Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA DASAR

ACARA II
PROTEIN
INHAL

Disusun oleh:
Mu’min Hilman Hawali PT/07455
Nonik Azizah Prabawati PT/07506
Asisten: Fariz Radivan Dirgantara

LABORATORIUM BIOKIMIA NUTRISI


DEPARTEMEN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GAJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
ACARA II

PROTEIN

Tujuan Praktikum

Praktikum ini bertujuan untuk mengenali adanya pengendapan


protein dengan penambahan larutan logam berat, pereaksi alkaloid, garam
netral, dan alkohol. Mengetahui adanya kandungan ikatan peptida, asam
amino tirosin, asam amino triptofan, asam amino aromatik, dan gugus
karbohidrat dalam protein. Serta mengetahui perbedaan sifat protein
berdasar kelarutannya, sifat kasein, kandungan phosphor dalam kasein,
serta mengetahui pengaruh (NH4)2SO4 terhadap gelatin.

Tinjauan Pustaka

Protein merupakan materi organik yang tersusun oleh karbon,


hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Protein pada hakikatnya adalah polimer
yang terdiri dari bermacam sub-unit atau monomer yang diketahui sebagai
asam amino, dan memiliki struktur seperti gambar 1.1 (Fried and
Hademenos, 2013).

gambar 1.1 Struktur basic asam amino (α-asam


amino)

Gugus karboksil (COOH) adalah karakteristik dari semua jenis asam


organik, pada protein gugus karboksil menempel pada atom karbon yang
sama bersama gugus NH2 atau amina. Gugus R menjadikan asam amino
memiliki 20 macam (yang diketahui di alam) (Fried and Hademenos, 2013).

Protein terdiri dari molekul asam amino, yang ketika terjadi proses
transkripsi dan tranlasi kode genetis, saling menyambung karena diikat oleh
ikatan peptida, dan membentuk rantai panjang polipeptida dalam rangkaian
yang secara unik ditentukan oleh kode genetik organisme. Rangkaian yang
unik itu pula yang menjadi struktur primer dari protein (Carta and
Jungbauer, 2010).

Rantai samping dari asam amino atau rantai R, memiliki


kecenderungan yang berbeda-beda soal interaksi antar asam amino lain,
dan pelarut encer seperti air. Perbedaan ini mempengaruhi kestabilan dan
fungsi suatu protein. Sifat yang dipengaruhi salah satunya adalah
Hidrofobik, di mana asam amino hanya akan berfungsi pada interaksi Van
der Walls, memilki kecenderungan untuk menghindari kontak dengan air
dan menolak daya tarik dengan asam amino lain adalah sifat dari hidrofobik.
Asam amino Alanin dan Leusin merupakan contoh dari asam amino
hidrofobik. Terdapat juga asam amino hidrofilik, yang bisa berikatan dengan
hidrogen, beberapa tergantung dari kondisi pH atau lingkungannya,
contohnya adalah asam aspartat dan asam glutamat. Asam amino yang
memiliki karakter polar dan non-polar, disebut sebagai Amfipatik.
Contohnya adalah Lisin dan tirosin (Petsko and Ringe, 2004)
(sumber : Petsko and Ringe, 2004)

Faktor yang berpengaruh terhadap struktur dari protein, antara lain


(1) Komposisi asam amino, bergantung pada kecenderungan gugus R
dalam kontak dengan air, apakah menjauh (hidrofobik), mendekat
(amfipatik), atau bersentuhan (hidrofilik). (2) Lipatan protein yang
dipengaruhi oleh asam amino yang berinteraksi dengan bengkokan atau
jembatan disulfida. (3) Asam amino fungsional, yang dimiliki spesifik oleh
enzim, gugus R pada enzim sangat berpengaruh terhadap bentuk final
dari lipatan protein. (4) Modifikasi final, protein memiliki perubahan baik di
awal terbentuk amupun di akhir. (5) Posisi akhir protein, apakah berada di
larutan cair, atau berada di membran organisme, di mana protein
membran akan memiliki gugus R hidrofobik (Janson and Tischler, 2012).

Struktur protein terdiri dari struktur primer yang ditentukan oleh kode
genetik, dan dilanjutkan dengan struktur sekunder berupa bentuk rangkaian
polipeptida antara α-helix, maupun β-strand, yang membentuk dari ikatan
hidrogen yang terjadi antara gugus N-H dan C=O pada rangkaian utama
dari protein. Pada protein globular, salah satu atau kedua polipeptida α-
helix dan β-strand, beserta loop dan bengkokan akan melipat, menjadi
struktur tersier. Polipetida-polipeptida tersebut melipat menjadi gumpalan
atau rangkaian panjang berbentuk 3 dimensi, atau disebut struktur
kuartener (Petsko dan Ringe, 2004).

