Anda di halaman 1dari 272

PEDOMAN AKUNTANSI

PERBANKAN SYARIAH
INDONESIA
2013

PEDOMAN INI MERUPAKAN LAMPIRAN


SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 15/26/DPbS
TANGGAL 10 JULI 2013 PERIHAL PELAKSANAAN
PEDOMAN AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH
NDONESIA
LAMPIRAN
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 15/26/DPbS TANGGAL 10 JULI 2013
PERIHAL
PELAKSANAAN PEDOMAN AKUNTANSI
PERBANKAN SYARIAH INDONESIA

PEDOMAN AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH INDONESIA

TAHUN 2013
DAFTAR ISI

Bagian I : Pendahuluan 1.1


I.1 Latar Belakang 1.1
I.2 Asas dan Karakteristik Transaksi Syariah 1.3
A. Asas Transaksi Syariah 1.3
B. Karakteristik Transaksi Syariah 1.6
I.3 Tujuan dan Ruang Lingkup 1.7
A. Tujuan 1.7
B. Ruang Lingkup 1.8
I.4 Acuan Penyusunan 1.8
I.5 Ketentuan Lain 1.9

Bagian II : Laporan Keuangan Bank Syariah 2.1


II.1 Ketentuan Umum Laporan Keuangan 2.1
A. Tujuan Laporan Keuangan 2.1
B. Tanggung Jawab Atas Laporan Keuangan 2.1
C. Komponen Laporan Keuangan 2.1
D. Bahasa Laporan Keuangan 2.2
E. Mata Uang Fungsional Dan Pelaporan 2.2
F. Kebijakan Akuntansi 2.2
G. Penyajian 2.3
H. Konsistensi Penyajian 2.4
I. Materialitas dan Agregasi 2.4
J. Saling Hapus 2.4
K. Periode Pelaporan 2.5
L. Informasi Komparatif 2.5
M. Laporan Keuangan Interim 2.6
N. Laporan Keuangan Konsolidasian 2.6
II.2 Keterbatasan Laporan Keuangan 2.8
II.3 Metode Pencatatan Transaksi Mata Uang Asing 2.9

Bagian III : Keterterapan PSAK 50,55 dan 60 3.1


III.1 Definisi Instrumen Keuangan 3.1
III.2 Klasifikasi 3.3
A. Aset Keuangan 3.3

i
B. Liabilitas Keuangan 3.4
III.3 Pengakuan dan Pengukuran 3.5
A. Pengakuan dan Penghentian-Pengakuan 3.5
B. Pengukuran 3.5
C. Penurunan Nilai 3.6
D. Nilai Wajar 3.7
III.4 Estimasi Penurunan Nilai Kolektif dengan Keterbatasan
Pengalaman Kerugian Spesifik 3.9
A. Cakupan 3.9
B. Penerapan 3.9
C. Kondisi Keterbatasan 3.10
D. Periode Penerapan Estimasi 3.12
E. Pengungkapan (Disclosure) 3.12

Bagian IV : Akad Jual Beli 4.1


IV.1 Murabahah 4.1
A. Definisi 4.1
B. Dasar Pengaturan 4.1
C. Penjelasan 4.1
Diskon Harga Beli 4.5
Uang Muka 4.5
Potongan Piutang Murabahah 4.5
Denda 4.6
D. Perlakuan Akuntansi 4.7
D.1 Pengakuan dan Pengukuran 4.7
D.2 Penyajian 4.9
E. Ilustrasi Jurnal 4.10
F. Pengungkapan 4.14
IV.2 Istishna 4.16
A. Definisi 4.16
B. Dasar Pengaturan 4.16
C. Penjelasan 4.16
D. Perlakuan Akuntansi 4.18
D.1 Pengakuan dan Pengukuran 4.18
D.2 Penyajian 4.19
E. Ilustrasi Jurnal 4.20

ii
F. Pengungkapan 4.21
IV.3 Salam 4.22
A. Definisi 4.22
B. Dasar Pengaturan 4.22
C. Penjelasan 4.22
D. Perlakuan Akuntansi 4.23
D.1 Pengakuan dan Pengukuran 4.23
D.2 Penyajian 4.24
E. Ilustrasi Jurnal 4.24
E.1 Bank Sebagai Pembeli 4.24
E.2 Bank Sebagai Penjual 4.24
F. Pengungkapan 4.25
IV.4 Persediaan 4.26
A. Definisi 4.26
B. Dasar Pengaturan 4.26
C. Penjelasan 4.26
D. Perlakuan Akuntansi 4.27
D.1 Pengakuan dan Pengukuran 4.27
D.2 Penyajian 4.27
E. Ilustrasi Jurnal 4.27
F. Pengungkapan 4.27

Bagian V : Akad Bagi Hasil 5.1


V.1 Pembiayaan Mudharabah 5.1
A. Definisi 5.1
B. Dasar Pengaturan 5.1
C. Penjelasan 5.1
D. Perlakuan Akuntansi 5.3
D.1 Pengakuan dan Pengukuran 5.3
D.2 Penyajian 5.3
E. Ilustrasi Jurnal 5.4
F. Pengungkapan 5.4
V.2 Pembiayaan Musyarakah 5.6
A. Definisi 5.6
B. Dasar Pengaturan 5.6
C. Penjelasan 5.6

iii
D. Perlakuan Akuntansi 5.7
D.1 Pengakuan dan Pengukuran 5.7
D.2 Penyajian 5.7
E. Ilustrasi Jurnal 5.8
F. Pengungkapan 5.9
V.3 Dana Syirkah Temporer 5.11
A. Definisi 5.11
B. Dasar Pengaturan 5.11
C. Penjelasan 5.11
D. Perlakuan Akuntansi 5.12
D.1 Pengakuan dan Pengukuran 5.12
D.2 Penyajian 5.12
E. Ilustrasi Jurnal 5.13
F. Pengungkapan 5.14

Bagian VI : Akad Sewa 6.1


VI.1 Ijarah Atas Aset Berwujud 6.1
A. Definisi 6.1
B. Dasar Pengaturan 6.1
C. Penjelasan 6.1
D. Perlakuan Akuntansi 6.3
D.1 Pengakuan dan Pengukuran 6.3
D.2 Penyajian 6.3
E. Ilustrasi Jurnal 6.5
F. Pengungkapan 6.6
VI.2 Ijarah Atas Jasa 6.8
A. Definisi 6.8
B. Dasar Pengaturan 6.8
C. Penjelasan 6.8
D. Perlakuan Akuntansi 6.8
D.1 Pengakuan dan Pengukuran 6.8
D.2 Penyajian 6.8
E. Ilustrasi Jurnal 6.9
F. Pengungkapan 6.10

iv
Bagian VII : Akad Pinjaman Qardh 7.1
VII.1 Pinjaman Qardh yang Diberikan 7.1
A. Definisi 7.1
B. Dasar Pengaturan 7.1
C. Penjelasan 7.1
D. Perlakuan Akuntansi 7.1
D.1 Pengakuan dan Pengukuran 7.1
D.2 Penyajian 7.1
E. Ilustrasi Jurnal 7.1
F. Pengungkapan 7.3
VII.2 Pinjaman Qardh yang Diterima 7.4
A. Definisi 7.4
B. Dasar Pengaturan 7.4
C. Penjelasan 7.4
D. Perlakuan Akuntansi 7.4
C.1 Pengakuan dan Pengukuran 7.4
C.2 Penyajian 7.4
E. Ilustrasi Jurnal 7.4
F. Pengungkapan 7.4

