Anda di halaman 1dari 13

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/333532003

upaya pemerintah dalam penanganan dan pencegahan kebakaran hutan di


Provinsi Riau

Conference Paper · June 2019

CITATIONS READS

0 997

1 author:

Nur Wahyu Sulistyo


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Upaya Pemerintah dalam Penanganan dan Pencegahan Kebakaran Hutan di Provinsi Riau View project

All content following this page was uploaded by Nur Wahyu Sulistyo on 01 June 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Upaya Pemerintah dalam Penanganan dan Pencegahan Kebakaran Hutan di Provinsi
Riau

Nur Wahyu Sulistyo (20160520274)

Ekologi Pemerintahan

Abstraks

Kebakaran hutan merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi Indonesia saat ini.
Hampir setiap tahunnya terjadi kebakaran hutan, baik karena yang disengaja dengan tujuan
untuk pembukaan lahan kelapa sawit maupun kebakaran yang terjadi secara alami.
Kebakaran hutan merupakan gangguan yang masih sering terjadi. Dampak negatif yang
dtimbulkan karena kebakaran hutan sangatlah beragam, mulai dari kerusakan ekologi,
menurunnya keanekaragaman hayati, dan bahkan sampai asap yang mengganggu kegiatan
masyarakat. Maka upaya dalam perlindungan terhadap kawasan hutan sangatlah penting. Hal
tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang bagaimana upaya yang
dilakukan dalam penanganan dan pencegahan kebakaran hutan, khususnya di Provinsi Riau.
Metode penelitian dalam paper ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
pendekatan deskriptif. Untuk mengumpulkan data dan informasi peneliti menggunakan cara
studi pustaka. Peneliti akan menggali informasi melalui berita, buku, jurnal. Dan data dari
situs web yang berkaitan dengan upaya pemerintah dalam penanganan dan pencegahan
kebakaran hutan di Provinsi Riau.

A. Pendahuluan

Dalam Krinstanti dalam (liputan6.com, 2015) mengatakan bahwa Para ilmuwan


dalam kesimpulannya terdapat 4 dari 9 batasan planet yang telah terlampaui, batas-batas
tersebut meliputi biosphere integrity atau integritas biosfer, perubahan iklim (tingkat
karbondioksida di admosfer), perubahan fungsi lahan yang disebabkan oleh deforestasi, dan
sistem perputaran biogeokimia (kesalahan aliran nitrogen dan fosfot salah satunya ada pada
pupuk ke laut) yang telah berubah. Dari keempat batasan yang telah terlampaui tersebut,
permasalahan yang sudah mendesak adalah integritas biosfer dan masalah perubahan iklim.

Indonesia saat ini menghadapi salah satu permasalahan yaitu perubahan tata guna
lahan yang merupakan salah satu tanggung jawab dari perencanaan. Deforestasi memicu
pengurangan keragaman hayati yang menyebabkan rusaknya sistem rantai makanan,
berdampak pada aliran air, dan berdampak pada siklus biogeokimia karbon, fosfor, nitrogen,
dan elemen penting lainnya.

Hutan adalah sumber daya alam yang berpotensial dalam dimanfaatkan untuk
pembangunan nasional. Walaupun begitu, sering terjadinya ancaman dan gangguan pada
hutan dan lahan dalam usaha pelestariannya. Kebakaran hutan dan lahan merupakan salah
satu ancamannya. Kebakaran hutan berdampak buruk kepada tanaman, ekonomi dan sosial
dan juga lingkungan hidup. Sehingga, kebakaran hutan tidak hanya memberikan dampak
buruk kepada hutan itu sendiri, melainkan lebih parahnya lagi adalah menyebabkan proses
pembangunan dapat terganggu(Elysa, 2014).

Dalam greenpeace.org (2007) mengatakan bahwa Indonesia telah dimasukkan


kedalam Buku Rekor Dunia Guinness karena indonesia merupakan negara tercepat dalam
tingkat kehancuran hutan dibandingkan dengan negara yang mempunyai 90 persen sisa hutan
dunia. Kehacuran luas hutan di Indonesia sebanding dengan 300 lapangan sepakbola dalam
satu jamnya, dengan kemusnahan 72 persen hutan asli Indonesia ditambah lagi ancaman
penebangan komersil, pembukaan lahan baru untuk perkebunan kelapa sawit dan juga
kebakaran hutan. "Dari 44 negara yang secara kolektif memiliki 90% hutan di dunia, negara
yang meraih tingkat laju deforestasi tahunan tercepat di dunia adalah Indonesia, dengan 1.8
juta hektar hutan dihancurkan per tahun antara tahun 2000 hingga 2005, sebuah tingkat
kehancuran hutan sebesar 2% setiap tahunnya atau 51 km2 per hari”.