Protein dapat berbentuk sebagai globular, atau gumpalan bulat 3-


dimensi, dan fibrous, berbentuk panjang dan lurus seperti serat-serat.
Mayoritas protein berbentuk globular, dengan sebagian kecil protein
struktural dan spesifik berbentuk fibrous. Contohnya adalah aktin, miosin,
kolagen, dan keratin yang banyak ditemukan pada jaringan ikat, kulit, dan
rambut manusia (Janson and Tischler, 2012).

Struktur tersier protein dapat mengalami denaturasi, yaitu peristiwa


break-down atau pecahnya struktur konformasi protein, yang terjadi kaena
interaksi non kovalen pada permukaan dan interior molekul protein.
Denaturasi dipicu oleh berbagai faktor, seperti suhu dan senyawa kimia
non-protein perusak interaksi. Interaksi yang dimaksud dari yang paling
kuat hingga paling lemah adalah jembatan disulfida, interaksi ionik, ikatan
hidrogen, interaksi hidrofobik, dan ikatan van der Walls. Kekuatan interaksi
pada protein bergantung pada besarnya energi (entalpi) yang dibutuhkan
untuk mempertahankan interaksi tersebut. (Thenawidjaja, et.al, 2017).

Protein dapat diklasifikaikan menurut banyak cara, berdasarkan


kelarutannya dalam zat pelarut tertentu, protein dibagi menjadi albumin,
globulin, prolamin, dan glutelin. Albumin merupakan golongan protein yang
larut dalam air dan garam encer. Globulin larut dalam larutan garam encer,
tetapi tidak atau sedikit larut dalam air. Prolamin larut dalam alkohol 30-
90%, sedangkan glutelin larut pada larutan asam atau basa encer
(Sumardjo, 2009).
Atas dasar konformasi (bentuk tiga dimensi khusus yang dipunyai
tiap jenis mokekul protein alami), protein dibagi menjadi protein
serat/benang/fibrous yang terdiri dari rantai polipeptida yang teratur paralel
membentuk pita, misalnya kolagen dan keratin serta protein globular yang
terdiri dari rantai polipeptida yang melipat-lipat, misalnya albumin, globulin,
dan histon (Kuchel dan Ralston, 2006).
Menurut Soerodikoesoemo dan Hari, dalam Katili (2009), protein
berfungsi sebagai katalisator, pengangkut dan penyimpan molekul lain,
pendukung sistem imunitas, penghasil pergerakan tubuh, transmitor syaraf,
dan pengendali pertumbuhan dan perkembangan.
Protein yang berfungsi sebagai pengangkut molekul lain contohnya
adalah Hemoglobin, yang membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan di
sekujur tubuh organisme. Sedangkan Mioglobin berperan sebagai
penyimpan oksigen, sampai dibutuhkan di waktu yang tepat oleh otot.
Peran katalisator dimainkan oleh enzim, dengan prosedur aktivasi dan kerja
yang spesifik, terutama pH (Katili, 2009).
Materi dan Metode

Materi.

Alat. Alat praktikum yang digunakan adalah tabung reaksi, rak


tabung reaksi, pipet tetes, pipet ukur, pipet pump, bunsen, penangas air,
corong, pengaduk, dan penjepit, dan korek api.

Bahan. Bahan praktikum yang digunakan adalah larutan protein


encer, larutan ZnSO4, asam sulfosalisilat 20%, larutan Esbach, Kalium
Ferosianida 5%, asam asetat glasial, asam wolframat, asam metafosfat,
(NH4)SO4 padat, alkohol pekat, akuades, larutan albumin 1%, larutan
kasein 1%, larutan polipeptida, NaOH 40% dan 10%, CuSO4 0,1 %, larutan
HgSO4 1%, NaNO2 kristal, larutan formaldehid encer, H2SO4 pekat, HNO3
pekat, NH4OH, reagen Molisch 5%, larutan serum encer, khlorofenol red,
asam asetat 2%, HNO3 encer, Na2CO3 encer, NaOH 10%, bromkresol
hijau, ammonium molibdat, gelatin padat, dan ammonium sulfat.

Metode

Pengendapan

Uji penggunaan logam berat. Disiapkan 2 tabung reaksi. Tabung


(1) diisi 1 ml albumin 1% dan ditambahkan ZnSO4. Ketika sudah terjadi
endapan, ditambahkan ZnSO4 lagi sampai protein larut. Tabung kedua diisi
0,5 ml larutan kasein 1% dan ditambah ZnSO4 encer sampai terdapat
endapan, lalu ditambahkan ZnSO4 berlebih dan diamati reaksi yag terjadi.