Bagian VIII : Surat Berharga 8.1


VIII.1 Investasi Pada Surat Berharga 8.1
A. Definisi 8.1
B. Dasar Pengaturan 8.1
C. Penjelasan 8.1
C.1 Investasi pada Sukuk dan Surat Berharga Lain
yang Sejenis 8.1
C.2 Investasi pada Reksadana Syariah 8.3
C.3 Tagihan Reverse Repo Syariah 8.3
D. Perlakuan Akuntansi 8.4
D.1 Pengakuan dan Pengukuran 8.4
D.2 Penyajian 8.5
E. Ilustrasi Jurnal 8.5
E.1 Sukuk dalam Kategori ‘Diukur Pada Nilai Wajar’ 8.5
E.2 Sukuk dalam Kategori ‘Biaya Perolehan’ 8.6

v
E.3 Reksadana Syariah dalam Kategori ‘Diukur Pada
Nilai Wajar Melalui Laba Rugi’ 8.7
E.4 Reksadana Syariah dalam Kategori ‘Tersedia
Untuk Dijual’ 8.7
E.5 Tagihan Reverse Repo Syariah 8.8
F. Pengungkapan 8.8
VIII.2 Penyertaan 8.10
A. Definisi 8.10
B. Dasar Pengaturan 8.10
C. Penjelasan 8.10
D. Perlakuan Akuntansi 8.12
D.1 Pengakuan dan Pengukuran 8.12
D.2 Penyajian 8.12
E. Ilustrasi Jurnal 8.12
F. Pengungkapan 8.13
VIII.3 Surat Berharga yang Diterbitkan 8.15
A. Definisi 8.15
B. Dasar Pengaturan 8.15
C. Penjelasan 8.15
D. Perlakuan Akuntansi 8.15
D.1 Pengakuan dan Pengukuran 8.15
D.2 Penyajian 8.16
E. Ilustrasi Jurnal 8.16
E.1 Surat Berharga dengan Akad Ijarah dan Akad
Lain 8.16
E.2 Surat Berharga dengan Akad Mudharabah dan
Musyarakah 8.17
F. Pengungkapan 8.18

Bagian IX : Penempatan Pada Bank Indonesia dan


Bank Lain 9.1
IX.1 Kas 9.1
A. Definisi 9.1
B. Dasar Pengaturan 9.1
C. Penjelasan 9.1
D. Perlakuan Akuntansi 9.2

vi
D.1 Pengakuan dan Pengukuran 9.2
D.2 Penyajian 9.2
E. Ilustrasi Jurnal 9.2
F. Pengungkapan 9.2
IX.2 Penempatan Pada Bank Indonesia 9.3
A. Definisi 9.3
B. Dasar Pengaturan 9.3
C. Penjelasan 9.3
D. Perlakuan Akuntansi 9.4
D.1 Pengakuan dan Pengukuran 9.4
D.2 Penyajian 9.4
E. Ilustrasi Jurnal 9.4
F. Pengungkapan 9.5
IX.3 Penempatan Pada Bank Lain 9.6
A. Definisi 9.6
B. Dasar Pengaturan 9.6
C. Penjelasan 9.6
D. Perlakuan Akuntansi 9.6
D.1 Pengakuan dan Pengukuran 9.6
D.2 Penyajian 9.7
E. Ilustrasi Jurnal 9.7
F. Pengungkapan 9.8
IX.4 Simpanan Dari Bank Lain 9.10
A. Definisi 9.10
B. Dasar Pengaturan 9.10
C. Penjelasan 9.10
D. Perlakuan Akuntansi 9.10
D.1 Pengakuan dan Pengukuran 9.10
D.2 Penyajian 9.11
E. Ilustrasi Jurnal 9.11
F. Pengungkapan 9.11

Bagian X : Aset Tetap, Aset Tidak Berwujud, dan Aset


yang Diambil-Alih 10.1
X.1 Aset Tetap 10.1
A. Definisi 10.1

vii
B. Dasar Pengaturan 10.1
C. Penjelasan 10.1
D. Perlakuan Akuntansi 10.7
D.1 Pengakuan dan Pengukuran 10.7
D.2 Penyajian 10.8
E. Ilustrasi Jurnal 10.8
F. Pengungkapan 10.9
X.2 Aset Tidak Berwujud 10.12
A. Definisi 10.12
B. Dasar Pengaturan 10.12
C. Penjelasan 10.12
D. Perlakuan Akuntansi 10.13
E. Ilustrasi Jurnal 10.13
F. Pengungkapan 10.13
X.3 Aset yang Diambil-Alih 10.16
A. Definisi 10.16
B. Dasar Pengaturan 10.16
C. Penjelasan 10.16
D. Perlakuan Akuntansi 10.16
D.1 Pengakuan dan Pengukuran 10.16
D.2 Penyajian 10.17
E. Ilustrasi Jurnal 10.17
F. Pengungkapan 10.17

Bagian XI : Liabilitas Lain 11.1


XI.1 Simpanan 11.1
A. Definisi 11.1
B. Dasar Pengaturan 11.1
C. Penjelasan 11.1
D. Perlakuan Akuntansi 11.1
D.1 Pengakuan dan Pengukuran 11.1
D.2 Penyajian 11.2
E. Ilustrasi Jurnal 11.2
F. Pengungkapan 11.2
XI.2 Liabilitas Segera 11.3
A. Definisi 11.3

viii
B. Dasar Pengaturan 11.3
C. Penjelasan 11.3
D. Perlakuan Akuntansi 11.3
D.1 Pengakuan dan Pengukuran 11.3
D.2 Penyajian 11.3
E. Ilustrasi Jurnal 11.4
F. Pengungkapan 11.5
XI.3 Liabilitas Lainnya 11.6
A. Definisi 11.6
B. Dasar Pengaturan 11.6
C. Penjelasan 11.6
D. Perlakuan Akuntansi 11.6
D.1 Pengakuan dan Pengukuran 11.6
D.2 Penyajian 11.7
E. Ilustrasi Jurnal 11.7
F. Pengungkapan 11.7
XI.4 Hutang Pajak 11.8
A. Definisi 11.8
B. Dasar Pengaturan 11.8
C. Penjelasan 11.8
D. Perlakuan Akuntansi 11.8
D.1 Pengakuan dan Pengukuran 11.8
D.2 Penyajian 11.8
E. Ilustrasi Jurnal 11.9
F. Pengungkapan 11.9
XI.5 Estimasi Kerugian Komitmen dan Kontijensi 11.10
A. Definisi 11.10
B. Dasar Pengaturan 11.10
C. Penjelasan 11.10
D. Perlakuan Akuntansi 11.10
D.1 Pengakuan dan Pengukuran 11.10
D.2 Penyajian 11.11
E. Ilustrasi Jurnal 11.11
F. Pengungkapan 11.12
G. Ketentuan Lain-Lain 11.12

ix
XI.6 Pinjaman Subordinasi 11.13
A. Definisi 11.13
B. Dasar Pengaturan 11.13
C. Penjelasan 11.13
D. Perlakuan Akuntansi 11.14
D.1 Pengakuan dan Pengukuran 11.14
D.2 Penyajian 11.14
E. Ilustrasi Jurnal 11.14
F. Pengungkapan 11.15
G. Ketentuan Lain-Lain 11.15

Bagian XII : Ekspor dan Impor 12.1


XII.1 Tagihan dan Kewajiban Akseptasi 12.1
A. Definisi 12.1
B. Dasar Pengaturan 12.2
C. Penjelasan 12.4
D. Perlakuan Akuntansi 12.12
D.1 Pengakuan dan Pengukuran 12.12
D.2 Penyajian 12.17
E. Ilustrasi Jurnal 12.18
F. Pengungkapan 12.35
G. Ketentuan Lain-lain 12.36