Salah satu penyebab dari kehancuran hutan yang besar di Indonesia adalah
dikarenakan kebakaran hutan. Kebakaran hutan merupakan kebakaran yang terjadi di
kawasan hutan. Kebakaran hutan terjadi dikarenakan faktor yang disengaja maupun yang
tidak disengaja. Kebakaran hutan yang disengaja dikarenakan oleh perbuatan manusia dalam
kegiatan membuka lahan untuk berladang atau untuk pembukaan lahan kelapa sawit yang
dilakukan dengan cara pembakaran hutan. Faktor kebakaran hutan karena kesengajaan ini
merupakan faktor utama dan 90% kebakaran hutan yang terjadi saat ini disebabkan karena
faktor kesengajaan membakar ini (BNPB, 2014), dan 99% penyebab kebakaran hutan adalaj
karena ulah manusia (BNPB, 2019)

Selain itu, kebakaran hutan yang disebkan karena faktor tidak disengaja adalah seperti
kelalaian manusia dalam puntung rokok yang dibuang sembarangan dalam kawasan hutan,
membakar sampah, atau pembakaran sisa-sisa perkemahan. Bentuk gangguan pada hutan
yang masih sering terjadi adalah kebakaran hutan. Kebakaran hutan menghasilkan dampak
negatif cukup besar seperti rusaknya ekologi, menurunnya keanekaraman ekosistem hayati,
bahkan bisa sampai menyebabkan pemanasan global karena produksi CO2 yang belebihan
dan terus menerus. Dampak lain adalah berimbas kepada kesehatan masyarakat dikarenakan
menghirup asap yang dihasilkan dari kebakaran. Mengingat dampak kebakaran hutan
tersebut, maka upaya perlindungan terhadap kawasan hutan dan sangatlah penting.

Salah satu daerah di Indonesia yang mengalami kebakaran hutan yang sangat parah
adalah di Provinsi Riau. Kebakaran lahan (karhutla) dan hutan di Provinsi Riau masih terus
meluas. Menurut kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam (kompas,
2019) mengatakan bahwa sejak januari sampai dengan Maret, sekitar 2.830,19 ha lahan di
Provinsi Riau telah terbakar, jumlah lahan yang terbakar sangat bervariasi di masing-masing
daerah, 1.277,83 hektar lahan terbakar di Kabupaten Bengkalis, 436 Hektar di Kabupaten
Rokan Hilir, 323,75 ha di Siak, 232.4 ha di Kepulauan Meranti, pada kota Dumai tercatat
223.25 hektar, dan 112.1 hektar di Indragiri Hilir. Dengan sisanya adalah 77 hektar, 64.5
hektar, 43.76 hektar, 32.6 hektar dan 2 dan 5 hektar berturut-turut adalah di Pelawan,
Indragiri Hulu, Kota Pekanbaru, dan Kampar dengan presentase paling sedikit adalah
Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Kuansing.

Dari permasalahan diatas peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana dan upaya
pemerintah yang dilakukan dalam mencegah dan menangangani kebakaraan hutan di Provinsi
Riau tersebut, mengingat bahwa sangatlah penting menjaga kelestarian hutan karena
merupakan penghasih oksigen dan merupakan habitat bagi berbagai macan spesies dan
ekosistem. Peneliti ingin mengetahui upaya apa saja yang telah dilakukan oleh pemerintah.

B. Literatur Review

Kajian pustaka dilakukan agar menghindari kesamaan dengan penelitian sebelumnya.