Uji penggunaan pereaksi alkaloid. Diisi 2ml larutan albumin 1%


ke empat tabung reaksi. Tabung pertama ditambahkan 1-2 tetes asam
sulfosalisilat 20%, tabung kedua ditambahkan 2 ml larutan Esbach, tabung
ketiga ditambahkan Kalium Ferosianida 2 ml dan 5 tetes asam asetat
glasial, tabung keempat ditambahkan 2 tetes asam wolframat. Reaksi yang
terjadi dicatat hasilnya.
Uji penggunaan garam netral dan alkohol. Disiapkan 2 buah
tabung reaksi, tabung pertama diisikan 5 ml larutan albumin 1% dan 1
sendok (NH4)SO4 , lalu digojok. Tabung kedua diisikan 5-8 tetes larutan
albumin 1% dan 2 ml alkohol pekat. Dilihat reaksi masing-masing tabung,
lalu keduanya diencerkan menggunakan akuades.

Reaksi Warna

Uji Biuret. Diisikan 2 ml larutan polipeptida pada sebuah tabung,


ditambahkan 2 ml NaOH 40% dan beberapa tetes CuSO4 0,1 %. Dicampur
dan diamati warna yang terjadi.

Uji Millon. Diisikan pada sebuah tabung 2 ml larutan albumin 1%


dan 1 ml larutan HgSO4 1%. Campuran dipanaskan pada bunsen selama
10 menit di atas bunsen sampai mendidih, lalu didinginkan di air mengalir.
Setelah dingin, ditambahkan NaNO3 kristal dan dipanaskan lagi dengan
bunsen, reaksi yang terjadi dicatat.

Uji Hopskin-Cole. Diisikan 1 ml larutan albuin 1% dan 1 ml larutan


formaldehid encer pada sebuah tabung, lalu ditambahkan 1 ml H 2SO4
pekat lewat dinding tabung. Lalu diamati warna yang terjadi.

Uji Xanthoprotein. 3 ml larutan albumin 1% dicampur 1 ml HNO3


pekat dalam sebuah tabung, lalu dipanaskan dengan bunsen sampai
mendidih. Didinginkan di air mengalir, lalu dibagi dua. Tabung pertama
ditetesi NH4OH, dan tabung kedua tidak ditetesi, dicatat apa reaksi yang
terjadi.

Uji Molisch. Diisikan 1 ml larutan albumin 1% pada sebuah tabung


reaksi, dan ditambahkan reagen Molisch 5%. Ditambahkan larutan H 2SO4
lewat dinding tabung sehingga terjadi dua lapisan berbeda, diamati reaksi
yang terjadi.
Perbedaan Sifat Protein

Albumin dan Globulin. Disiapkan dua buah tabung reaksi, tabung


1 diisi 2 ml larutan serum encer dan 2 tetes asam sulfosalisilat. Tabung 2
diisi 2 ml larutan serum encer dan 1 tetes Khlorofenol Red. Diamati
perubahan warna yang terjadi. Lalu tabung 2 ditambahkan asam asetat 2%
sampai warna campuran kembali seperti warna serum. Kemudian
dipanaskan menggunakan penangas sampai mendidih. Didinginkan lalu
isinya dibagi dua. Tabung 2a, ditambahkan 2 ml HNO 3 encer, sedangkan
tabung 2b ditambah 2 ml Na2CO3 , diamati reaksi yang terjadi.

Kasein. Dicampurkan 2,5 ml larutan kasein 1%, 1 ml akuades, 2 ml


NaOH 10% encer, 2 tetes bromkresol hijau, dan 5-8 tetes asam asetat
glasial sampai terjadi endapan di dasar tabung reaksi. Diamati warna
endapannya.

Uji Neuman terhadap Kasein. Dicampurkan 2,5 ml larutan kasein


1%, 5 tetes HNO3 pekat, dan 10 tetes H2SO4. Campuran dipanaskan
menggunakan bunsen, lalu didinginkan dan ditambah 2 ml ammonium
molibdat. Dipanaskan lagi menggunakan bunsen selama 10 menit, dan
diamati reaksi yang terjadi.

Gelatin. Disiapkan tabung reaksi dua buah. Diisikan pada masing-


masing tabung 1 sendok kecil gelatin dan 10 ml akuades. Kedua tabung
dipanaskan menggunakan penangas sampai gelatin larut. Didinginkan
menggunakan aliran air dan dilakukan uji reaksi warna.

