Anda di halaman 1dari 8

Permasalahan BUMN di Indonesia

• Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba BUMN

Berdasarkan data Nota Keuangan APBN 2013 dalam kurun waktu kurun waktu 2007—2011,
kinerja badan usaha milik negara (BUMN) terus menunjukkan perkembangan yang positif, baik

I
R
dari sisi aktiva, ekuitas, pendapatan dan laba, serta kapitalisasi BUMN terbuka. Hal ini

PR
dibuktikan dengan tumbuhnya total aktiva BUMN rata rata 14 persen, ekuitas tumbuh rata rata

D
11 persen, sedangkan pendapatan dan laba masing meningkat rata rata 14 persen dan 22

EN
persen. Sampai dengan Januari 2012 , terdapat 141 BUMN yang terdiri atas 14 BUMN
berbentuk Perum, 109 BUMN berbentuk Persero dan 18 BUMN yang merupakan Perseroan

TJ
Terbuka.1

SE

Pada table 1, dapat dilihat rata rata kontribusi BUMN terhadap APBN terus mengalami

BN
peningkatan sebesar 7,9 persen. Dari jumlah tersebut, 20,4 persen berasal dari pendapatan

AP
dividen, 78,8 persen berasal dari penerimaan perpajakan, dan 0,8 persen berasal dari
privatisasi.
N
AA
Tabel 1: Kontribusi BUMN terhadap APBN 2007-2011 (dlm triliun)
AN
KS
LA
PE
AN
D
AN
AR
G

Sumber: Nota Keuangan 2013


G
AN

Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi diproyeksikan Penerimaan Pemerintah


A

untuk laba BUMN dalam jangka menengah juga akan mengalami peningkatan. Penerimaan
IS

BUMN diproyeksikan dapat mencapai sebesar Rp33,3 triliun pada 2014, dan meningkat
AL

menjadi Rp34,6 triliun pada 2016. Peningkatan tersebut terjadi terutama terkait dengan usaha
AN

Pemerintah untuk terus melakukan optimalisasi terhadap payout ratio dividen BUMN.


O

Permasalahan BUMN Indonesia


R
BI

Meski kinerja BUMN telah menunjukkan adanya peningkatan, namun peningkatan kinerja itu
harus diakui masih belum optimal.Khusus untuk kebijakan dividen BUMN, Pemerintah
menghadapi tantangan dalam menetapkan pay out ratio yang tepat dalam optimalisasi dividen
BUMN.

1
Nota Keuangan RAPBN 2013,hal- 3-19

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 1


Belum optimalnya kinerja pengelolaan BUMN itu, antara lain, disebabkan oleh masih lemahnya
koordinasi kebijakan antara langkah perbaikan internal perusahaan dan kebijakan industrial
serta pasar tempat beroperasinya BUMN tersebut, belum terpisahkannya fungsi komersial dan
pelayanan masyarakat pada sebagian besar BUMN, dan belum terimplementasikannya secara
utuh di seluruh BUMN prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate
Governance). Di samping itu, belum utuhnya kesatuan pandangan dalam kebijakan

I
R
restrukturisasi dan privatisasi di antara para pemilik kepentingan (stakeholders) juga berpotensi

PR
memberikan dampak negatif dalam pelaksanaan dan pencapaian kebijakan yang ada2.

D
EN
Berikut adalah beberapa penyakit BUMN menjadi permaslahan, antara lain;

TJ
1. Kebiasaan BUMN untuk merambah semua sektor usaha. Hal itu sebagai kebiasaan

SE
buruk karena tidak semua bidang usaha sesuai dengan kegiatan utama BUMN tsb.
Dalam hal ini sebuah BUMN seharusnya fokus dan maksimal dalam bidang usaha yang


BN
menjadi kegiatan utamanya. Perilaku yang tidak fokus dan merambah semua bidang
usaha, tanpa strategi yang matang bisa menjadi penyebab kebangkrutan BUMN.

AP
2. Penyakit kedua adalah kondisi ketika BUMN menjadi sapi perahan. BUMN memang
N
AA
harus memberikan sumbangan kepada pertumbuhan ekonomi negara. Namun
demikian, kewajiban BUMN itu harus disesuaikan dengan kondisi, sehingga tidak
AN

meruntuhkan kondisi keuangan BUMN.


