Anda di halaman 1dari 8

TUGAS RESUME

KEPERAWATAN MENJELANG AJAL DAN PALIATIF


Diajukan guna memenuhi tugas keperawatan menjelang ajal dan paliatif dengan
dosen pengajar : Ns. Akhmad Zainur Ridla S, S.Kep., MAdVN

oleh:
Alfin Nura Febrianti
NIM 162310101080

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
Resume Video 1
Opioid merupakan salah satu jenis obat yang digunakan sebagai pereda nyeri
dan merupakan golongan obat narkotika. Kelompok obat ini langsung bekerja pada
saraf pusat untuk meredakan nyeri dan menimbulkan euforia. Opioid dapat
merdedakan nyeri, karena proses terjadinya nyeri dapat dijelaskan melalui beberapa
tahapan sebagai berikut:
Nyeri dimulai dari nociceptors (ditemukan salam saraf perifer) Neuron
sensori primer (transmisi stimulus) Disampaikan ke tamduk dorsal
sumsum tulang belakang Sinyal melalui traktus spinotalamikus ke
talamus Korteks sensori Nyeri dirasakan
Untuk meningkatkan pergerakan melintasi celah sinaptik, bahan kimia
pemancar dilepaskan dari neuron presinaptik termasuk glutamat, substansi, dan
peptida terkait gen kalsitonin. Glutamat adalah salah satu neurotransmiter yang paling
penting untuk rasa sakit dan dapat mengaktifkan NMDA dan AMPA reseptor.
Reseptor NMDA diaktifkan ketika zat P menempel pada reseptor NK-1, kemudian
masuk ke dalam sel dan mengaktifkan protein kinase-C. Tindakan ini menghilangkan
magnesium yang ada di bawah kondisi normal menghalangi reseptor NMDA. Pada
tindakan ini memungkinkan glutamat untuk mengalirkan ion kalsium sehingga dapat
menimbulkan rasa sakit. Terakhir CGRP yang dirilis untuk mengikat reseptor pada
neuron yang mengarah ke perubahan dalam ekspresi dan fungsi reseptor dengan
demikian aktivitas neuron tersebut berubah. Untungnya tubuh kita dapat mengatasi
rasa sakit yang parah dengan cara melepaskan opioid endogen. Ada tiga jenis opioid
endogen yaitu enkephalin, dinorfin, dan endorfin. Opioid endogen bekerja dengan
cara mengikat reseptor opioid yang terdapat di saraf pusat dan sistem perifer. Ada tiga
jenis utama reseptor opioid yaitu µ, delta dan kappa (k). Semua resptor opioid adalah
rentang 7-transmembran protein yang berpasangan untuk mneghambat G-protein
dengan konsentrasi tinggi di sumsum tulang belakang. Selain itu, aktivasi opioid
resptor mengarah ke saluran kalium yang memungkinkan masuknya ion kalsium yang
masuk menghasilkan hiperpolarisasi, neuron kurang sensitif terhadap input rangsang.
Sebagian opioid saat ini sudah tersedia seperti analgesik yang bekerja terutama pada
opioid-µ.
Jenis kelompok obat opioid dapat dibedakan menjad 3 kelompok besar
endogen sebagai berikut : (1) enkephalins, (2) dynorphins, dan (3) endorphin. Opioid
endogen bekerja dengan mengikat resptor opioid yang berlimpah dalam system saraf
pusat dan system saraf perifer. Reseptor opioid terdiri dari tiga jenis utama yaitu μ
(mu), δ (delta) dan k (kappa). Secara umum, ketiga reseptor berbeda dalam distribusi
selular, relatif melakukan afinitas untuk berbagai ligan opioid dan berkontribusi untuk
menimbulkan efek opioid spesifik. Semua reseptor opioid adalah 7-transmembran
spanning protein bahwa pasangan untuk penghambatan G-protein dan mereka semua
hadir dalam konsentrasi tinggi di tanduk dorsal sumsum tulang belakang. Aktivasi
reseptor oleh agonis, seperti endogen peptida endorphin μ-opioid menyebabkan