Reaksi Pengendapan

Disiapkan dua buah tabung reaksi, tabung 1 dan 2 diisi 2,5 ml larutan
gelatin hasil preparasi percobaan perbedaan sifat protein, lalu tabung 1
ditambahkan 1 sendok pengaduk ammonium sulfat padat, sedangkan
tabung 2 ditambahkan 2 ml Kalium Ferosianida dan 3-5 tetes asam asetat
glasial. Reaksi yang terjadi pada campuran diamati.
Hasil dan Pembahasan
Pengendapan
Dengan menggunakan logam berat. Praktikum ini bertujuan untuk
mengetahui adanya pengendapan logam berat. Prinsip kerja pengendapan
menggunakan logam berat adalah penggumpalan pada protein ketika
mencapai titik isoelektrik. Penambahan ZnSO4 lewat jenuh menyebabkan
protein melewati titik isoelektrik dan ikatan Zn protein menjadi terlepas.
Tabel 1. Hasil uji pengendapan menggunakan logam berat
Bahan Perlakuan Hasil

Albumin 1% +ZnSO4 encer + Sedikit mengendap


ZnSO4 berlebihan dan berwarna keruh
lalu menjadi bening

Kasein 1% +ZnSO4 encer + Mengendap dan


ZnSO4 berlebihan berwarna sangat
keruh lalu menjadi
bening

Berdasarkan hasil yang diperoleh, pengendapan yang terjadi akibat


perlakuan disebabkan oleh Zn dari ZnSO4 yang merupakan logam berat
yang menurut Sumardjo (2009) dapat mengendapkan protein. Albumin dan
kasein saat ditambahkan logam berat akan mengendap karena terjadi
peristiwa koagulasi, yaitu pengendapan atau penggumpalan protein pada
titik pH isoelektrik dan akan kembali larut saat sudah melewati titik pH
isoelektrik. Logam berat berupa ZnSO4 tersebut merupakan logam bersifat
asam yang dapat menurunkan pH larutan sehingga sampai pada pH
isoelektriknya dan menimbulkan terbentuknya endapan, dan saat ditambah
ZnSO4 berlebih, pH akan terus menurun sehingga sampai dibawah pH
isoelektriknya dan mengakibatkan endapan larut dan menjadi lebih bening
dari sebelumnya.
Dengan menggunakan alkaloid. Praktikum ini bertujuan untuk
mengetahui pengendapan protein dengan penambahan alkaloid. Prinsip
kerja pengendapan menggunakan alkaloid adalah pereaksi alkaloid
merupakan asam organik yang memiliki banyak anion, muatan negatif dari
anion tersebut bereaksi dengan muatan positif pada gugus amino dan
menyebabkan pengendapan protein.
Tabel 2. Hasil uji pengendapan menggunakan alkaloid
Bahan Perlakuan Hasil
Albumin 1% +Asam sulfosalisilat Terjadi endapan dan
20% larutan berwarna putih
Albumin 1% +Larutan esbach Terjadi endapan dan
larutan berwarna
kuning

Albumin 1% +Kalium Terjadi endapan dan


ferrosianida+asam larutan berwarna putih
asetat glasial

Albumin 1% +Asam wolframat 20% Terjadi endapan dan


larutan berwarna putih

Pada tabung yang berisi 1 ml larutan albumin 1% dan 5 tetes asam


sulfosalisilat 20%, dihasilkan larutan yang berwarna putih karena terjadinya
endapan. Endapan ini terjadi karena adanya asam sulfosalisilat yang
berikatan dengan gugus amin pada protein yang bermutan positif. Pada
tabung yang diisi 2 ml larutan albumin 1% ditambah dengan 1 ml larutan
esbach menghasilkan larutan berwarna kuning yang mengendap. Pada
tabung yang diisi dengan 2 ml larutan albumin 1% ditambah 2 ml kalium
ferrosianida dan 5 tetes asam asetat glasial menghasilkan warna putih dan
terdapat endapan. Pada tabung yang diisi dengan 2 ml larutan albumin 1%
dan 2 tetes asam wolframat 20% hingga mengendap dihasilkan endapan
berwarna putih.Semua tabung menunjukkan terjadinya endapan.Hal ini
dikarenakan reagen yang ditambahkan merupakan zat yang bersifat
alkaloid. Sumardjo (2009) menyatakan bahwa alkaloid merupakan zat yang
bersifat basa. Zat alkaloid akan menghasilkan ion negatif saat bereaksi
dengan protein dan akan bereaksi dengan gugus amin positif dari protein
dan mengendap. Sesuai dengan prinsip di atas, protein bila ditambah
dengan alkaloid akan menghasilkan endapan.