Oleh karena itu dilakukan kajian pustaka dengan tujuan untuk membedakan penelitian ini
dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Dalam penelitian ini digunakan lima literatur yang
relevan, kemudian dari kelima literatur tersebut akan diklasifikasikan. Penulis
mengklasifikasikan dengan mengelompokkan dan diuraikan penelitian sebelumnya sesuai
dengan kesamaannya. Pengelompokan tersebut bertujuan untuk mempermudah penulis dalam
melakukan identifikasi kekurangan dari studi terdahulu, dengan tujuan agar penulis dapat
menyempurnakan atau menambahkan dari tinjauan pustaka penelitian sebelumnya. Dari
kelima literatur tersebut didapat beberapa kesamaan dan dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:

Penelitian yang dilakukan oleh ( Suhendri & Priyo Purnomo, 2017) dengan judul
“Penguatan Kelembagaan Dalam Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan
di Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi” dengan penelitian yang dilakukan oleh (
Meiwanda, 2017) dengan judul “Kapabilitas Pemerintah Daerah Provinsi Riau: Hambatan
dan Tantangan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan”. Kedua penelitian ini berfokus
pada kelembagaan dalam mengatasi kebakaran hutan. Penelitian pertama lebih berfokus
kepada bagaimana penguatan kelembagaan yang dilakukan di Kabupaten Muaro Jambi
Provinsi Jambi, penelitian yang satunya lebih kepada bagaimana kapabilitas pemerintah
dalam mengatasi kebakaran hutan dan lahan Provinsi Riau. Dengan hasil bahwa pencegahan
dan pengendalian yang dilakukan di Muaro Jambi masih belum pada tahap pemcegahan, hal
tersebut dibuktikan dengan bahwa kebijakan yang dilakukan masih kepada bagaimana
pengendalian kabut asap dan upaya pemadaman. Hasil dari penelitian selanjutnya adalah
dimana kapabilitas yang dimiliki pemerintah provinsi Riau dalam pengendalian kebakaran
hutan belumlah efektif, dimana belum terjadinya netwoking yang baik antar lembaga dan
instansi pemerintah provinsi maupun kabupaten. Yang membedakan dengan paper ini adalah
paper ini lebih menekankan kepada upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi Riau
dalam penanganan kebakaran hutan dan bukan kepada lembaganya.

Berdasarkan riset yang dilakukan oleh ( Suryani, 2012) dengan judul “Penanganan
Asap Kabut Akibat Kebakaran Hutan di Wilayah Perbatasan Indonesia”, dengan penelitian
yang dilakukan oleh (Akbar, 2008) dengan judul “Pengendalian Kebakaran Hutan Berbasis
Masyarakat Sebagai Suatu Upaya Mengatasi Risiko Dalam REDD” dimana kedua penelitian
ini lebih berfokus kepada bagaimana upaya penanganan dan pengendalian kebakaran hutan
yang dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Suryani lebih kepada bagaimana strategi
kebijakan yang dilakukan dalam meminimalisir kebakaran hutan yang terjadi, sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Akbar lebih kepada pengendalian kebakaran yang berbasis
masyarakat. Hasil dari kedua penelitian ini adalah dimana masalah kabut asap merupakan
masalah nasional yang dampak kabutnya telah berimbas kepada negara tetangga Indonesia,
yang menyebabkan beberapa sektor terganggu karena kabut asap tersebut seperti kesehatan
dan ekonomi. Penelitian yang lainnya adalah bahwa diperlukannya pemberdayaan
masyarakat dengan melakukan pengendalian kebakaran hutan yang berbasis masyarakat.
Pemberdayaan tersebut dilakukan untuk menyadarkan masyarakat tentang pentingnya
menjaga hutan, dan perlunya fasilitas yang diberikan dalam rangka pemberdayaan tersebut.
Yang membedakan dengan penelitian ini adalah penulis hanya akan berfokus pada upaya
yang dilakukan pemerintan dan bukan kepada pemberdayaan yang diberikan.

Penelitian berikutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Rasyid (2014). Penulis
dalam penelitiannya mengambil judul “Permasalahan dan Dampak Kebakaran Hutan” tujuan
dari penulisan ini adalah untuk menambah wawasan informasi mengenai permasalahan yang
terjadi dan dampak yang ditimbulkan karena kebakaran hutan. Dampak tersebut dapat
berimbas kepada kelangsungan lingkungan hidup dan ekosistem. Dengan hasil penelitian
adalah dimana masih belum berkembang dengan baiknya bagaimana pengetahuan tentang
pengetahuan ekosistem yang rumit. Dengan kerumitan tersebut sulit bagi kita untuk
memperhitungkan secara rinci bagaimana dampak dari kebakaran hutan yang berupa
perubahan ekologi dan keanekaragaman hayati sulit untuk diperhitungkan. Naumn demikian
dampak kebakaran hutan terhadap keanekaragaman hayati dapat berlangsung sampai dengan
ke generasi selanjutnya. Dalam tulisan ini lebih menekankan kepada bagaimana dampak yang
ditimbulkan dari kebakaran hutan yang dapat berimbas pada generasi selanjutnya dan bukan
kepada upaya yang dilakukan dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan,
sehingga penulis ingin melengkapinya terkait dengan upaya yang dilakukan dalam
penanganan dan pencegahan kebakaran hutan.