penutupan saluran kalsium tegangan-gated pada terminal saraf presinaptik yang
gilirannya menurunkan pelepasan neurotransmiter, seperti glutamat, substansi P dan
kalsitonin-gen terkait peptida. Selain itu, aktivasi opioid reseptor mengarah ke
pembukaan saluran kalium, memungkinkan penghabisan ion kalium yang mengubah
hasil di hyperpolarization, rendering neuron kurang sensitif terhadap input rangsang.
Sekarang, sebagian besar opioid yang tersedia saat ini analgesik bertindak terutama
pada μ-opioid reseptor pada dasarnya meniru efek peptida opioid endogen.
Contoh dari agonis opioid sintetik adalah: Fentanyl, Hydrocodone,
Hidromorfon, Metadon, Meperidin, Oxycodone, Oxymorphone. Metadon tidak hanya
ampuh sebagai μ-reseptor agonis tetapi juga antagonis kuat dari NMDA reseptor serta
norepinefrin dan serotonin reuptake inhibitor. Hal inilah yang membuat Metadon
berguna untuk pengobatan baik nyeri nociceptive dan neuropatik. Reseptor opioid
menimbulkan efek samping seperi menghasilkan mua karena adanya stimulasi
langsung dari zona kemoresptor di medulla. Segala jenis reseptor agonis opioid juga
dapat menimbulkan depresi pernapasan tergantung dari jumlah dosis yang diberikan.
Opioid dapat menekan pernapasan dikarenakan opioid mampu menyebabkan depresi
pernafasan dengan mengurangi pernafasan di batang tengah otak yang tanggap
terhadap karbon dioksida dan opioid mampu menekan pernapasan di pons dan
medulla yang terlibat dalam mengatur rhythmicity pernapasan. Selain itu, opioid juga
mampu mengahsilkan efek antitusif dengan cara menekan pusat batuk di medulla.
Opioid juga diketahui berpengaruh pada sistem kekebalan tubuh sebagai reseptor
yang terlibat dalam peraturan imunitas.
Segala jenis obat golongan opioid dapat menyebabkan gatal-gatal melalui
pusat tindakan pada sirkuit saraf pruritoceptive. Opioid juga dapat menurunkan
motilitas lambung dan memperpanjang waktu pengosongan lambung, yang dapat
menyebabkan sembelit. Opioid dapat menekan fungsi ginjal dan menghasilkan efek
antidiuretic serta meningkatkan tonus sfingter dan dengan demikian dapat
menyebabkan retensi urin. Masalah terbesar dari penggunaan opioid adalah dapat
menyebabkan kecandua fisik maupun psikologis. Opioid juga dapat menimbulkan
rasa gatal melalui pusat tsirkuit saraf pruritoceptive. Pada organ ginjal, opioid
menekan fungsi ginjal dan menghasilkan efek antidiuretik. Pada organ lambung
opioid memperpanjang pengosongan lambung, serta yang terakhir yakni dapat
mengakibatkan peningkatan nada sfingter.
Efek euforia yang diberikan oleh opioid tampaknya melibatkan penghambatan
GABA intern. Biasanya, GABA mengurangi jumlah dopamin paada nucleus
accumbens, yaitu pada struktur organ otak yang merupakan bagian dari perasaan
senang kitadan sistem penghargaan. Namun, ketika opioid menempel dan
mengaktifkan reseptor μ, hingga meningkatkan aktivitas dopamin dan dengan
demikian meningkatkan jumlah kenikmatan, ketenangan yang dirasakan. Yang perlu
diperhatikan pada pemberian opioid yakni Buprenorfin dan naloxone yakni
mempengarui reseptor κ. Oleh karena itu dapat digunakan untuk memblokir atau
membalikkan efek yang diakibatkan oleh opioid. Seseorang yang berada pada situasi
darurat terjadi pelambatan pernapasan ataupun overdosis opioid, ketika pernapasan