Dengan garam netral dan alkohol. Tujuan dari percobaan ini


adalah untuk mengetahui pengendapan protein dengan penambahan
garam netral dan alkohol. Prinsip kerja dari pengendapan dengan garam
netral dan alkohol adalah albumin mengendap pada garam pekat dan
alkohol pekat tetapi larut dalam garam encer dan alkohol encer.
Tabel 3. Hasil uji pengendapan menggunakan garam netral dan alkohol
Bahan Perlakuan Hasil

Albumin 1% +(NH4)SO4 padat + Mengendap lalu


akuades bening kembali
setelah 44 tetes
akuades

Albumin 1% +alkohol pekat + Mengendap lalu


akuades bening kembali
setelah 110 tetes
akuades

Tabung yang berisi 5 ml larutan albumin 1% ditambah (NH4)2SO4


padat 1 sendok kemudian diencerkan dengan alkohol larutan berwarna
bening dan tidak ada endapan. Jadi, albumin merupakan protein yang larut
dalam air dan garam encer. Sedangkan tabung yang berisi 5-8 tetes larutan
albumin 1% ditambah 2 ml alkohol pekat akan menghasilkan endapan dan
berwarna keruh kemudian ketika diencerkan, larutan akan kembali.Hal ini
sesuai dengan pemaparan Sumardjo (2009) bahwa protein yang larut
dalam air, seperti albumin miskin akan radikal-radikal polar bebas sehingga
cenderung mengendap pada penambahan alkohol dan garam netral.

Reaksi Warna
Uji Biuret. Bertujuan untuk membuktikan adanya ikatan peptida
pada protein. Prinsip kerja pada percobaan ini yaitu ikatan antara Cu dari
CuSO4 dengan N dari peptida dengan larutan basa membentuk
Cupripotasium biuret yang berwarna ungu.
Tabel 4. Hasil uji biuret
Bahan Perlakuan Hasil

Larutan polipeptida +NaOH 40% + CuSO4 Timbul warna


0,1% gradiasi ungu, kuning
coklat, dan jernih

Tabung diisi dengan 2 ml larutan polipeptida ditambah 2 ml NaOH


40% dan beberapa tetes CuSO4 0,1% kemudian dicampur. Penambahan
NaOH yang merupakan basa kuat dimaksudkan untuk membentuk suasana
basa sehingga ikatan peptida terpecah dan asam amino yang mengandung
unsur N akan mudah bereaksi dengan Biuret yang memiliki unsur Cu.
Warna berubah dari bening menjadi sedikit keruh ditambah 2 ml NaOH 40%
kemudian berubah menjadi ungu saat ditambah beberapa tetes CuSO4
0,5%.. Hal ini sesuai dengan pemaparan Sumardjo (2009) yang
menyatakan bahwa uji Biuret positif apabila menunjukkan warna merah
hingga violet. Serta membuktikan bahwa ion Cu2++ dari CuSO4 akan
berikatan dengan peptida (Wahyuningtyas, et.al., 2013). Reaksi biuret
positif menunjukkan bahwa terdapat ikatan peptida sebanyak dua atau lebih
dalam protein, namun biasanya negatif pada asam amino.

Uji Millon. Uji ini dilakukan untuk membuktikan keberadaan asam


amino tirosin pada protein. Prinsip kerjanya yaitu terjadi ikatan Hg dengan
gugus hidroksifinil dari asam amino tirosin.
Tabel 5. Hasil uji millon
Bahan Perlakuan Hasil

Albumin 1% +Larutan HgSO4 1% Ada endapan


dipanaskan + NaNO3 berwarna merah di
kristal dipanaskan atas busa detelah
ditambah NaNO3 dan
dipanaskan

Pada percobaan ini muncul bintik-bintik merah yang sebelumnya


berwarna kuning.

Uji Hopskin-Cole. Uji Hopskin-Cole bertujuan untuk membuktikan


adanya asam amino triptofan pada protein. Prinsip kerjanya yaitu terjadi
kondensasi antara gugus aldehid dari formaldehid dengan gugus indol dari
asam amino triptofan pada albumin.
Tabel 6. Hasil uji hopskin-cole
Bahan Perlakuan Hasil

Albumin 1% +larutan formaldehid Terdapat cincin ungu


encer+H2SO4 pekat di tengah

Pada tabung yang diisi dengan 1 ml larutan albumin 1% dan 1 ml


larutan formaldehid encer ditambah 1 ml H2SO4 pekat, kemudian digojok
dan pada akhirnya terbentuk terbentuk cincin yang berwarna ungu. Fungsi
penambahan H2SO4 adalah untuk melakukan break-down atau denaturasi
pada protein sehingga terlepas dan kondensasinya gugus indol triptofan
dengan gugus aldehid.
Uji Xanthoprotein. Uji Xanthoprotein bertujuan untuk membuktikan
adanya asam amino aromatik (fenilalanin, tryptophan, dan tirosin) pada
protein. Prinsip kerja uji Xanthoprotein yaitu penambahan asam nitrat
menyebabkan terjadi nitrasi pada inti benzena pada asam amino aromatic
sehingga menjadi kuning. Pada kondisi basa (penambahan NH4OH
berlebih), warna akan berubah menjadi orange karena ionisasi gugus fenol.
Tabel 7. Hasil uji pengendapan menggunakan logam berat
Bahan Perlakuan Hasil

Albumin 1% +HNO3 pekat Menghasilkan warna


dipanaskan+NH4OH kuning orange

Albumin 1% +HNO3 pekat Menghasilkan warna


dipanaskan kuning muda

Pada percobaan ini, 3 ml larutan albumin 1% + 1 ml HNO 2 pekat.


Kemudian dipanaskan sampai mendidih dan didinginkan. Larutan yang
telah didinginkan selanjutnya dibagi dua dan diberi perlakuan berbeda.
Tabung 1 ditambahkan beberapa tetes NH4OH dan hasilnya warna larutan
berubah menjadi kuning pekat sedangkan tabung yang tanpa penambahan
berwarna agak kuning. Fungsi penambahan asam nitrat dan pemanasan
adalah untuk memecah ikatan peptida sehingga saat ditambahkan NH4OH,
NH4OH akan menyebabkan suasana larutan menjadi basa dan berubah
menjadi warna kuning pekat karena ionisasi gugus fenol.
Uji Molisch. Uji Molisch bertujuan untuk menunjukkan adanya
sakarida dalam protein. Prinsip kerjanya yaitu sakarida yang dipanaskan
dengan asam kuat akan mengalami dehidrasi menjadi furfural dan
membentuk senyawa berwarna jika bereaksi dengan timol atau alfa naftol.
Fungsi penambahan H2SO4 adalah untuk mendehidrasi monosakarida
menjadi furfural sehingga akan bereaksi dengan Molisch.
Tabel 8. Hasil uji molisch
Bahan Perlakuan Hasil

Albumin 1% +reagen molisch Menghasilkan warna


5%+H2SO4 pekat gradiasi ungu, hitam,
dan hijau
Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh bahwa 1 ml albumin yang
ditambahkan 2 ml reagen Molisch dan 3 ml H2SO4 pekat menghasilkan
warna yang keatas menjadi warna ungu/violet sedangkan kebawah
berwarna hijau.

Perbedaan Sifat Protein


Albumin dan Globulin.Percobaan albumin dan globulin ini
bertujuan untuk membuktikan adanya albumin dan globulin pada protein.
Tabel 9. Hasil uji perbedaan sifat protein dari albumin dan globulin
Bahan Perlakuan Hasil
Serum encer +Asam sulfosalisilat Terjadi endapan
putih keruh
Serum encer +Khlorofenol red Terjadi endapan
keruh berwarna
ungu

Serum encer +khlorofenol red+asam Warna menjadi


asetat 2% sampai warna putih keruh
kembali seperti
semula,dipanaskan+HNO3
encer

Berdasarka percobaan yang dilakukan diperoleh hasil bahwa pada


tabung 1, 2 ml larutan serum encer yang ditambahkan 2 tetes asam
sulfosalisilat mengalami perubahan warna menjadi kuning agak keruh dan
ada endapannya. Tabung 2, serum yang ditambahkan khlorofenol merah
menghasilkan warna ungu, setelah ditambah asetat 2% setetes demi
setetes warna kembali seperti warna asli serum. Kemudian tabung pertama
ditambahkan asam nitrat encer menunjukkan semakin banyak asam nitrat
yang ditambahkan semakin banyak endapan yang larut dan terlihat
perubahan warnanya menjadi kuning dan mengindisikan terbentuknya
endapan. Tabung kedua ditambahkan Na2CO3 encer dan diperoleh larutan
berwarna ungu. Hal ini menunjukkan bahwa pada tabung 1, terdapat protein
berupa albumin, karena sifat albumin yang mengendap pada alkaloid, hal
ini disebabkan alkaloid bersifat basa. Sumardjo (2009) memaparkan bahwa
alkaloid menghasilkan ion negatif yang akan bereaksi dengan ion positif dari
asam amino. Tabung tiga yang ditambahkan asam nitrat terdapat protein
berupa glutelin. Tabung empat yang ditambahkan Na 2CO3 terdapat protein
berupa globulin dan albumin. Sumardjo (2009) maparkan bahwa glutelin
larut dalam asam atau basa yang encer sedangkan albumin tidak larut
dalam air tapi larut dalam garam encer. Serum yang diuji terdapat dua jenis
protein yaitu albumin dan globulin.
Kasein. Uji kasein bertujuan untuk membuktikan terjadinya
pengendapan kasein. Prinsip kerja percobaan uji kasein yaitu penambahan
NaOH yang berperan dalam penaikkan pH menyebabkan warna biru, brom
kresol hijau sebagai indikator warna. Asam asetat menyebabkan endapan
kehijauan karena terjadi penurunan pH sehingga larutan mencapai titik
isoelektriknya dan mengalami koagulasi.
Tabel 10. Hasil uji perbedaan sifat protein dari kasein
Bahan Perlakuan Hasil

