A. Pengertian Pelayanan Gawat Darurat
A. Pengertian Pelayanan Gawat Darurat
Unit Gawat Darurat (UGD) adalah bagian terdepan dan sangat berperan di Rumah Sakit, baik
buruknya pelayanan bagian ini akan memberi kesan secara menyeluruh terhadap pelayanan rumah
sakit. Pelayanan gawat darurat mempunyai aspek khusus karena mempertaruhkan kelangsungan
hidup seseorang. Oleh karena itu dan segi yuridis khususnya hukum kesehatan terdapat beberapa
pengecualian yang berbeda dengan keadaan biasa. Menurut segi pendanaan, nampaknya hal itu
Untuk menuju pelayanan yang memuaskan dibutuhkan sarana dan prasarana yang memadai, meliputi
ruangan, alat kesehatan utama, alat diagnostik dan alat penunjang diagnostik serta alat kesehatan
untuk suatu tindakan medik. Disamping itu juga tidak kalah pentingnya sumber daya manusia yang
memenuhi syarat, baik kuantitas maupun kualitas. Petugas yang mempunyai pengetahuan yang tinggi,
Unit Gawat Darurat berperan sebagai gerbang utama jalan masuknya penderita gawat darurat.
Kemampuan suatu fasilitas kesehatan secara keseluruhan dalam hal kualitas dan kesiapan dalam
perannya sebagai pusat rujukan penderita dari pra rumah tercermin dari kemampuan unit
ini. Standarisasi Unit Gawat Darurat saat ini menjadi salah satu komponen penilaian penting dalam
perijinan dan akreditasi suatu rumah sakit. Penderita dari ruang UGD dapat dirujuk ke unit perawatan
intensif, ruang bedah sentral, ataupun bangsal perawatan. Jika dibutuhkan, penderita dapat dirujuk ke
Upaya pertolongan terhadap penderita gawat darurat harus dipandang sebagai satu system yang
terpadu dan tidak terpecah-pecah. Sistem mengandung pengertian adanya komponen-komponen yang
saling berhubungan dan saling mempengaruhi, mempunyai sasaran (output) serta dampak
yang diinginkan (outcome). Sistem yang bagus juga harus dapat diukur dengan melalui proses
Dipandang dan segi hukum dan medikolegal, pelayanan gawat darurat berbeda dengan pelayanan
non-gawat darurat karena memiliki karakteristik khusus. Beberapa isu khusus dalam pelayanan gawat
darurat membutuhkan pengaturan hukum yang khusus dan akan menimbulkan hubungan hukum
Beberapa Isu Seputar Pelayanan Gawat Darurat yaitu, pada keadaan gawat darurat medik didapati
Hal-hal di atas menyebabkan tindakan dalam keadaan gawat darurat memiliki risiko tinggi bagi pasien
berupa kecacatan bahkan kematian. Dokter yang bertugas di gawat darurat menempati urutan kedua
setelah dokter ahli onkologi dalam menghadapi kematian. Situasi emosional dari pihak pasien karena
tertimpa risiko dan pekerjaan tenaga kesehatan yang di bawah tekanan mudah menyulut konflik antara
Ketersediaan tenaga kesehatan dalam jumlah memadai adalah syarat yang harus dipenuhi oleh UGD.
Selain dokter jaga yang siap di UGD, rumah sakit juga harus menyiapkan spesialis lain (bedah,
penyakit dalam, anak, dll) untuk memberikan dukungan tindakan medis spesialistis bagi pasien
yang memerlukannya. Dokter spesialis yang bertugas harus siap dan bersedia menerima rujukan dan
UGD. Jika dokter spesialis gagal memenuhi kewajibannya,maka tanggung jawab terletak pada dokter
itu dan juga rumah sakit karena tidak mampu mendisiplinkan dokternya.
Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentang Rumah Sakit, di mana dalam pasal 23
telah disebutkan kewajiban rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan gawat darurat selama
pertolongan dalam keadaan darurat telah tegas diatur dalam pasal 5l UU No.29/2004 tentang
Praktik Kedokteran, di mana seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar
memperoleh derajat kesehatan yang optimal (pasal 4). Selanjutnya pasal 7 mengatur
bahwa pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh
masyarakat termasuk fakir miskin, orang terlantar dan kurang mampu. Tentunya upaya ini
menyangkut pula pelayanan gawat darurat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun
masyarakat (swasta).
darurat 24 jam sehari sebagai salah satu persyaratan ijin rumah sakit. Dalam pelayanan gawat
darurat tidak diperkenankan untuk meminta uang muka sebagai persyaratan pemberian pelayanan.
Dalam penanggulangan pasien gawat darurat dikenal pelayanan fase pra-rumah sakit dan fase
rumah sakit.
kewenangan dalam penanganan keadaan gawat darurat. Pengertian tenaga kesehatan diatur dalam
pasal 1 butir 3 UU No.23/1992 tentang Kesehatan sebagai berikut: tenaga kesehatan adalah
setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Melihat ketentuan tersebut nampak bahwa profesi
kesehatan memerlukan kompetensi tertentu dan kewenangan khusus karena tindakan yang dilakukan
Pengaturan tindakan medis secara umum dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan dapat dilihat
dalam pasal 32 ayat (4) yang menyatakan bahwa pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan
berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk
melindungi masyarakat dari tindakan seseorang yang tidak mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk melakukan pengobatan/perawatan, sehingga akibat yang dapat merugikan atau membahayakan
terhadap kesehatan pasien dapat dihindari, khususnya tindakan medis yang mengandung risiko.
Pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan medik diatur dalam pasal
menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan
atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkuta. Pengaturan di atas menyangkut pelayanan
gawat darurat pada fase di rumah sakit, di mana pada dasarnya setiap dokter memiliki kewenangan
untuk melakukan berbagai tindakan medik termasuk tindakan spesifik dalam keadaan gawat darurat.
Dalam hal pertolongan tersebut dilakukan oleh tenaga kesehatan maka yang bersangkutan harus
menemelakukanrapkan standar profesi sesuai dengan situasi (gawat darurat) saat itu.
pelayanan gawat darurat dan pembiayaan pelayanan gawat darurat karena secara yuridis keadaan
gawat darurat cenderung menimbulkan privilege tertentu bagi tenaga kesehatan maka perlu ditegaskan
pengertian gawa darurat. Menurut The American Hospital Association (AHA) pengertian
gawat darurat adalah “An emergency is any condition that in the opinion of the patient, his family, or
immediate medical attention. This condition continues until a determination has been made by a
health care professional that the patient’s life or well-being is not threatened”.
Adakalanya pasien untuk menempatkan dirinya dalam keadaan gawat darurat walaupun sebenarnya
tidak demikian. Sehubungan dengan hal itu perlu dibedakan antara false emergency dengan true
determelakukanmined to require immediate medical care. Such conditions range from those
requiring extensive immediate care and admission to the hospital to those that are diagnostic
probmelakukanlems and may or may not require admission after work-up and observation.