seseorang telah melambat atau berhenti karena overdosis opioid, Naloxone dapat
bekerja dengan cepat mengembalikan perrnafasan untuk menstabilkan kembali dan
dapat menyelamatkan nyawa individu.
Resume Video 2
Opioid merupakan obat untuk menghilangkan rasa nyeri sedang hingga berat.
Biasanya obat ini digunakan untuk meredakan nyeri pada pasien pasca operasi, atau
biasa digunakan pada pasien post oerasi. Obat ini merupakan golongan obat
narkotika, sehingga dalam penggunaannya perlu memperhattikan beberapa aturan
Selama tiga jam titrasi dan konversi opioid, keterampilan penting kami bagi ahli
onkologi ginekologi perlu untuk mengingat empat aturan ini:
1. Selalu dikonversi menjadi setara pemberian morfin secara oral
2. Dosis dikurangi untuk toleransi silang tidak lengkap : 25%
3. Untuk dosis yang diberikan lama (long acting dose) diberikan sebanyak
2/3 per 24 jam OME
4. Untuk dosis yang bekerja secara singkat (short acting) diberikan
sebanyak 10-15% dari dosis long acting yang diberi per 24 jam
Pengurangan dosis selama konversi opioid ada beberapa langkah penting yang
perlu dipertimbangkan ketika merencanakan untuk menyesuaikan dosis atau
dikonversi ke opioid yang berbeda. Obat selalu melakukan evaluasi klinis untuk
menyelidiki etiologi dari rasa sakit baru atau perubahan dalam gejala sakit pasien itu
penting untuk mengesampingkan penyebab lain yang bisa terjadi terhadap perubahan
gejala dan tentukan apakah tes tambahan diperlukan. Sebelum menyesuaikan obat
nyeri selanjutnya menentukan jumlah opioid pasien saat ini dan konversi panjang atau
pendek. Untuk memutuskan opioid mana yang setara morfin oral kami singkat omae
opioid yang akan digunakan dengan menanyakan pertanyaan apakah formulasi saat
ini bekerja dengan baik untuk pasien dengan melihat efek samping yang tidak
tertahankan atau ada perubahan status klinis seperti pasien tidak mentolerir oral
asupan kemudian menghitung dosis setiap obat menggunakan jen aturan dan
individual dosis yang dihitung sesuai kebutuhan. Akhirnya dicoba untuk
mengantisipasi efek samping potensial dan berikan profilaksis jika tersedia untuk
menggambarkan empat aturan dasar untuk konversi aturan pertama adalah untuk
selalu dikonversi menjadi setara morfin oral. Ada banyak perhitungan opioid dan
konversi dosis tabel online namun penting memiliki pengetahuan dasar analitik equi
dosis opioid , dosis analgesik yang sama didefinisikan sebagai dosis dimana dua
opioid pada kondisi mapan menyediakan kira-kira sama dengan pereda nyeri, disini
menggunakan contoh tabel dari ACMA dosis analgesik dalam equi jenis ini tabel
analgesik semua sel dalam tabel setara dengan misalnya 10 ml IV morfin setara
dengan 30 ml morfin dalam bentuk oral. Beberapa contoh tentang cara menggunakan
tabel ini mengkorvensikan OME.
Contoh kasus 1
Pasien berusia 60 tahun datang ke klinik dengan nyeri yang tidak terkontrol. Rejimen
nyeri saat ini mencakup 10 mg oksitodon setiap 4 jam yang tidak mengurangi rasa
sakit. Setelah diperikan beberapa bolus secara IV pasien memiliki kontrol nyeri yang
tepat dan pasien diputuskan untuk ke rumah sakit mengoptimlakan kontrol rasa sakit.
Lakukan evaluasi penuh penyebab nyeri dan lakukan penilaian nyeri yang
tepat.Setelah 48 jam rasa sakitnya terkontrol dengan baik. Dia telah menggunakan
total 100 mg IV morfin dalam 24 jam.