Bagian XIII : Ekuitas


XIII.1 Ekuitas 13.1
XIII.2 Modal Disetor 13.2
A. Definisi 13.2
B. Dasar Pengaturan 13.2
C. Penjelasan 13.2
D. Perlakuan Akuntansi 13.3
D.1 Pengakuan dan Pengukuran 13.3
D.2 Penyajian 13.3
E. Ilustrasi Jurnal 13.4
F. Pengungkapan 13.4
G. Ketentuan Lain-lain 13.5

x
XIII.3 Tambahan Modal Disetor 13.6
A. Definisi 13.6
B. Dasar Pengaturan 13.6
C. Penjelasan 13.6
D. Perlakuan Akuntansi 13.8
D.1 Pengakuan dan Pengukuran 13.8
D.2 Penyajian 13.8
E. Ilustrasi Jurnal 13.8
F. Pengungkapan 13.9
XIII.4 Penghasilan Komprehensif Lain 13.11
A. Definisi 13.11
B. Dasar Pengaturan 13.11
C. Penjelasan 13.11
D. Perlakuan Akuntansi 13.11
E. Ilustrasi Jurnal 13.12
F. Pengungkapan 13.12
XIII.5 Saldo Laba 13.13
A. Definisi 13.13
B. Dasar Pengaturan 13.13
C. Penjelasan 13.13
D. Perlakuan Akuntansi 13.14
E. Ilustrasi Jurnal 13.14
F. Pengungkapan 13.14

Bagian XIV : Laporan Laba Rugi Komprehensif 14.1


XIV.1 Pengertian 14.1
XIV.2 Komponen Laba Rugi 14.3
A. Definisi 14.3
B. Dasar Pengaturan 14.3
C. Penjelasan 14.3
D. Perlakuan Akuntansi 14.5
E. Ilustrasi Jurnal 14.6
F. Pengungkapan 14.6
XIV.3 Komponen Penghasilan Komprehensif Lain 14.7
A. Definisi 14.7
B. Dasar Pengaturan 14.7

xi
C. Penjelasan 14.7
D. Perlakuan Akuntansi 14.8
E. Ilustrasi Jurnal 14.9
F. Pengungkapan 14.10

Bagian XV : Laporan Perubahan Ekuitas 15.1


A. Definisi 15.1
B. Dasar Pengaturan 15.1
C. Penjelasan 15.1

Bagian XVI : Laporan Arus Kas 16.1


A. Definisi 16.1
B. Dasar Pengaturan 16.1
C. Penjelasan 16.1

Bagian XVII : Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi


Hasil 17.1
A. Definisi 17.1
B. Dasar Pengaturan 17.1
C. Penjelasan 17.1
D. Pengungkapan 17.4

Bagian XVIII : Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat 18.1


A. Definisi 18.1
B. Dasar Pengaturan 18.1
C. Penjelasan 18.1
D. Perlakuan Akuntansi 18.2
E. Ilustrasi Jurnal 18.2
F. Pengungkapan 18.2

Bagian XIX : Laporan Sumber dan Penggunaan Dana


Kebajikan 19.1
A. Definisi 19.1
B. Dasar Pengaturan 19.1
C. Penjelasan 19.1
D. Perlakuan Akuntansi 19.2

xii
E. Ilustrasi Jurnal 19.2
F. Pengungkapan 19.3

Bagian XX : Catatan Atas Laporan Keuangan 20.1


A. Definisi 20.1
B. Dasar Pengaturan 20.1
C. Penjelasan 20.1

xiii
BAGIAN I PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

01. Tujuan Laporan Keuangan entitas perbankan syariah (untuk


selanjutnya disebut “Bank”) adalah untuk menyediakan
informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja keuangan,
dan arus kas dari aktivitas Bank yang bermanfaat dalam
pengambilan putusan. Selain itu, Laporan Keuangan merupakan
hasil pertanggungjawaban manajemen atas amanah sumber
daya yang dipercayakan.
02. Suatu Laporan Keuangan bermanfaat apabila informasi yang
disajikan dalam Laporan Keuangan tersebut dapat dipahami,
relevan, andal, dan dapat diperbandingkan. Akan tetapi, perlu
disadari pula bahwa Laporan Keuangan tidak menyediakan
semua informasi yang mungkin dibutuhkan oleh pihak-pihak
yang berkepentingan dengan Bank karena secara umum
Laporan Keuangan hanya menggambarkan pengaruh keuangan
dari kejadian masa lalu. Namun dalam beberapa hal, Bank perlu
menyediakan informasi yang mempunyai pengaruh keuangan
masa depan.
03. Bank memiliki fungsi sebagai:
a. Manajer investasi.
Bank dapat mengelola investasi atas dana nasabah dengan
menggunakan akad mudharabah dan wadiah.
b. Agen investasi.
Bank dapat mengelola investasi atas dana nasabah dengan
menggunakan akad wakalah.
c. Investor.
Bank dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya dan
dana nasabah yang dipercayakan kepadanya dengan
menggunakan instrumen investasi yang sesuai dengan
prinsip Syariah. Keuntungan yang diperoleh dibagihasilkan
sesuai nisbah yang disepakati antara Bank dan nasabah.

1.1
d. Penyedia jasa keuangan.
Bank dapat melakukan kegiatan jasa-jasa layanan
Perbankan Syariah dengan mengacu kepada Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
e. Pengemban fungsi sosial.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah Pasal 4 Ayat 2 dan 3,
menjelaskan:
i. Bank dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk
lembaga baitul maal, yaitu menerima dana yang
berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana
sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi
pengelola zakat; dan
ii. Bank dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari
wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola
wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf
(wakif).
04. Bank sebagai investor pada dasarnya melakukan fungsi
intermediari penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan yang
meliputi, antara lain transaksi investasi untuk mendapatkan
bagi hasil, transaksi atas dasar jual beli aset untuk
mendapatkan keuntungan, dan atau pemberian layanan jasa
untuk mendapatkan imbalan.

1.2
I.2 ASAS DAN KARAKTERISTIK TRANSAKSI SYARIAH

A. Asas Transaksi Syariah


01. Transaksi Syariah berasaskan pada prinsip persaudaraan
(ukhuwah), keadilan (‘adalah), kemaslahatan (maslahah),
keseimbangan (tawazun), dan universalisme (syumuliyah).
02. Prinsip persaudaraan (ukhuwah) esensinya merupakan nilai
universal yang menata interaksi sosial dan harmonisasi
kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum
dengan semangat saling menolong. Transaksi Syariah
menjunjung tinggi nilai kebersamaan dalam memperoleh
manfaat (sharing economics) sehingga seseorang tidak boleh
mendapat keuntungan di atas kerugian orang lain. Ukhuwah
dalam transaksi Syariah berdasarkan prinsip saling mengenal
(ta’aruf), saling memahami (tafahum), saling menolong (ta’awun),
saling menjamin (takaful), saling bersinergi dan beraliansi
(tahaluf).
03. Prinsip keadilan (‘adalah) esensinya menempatkan sesuatu
hanya pada tempatnya dan memberikan sesuatu hanya pada
yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai posisinya.
Implementasi keadilan dalam kegiatan usaha berupa aturan
prinsip muamalah yang melarang adanya unsur:
a. Unsur bunga dalam segala bentuk dan jenisnya, baik riba
nasiah maupun riba fadhl (riba). Esensi riba adalah setiap
tambahan pada jumlah piutang yang dipersyaratkan dalam
transaksi pinjam-meminjam uang serta derivasinya dan
transaksi tidak tunai lainnya, seperti murabahah tangguh;
dan setiap tambahan yang dipersyaratkan dalam transaksi
pertukaran antar barang ribawi termasuk pertukaran uang
(money exchange) yang sejenis secara tunai maupun
tangguh dan yang tidak sejenis secara tidak tunai.
b. Unsur yang merugikan diri sendiri, orang lain, maupun
lingkungan (zalim). Esensi zalim (dzulm) adalah
menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, memberikan
sesuatu tidak sesuai ukuran, kualitas dan temponya,
mengambil sesuatu yang bukan haknya dan