C. Metode Penelitian

Untuk menganalisis lebih jauh maka metode penelitian yang digunakan dalam paper
artikel ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi literatur. Studi
literatur adalah pemcarian teori maupun referensi yang berhubungan dengan permasalahan
yang sedang dibahas atau yang sedang ditemukan. Referensi tersebut dapat berupa buku-
buku, artikel, jurnal, laporan penelitian, dan situs website dalam Internet. Hasil dari metode
studi literartur ini adalah referensi yang berhubungan dengan rumusan masalah dan
terkoreksi. Tujuan dari studi literartur ini adalah agar dasar teori agar lebih kuat dan
memperkuat dasar penelitian yang berkaitan dengan upaya pemerintah dalam penanganan
dan pencegahan kebakaran hutan di Provinsi Riau.

Dalam penelitian ini memiliki unit analisis yakni dibatasi kepada upaya penanganan
dan pencegahan kebakaran hutan di Provinsi Riau. Untuk pengumpulan data yang relevan,
maka peneliti menggunakan sumber data sekunder yakni data tersebut didapatkan dari jurnal-
jurnal ilmiah, artikel ilmiah, berita, dan situs resmi terkait yang relevan. Data Sekunder
merupakan data yang berasal dari pihak kedua dan bukan didapatkan secara langsung, data
ini dapat berasal dari mencatat konsep penelitiannya yang berkaitan dengan unit analisa yang
akan di teliti. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka, pelengkap data primer serta
literature yang berkaitan dengan penelitian ini, seperti melalui media massa, internet,
Undang-Undang serta dokumen terkait. Teknik pengumpulan datanya peneliti
menggunanakan metode library riset untuk mendukung masalah yang diangkat.

D. Hasil dan Pembahasan

Kebakaran Hutan di Provinsi Riau

Provinsi Riau melalui BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) menyatakan


bahwa telah terjadi perluasan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di 12 Kabupaten dan
Kota. Kondisi kebakaran tersebut terus meluas hingga mencapai 2.719 hektar, kebakaran
tersebut mengalami peningkatan sebesar 700 hektar pada sepekan terakhir, kondisi tersebut
berpotensi masih terus meluas karena BMKG (Badan Meoteorologi Klimatologi dan
Geofisika) melalui pengamatannya menggunakan Satelit Terra dan Aqua mengatakan bahwa
masih mendeteksi titik-titik api yang dapat menjadi indikasi awal kebakaran lahan dan hutan
(cnnindonesia, 2019).

Kebakaran terjadi di beberapa wilayah di Provinsi Riau, kebakaran didominasi


dimana termpat tersebut berkontor gambut. Kebakaran terjadi seperti di bagian timur Provinsi
Riau yang batasnya langsung dengan Malaysia. Kebakaran yang terjadi menghasilkan asap
tebal yang meluas hingga Kota Dumai. Di Rokan Hilir kebakaran mencapai luas 407 ha,
222,4 ha di Meranti, ditambah 192.25 ha di Dumai. Kebakaran juga terpantau meluas di
beberapa daerah seperti Kabupaten Siak, Indragiri Hilir, Indragiri Hulu, pekanbaru, kampar,
Rokan Hulu dan Kuantan Singingi dengan jumlah lahan yang terbakar berturut-turut adalah
315.5 hektar, 107.1 hektar, 64.5 hektar, 37.75 hektar, 26.6 hektar dan 2 dan 5 hektar
(cnnindonesia, 2019).