Untuk menilai dan menentukan tingkat urgensi masalah kesehatan yang dihadapi pasien
diselengganakanlah triage. Tenaga yang menangani hal tersebut yang paling ideal adalah dokter,
namun jika tenaga terbatas, di beberapa tempat dikerjakan oleh perawat melalui standing order yang
Dalam hal pertanggungjawaban hukum, bila pihak pasien menggugat tenaga kesehatan karena diduga
terdapat kekeliruan dalam penegakan diagnosis atau pemberian terapi maka pihak pasien harus
membuktikan bahwa hanya kekeliruan itulah yang menjadi penyebab kerugiannya/cacat (proximate
cause). Bila tuduhan kelalaian tersebut dilakukan dalam situasi gawat darurat maka perlu
berkuamelakukanlifikasi sama, pada pada situasi dan kondisi yang sama pula. Setiap tindakan medis
harus mendapatkan persetujuan dari pasien (informed consent). Hal itu telah diatur sebagai hak pasien
Kesehatan No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis. Dalam keadaan gawat darurat di mana
harus segera dilakukan tindakan medis pada pasien yang tidak sadar dan tidak didampingi pasien,
tidak perLu persetujuan dari siapapun (pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989). Dalam
hal persetujuan tersbut dapat diperoleh dalam bentuk tertulis, maka lembar persetujuan tersebut
Pada prinsipnya setiap pasien yang meninggal pada saat dibawa ke UGD (Death on Arrival) harus
dilaporkan kepada pihak berwajib. Di negara Anglo-Saxon digunakan sistem koroner, yaitu setiap
kematian mendadak yang tidak terduga (sudden unexpected death) apapun penyebabnya harus
dilaporkan dan ditangani oleh Coroner atau Medical Exaniner. Pejabat tersebut menentukan tindakan
iebih lanjut apakah jenazah harus diautopsi untuk pemeriksaan lebih lanjut atau tidak. Dalam keadaan
tersebut surat keterangan kematian (death certificate) diterbitkan oleh Coroner atau Medical
Examiner. Pihak rumah sakit harus menjaga keutuhan jenazah dan benda-benda yang berasal dari
tubuh jenazah (pakaian dan benda lainnya) untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Indonesia tidak menganut sistem tersebut, sehingga fungsi semacam coroner diserahkan pada pejabat
kepolisian di wilayah tersebut. Dengan demikian pihak POLRI yang akan menentukan apakah jenazah
akan diautopsi atau tidak. Dokter yang bertugas di UGD tidak boLeh menerbitkan surat keterangan
kematian dan menyerahkan permasalahannya path POLRI. Untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta,
sesuai dengan Keputusan KepalaDinas Kesehatan DKI Nomor 3349/1989 tentang berlakunya
Petunjuk Pelaksanaan Pencatatan dan Pelaporan kematian di Puskesmas, Rumah Sakit, RSB/RB di
wilayah DKI Jakarta yang telah disempurnakan tanggal 9 Agustus 1989 telah ditetapkan bahwa semua
peristiwa kematian rudapaksa dan yang dicurigai rudapaksa dianjurkan kepada keluarga untuk
dilaporkan kepada pihak kepolisian dan selanjutnya jenazah harus dikirim ke RS Cipto
meninggal dengan kaitan berbagai peristiwa kecelakaan Kematian yang boleh dibuatkan surat
keterangan Kematiannya adalah yang cara kematiannya alamiah karena. penyakit dan tidak ada
tanda-tanda kekerasan.
Dalam pelayanan kesehatan prestasi yang diberikan tenaga kesehatan sewajarnya diberikan kontra-
prestasi, paling tidak segala biaya yang diperlukan untuk menolong seseorang. Hal itu diatur dalam
hukum perdata. Kondisi tersebut umumnya berlaku pada fase pelayanan gawat darurat di rumah sakit.
Pembiayaan pada fase ini diatasi pasien tetapi dapat juga diatasi perusahaan asuransi kerugian, baik
pemerintah maupun swasta. Di sini nampak bahwa jasa pelayanan kesehatan tersebut merupakan
private goods sehingga masyarakat (pihak swasta) dapat diharapkan ikut membiayainya.
Realisasi pembiayaan melalui pengaturan secara hukum yang mewajibkan anggaran untuk pelayanan
yang bersifat public goods tersebut. Bentuk & peraturan perundang-undangan tersebut dapat berupa
peraturan pemerintah yang merupakan jabaran dari UU No.23/ 1992 dan atau peraturan daerah tingkat
I (Perda Tk.I).
Instalasi / Unit Gawat Darurat dapat memberikan pelayanan gawat darurat kepada masyarakat yang
Kriteria :
Rumah Sakit menyelenggarakan pelayanan gawat darurat secara terus menerus selama 24
Ada instalasi / unit Gawat Darurat yang tidak terpisah secara fungsional dari unit-unit
Ada kebijakan / peraturan / prosedur tertulis tentang pasien yang tidak tergolong akut gawat
Adanya evaluasi tentang fungsi instalasi / Unit Gawat Darurat disesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat.
Penelitian dan pendidikan akan berhubungan dengan fungsi instalasi / Unit Gawat Darurat
Instalasi / Unit Gawat Darurat harus dikelola dan diintegrasikan dengan Instalasi / Unit Lainnya di
Rumah Sakit.