1.3
memperlakukan sesuatu tidak sesuai posisinya. Kezaliman
dapat menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat secara
keseluruhan, bukan hanya sebagian; atau membawa
kemudharatan bagi salah satu pihak atau pihak-pihak yang
melakukan transaksi.
c. Unsur judi dan sikap spekulatif (maysir). Esensi maysir
adalah setiap transaksi yang bersifat spekulatif dan tidak
berkaitan dengan produktivitas serta bersifat perjudian
(gambling).
d. Unsur ketidakjelasan (gharar). Esensi gharar adalah setiap
transaksi yang berpotensi merugikan salah satu pihak
karena mengandung unsur ketidakjelasan, manipulasi dan
eksploitasi informasi serta tidak adanya kepastian
pelaksanaan akad. Bentuk-bentuk gharar antara lain:
i. tidak adanya kepastian penjual untuk menyerahkan
obyek akad pada waktu terjadi akad, baik obyek akad
itu sudah ada maupun belum ada;
ii. menjual sesuatu yang belum berada di bawah
penguasaan penjual;
iii. tidak adanya kepastian kriteria kualitas dan kuantitas
barang/jasa;
iv. tidak adanya kepastian jumlah harga yang harus
dibayar dan alat pembayaran;
v. tidak adanya ketegasan jenis dan obyek akad;
vi. kondisi obyek akad tidak dapat dijamin kesesuaiannya
dengan yang ditentukan dalam transaksi;
vii. adanya unsur eksploitasi salah satu pihak karena
informasi yang kurang atau dimanipulasi dan
ketidaktahuan atau ketidakpahaman yang
ditransaksikan.
e. Unsur haram baik dalam barang maupun jasa serta
aktivitas operasional yang terkait (haram). Esensi haram
adalah segala unsur yang dilarang secara tegas dalam Al
Quran dan As Sunah.
04. Prinsip kemaslahatan (mashlahah) esensinya merupakan segala
bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi dan

1.4
ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif.
Kemaslahatan yang diakui harus memenuhi dua unsur yakni
kepatuhan Syariah (halal) serta bermanfaat dan membawa
kebaikan (thayib) dalam semua aspek secara keseluruhan yang
tidak menimbulkan kemudharatan. Transaksi Syariah yang
dianggap bermaslahat harus memenuhi secara keseluruhan
unsur-unsur yang menjadi tujuan ketetapan Syariah (maqasid
syariah) yaitu berupa pemeliharaan terhadap:
a. akidah, keimanan dan ketakwaan (dien);
b. akal (‘aql);
c. keturunan (nasl);
d. jiwa dan keselamatan (nafs); dan
e. harta benda (mal).
05. Prinsip keseimbangan (tawazun) esensinya meliputi
keseimbangan aspek material dan spiritual, aspek privat dan
publik, sektor keuangan dan sektor riil, bisnis dan sosial, dan
keseimbangan aspek pemanfaatan dan pelestarian. Transaksi
Syariah tidak hanya menekankan pada maksimalisasi
keuntungan perusahaan semata untuk kepentingan pemilik
(shareholder). Sehingga manfaat yang didapatkan tidak hanya
difokuskan pada pemegang saham, akan tetapi pada semua
pihak yang dapat merasakan manfaat adanya suatu kegiatan
ekonomi.
06. Prinsip universalisme (syumuliyah) esensinya dapat dilakukan
oleh, dengan, dan untuk semua pihak yang berkepentingan
(stakeholder) tanpa membedakan suku, agama, ras dan
golongan, sesuai dengan semangat kerahmatan semesta
(rahmatan lil alamin).
07. Transaksi Syariah terikat dengan nilai-nilai etis meliputi
aktivitas sektor keuangan dan sektor riil yang dilakukan secara
koheren tanpa dikotomi sehingga keberadaan dan nilai uang
merupakan cerminan aktivitas investasi dan perdagangan.

1.5
B. Karakteristik Transaksi Syariah
01. Implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigma dan asas
transaksi Syariah harus memenuhi karakteristik dan
persyaratan sebagai berikut:
a. Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling
paham dan saling ridha;
b. Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya
halal dan baik (thayib);
c. Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan
pengukur nilai, bukan sebagai komoditas;
d. Tidak mengandung unsur riba;
e. Tidak mengandung unsur kezaliman;
f. Tidak mengandung unsur maysir;
g. Tidak mengandung unsur gharar;
h. Tidak mengandung unsur haram;
i. Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of
money) karena keuntungan yang didapat dalam kegiatan
usaha terkait dengan risiko yang melekat pada kegiatan
usaha tersebut sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil ghurmi
(no gain without accompanying risk);
j. Transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang
jelas dan benar serta untuk keuntungan semua pihak tanpa
merugikan pihak lain sehingga tidak diperkenankan
menggunakan standar ganda harga untuk satu akad serta
tidak menggunakan dua transaksi bersamaan yang
berkaitan (ta’alluq) dalam satu akad;
k. Tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan
(najasy), maupun melalui rekayasa penawaran (ihtikar); dan
l. Tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap
(risywah).
02. Transaksi Syariah dapat berupa aktivitas bisnis yang bersifat
komersial maupun aktivitas sosial yang bersifat nonkomersial.
Transaksi Syariah komersial dilakukan, antara lain, berupa
investasi untuk mendapatkan bagi hasil, jual beli barang untuk
mendapatkan laba, dan atau pemberian layanan jasa untuk
mendapatkan imbalan.

1.6
03. Transaksi Syariah nonkomersial dilakukan, antara lain, berupa
pemberian dana pinjaman atau talangan (qardh) serta
penghimpunan dan penyaluran dana sosial, seperti zakat, infak,
sedekah, wakaf dan hibah.

I.3 TUJUAN DAN RUANG LlNGKUP

A. Tujuan
01. Tujuan dari penyusunan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah
Indonesia (untuk selanjutnya disebut “Pedoman”) antara lain:
a. Membantu Bank menyusun Laporan Keuangan supaya
sesuai dengan tujuan Laporan Keuangan.
b. Menciptakan keseragaman penerapan perlakuan akuntansi
dan penyajian Laporan Keuangan sehingga meningkatkan
daya banding antara Laporan Keuangan Bank.
c. Menjadi acuan minimum yang harus dipenuhi oleh Bank
dalam menyusun Laporan Keuangan. Namun, keseragaman
penyajian sebagaimana diatur dalam Pedoman ini tidak
menghalangi masing-masing Bank untuk memberikan
informasi yang relevan bagi pengguna laporan sesuai kondisi
masing-masing Bank.

1.7
B. Ruang Lingkup
01. Pedoman ini berlaku untuk Bank yang menjalankan fungsi
sebagai:
a. Bank Umum Syariah; dan
b. Bank umum konvensional yang melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip Syariah (Unit Usaha Syariah).