Kasein 1% +akuades+NaOH 10% Ada endapan


encer+2 tets brom kehijauan pada
kresol hijau+5-8 tetes larutan biru
asam asetat glasial

Tabung berisi 2,5 ml larutan kasein 1% ditambah akuades ditambah


2 tetes bromkresol hijau ditambah 5-8 tetes asam asetat glasial terjadi
endapan. Shah et.al (2010) dalam Rahayu et.al (2013) memaparkan
bahwa kasein memiliki pH isoelektrik sebesar 4,6. Berdasarkan pada
percobaan yang sudah dilakukan didapatkan hasil bahwa kasein yang
ditambahkan akuades, NaOH, bromkresol biru, dan 8 tetes asam asetat
glasial membentuk endapan dan larutan berwarna biru bening. Hal ini
menunjukkan bahwa asam asetat memiliki kemampuan menurunkan pH
larutan hingga mencapai titik isoelektrik dan mengendapkan kasein.
Uji Neuman terhadap kasein. Uji Neuman terhadap kasein
bertujuan untuk membuktikan adanya fosfor pada kasein. Prinsip kerja
pengujian ini adalah terlepasnya fosfor pada kasein dengan penambahan
HNO3 dan H2SO4 membentuk H(PO4)-, ammonium molibdat berikatan
dengan H(PO4)- membentuk ammonium phospomolibdat.

Tabel 11. Hasil uji perbedaan sifat protein menggunakan uji Neuman
terhadap kasein
Bahan Perlakuan Hasil

Kasein 1% +5 tetes HNO3 Larutan berwarna


pekat+10 tetes H2SO4 kuning bening dan
pekat, dipanaskan lalu ada gumpalan serta
dinginkan+amonium endapan
molibdat, dipanaskan

Tabung yang diisi dengan 2,5 ml larutan kasein 1% ditambah 5 tetes


HNO3 pekat, 10 tetes H2SO4 pekat terbentuk warna kuning keruh dan ada
endapannya saat dipanaskan. Setelah itu larutan didinginkan, terdapat
gumpalan-gumpalan kemudian ditambah dengan ammonium molibdat,
dipanaskan selama 10 menit dengan bunsen warna menjadi kuning keruh,
sebagai tanda hasil reaksi berupa ammonium phosphomolibdat.
Gelatin. Uji Gelatin bertujuan untuk membuktikan macam-macam
unsur yang terdapat dalam gelatin. Gelatin padat yang telah dilarutkan lalu
dipanaskan dan dilakukan pengujian warna. Uji yang dilakukan untuk
praktikum ini adalah uji warna Biuret, Millon, Hopskin-Cole, Xanthoprotein,
dan Molisch.

Tabel 12. Hasil uji perbedaan sifat protein dengan menggunakan gelatin
Bahan Perlakuan Hasil
Gelatin yang sudah Uji Biuret Terdapat cincin ungu
dipanaskan dengan
akuades
Gelatin yang sudah Uji Millon Sebelum dipanaskan
dipanaskan dengan berwarna merah,
akuades setelahnya menjadi
hilang
Gelatin yang sudah Uji Hopskin-Cole Tidak terdapat warna
dipanaskan dengan ungu
akuades
Gelatin yang sudah Uji Xanthoprotein Larutan berwarna
dipanaskan dengan kuning
akuades
Gelatin yang sudah Uji Molisch Ada tiga lapisan
dipanaskan dengan warna, paling atas
akuades warna coklat, tengah
cincin ungu, paling
bawah putih bening

Dari hasil percobaan, diperoleh bahwa pada uji Biuret membentuk


warna ungu jernih,
pada uji Millon setelah ditambah NaNO2 muncul busa yang semakin lama
semakin banyak setelah dipanaskan busa mulai menghilang dan terbentuk
warna kuning bening, uji Hopskin-Cole agak kuning jernih, uji Xanthoprotein
awalnya berwarna jernih setelah dipanaskan warna tetap kemudian dibagi
menjadi 2 salah satu ditambahkan 7 tetes NH2OH warnanya menjadi putih
keruh, uji Molisch menghasilkan larutan berwarna kehijauan serta terbentuk
cincin putih. Sumardjo (2009) memaparkan bahwa protein yang diuji,
mengandung ikatan peptida dibuktikan dengan warna ungu pada uji Biuret,
karena reaksi Biuret positif menunjukkan bahwa terdapat ikatan peptida.
Protein yang diuji tidak mengandung asam amino tryptophan karena protein
yang mengandung asam amino triptophan dalam struktur kimianya akan
menunjukkan warna violet pada uji Hopskin-Cole. Sumardjo (2009)
menyatakan bahwa protein yang mengandung asam amino triptophan
dalam struktur kimianya akan menunjukkan warna violet pada uji Hopskin-
Cole. Namun beberapa percobaan menunjukkan perbedaan reaksi warna.
Hal tersebut dimungkinkan karena telah terjadi kontaminasi zat lain dalam
larutan.