Kriteria :
Ada dokter terlatih sebagai kepala Instalasi / Unit Gawat Darurat yang bertanggungjawab atas
keperawatan gawat darurat.Semua tenaga dokter dan keperawatan mampu melakukan teknik
pertolongan hidup dasar (Basic Life Support).Ada program penanggulangan korban massal,
bencana (disaster plan) terhadap kejadian di dalam rumah sakit ataupun di luar
rumah sakit.Semua staf / pegawai harus menyadari dan mengetahui kebijakan dan tujuan dari unit.
Pengertian :
Meliputi kesadaran sopan santun, keleluasaan pribadi (privacy), waktu tunggu, bahasa, perbedaan
rasial / suku, kepentingan konsultasi dan bantuan sosial serta bantuan keagamaan.Ada ketentuan
tertulis tentang manajemen informasi medis (prosedur) rekam medik.Semua pasien yang masuk harus
melalui Triase. Pengertian : Bila perlu triase dilakukan sebelum indentifikasi.Triase harus dilakukan
oleh dokter atau perawat senior yang berijazah / berpengalaman.Triase sangat penting untuk penilaian
kegawat daruratan pasien dan pemberian pertolongan / terapi sesuai dengan derajat kegawatdaruratan
yang dihadapi.Petugas triase juga bertanggungjawab dalam organisasi dan pengawasan penerimaan
pasien dan daerah ruang tunggu.Rumah Sakit yang hanya dapat memberi pelayanan terbatas pada
pasien gawat darurat harus dapat mengatur untuk rujukan ke rumah sakit lainnya.
Kriteria :
Ada ketentuan tertulis indikasi tentang pasien yang dirujuk ke rumah sakit lainnya.Ada ketentuan
tertulis tentang pendamping pasien yang di transportasi.Pasien dengan kegawatan yang mengancam
nyawa harus selalu diobservasi dan dipantau oleh tenaga terampil dan mampu.
Pengertian :
Pemantauan terus dilakukan sewaktu transportasi ke bagian lain dari rumah sakit atau rumah sakit
yang satu ke rumah sakit yang lainnya dan pasien harus didampingi oleh tenaga yang terampil dan
mampu memberikan pertolongan bila timbul kesulitan. Umumnya pendamping seorang dokter.
Tenaga cadangan untuk unit harus diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan.
Kriteria :
Ada jadwal jaga harian bagi konsulen, dokter dan perawat serta petugas non medis yang bertugas di
UGD.Pelayanan radiologi, hematologi, kimia, mikrobiologi dan patologi harus diorganisir / diatur
sesuai kemampuan pelayanan rumah sakit.Adapelayanan transfusi darah selama 2 jam.Ada ketentuan
tentang pengadaan peralatan obat-obatan life saving, cairan infus sesuai dengan stándar dalam Buku
Pedoman Pelayanan Gawat Darurat Depkes yang berlaku.Pasien yang dipulangkan harus mendapat
petunjuk dan penerangan yang jelas mengenai penyakit dan pengobatan selanjutnya.Rekam Medik
Pengertian :
Sistem yang optimum adalah bila rekam medik unit gawat darurat menyatu dengan rekam medik
rumah sakit. Rekam medik harus dapat melayani selama 24 jam.Bilahal ini tidak dapat
diselenggarakan setiap pasien harus dibuatkan rekam medik sendiri. Rekam medik untuk pasien
Pengobatan dan tindakan yang jelas dan tepat serta waktu keluar dari unit gawat darurat.
Ada bagan / struktur organisasi tertulis disertai uraian tugas semua petugas lengkap dan sudah
Instalasi / Unit Gawat Darurat harus dipimpin oleh dokter, dibantu oleh tenaga medis keperawatan
dan tenaga lainnya yang telah mendapat pelatihan penanggulangan gawat darurat (PPGD).
Kriteria :
Jumlah, jenis dan kualifikasi tenaga yang tersedia di Instalasi / Unit Gawat Darurat harus sesuai
dengan kebutuhan pelayanan.Unit harus mempunyai bagan oranisasi (organ – organ) yang dapat
menunjukkan hubungan antara staf medis, keperawatan, dan penunjang medis serta garis otoritas, dan
tanggung jawab.Instalasi / Unit Gawat Darurat harus ada bukti tertulis tentang pertemuan staf yang
dilakukan secara tetap dan teratur membahas masalah pelayanan gawat dan langkah
pemecahannya.Rincian tugas tertulis sejak penugasan harus selalu ada bagi tiap petugas.Pada saat
mulai diterima sebagai tenaga kerja harus selalu ada bagi tiap petugas.Harus ada program penilaian
untuk kerja sebagai umpan balik untuk seluruh staf No. Telp. petugas.Harus ada daftar petugas, alamat
Fasilitas yang disediakan di instalaasi / unit gawat darurat harus menjamin efektivitas dan efisiensi
bagi pelayanan gawat darurat dalam waktu 24 jam, 7 hari seminggu secara terus menerus.
Kriteria :
Di Instalasi gawat darurat harus ada petunjuk dan informasi yang jelas bagi masyarakat
sehingga menjamin adanya kemudahan, kelancaran dan ketertiban dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat.
Letak unit / instalasi harus diberi petunjuk jelas sehingga dapat dilihat dari jalan di dalam
Ada kemudahan bagi kendaraan roda empat dari luar untuk mencapai lokasi instalasi / UGD
di rumah sakit, dan kemudahan transportasi pasien dari dan ke UGD dari arah dalam rumah sakit.
Ada pemisahan tempat pemeriksaan dan tindakan sesuai dengan kondisi penyakitnya.
Daerah yang tenang agar disediakan untuk keluarga yang berduka atau gelisah.
Besarnya rumah sakit menentukan perlu tidaknya : Ruang penyimpanan alat steril, obat cairan
infus, alat kedokteran serta ruang penyimpanan lain.Ruangkantor untuk kepala staf, perawat, dan
Ada sistem komunikasi untuk menjamin kelancaran hubungan antara unit gawat darurat
dengan : unit lain di dalam dan di luar rumah sakit terkait.RS dan sarana kesehatan lainnya.
Pelayanan ambulan.
Unit pemadam kebakaran.
Harus ada pelayanan radiologi yang di organisasi dengan baik serta lokasinya berdekatan
Pengertian :
Pelayanan radiologi haarus dapat dilakukan di luar jam kerja. Pelayanan radiologi sangat penting dan
dalam unit yang besar harus terletak di dalam unit. Harus tersedia untuk membaca foto untuk
Tersedianya alat dan obat untuk Life Saving sesuai dengan standar pada Buku Pedoman
Harus ada kebijakan dan prosedur pelaksanaan tertulis di unit yang selalu ditinjau dan disempurnakan
Kriteria :
Kasus perkosaan
Kasus keracunan
Asuransi kecelakaan
Kasus lima besar gawat darurat murni (true emergency) sesuai dengan data morbiditas
Tanggungjawab dokter
Ada prosedur tetap mengenai penggunaan obat dan alat untuk life saving sesuai dengan
standar.
Ada kebijakan dan prosedur tertulis tentang ibu dalam proses persalinan normal maupun tidak
normal.
Instalasi / Unit Gawat Darurat dapat dimanfaatkan untuk pendidikan dan pelatihan (in service
Kriteria :
Ada program orientasi / pelatihan bagi petugas baru yang bekerja di unit gawat darurat.Ada program
tertulis tiap tahun tentang peningkatan ketrampilan bagi tenaga di Instalasi / Unit
Gawat Darurat.Ada latihan secara teratur bagi petugas Instalasi / Unit Gawat Darurat dalam keadaan
menghadapi berbagai bencana (disaster)Ada program tertulis setiap tahun bagi peningkatan
ketrampilan dalam bidang gawat darurat untuk pegawai rumah sakit dan masyarakat.
Ada upaya secara terus menerus menilai kemampuan dan hasil pelayanan instalasi / unit gawat
darurat.
Kriteria :
Ada data dan informasi mengenai :Jumlah kunjungan, Kecepatan pelayanan (respon time),