I.4 ACUAN PENYUSUNAN


01. Acuan yang digunakan dalam menyusun Pedoman ini
didasarkan pada referensi yang relevan. Adapun referensi yang
digunakan adalah:
a. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan
Keuangan Syariah dan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan Syariah;
b. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan dan Interpretasi
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan sepanjang tidak
bertentangan dengan prinsip Syariah;
c. Ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia;
d. Fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional -
Majelis Ulama Indonesia;
e. Financial Accounting Standard (Accounting and Auditing
Organization for Islamic Financial Institutions/AAOIFI);
f. International Financial Reporting Standards (International
Accounting Standards Board/IASB) sepanjang tidak
bertentangan dengan prinsip Syariah;
g. Peraturan perundang-undangan yang relevan dengan
Laporan Keuangan; dan
h. Praktik-praktik akuntansi yang berlaku umum, sepanjang
tidak bertentangan dengan prinsip Syariah.
02. Berdasarkan referensi di atas diadopsi ketentuan yang relevan
dan sesuai dengan kondisi lingkungan usaha berdasarkan
prinsip Syariah di Indonesia yang kemudian dikodifikasi dalam
Pedoman ini. Selanjutnya sebagai dasar pengaturan penyusunan
Laporan Keuangan Bank digunakan ketentuan-ketentuan yang
diatur dalam Pedoman ini.

1.8
I.5 KETENTUAN LAIN
01. Ilustrasi jurnal yang digunakan dalam Pedoman ini hanya
merupakan ilustrasi dan tidak bersifat mengikat. Bank dapat
mengembangkan metode pencatatan dan pengakuan sesuai
sistem masing-masing sepanjang memberikan hasil yang tidak
berbeda. Ilustrasi jurnal yang dicantumkan dalam Pedoman ini
menggambarkan pencatatan akuntansi secara manual.
02. Transaksi yang dicantumkan pada Pedoman ini diprioritaskan
pada transaksi yang umum terjadi pada setiap Bank.
03. Pedoman ini secara periodik akan dievaluasi dan disesuaikan
dengan perkembangan bisnis dan produk perbankan syariah,
ketentuan SAK, ketentuan Bank Syariah Indonesia, dan
ketentuan lainnya yang terkait dengan industri perbankan
syariah.

1.9
BAGIAN II LAPORAN KEUANGAN BANK SYARIAH

II.1 KETENTUAN UMUM LAPORAN KEUANGAN

A. Tujuan Laporan Keuangan


01. Memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja
keuangan, dan perubahan posisi keuangan yang bermanfaat
bagi pengguna Laporan Keuangan dalam membuat keputusan
ekonomi;
02. Sarana pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan
sumber daya yang dipercayakan kepada manajemen;
03. Meningkatkan kepatuhan terhadap pemenuhan prinsip Syariah
dalam semua transaksi dan kegiatan usaha;
04. Memberikan informasi kepatuhan terhadap pemenuhan prinsip
Syariah, serta informasi aset, liabilitas, pendapatan dan beban
yang tidak sesuai dengan prinsip Syariah, bila ada, dan
bagaimana perolehan dan penggunaannya;
05. Memberikan informasi mengenai pemenuhan tanggung jawab
manajemen terhadap amanah dalam mengamankan dana,
menginvestasikannya pada tingkat keuntungan yang layak;
06. Memberikan informasi tingkat keuntungan investasi yang
diperoleh penanam modal dan pemilik dana syirkah temporer;
dan
07. Memberikan informasi pemenuhan kewajiban fungsi sosial,
termasuk penerimaan dan penyaluran dana zakat, dan juga
pengelolaan dana infak, sedekah, dan wakaf.

B. Tanggung Jawab Atas Laporan Keuangan


Manajemen Bank bertanggung jawab atas penyusunan dan penyajian
Laporan Keuangan.

C. Komponen Laporan Keuangan


01. Laporan Posisi Keuangan;
02. Laporan Laba Rugi Komprehensif;
03. Laporan Perubahan Ekuitas;
04. Laporan Arus Kas;
2.1
05. Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil;
06. Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat;
07. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan; dan
08. Catatan Atas Laporan Keuangan.

D. Bahasa Laporan Keuangan


01. Laporan Keuangan harus disusun dalam bahasa Indonesia. Jika
Laporan Keuangan juga disusun dalam bahasa lain selain dari
bahasa Indonesia, maka Laporan Keuangan dalam bahasa lain
tersebut harus memuat informasi yang sama dan waktu yang
sama (tanggal posisi dan cakupan periode).
02. Selanjutnya, Laporan Keuangan dalam bahasa lain tersebut
harus diterbitkan dalam waktu yang sama seperti Laporan
Keuangan dalam bahasa Indonesia. Dalam hal terjadi
inkonsistensi dalam penyajian laporan, maka yang
dipergunakan sebagai rujukan adalah dalam bahasa Indonesia.

E. Mata Uang Fungsional Dan Pelaporan


01. Mata uang fungsional dan mata uang pelaporan adalah Rupiah.
Apabila transaksi Bank menggunakan mata uang selain Rupiah,
maka harus dijabarkan dalam mata uang Rupiah dengan
menggunakan kurs laporan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
02. Keuntungan atau kerugian dalam periode berjalan yang terkait
dengan transaksi dalam mata uang asing dinilai dengan
menggunakan kurs laporan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.

F. Kebijakan Akuntansi
01. Kebijakan Akuntansi harus mencerminkan prinsip kehati-hatian
dan mencakup semua informasi yang material dan sesuai
dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku.
02. Apabila PSAK Syariah belum mengatur masalah pengakuan,
pengukuran, penyajian atau pengungkapan dari suatu transaksi
atau peristiwa, maka harus ditetapkan kebijakan agar Laporan
Keuangan yang disajikan memuat informasi yang dapat
2.2
diandalkan dan relevan dengan kebutuhan para pengguna
Laporan Keuangan untuk pengambilan keputusan.
03. Dalam menetapkan kebijakan akuntansi, manajemen harus
memperhatikan sumber dengan urutan sebagai berikut:
a. Definisi, kriteria pengakuan, dan konsep pengukuran untuk
aset, liabilitas, dana syirkah temporer, ekuitas,
penghasilan, dan beban dalam Kerangka Dasar
Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
b. Persyaratan dan panduan dalam SAK umum yang sesuai
dengan SAK Syariah, yang berhubungan dengan masalah
serupa dan terkait.
c. Standar akuntansi terkini yang dikeluarkan oleh badan
penyusun standar akuntansi lain yang menggunakan
kerangka dasar yang sama untuk mengembangkan standar
akuntansi, literatur akuntansi lain, dan praktik akuntansi
industri yang berlaku, sepanjang tidak bertentangan
dengan prinsip Syariah.