Rule I :
100 mg IV morphine * 30 mg PO morphine
100 mg IV morphine*300 mg PO morphine
Rule 2
Penurunan 24 jam OME oleh 25% untuk tunjangan lintas tak terbatas ketika
dilakukan perputaran opioid
Rule 3
Untuk kerja obat long acting menggunakan 2/3 per 24 jam
2/3 300 mg Morphine * 200 mg morphine (dibagi karena menggunakan sediaan
morphine sebesar 100 mg)
Rule 4
10-15% dari 200 mg : 20-30 mg morphine
Short acting : 15-30 mg morphine PO Q 3 jam

Contoh Kasus 2
Pasien berusia 55 tahun dengan kanker serviks stadium II B menggunakan opioid
Iong acting. Baru saja menjalani perawatan dengan kemoradiasi dan baru memasang
stent karena hidronefrosis. Dia datang ke klinik dengan nyeri panggul dan punggung.
Regimen nyeri saat ini 80 mg oxydone/ hari.
Rule 1
20 mg oxycodone : 30 mg PO morphine
80 mg oxycodone : 120 OME
Rule 2
25% dari 120 OME : 90 OME
Rule 3
Total butuh 90 OME
2/3 dari 90 OME : 60 OME
Dibagi tiap dosis menjadi 30 mg
Rule 4
10-15% 60 mg adalah 6-9 mg oral morphine
Oral morphine tersedia 15 mg tablet
½ tablet 15 mg (7,5 mg) tiap 3 jam

Contoh Kasus 3
Pasien berusia 55 tahun dengan leoimysarcoma berulang kembali ke klinik 10 hari
setelah peningkatan dosis sebelumnya. Rasa sakitnya terkontrol dengan baik, namun
ia melaporkan mengantuk dan mual. Rejimen nyeri saat ini MS lanjutkan 100 mg tid
MSIR 45 mg 5x per hari
Rule 1
100 mg MS = 300 OME
45 mg x 5 kali tiap hari = 225 OME
Total OME 525 OME
Rule 2
525 OME diturunkan 25% = 394 OME
Pilih alternatif opioid : oxycodone/oxycontin
30 mg morphine = 20 mg oxycodone
394 OME = 263 oxycodone
Rule 3
2/3 dari 263 mg = 175 mg
160 mg oxycontin dibagi 80 mg tiap dosis oxycontin
Rule 4
10-15% dari 175 mg = 17,5 – 26 mg oxycodone
20 mg oxycodone Q3 jam PRN
Contoh Kasus 4
Pasien yang sama dirawat di RS. Rasa sakitnya telah terkontrol dengan baik tetapi
sekarang tidak dapat minum obat oral. Rejimen obat saat ini Oxycontin 80 mg
menawar Oxydone 20 mg, mengambil 3x/d
Rule 1
Oxycontin 80 mg BID ‘ 160 mg oxycontin perhari
Oxycodone 20 mg 3x/hari ‘ 60 mg oxycodone
Total dosis ‘ 220 mg
20 mg oxycodone ‘ 30 mg oral morphine
220 mg oxycodone ‘ 330 OME
Rule 2
25% dari 330 OME ‘ 248 OME
Rule 3
2/3 248 OME = 165 OME
Dosis 72 jam Fentanyl seharusnya ½ total OME : ½ dari 165 OME = 82,5
80 mg Fentanyl pada Q 72 jam
Rule 4
10-15% dari 165 = 165-24,75 OME
Pilih oral oxycodine
30 mg morphine = 20 mg oxycodone
16,5-24,75 mg morphine = 11-16,5 mg oxycodone
Penangguhan Oxycodone 20 mg/ml
½-1 ml Q 3 jam akan menjadi 10-15 mg oxycodone

Anda mungkin juga menyukai