KS
LA

3. Penyakit terakhir adalah menjadi obyek eksploitasi bersama. Situasi ini terjadi ketika
satu atau sekelompok orang berusaha mendapat keuntungan pribadi dari setiap
PE

kegiatan BUMN. Kondisi tersebut akan sangat merugikan BUMN karena keuntungan
AN

yang seharusnya disumbangkan kepada masyarakat justru dinikmati oleh segelintir


D

orang saja. 3
AN

• Privatisasi
AR

Sesuai Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 Pasal 74, maksud dan tujuan kebijakan
G
G

privatisasi adalah memperluas.kepemilikan masyarakat atas Persero, meningkatkan efisiensi


AN

dan produktivitas perusahaan, menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang
baik/kuat, menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif, menciptakan Persero yang
A

berdaya saing dan berorientasi global, dan menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro, dan
IS

kapasitas pasar.4
AL
AN

Pada tahun 2007, realisasi penerimaan privatisasi mencapai Rp3,0 triliun yang berasal dari
privatisasi Bank BNI. Selanjutnya pada tahun 2008 Pemerintah menyetujui program privatisasi
O

terhadap 44 BUMN, yang antara lain bergerak pada sektor pekerjaan umum, perkebunan,
R

industri, dan keuangan. Namun, karena kondisi pasar keuangan yang tidak kondusif, program
BI

privatisasi pada tahun 2008 tidak dapat dilaksanakan. Realisasi penerimaan privatisasi pada
tahun 2008 hanya mencapai Rp82,3 miliar, yang berasal dari penutupan saldo privatisasi Bank

2
Sofyan A. Djalil, Strategi Kebijakan dan Pemberdayaan BUMN, Sekretariat Negara Repuplik Indonesia.
3
Dalam sambutan pembukaan ’Indonesia Business-BUMN Expo and Conference (IBBEX) 2010 di JCC, Presiden Yudhoyono
4
Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Jember ,Indonesia- Memberdayakan BUMN di Indonesia

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 2


BNI pada tahun 2007. Pada tahun 2009, Pemerintah tidak menargetkan pembiayaan dari hasil
penerimaan privatisasi. Hal tersebut terkait dengan kebijakan Pemerintah dalam pengelolaan
BUMN dan faktor-faktor ekternal, antara lain krisis keuangan global yang belum mengalami
perbaikan, fluktuasi harga komoditi yang sulit diperkirakan, dan faktor geopolitik yang tidak
pasti. Pada tahun 2010, realisasi penerimaan privatisasi mencapai Rp2,1 triliun, yang berasal
dari hasil penjualan saham greenshoe PT Bank BNI sebesar Rp1,35 triliun, Hak Memesan Efek
Terlebih Dahulu (HMETD) PT Bank BNI sebesar Rp741,6 miliar, divestasi saham Pemerintah

I
pada PT Kertas Blabak sebesar Rp0,5 miliar, dan divestasi saham Pemerintah pada PT Intirub

R
sebesar Rp6,3 miliar. Selanjutnya pada tahun 2011, realisasi penerimaan privatisasi mencapai

PR
Rp425,0 miliar, yang berasal dari HMETD PT Bank Mandiri, PT Basuki Rahmat, kekurangan

D
setoran Bank BNI, PT Atmindo, dan Jakarta International Hotels Development. Sedangkan

EN
pada tahun 2012, Pemerintah tidak menargetkan pembiayaan dari hasil penerimaan
privatisasi.5