Emisi karbon yang dihasilkan dari kebakaran hutan telah meningkat sangat signifikan
sebesar 20%. Karbondioksida yang merupakan salah satu gas rumah kaca akan berimbas
pada pemanasan global. Efek dari pemanasan global tersebut adalah dimana suhu permukaan
laut yang semakin meningkat dan juga salju dan juga penutup es telah menurun. Peningkatan
suhu lautan yang mencapai 100-200 mm selama abad terakhir. Para ilmuawan memprediksi
bahwa bumi akan mengalami peningkatan rata-rata suhu bumi sebesar 10 C dan akan
mengalami peningkatan panas pada 2025 apabila laju pemanasan tersebut masih berlanjut.
Dari pemanasan global tersebut dapat berdampak pada peningkatan permukaan laut yang bisa
menenggelamkan beberapa wilayah di dunia, kekeringan, banjir, atau bahkan angin kencang
yang disebabkan karena cuaca yang ekstrem (Rasyid, 2014).

Kebakaran hutan mempunyai dampak yang ditibulkan bagi lingkungan. dampak


kerusakan yang ditimbulkan dari kebakaran hutan adalah seperti rusaknya ekologi,
keanekaragaman hayari yang semakin menurun, nilai produktivitas tanah yang semakin
menurun dan dapat menimbulkan kemerosotan ekonomi. Asap yang dihasilkan dari
kebakaran hutan dapat mengganggung kesehatan dan transportasi baik darat, laut, maupun
udara, selain itu kebakaran hutan juga dapat menyebabkan perubahan iklim mikro karena
produksi karbondioksida. Kebakaran hutan yang menghasilkan gangguan asap pada akhir-
akhir ini telah melampaui batas negara (Rasyid, 2014).

Upaya Penanganan dan Pencegahan

Sejak pada tahun 1982 terjadi kebakaran hutan dan lahan yang dapat dikatakan besar,
dengan terjadi rangkaian kebakaran hutan lagi pada tahun tahun selanjutnya, indonesia telah
mengeluarkan kebijakan dalam rangka pencegahan kebakaran hutan dan lahan. peraturan
perundang-undangan yang dikeluarkan lebih menekankan kepada sanksi hukuman yang berat
bagi sipelaku pembakaran hutan dan lahan, beberapa peraturan tersebut adalah undang-
undang No. 41 Tahun 1999 yaitu tentang kehutanan; Undang-Undang tentang Perkebunan
yaitu Nomor 18 Tahun 2004, dimana undang-undang ini sedang dalam proses revisi;
Undang-Undang Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu UU Nomor
32 Tahun 2009; ditambah lagi dengan Peraturan Pemerintah nomor 45 Tahun 2004 tentang
Perlindungan Hutan yang sudah direvisi ke dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun
2009 (Qodriyatun, 2014).

Upaya yang dilakukan dalam pencegahan kebakaran hutan adalah dilakukan


menggunakan metode kampanye sadar masyarakat; kemudian disediakannya teknologi guna
pencegahan ditingkatkan lagi; teknologi tersebut berupa peringatan dan pencegahan dalam
kebakaran hutan, dibangunnya embung, Green Belt, menara untuk pengawasan, dan lain
sebagainya. Serta disediakannya perangkat lunak yang memadai. Upaya pemadaman
dilakukan dengan meningkatkan teknologi dalam pemadaman, kemudian dilakukannya
operasi pemadaman (pemadaman sedini mungkin dan pemadaman tingkat lanjut), dan juga
evakuasi dan penyelamatan. Sedangkan usaha yang dilakukan setelah kebakaran adalah
dikakukannya monitoring dan evaluasi, selain itu, inventarisasi hutan bekas terbakar juga
dilakukan, dan yang tidak kalah penting adalah dilakukkannya sosialisasi dan penegakan
hukum serta dilakukan rehabilitasi hutan terbakar (Qodriyatun, 2014).

Selain itu, dilakukannya pemberdayaan masyarakat dengan tujuan untuk mendukung


upaya-upaya tersebut. Pemberdayaan dilakukan kepada masyarakat dengan wilayah
dikawasan hutan yang rawan dengan kebakaran dikarenakan masyarakat ini merupakan
masyarakat yang berhadapan langsung jika terjadi kebakaran hutan. Pencegahan dan
pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang sangat penting, Kebijakan dikeluarkan oleh
Kementerian Kehutanan untuk melibatkan masyarakat dengan membentuk organisasi yang
berbasis masyarakat dalam tujuannya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Melalui
Peraturan menteri Kehutanan nomor 12/ Menhut-II/2009 tentang Pengendalian Kebakaran
Hutan seperti organisasi Masyarakat Peduli Api dan Kelompok Peduli Api (Qodriyatun,
2014).