Reaksi Pengendapan
Prinsip kerja reaksi pengendapan ini adalah sifat ammonium sulfat
atau (NH4)SO4 yang mengikat air (higroskopis). Penambahan (NH4)SO4
dapat menetralkan larutan sekaligus mendehidrasi, sehingga terbentuk
endapan dan berwarna keruh.

Tabel 13. Hasil uji reaksi pengendapan


Bahan Perlakuan Hasil

Gelatin hasil preparasi +ammonium sulfat Terbentuk endapan


percobaan padat dan warna larutan
lebih keruh

Gelatin hasil preparasi +kalium Menghasilkan warna


percobaan ferrosianida+3-5 tetes kuning dan tidak
asam asetat glasial terdapat endapan

Kalium ferrosianida bersifat alkaloid (gugus amin positif) sedangkan


gelatin merupakan gugus amin negatif sehingga tidak terbentuk endapan
dan berwarna kuning. Percobaan ini menunjukkan hasil bahwa pada tabung
satu gelatin yang ditambahkan ammonium sulfat awalnya berwarna putih,
setelah ditambah berubah menjadi endapan putih karena berentuk padat
maka mengendap. Tabung dua gelatin ditambahkan kalium ferrosianida
dan asam asetat terdapat warna kuning jernih dan tidak ada endapan.
Tabung dua protein tidak mengendap, karena belum mencapai titik
isoelektriknya, dan pada kalium ferrosianida mengandung gugus positif
sedangkan pada gelatin gugus negatif.
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa protein dapat mengendap ketika mengalami penambahan logam
berat, pereaksi alkaloid, alkohol, dan garam netral. Melalui reaksi warna,
dibuktikan bahwa protein mengandung ikatan peptida, asam amino tirosin,
asam amino triptofan, asam amino aromatik, serta gugus sakarida. Protein
dapat dibedakan menurut kelarutannya menjadi albumin, globulin,
prolamin, dan glutelin. Masing-masing jenis protein memiliki sifat yang
berbeda, contohnya kelarutan pada albumin dan globulin. Protein jenis
Kasein juga akan mengalami penggumpalan saat mencapai titik
isoelektriknya. Di dalam kasein juga dibuktikan adanya kandungan
phosphor. Pembuktian kadar protein gelatin memiliki perbedaan hasil uji
diasumsikan karena ada kontaminasi zat non protein.
Daftar Pustaka

Carta, Giorgio and Jungbauer, Alois. 2010. Protein Chromatography. Wiley-


VCH. Weinheim.
Fried, George H. and Hademenos, George J. 2013. Schaum’s Outlines :
Biology Fourth Edition. McGraw-Hill Education. New York
Janson, Lee W. and Tischler, Marc E. 2012. The Big Picture : Medical
Biochemistry. McGraw Hill. New York
Kartili, Abu Bakar Sidik. 2009. Struktur dan Fungsi Protein Kolagen. Jurnal
Pelangi Ilmu Volume 2 No. 5, Mei 2009.
Kuchel, P. dan G.B., Ralston. 2007. Schaum’s Outlines : Biokimia.
Erlangga. Jakarta
Petsko, Gregory A. and Ringe, Dagmar. 2004. Protein Structure and
Function. New Science Press. London.
Rahayu, Premy Puspitawati., Purwadi, and Thohari, Imam. 2013. Modifikasi
Kasein dengan CaCl2 dan pH Yang Berbeda Ditinjau Dari Kelarutan
Protein, Kelarutan Kalsium, Bobot Molekul dan Mikrostruktur.
Sabnis, R.W. 2007. Handbook Of Acid-Base Indicators. CRC Press. Florida
Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata 1 Fakultas Bioeksakta. EGC.
Jakarta
Thenawidjaja, Maggy., Ismaya, Wangsa Tirta., and Retnoningrum, Debbie
Sofie. 2017. Protein : Serial Biokimia Mudah dan Menggugah.
Grasindo. Jakarta.
Wahyuningtyas, Puspita. Argo, Bambang Dwi. Nugroho, Wahyunanto A.
2013. Studi Pembuatan Enzim Selulase dari Mikrofungi
Trichoderma reesei dengan Substrat Jerami Padi sebagai Katalis
Hidrolisi Enzimatik pada Produksi Bioetanol. Jurnal Bioproses
Komoditas Tropis Vol. 1, No.1, April 2013.

Anda mungkin juga menyukai