TJ
Tabel 2 : Perkembangan Penerimaan Privatisasi BUMN 2007-2012

SE

BN
AP
N
AA
AN
KS
LA
PE

Sumber: Nota Keuangan APBN 2013, Kementrian Keuangan


AN


D

Strategi Sinergi BUMN di Indonesia


AN

Profesionalisme SDM dalam menghadapi persaingan yang lebih kompetitif ditunjukkan dengan
AR

diberikannya otoritas dan otonomi yang berarti kebebasan mengelola secara fleksibel, inisiatif,
kecepatan, dan berorientasi pada hasil. Struktur dan sistem organisasi BUMN berdampak pada
G
G

biaya tenaga kerja di BUMN yang lebih besar karena jumlah tenaga kerja lebih yang banyak
AN

dari pada kebutuhan. Sebagian besar BUMN memiliki struktur organisasi yang gemuk sehingga
banyak pekerjaan yang dilakukan dengan tidak ekonomis. Hal ini didasarkan pada perencanaan
A

sumber daya manusia yang tidak tepat dan kurang terkoordinasi.6


IS
AL

Pengelolaan organisasi menuntut strategi dan gaya yang lebih dinamis. BUMN sebagai salah
AN

satu pelaku ekonomi nasional harus menerapkan strategi yang tepat agar mampu bersaing di
tengah situasi yang semakin ketat. Langkah yang harus ditempuh oleh BUMN adalah
O

melakukan perbaikan yang menyangkut struktur, kultur, dan sistem internal organisasi. Langkah
R

dalam memberdayakan manaj emen BUMN menjadi prioritas agar lebih tanggap terhadap
BI

perubahan lingkungan pasar. Strategi yang akan digunakan dalam BUMN perlu diikuti dalam
hal adaptasi terhadap struktur maka kultur organisasi sehingga diperlukan pembenahan.
Pembenahan organisasi terutama dikaitkan dengan perombakan mendasar menyangkut

5
Nota Keuangan APBN 2013, hal – 6-5
6
Sunarsip, Strategi Pengelolaan BUMn di masa mendatang

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 3


struktur organisasi yang mampu mengadaptasi dan mengadopsi inovasi yang muncul dari
lingkungan eksternal.7

Permasalahan mendasar bagi setiap BUMN adalah kesulitan keuangan. Tentunya dalam
permasalahan ini bagi BUMN yang sehat dan memperoleh laba setiap tahunnya memiliki
peluang untuk diprivatisasi guna mendapatkan pendanaan. Privatisasi merupakan pengalihan
sebagian atau seluruh aset dan kontrol BUMN kepada sektor swasta. Melalui privatisasi

I
diharapkan akan terjadi sinergi antara efisiensi, kompetisi, dan laba.

R
PR
Penerapan Good Corporate Governance di setiap BUMN sangat mendesak dilaksanakan.

D
Dengan penerapan GCG di setiap BUMN maka tujuan mencari laba serta melayani masyarakat

EN
menjadi lebih efektif dan efis ien. BUMN didorong menjadi perusahaan negara yang
menjalankan misinya secara transparan. Penerapan GCG ini mampu mendongkrak kinerja

TJ
BUMN menjadi lebih baik. PT. Perkebunan Nusantara III yang telah menerapkan GCG mampu

SE
meningkatkan laba secara signifikan. Kementerian negara BUMN juga telah menunjukkan
keseriusan dalam penerapan GCG dengan dibentuknya Inspektorat BUMN serta dilakukan


kerja sama dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam percepatan

BN
pemberantasan korupsi dan pelaksanaan tata k elola perusahaan yang baik.8

AP
BUMN yang merugi sesungguhnya telah menjadi penghalang kebijakan pemerintah untuk
N
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Semakin besar kerugian BUMN maka semakin kecil
AA
dana yang bisa dialokasikan pemerintah untuk kesejahteraan masyarakat. Karena itu
AN

pengelolaan BUMN merupakan salah satu aspek yang penting dalam menjalankan kebijakan
pemerintah.
KS
LA

Menyadari kondisi ini kementerian negara BUMN sejak kepemimpinan Sugiharto telah
membuat master plan BUMN 2005 sampai dengan 2009 yang mana salah satunya adalah
PE

dengan penggabungan beberapa BUMN, pembentukan holding company yang dari jumlah
semula 158 BUMN menjadi 80 BUMN.9
AN
D

Ada tiga kategori dalam proses perombakan BUMN yaitu dengan mempertahankan beberapa
AN

BUMN (stand alone), merger sesama BUMN sejenis (roll up), dan pembentukan perusahaan
induk (holding company). Hingga pertengahan tahun 2006 rencana penggabungan beberapa
AR