Dalam melakukan pencegahan kebakaran hutan telah dilakukan beberapa upaya


menurut Soemarsono (1997) dalam (Suryani, 2012) antara lain:
1. Pembentukan Sub Direktorat Kebakaran Hutan dan Lembaga non Strukturan dengan
tujuan untuk pemantaban kelembagaan, sub kelembagaan tersebut berupa Pusat
Pengendalian Kebakaran Hutan Nasional (Pusdalkarhutnas), kemudian
(pusdalkarhutda) yaitu Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan Daerah, dan juga Satuan
Pelaksana (Satlak), ditambah dengan brigade pemadaman kebakaran hutan yang
masing-masing merupakan Hak Pengusaha Hutan (HPH) dan juga HTI (Hutan
Tanaman Industri);
2. Perlengkapan tentang petunjuk dan pedoman dalam pencegahan, serta
penanggulangan kebakaran hutan berupa atau dalam bentuk perangkat lunak;
3. Meningkatkan perlengkapan berupa alat-alat untuk mencegah dan memadamkan
kebakaran hutan;
4. Pemberian pelatihan terhadap aparat pemerintah, pegawai BUMN dan perusahaan
kehutanan ditambah dengan masyarakat sekitar hutan berupa pelatihan pengendalian
kebakaran hutan;
5. Penyuluhan dan kampanye yang dilakukan melalui Apel Siaga dalam pengendalian
kebakaran hutan;
6. Pengusaha, kepala Wilayah, kementerian dan jajaran Pembda diberikan pembekalan
terkait dengan penanganan kebakaran hutan; dan
7. Persyaratan bagi kawasan hutan yang akan dibuka bagi pembangunan non kehutanan
dalam persetujuannya adalah tanpa dibakar.

Selain upaya pencgahan, pemerintah juga melakukan penanggulangan yang berupa


kegiatan seperti menurut Soemarsono (1997) dalam (Suryani, 2012) :
1. Memberdayakan posko kebakaran dan dilakukannya pembinaan terkait dengan siaga I
dan II
2. Mobilitas sumber daya baik manusia, peralatan dan dana dari semua tingkatan, mulai
dari Jajaran Kementerian Kehutanan, sampai dengan perusahaan
3. Koordinasi lebih ditingkatkan antara instansi terkait melalui Pusdalkarhutnas di
tingkat pusat dan di tingkat daerah melalui Pusdalkarhutda Daerah
4. Bantuan luar negeri seperti pasukan BOMBA dari Malaysia guna memadamkan
kebakaran.

Selain itu, upaya Pemerintah Provinsi Riau dalam mengantisipasi kebakaran adalah
dengan pembangunan sekat dan kanal yang dibangun dibeberapa daerah dengan kerentanan
kebakaran hutan. Pembangunan kanal tersebut telah mencapai jumlah 3.354 sekat kanal
yang dibangun bersama dengan Badan Penanggulangan Bencana Nasonal, selain itu telah
dibangun juga 1.105 embung yang dibangun di wilayah bambut di sebar di Provinsi Riau.
Tujuan dari pembangunan tersebut adalah untuk menjaga kadar air yang berada diwilayah
gambut agar tetap basah dan menjaganya agar tetap lembab(nasional.tempo, 2015).

Selain itu, pemerintah Riau telah merencanakan 16 rencana aksi yang sudah
berjalan, diantaranya adalah dilakukannya audit kepatuhan bagi perusahaan perkebunan dan
hutan industri, serta dilakukannya moratorium perizinan lahan gambut. Ditambah lagi
setiap perusahaan wajib untuk memiliki fasilitas dalam pemadaman dan tersedianya
personel siaga khusus dalam pemadaman api. Perusahaan berwajib untuk memberi
pembinaan kepada masyarakat sekitar konsensi agar bersama melakukan pencegahan dan
tidak melakukan pembakaran lahan dan hutan. Anggaran khusus juga telah disiapkan oleh
Pemerintah Riau dalam rangka pencegahan kebakaran hutan dan lahan yang berasal dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan 2015. Namun tidak disebutkan secara
pasti berapa jumlah anggaran tersebut (nasional.tempo, 2015).
Dalam rangka mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau, pada
tanggal 18 januari 2017 pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup menempatkan 1
buah helikopter Bell 421 yang digunakan untuk berpatroli udara dalam ragka pencegahan
kebakaran hutan dan lahan dari udara. Selain digunakan untuk berpatroli, helikopter ini juga
digunakan untuk materbombing, yaitu menjatuhkan air dari ketinggian seperti yang dilakukan
pada wilayah operasi Kabupaten pelalawan dan Siak, Riau yaitu menjatuhkan air sebanyak
43.200 liter pada tanggal 14-20 Februari 2017 (ditjenppi.menlhk, 2017).