G. Penyajian
01. Laporan Keuangan harus menyajikan secara wajar posisi
keuangan, kinerja keuangan, dan perubahan posisi keuangan
disertai pengungkapan yang diharuskan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
02. Aset disajikan berdasarkan karakteristiknya menurut urutan
likuiditas, liabilitas disajikan menurut urutan jatuh temponya,
dan dana syirkah temporer disajikan dalam unsur tersendiri.
03. Saldo transaksi sehubungan dengan kegiatan operasi normal
Bank disajikan dan diungkapkan secara terpisah antara pihak-
pihak berelasi dan pihak-pihak tidak berelasi. Dalam hal ini
yang dimaksud dengan pihak yang berelasi adalah termasuk
pihak-pihak terkait sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.
04. Disamping hal-hal di atas, penyajian Laporan Keuangan bagi
Bank wajib mengikuti ketentuan yang dikeluarkan Bank
Indonesia, sedangkan bagi Bank yang telah go public wajib pula
mengikuti ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas pasar
modal.
2.3
H. Konsistensi Penyajian
01. Penyajian dan klasifikasi pos-pos dalam Laporan Keuangan
antar periode harus konsisten, kecuali:
a. setelah terjadi perubahan yang signifikan terhadap sifat
operasi perbankan Syariah atau kaji-ulang atas Laporan
Keuangan, terlihat secara jelas bahwa penyajian atau
klasifikasi lain akan lebih tepat untuk digunakan, dengan
mempertimbangkan kriteria dalam penentuan dan
penerapan kebijakan akuntansi; atau
b. perubahan tersebut diperkenankan oleh suatu Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).
02. Apabila penyajian atau klasifikasi pos-pos dalam Laporan
Keuangan diubah, maka penyajian periode sebelumnya perlu
direklasifikasi untuk memastikan daya banding, sifat, jumlah
dan alasan reklasifikasi tersebut juga harus diungkapkan.
Dalam hal reklasifikasi dianggap tidak praktis maka cukup
diungkapkan alasannya.

I. Materialitas dan Agregasi


01. Penyajian Laporan Keuangan didasarkan pada konsep
materialitas.
02. Pos-pos yang jumlahnya material disajikan tersendiri dalam
Laporan Keuangan, sedangkan yang jumlahnya tidak material
dapat digabungkan sepanjang memiliki sifat atau fungsi yang
sejenis.
03. Informasi dianggap material apabila kelalaian untuk
mencantumkan (ommission) atau kesalahan dalam mencatat
(misstatement) informasi tersebut dapat mempengaruhi
pengguna laporan dalam pengambilan keputusan ekonomi.

J. Saling Hapus
Pos-pos aset, liabilitas, dan dana syirkah temporer serta pendapatan
dan beban tidak boleh disaling-hapuskan, kecuali disyaratkan atau
diizinkan oleh suatu Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK).

2.4
K. Periode Pelaporan
01. Laporan Keuangan wajib disajikan secara tahunan berdasarkan
tahun takwim.
02. Dalam hal Bank baru berdiri, Laporan Keuangan dapat disajikan
untuk periode yang lebih pendek dari satu tahun takwim. Selain
itu, untuk kepentingan pihak lainnya, Bank dapat membuat dua
laporan yaitu dalam tahun takwim dan periode efektif dengan
mencantumkan:
a. Alasan penggunaan periode pelaporan selain periode satu
tahunan;
b. Fakta bahwa jumlah yang tercantum dalam Laporan Posisi
Keuangan, Laporan Laba Rugi Komprehensif, Laporan
Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, Laporan
Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil, Laporan Sumber
dan Penyaluran Dana Zakat, Laporan Sumber dan
Penggunaan Dana Kebajikan, dan Catatan Atas Laporan
Keuangan tidak dapat dibandingkan.

L. Informasi Komparatif
01. Laporan Posisi Keuangan tahunan dan interim harus disajikan
secara komparatif dengan periode akhir pada tahun sebelumnya.
Sedangkan untuk Laporan Laba Rugi Komprehensif interim
harus mencakup periode sejak awal tahun buku sampai dengan
akhir periode interim yang dilaporkan.
02. Informasi komparatif yang bersifat naratif dan deskriptif dari
Laporan Keuangan periode sebelumnya wajib diungkapkan
kembali apabila relevan untuk pemahaman Laporan Keuangan
periode berjalan.
03. Tambahan Laporan Posisi Keuangan harus disajikan untuk
posisi awal periode sajian, jika:
a. Menerapkan kebijakan akuntansi secara retrospektif;
b. Membuat penyajian kembali secara retrospektif akibat
koreksi kesalahan; atau
c. Membuat reklasifikasi pos-pos dalam Laporan Keuangan.

2.5
M. Laporan Keuangan Interim
01. Laporan Keuangan interim adalah Laporan Keuangan yang
diterbitkan di antara dua laporan tahunan dan harus dipandang
sebagai bagian integral dari laporan periode tahunan.
Penyusunan Laporan Keuangan interim dapat dilakukan secara
bulanan, triwulan atau periode yang lain yang kurang dari satu
tahun.
02. Laporan Keuangan interim memuat komponen yang sama
seperti Laporan Keuangan tahunan.
03. Ilustrasi periode komparatif Laporan Keuangan interim:
Periode interim Periode komparatif
Laporan Posisi Keuangan 30 Jun 2013 31 Des 2012
Laporan Laba Rugi Komprehensif
Untuk periode 6 bulan 1 Jan s.d. 30 Jun 1 Jan s.d. 30 Jun
Untuk periode 3 bulan 2013 2012
1 Apr s.d 30 Jun 1 Apr s.d 30 Jun
2013 2012
Laporan Perubahan Ekuitas 1 Jan s.d. 30 Jun 1 Jan s.d. 30 Jun
2013 2012
Laporan Arus Kas 1 Jan s.d. 30 Jun 1 Jan s.d. 30 Jun
2013 2012
Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi 1 Jan s.d. 30 Jun 1 Jan s.d. 30 Jun
Hasil 2013 2012
Laporan Sumber dan Penyaluran Dana 1 Jan s.d. 30 Jun 1 Jan s.d. 30 Jun
Zakat 2013 2012
Laporan Sumber dan Penggunaan Dana 1 Jan s.d. 30 Jun 1 Jan s.d. 30 Jun
Kebajikan 2013 2012

N. Laporan Keuangan Konsolidasian


01. Laporan Keuangan Konsolidasian adalah Laporan Keuangan
suatu kelompok usaha yang disajikan sebagai suatu entitas
ekonomi tunggal.
02. Agar Laporan Keuangan Konsolidasian dapat menyajikan
informasi keuangan dari kelompok usaha tersebut sebagai satu
kesatuan ekonomi, maka perlu dilakukan hal-hal berikut ini:
a. Transaksi dan saldo resiprokal antara Bank (entitas induk)
dan entitas anak harus dieliminasi.
b. Keuntungan dan kerugian yang belum direalisasi, yang
timbul dari transaksi antara Bank dan entitas anak harus
dieliminasi.

2.6
c. Laporan Keuangan Bank dan entitas anak harus disusun
dengan tanggal yang sama. Jika tanggal menyusun
Laporan Keuangan tersebut berbeda, maka:
i. Entitas anak menyusun Laporan Keuangan tambahan
untuk tujuan konsolidasi dengan tanggal yang sama
dengan entitas induk.
ii. Jika tidak praktis, Laporan Keuangan entitas anak
disusun dengan tanggal berbeda dengan entitas induk
sepanjang perbedaan tanggal tersebut tidak melebihi
tiga bulan, lamanya periode pelaporan dan perbedaan
antar akhir periode pelaporan adalah sama dari
periode ke periode, dan dilakukan penyesuaian
dilakukan atas dampak transaksi atau peristiwa
signifikan yang terjadi antara tanggal Laporan
Keuangan entitas anak dengan tanggal Laporan
Keuangan Bank.
d. Laporan Keuangan Konsolidasian disusun dengan
menggunakan kebijakan akuntansi yang sama untuk
transaksi, peristiwa dan keadaan yang sama atau sejenis.
e. Kepentingan non-pengendali disajikan dalam ekuitas secara
terpisah dari kepentingan Bank sebagai entitas induk.

2.7
II.2 KETERBATASAN LAPORAN KEUANGAN
Laporan Keuangan memiliki keterbatasan, antara lain:
01. Bersifat historis yang menunjukkan transaksi dan peristiwa
yang telah lampau.
02. Bersifat umum, baik dari sisi informasi maupun manfaat bagi
pihak pengguna. Biasanya informasi khusus yang dibutuhkan
oleh pihak tertentu tidak dapat secara langsung dipenuhi
semata-mata dari Laporan Keuangan saja.
03. Tidak luput dari penggunaan berbagai pertimbangan dan
taksiran.
04. Hanya melaporkan informasi yang material.
05. Bersifat konservatif dalam menghadapi ketidakpastian. Apabila
terdapat beberapa kemungkinan yang tidak pasti mengenai
penilaian suatu pos, maka dipilih alternatif yang menghasilkan
laba bersih atau nilai aset yang paling kecil.
06. Lebih menekankan pada penyajian suatu peristiwa atau
transaksi sesuai substansi dan realitas ekonomi daripada
bentuk hukumnya (formalitas).
07. Adanya berbagai alternatif metode akuntansi yang dapat
digunakan sehingga, menimbulkan variasi dalam pengukuran
sumber daya ekonomi dan tingkat kesuksesan antar bank.

2.8
II.3 METODE PENCATATAN TRANSAKSI MATA UANG ASING
01. Transaksi dalam mata uang asing dijabarkan ke dalam Rupiah
dengan menggunakan kurs laporan (penutupan) yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia, yaitu kurs tengah yang merupakan rata-
rata kurs beli dan kurs jual berdasarkan Reuters pada pukul
16.00 WIB setiap hari.
02. Dalam melakukan pencatatan transaksi mata uang asing
terdapat dua metode yangdapat digunakan yaitu:
a. Single currency (satu jenis mata uang).
b. Multi currency (lebih dari satu jenis mata uang).
03. Single currency adalah pencatatan transaksi mata uang asing
dengan membukukan langsung ke dalam mata uang dasar (base
currency) yang digunakan yaitu mata uang Rupiah/Indonesian
Rupiah (IDR).
Karakteristik dari single currency adalah sebagai berikut:
a. Laporan Posisi Keuangan yang diterbitkan hanya dalam
mata uang Rupiah;
b. Saldo pos dalam mata uang asing dicatat secara
extracomptable;
c. Penjurnalan tidak menggunakan pos-pos perantara mata
uang asing;
d. Penjabaran (revaluasi) saldo pos mata uang asing dilakukan
langsung per pos yang bersangkutan.
04. Multi currency adalah pencatatan transaksi mata uang asing
dengan membukukan langsung ke dalam mata uang asing asal
(original currency) yang digunakan pada transaksi tersebut.
Karakteristik dari multi currency adalah sebagai berikut:
a. Laporan Posisi Keuangan dapat diterbitkan dalam setiap
mata uang asing asal (original currency) yang digunakan;
b. Untuk mengetahui posisi keuangan gabungan seluruh mata
uang, diterbitkan Laporan Posisi Keuangan dalam mata
uang dasar (base currency);
c. Penjurnalan menggunakan pos perantara; dan
d. Penjabaran (revaluasi) saldo pos mata uang asing dilakukan
melalui pos perantara mata uang asing. Penjabaran
ekuivalen Rupiah dari pos-pos tersebut hanya dilakukan
2.9
dalam rangka pelaporan Laporan Posisi Keuangan.
05. Pencatatan beban dan pendapatan mata uang asing dilakukan
sebagai berikut:
a. Jika menggunakan single currency
Seluruh beban dan pendapatan mata uang asing dicatat
dalam Rupiah.
b. Jika menggunakan multi currency
i. Seluruh beban dan pendapatan mata uang asing
dicatat dalam mata uang asal.
ii. Agar saldo beban dan pendapatan mata uang asing
tidak menimbulkan selisih kurs maka pada setiap
akhir hari, saldo pos beban dan pendapatan mata uang
asing tersebut dipindahbukukan ke pos beban dan
pendapatan Rupiah.
06. Contoh transaksi valuta asing yang pencatatannya dilakukan
dengan dua sistem, yaitu single currency dan multi currency.
a. Bank melakukan beberapa transaksi valuta asing sebagai
berikut:
i. Pembelian bank notes USD sebesar USD200,
pembayaran dilakukan secara tunai/kas.
ii. Nasabah setor Rupiah/tunai untuk keuntungan
rekening giro USD sebesar USD200.
iii. Pembelian bank notes SGD sebesar SGD1.000,
pembayaran dilakukan atas keuntungan rekening giro
Rupiah nasabah.
iv. Pembelian bank notes HKD sebesar HKD1.000,
pembayaran dilakukan atas keuntungan rekening giro
Rupiah nasabah.
v. Penjualan bank notes USD sebesar USD100, disetor
atas beban rekening tabungan nasabah.
b. Catatan kurs yang terjadi adalah sebagai berikut:
Mata uang asing Kurs beli Bank Kurs jual Bank Kurs tengah BI
USD1 Rp8.000 Rp8.500 Rp8.300
SGD1 Rp4.900 Rp5.100 Rp5.000
HKD1 Rp1.080 Rp1.090 Rp1.085

2.10
c. Catatan kurs untuk penilaian/revaluasi valuta asing sesuai
dengan kurs yang ditetapkan oleh Bank Indonesia adalah:
Mata uang asing Kurs revaluasi
USD1 Rp8.400
SGD1 Rp5.100
HKD1 Rp1.084

07. Kurs pembukuan menggunakan kurs tengah yang ditetapkan


Bank Indonesia
a. Menggunakan sistem single currency
i. Db Bank notes (USD200 x Rp8.300) Rp1.660.000
Kr Kas Rupiah (USD200 x Rp8.000) Rp1.600.000

Kr Pendapatan selisih kurs Rp60.000


transaksi

ii. Db Kas Rupiah (USD200 x 8.500) Rp1.700.000


Kr Giro USD (USD200 x 8.300) Rp1.660.000
Kr Pendapatan selisih kurs Rp40.000
transaksi

iii. Db Bank notes SGD (SGD1.000 x Rp5.000.000


5.000)
Kr Giro Rupiah (SGD1.000 x 4.900) Rp4.900.000
Kr Pendapatan selisih kurs Rp100.000
transaksi

iv. Db Bank notes HKD (HKD1.000 x Rp1.085.000


1.085)
Kr Giro Rupiah (HKD1.000 x 1.080) Rp1.080.000
Kr Pendapatan selisih kurs Rp5.000
transaksi

v. Db Tabungan (USD100 x 8.500) Rp850.000


Kr Bank notes USD (USD100 x Rp830.000
8.300)
Kr Pendapatan selisih kurs Rp20.000
transaksi

2.11
b. Menggunakan system multi currency
i. Db Bank notes USD200
Kr Rekening Perantara USD USD200

Db Rekening Perantara Rupiah Rp1.660.000


Kr Kas Rupiah Rp1.600.000
Kr Pendapatan selisih kurs Rp60.000
transaksi

ii. Db Kas Rupiah Rp1.700.000


Kr Rekening Perantara Rupiah Rp1.660.000
Kr Pendapatan selisih kurs Rp40.000
transaksi

Db Rekening Perantara USD USD.200


Kr Giro USD USD.200

iii. Db Bank notes SGD SGD.1.000


Kr Rekening Perantara SGD SGD.1.000

Db Rekening Perantara Rupiah Rp5.000.000


Kr Giro Rupiah Rp4.900.000
Kr Pendapatan selisih kurs Rp100.000
transaksi

iv. Db Bank notes HKD HKD1.000


Kr Rekening Perantara HKD HKD1.000

Db Rekening Perantara Rupiah Rp1.085.000


Kr Giro Rupiah Rp1.080.000
Kr Pendapatan selisih kurs Rp5.000
transaksi

v. Db Tabungan Rp850.000
Kr Rekening Perantara Rupiah Rp830.000
Kr Pendapatan selisih kurs Rp20.000
transaksi