BUMN belum juga terealisasi. Penggabungan BUMN perkebunan dan pupuk yang merupakan
G

prioritas Menneg BUMN pada awal program ini digulirkan hingga saat ini masih belum jelas
G

nasibnya.
AN

Meskipun BUMN merupakan tumpuan dalam mengatasi persoalan ekonomi nasional, namun
A
IS

dalam kenyataan BUMN masih menjadi “permainan tarik tambang” berbagai kepentingan. Ini
AL

tercermin dari sulitnya proses program revitalisasi BUMN seperti yang dituangkan dalam BUMN
Summit.
AN

Sudah pasti bila terjadi penggabungan BUMN maka akan banyak direksi, komisaris, dan
O
R

pejabat BUMN yang tidak terpakai lagi. Persoalan lainnya adalah, bagaimana merumuskan
BI

kembali visi dan misi BUMN dalam perekonomian nasional. Apabila mengacu pada program
reformasi yang selama ini dijalankan, ada indikasi kuat bahwa visi dan misi BUMN di masa

7
Andriati Fitiningrum- Indonesia experience in Managing the State Companies, OECD-ASIAN Roundtable
8
Kajian BUMN incorporated sebuah wacana menuju Indonesia baru, Kementrian BUMN
9
Sofyan A. Djalil, Strategi Kebijakan dan Pemberdayaan BUMN, Sekretariat Negara Repuplik Indonesia.

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 4


depan akan diarahkan menjadi perusahaan-perusahaan dengan semangat mengejar
keuntungan dan sebagai penyumbang penerimaan negara.

• Kebijakan dividen BUMN

Pemerintah harus melakukan perbaikan perbaikan yang berkaitan dengan kebijakan dividen
BUMN yang optimal terhadap penerimaan APBN dan pengembangan usaha BUMN. Dalam hal

I
R
ini terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi besarnya dividen BUMN selama ini .

PR
Pertama, kinerja BUMN terkait, ini berarti semakin besar laba bersih yang diperoleh, maka

D
semakin besar pula yang akan disetorkan ke APBN. Selain kinerja BUMN terkait, yang juga

EN
perlu diperhatikan adalaha status BUMN terkait, misalnya : bila pemerintah ingin menjaga

TJ
mayoritas kepemilikan saham di BUMN yang kepemilikannya tinggal 5 % seperti PT. Semen

SE
Gresik dan PT. Adhi Karya maka pemerintah justru perlu mengurangi porsi dividennya.
Seandainya dividen diperbesar, sementara BUMN perlu melakukan ekspansi, BUMN tersebut


harus melakukan right issue yang dapat berdampak pada berkurangnya kepemilikan saham

BN
pemerintah. Sedangkan jka tidak dilakukan right issue, BUMN bersangkutan tidak bisa

AP
melakuna ekspansi yang ujungnya bisa berdampak pada berkurangnya pangsa pasar BUMN.

N
AA
Kedudukannya sebagai ”milik negara” menyebabkan BUMN selalu berada pada posisi tawar
yang lemah. Ketika negara kurang profesional dan proporsional dalam mengambil haknya , hal
AN

ini dapat membahayakan kinerja BUMN itu sendiri, akibatnya apa yang dilakukan pemerintah
KS

secara tidak sadar adalah upaya kearah ’ pengkerdilan’ BUMN itu sendiri.
LA

Kedua, besarnya Pay Out Ratio (POR) dividen BUMN. Peningkatan dividen yang disetor ke
PE

APBN disamping karena perbaikan keuntungan BUMN, juga karena kebijakan pemerintah
AN

untuk meningkatkan POR rata rata 20 % sebelum krisis 1997/1998 menjadi sekitar 40 %
(setelah krisis moneter), bahkan beberapa BUMN dikenakan lebih 50 %. Di sisi lain kebijakan
D

dividen BUMN sebaiknya tidak memberlakukan pay out ratio (POR) secara absolut, misalnya
AN

sejak dulu Pertamina POR-nya tidak pernah kurang dari 50 %. Pendekatan dividen POR
AR

dividen BUMN semestinya menggunakan pendekatan korporasi .Dimana, BUMN diberi ruang
G

untuk menentukan besaran dividen terleih dahulu dengan mengukur kebutuhan unutk investasi.
G