E. Kesimpulan

Dalam upaya penanganan dan pencegahan kebakaran hutan di Provinsi Riau,


pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk menangani masalah tersebut
seperti pembuatan peraturan yang bertujuan untuk penegakan hukum bagi pelaku
pembakaran hutan. Selain itu, dibangunnya embung dan kanal di beberapa tempat dengan
tujuan untuk menjaga tanah yang kering agar tetap lembab. Pemberdayaan masyarakat
dilakukan mengiat bahwa masyarakat sekitar hutan merupakan aktor pertama yang
berhadapan dengan kebakaran jika terjadi kebakaran. Selain masalah teknis, juga disiapkan
peralatan penunjang siaga kebakaran seperti helikopter yang digunakan untuk melakukan
patroli dan juga penyiraman air melalui udara jika terjadi kebakaran. Salah satu hal yang
penting adalah dimana penyediaan sumber daya, baik dari segi sumber daya manusia,
maupun sumber daya biaya sangatlah diperlukan agar kita siap dalam menghadapi
kebakaran hutan dan lahan.
Daftar Pustaka
https://www.liputan6.com/global/read/2163352/ilmuwan-4-dari-9-batasan-bumi-sudah-
dilanggar-manusia

https://www.greenpeace.org/archive-indonesia/press/releases/indonesia-dicatat-dalam-buku-r/

https://regional.kompas.com/read/2019/03/30/18111201/luas-lahan-yang-terbakar-di-riau-
capai-2830-hektar?page=all

https://bnpb.go.id/99-penyebab-kebakaran-hutan-dan-lahan-adalah-ulah-manusia

http://bnpb.go.id/uploads/publication/1031/Gema%206-23-14%20(1).pdf

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190325093254-20-380318/kebakaran-hutan-di-riau-
meluas-hingga-2719-hektare

http://jambiprov.go.id/v2/berita-sinergitas-teknis-penanggulangan-karhutla-terus-ditingkatkan.html

https://nasional.tempo.co/read/714990/kebakaran-hutan-masih-terjadi-begini-cara-riau-
mencegahnya/full&view=ok

http://ditjenppi.menlhk.go.id/kcpi/index.php/aksi/mitigasi/implementasi/207-pencegahan-dan-
penanggulangan-kebakaran-hutan-dan-lahan

Akbar, A. (2008). Pengendalian Kebakaran Hutan Berbasis Masyarakat Sebagai Suatu Upaya
Mengatasi Risiko Dalam REDD. Tekno Forest Plantation, 1(1), 11–22.

Elysa, M. L. (2014). Spatial Decision Support System Untuk Pencegahan Kebakaran Hutan (
Studi Kasus : Kabupaten Kubu Raya ). Jurnal Sistem Dan Teknologi Informasi, 2(2), 1–
6.

Meiwanda, G. (2017). Kapabilitas Pemerintah Daerah Provinsi Riau: Hambatan dan


Tantangan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan. Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu
Politik, 19(3), 251. https://doi.org/10.22146/jsp.15686

Qodriyatun, S. N. (2014). Kebijakan penanganan kebakaran hutan dan lahan, VI(6), 9–12.

Rasyid, F. (2014). Permasalahan dan Dampak Kebakaran Hutan. Jurnal Lingkar


Widyaiswara, (4), 47.
Suhendri, S., & Priyo Purnomo, E. (2017). Penguatan Kelembagaan Dalam Pencegahan dan
Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi.
Journal of Governance and Public Policy, 4(1), 174–204.
https://doi.org/10.18196/jgpp.4175

Suryani, A. S. (2012). Penanganan Asap Kabut Akibat Kebakaran Hutan di Wilayah


Perbatasan Indonesia. Aspirasi, 3(1), 59–76.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai