!” jawabnya.

“aku mengira dengan pindah kesini aku bisa bebas, ternyata aku salah mengira, mereka juga disini”
katanya.

“tapi tak bisakah kau tidak membunuh orang?, apa tidak ada acara lain?, gara-gara kau sahabatku
jadi tidak bernyawa!!!” teriakku.

“ sekarang.. biarkan au keluar!” ketusku.

Perempuan itu membuka pintu toilet itu. Saatku keluar dia langsung menusuk ku dengan pisah tanpa
kusadari, aku terjatuh. Seketika aku menangis, perempuan itu mendekatiku dan tersenyum. Aku
merasa sudah tidak tahan lagi.
“ apakah kita bisa bercanda Bersama lagi?,bisakah kita bermain Bersama lagi?” gumamku sambil
melihat bayang-bayang kedua sahabatku.

Wanita itu telah pergi meninggalkanku, hela nafas terakhirku sudah berhembus, aku menutup
mataku. Tersenyum melihat kedua sahabatku yang tertawa gembira menarik tanganku menuju
ketempat yang indah.

Anda mungkin juga menyukai