Dengan pendekatan ini kesinambungan usaha BUMN akan lebih terjamin dan kontribusi jangka
AN

panjangnya terhadap APBN juga akan lebih besar.10


A
IS

Ketiga, Sekitar 50 % dividen BUMN yang disetor ke APBN berasal dari dividen yang disetorkan
AL

pertamina, hal ini menyebabkan dividen BUMN menjadi relatif tergantung pada situasi harga
AN

minyak, ini terjadi karena produksi minyak pertamina yang tidak bisa lagi ditingkatkan secara
signifikan.Ini juga menyebabkan, ekspansi bisnis pertamina menjadi tidak bisa berkembang
O

dengan pesat.
R
BI

Keempat, Kebijakan dividen interim. Kebijakan ini adalah dividen yang diambil lebih awal dari
yang seharusnya. Normalnya dividen diambil dari laba dibagi dari kinerja BUMN tahun
sebelumnya bukan tahun berjalan, ini ibaratnya pemerintah ’ngutang’ dividen pada BUMN.

10
Sunarsip, Kebijakan Deviden BUMN dalam diskusi mencermati problematika di BUMN

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 5


Dalam beberapa tahun terakhir terdapat kecendrungan untuk menarik bagian laba pemerintah
di muka. Kementrian BUMN memperkirakan pada tahun 2009 kinerja perusahaan milik negara
akan merosot 6% dibandingkan dengan perolen tahun 2008. Salah satu opsi yang akan
digunakan adalah pengenaan dividen interim. Dividen interim biasanya diambil dari BUMN-
BUMN dengan laba yang besar seperti Pertamina dan Telkom. Akan tetapi kebijakan dividen
interm yang selama ini diterapkan kepada beberapa BUMN besar juga menjadi salah satu

I
faktor pengganggu likuiditas. Kas yang semestinya digunakan untuk operasi tahun berjalan tapi

R
harus dibayarkan kepada pemerintah. 11

PR
D
• Langkah yang diperlukan

EN
Ke depan, perlu dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan kebijakan reformasi BUMN yang

TJ
menyelaraskan secara optimal kebijakan internal perusahaan dan kebijakan industrial serta

SE
pasar tempat beroperasinya BUMN itu, memisahkan fungsi komersial dan pelayanan


masyarakat pada BUMN, serta mengoptimalkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang

BN
baik (good corporate governance) secara utuh dalam rangka revitalisasi BUMN. Dalam rangka
pelaksanaan kebijakan ini,langkah tindak lanjut yang akan dilakukan antara lain:

AP
1) meningkatkan upaya revitalisasi bisnis yaitu meningkatkan nilai pemegang saham
N
AA
(shareholder value) BUMN yang ada;
AN

2) meningkatkan efektifitas manajemen BUMN, baik di tingkat komisaris, direksi, maupun


karyawan;
KS

3) meningkatkan kualitas operasi, pelayanan dan pendapatan BUMN;


LA

4) menyempurnakan sistem pengadaan barang dan jasa di lingkungan BUMN sehingga


PE

tercipta tingkat efisiensi yang semakin tinggi;


AN

5) melanjutkan pelaksanaan restrukturisasi, termasuk pemetaan secara bertahap masing-


masing BUMN di berbagai sektor;
D
AN

6) meningkatkan sosialisasi tentang privatisasi BUMN di semua pemilik kepentingan


(stakeholders) agar pelaksanaan privatisasi menghasilkan pendapatan yang optimal; dan
AR

melanjutkan privatisasi BUMN. Kebijakan privatisasi akan lebih ditujukan untuk


G

meningkatkan nilai perusahaan (value creation) dan daya saingnya di pasar global tanpa
G

mengabaikan pemenuhan anggaran untuk APBN. Dengan demikian maka program


AN

privatisasi akan lebih mengutamakan peningkatan pendapatan negara dibanding hanya


sekedar pemenuhan kewajiban setoran ke APBN. Setoran ke APBN akan dipacu melalui
A
IS

peningkatan deviden perusahaan dan pajak.


AL

• Temuan BPK
AN

Ditengah persaingan global dengan perusahaan swasta Badan Pemeriksaan Keuangan


O

menemukan potensi kerugian sebesar Rp 1,73 trilliun pada 6 perusahaan BUMN. Perusahaan
R

tersebut adalah PT Hotel Indonesia Natour, PT PAL Indonesia, PT Semen Gresik Tbk, PT
BI

Industri Kereta Api, PT. Surabaya Industrial Estate Rungkut dan PT. Pertamina. Menurut BPK
beberapa temuan terkait dengan pengelolaan BUMN tsb diantaranya system pengendalian
inern yang lemah, penyimpangan administrasi dan juga ketidakpatuhan terhadap ketentuan

11
Study Kebijakan Deviden BUMN dalam memberikan kontribusi optimal terhadap APBN

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 6


undang-undang, selain itu menyimpangan yang paling banyak ditemukan adalah
pengelembungan harga proyek. Selain hal itu khusus untuk pertamina, pemicu kerugiannya
adalah akibat ketidakefisienan dan ketidakmampuan perusahaan membangun kilang tepat
waktu. Kerugian ini disebabkan karena pendapatan dari sector minyak tertunda. Untuk
mengantipasi hal ini Pertamina sudah membebankan denda kepada para kontraktor akibat
keterlambatan ini meskipun prosesnya memakan waktu yang lama. Di sisi lain seperti

I
diungkapkan Menteri BUMN Dahlan Iskan, tidak semua BUMN dalam kondisi yang optimal dan

R
sehat. Dari 141 BUMN, hanya 110 yang sehat dan sisanya sudah tidak aktif lagi dan bahkan

PR
hanya tinggal nama.12

D
EN
Tabel 2 hasil pemeriksaan BPK Semester I tahun 2012 pada BUMN mengungkapkan 5 kasus
senilai Rp 642,26 juta sebagai akibat adanya ketidak patuhan terhadap ketentuan perundang

TJ
undangan dan sebanyak 51 kasus senilai Rp 138.598,38 atas LK badan lainnya sebagai akibat

SE
adanya ketidakpatuhan terhadap perundang undangan .


BN
Tabel 3 :Temuan Pemeriksaan Keuangan Semester I Tahun 2012 pada BUMN dan Badan Lainnya

AP
N
AA
AN
KS
LA
PE
AN
D
AN
AR
G
G

Sumber: IHPS – Semester I tahun 2012


AN

Dari total temuan pemeriksan atas LK BUMN dan badan lainnya sebanyak 17 kasus
A
IS

merupakan temuan yang berdampak finansial yaitu temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan
AL

perundang undangan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, kekurangan penerimaan


AN

senilai Rp 135.146,90 juta.


O

Hasil pemeriksaan BPK atas LK BUMN dan badan lainnya selama Semester I Tahun 2012
R

menunjukkan kasus kasus yang sering terjadi antara lain kekurangan penerimaan yang
BI

belum/tidak ditetapkan atau dipungut/diterima/disetor ke kas negara/perusahaan.

12
Artikel 6 BUMN merugi 1,73 trilliun- electronic sources : http://www.bpk.go.id

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 7


Kekurangan penerimaan (selain denda keterlambatan) yang belum/tidak ditetapkan atau
dipungut/diterima/disetor ke kas negara/daerah/perusahaan yang terjadi di BUMN dan badan
lainnya sebanyak 6 kasus senilai Rp 105.427,90 juta . Kasus kasus tersebut antara lain
disebabkan belum adanya peraturan yang mengatur secara rinci penghitungan penerimaan
perusahaan serta belum melaksanakan kewajiban sebagai pengusaha kena pajak (PKP)13

I
R
PR
Penulis :

D
Freesca Syafitri

EN
TJ
SE

BN
AP
N
AA
AN
KS
LA
PE
AN
D
AN
AR
G
G
AN
A
IS
AL
AN
O
R
BI

13
IHPS-Semester I , 2012.

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN – SETJEN DPR-RI | 8

Anda mungkin juga menyukai