Db Rekening Perantara USD USD100


Kr Bank notes USD USD100

2.12
08. Kurs pembukuan menggunakan kurs transaksi Bank
a. Menggunakan sistem single currency
i. Db Bank notes (USD200 x 8.000) Rp1.600.000
Kr Kas Rupiah Rp1.600.000

ii. Db Kas Rupiah Rp1.700.000


Kr Giro USD (USD200 x 8.500) Rp1.700.000

iii. Db Bank notes SGD (SGD1.000 x Rp4.900.000


4.900)
Kr Giro Rupiah Rp4.900.000

iv. Db Bank notes HKD (HKD1000 x Rp1.080.000


1.080)
Kr Giro Rupiah Rp1.080.000

v. Db Tabungan Rp850.000
Kr Bank notes USD (USD1.000 x Rp850.000
8.500)

b. Menggunakan sistem multi currency


i. Db Bank notes USD USD200
Kr Rekening Perantara USD USD200
Db Rekening Perantara Rupiah Rp1.600.000
Kr Kas Rupiah Rp1.600.000

ii. Db Kas Rupiah Rp1.700.000


Kr Rekening Perantara Rupiah Rp1.700.000
Db Rekening Perantara USD USD200
Kr Giro USD USD200

iii. Db Bank notes SGD SGD1.000


Kr Rekening Perantara SGD SGD1.000
Db Rekening Perantara Rupiah Rp4.900.000
Kr Giro Rupiah Rp4.900.000

iv. Db Bank notes HKD HKD1.000


Kr Rekening Perantara HKD HKD1.000
Db Rekening Perantara Rupiah Rp.1.080.000
Kr Giro Rupiah Rp.1.080.000

2.13
v. Db Tabungan Rp850.000
Kr Rekening Perantara Rupiah Rp850.000
Db Rekening Perantara USD USD100
Kr Bank notes USD USD100

09. Jurnal pembukuan penilaian/revaluasi valuta asing


a. Kurs pembukuan menggunakan kurs tengah yang
ditetapkan Bank Indonesia
i. Menggunakan sistem single currency
1) Posisi saldo rekening valuta asing adalah sebagai
berikut:
Bank notes USD sebesar USD100 = Rp 830.000
Bank notes SGD sebesar = Rp 5.000.000
SGD1.000
Bank notes HKD sebesar = Rp 1.085.000
HKD1.000
Giro USD sebesar USD.200 = Rp 1.660.000

2) Jurnal pembukuan penilaian:


a) Bank notes USD100
Db Bank notes USD (USD100 x Rp 840.000
8.400)
Kr Bank notes USD Rp 830.000
Kr Keuntungan selisih kurs Rp 10.000
b) Bank notes SGD1.000
Db Bank notes SGD (SGD1.000 x Rp 5.100.000
5.100)
Kr Bank notes SGD Rp 5.000.000
Kr Keuntungan selisih kurs Rp 100.000

c) Bank notes HKD1.000


Db Bank notes HKD (HKD.1000 x Rp 1.084.000
1.084)
Db Kerugian selisih kurs Rp 1.000
Kr Bank notes HKD Rp 1.085.000
d) Giro USD200
Db Giro USD Rp 1.660.000
Db Kerugian selisih kurs Rp 20.000
Kr Giro USD (USD200 x 8.400) Rp 1.680.000

2.14
ii. Menggunakan sistem multi currency
1) Saldo rekening posisi valuta asing, tergambar
dalam tabel berikut:
Mata Rupiah Rupiah
Saldo posisi Laba rugi
uang lama baru
USD 100 D 830.000 D 840.000 D 10.000 R
SGD 1.000 K 5.000.000 K 5.100.000 K 100.000 L
HKD 1.000 K 1.085.000 K 1.084.000 K 1.000 R
IDR 5.255.000 D 5.255.000 D 5.255.000 D 0
89.000 D 89.000 L
2) Jurnal pembukuan penilaian:
Db Posisi Rupiah Rp 89.000
Kr Keuntungan selisih kurs Rp 89.000

b. Kurs pembukuan menggunakan kurs transaksi Bank


i. Menggunakan sistem single currency
1) Posisi saldo rekening valuta asing adalah sebagai
berikut:
Bank notes USD sebesar USD100 = Rp 750.000
Bank notes SGD sebesar = Rp 4.900.000
SGD1.000
Bank notes HKD sebesar = Rp 1.080.000
HKD1.000
Giro USD sebesar USD200 = Rp 1.700.000
2) Jurnal pembukuan penilaian:
a) Bank notes USD100
Db Bank notes USD (USD100 x Rp 840.000
8.400)
Kr Bank notes USD Rp 750.000
Kr Keuntungan selisih kurs Rp 90.000
b) Bank notes SGD1.000
Db Bank notes SGD (SGD1.000 x Rp 5.100.000
5.100)
Kr Bank notes SGD Rp 4.900.000
Kr Keuntungan selisih kurs Rp 200.000

2.15
c) Bank notes HKD1.000
Db Bank notes HKD (HKD1.000 x Rp 1.084.000
1.084)
Kr Keuntungan selisih kurs Rp 4.000
Kr Bank notes HKD Rp 1.080.000
d) Giro USD200
Db Giro USD Rp 1.700.000
Kr Keuntungan selisih kurs Rp 20.000
Kr Giro USD (USD200 x 8.400) Rp 1.680.000

ii. Menggunakan sistem multi currency


1) Saldo rekening posisi valuta asing, tergambar dalam
tabel sebagai berikut:
Mata Rupiah Rupiah
Saldo posisi Laba rugi
uang lama baru
USD 100 D 950.000 D 840.000 D 110.000L
SGD 1.000 K 4.900.000 K 5.100.000 K 200.000L
HKD 1.000 K 1.080.000 K 1.084.000 K 4.000L
IDR 5.030.000 D 5.030.000 D 5.030.000 D 0
0 314.000 D 314.000L
2) Jurnal pembukuan revaluasi
Db Posisi Rupiah Rp 314.000
Kr Keuntungan selisih kurs Rp 314.000

2.16
BAGIAN III KETERTERAPAN PSAK 50, 55, DAN 60

III.1 DEFINISI INSTRUMEN KEUANGAN


01. Instrumen keuangan adalah setiap kontrak yang menambah nilai
aset keuangan dan liabilitas keuangan entitas atau instrumen
ekuitas entitas lain.
02. Aset keuangan adalah setiap aset yang berbentuk:
a. Kas.
b. Instrumen ekuitas yang diterbitkan oleh entitas lain.
c. Hak kontraktual untuk:
i. menerima kas atau aset keuangan lainnya dari entitas
lain, atau
ii. mempertukarkan aset keuangan atau liabilitas keuangan
dengan entitas lain dengan kondisi yang berpotensi
menguntungkan.
d. Kontrak yang akan atau mungkin diselesaikan dengan
menggunakan instrumen ekuitas yang diterbitkan oleh
entitas dan merupakan:
i. non-derivatif di mana entitas harus atau mungkin
diwajibkan untuk menerima suatu jumlah yang bervariasi
dari instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas; atau
ii. derivatif yang akan atau mungkin diselesaikan selain
dengan mempertukarkan sejumlah tertentu kas atau aset
keuangan lain dengan sejumlah tertentu instrumen
ekuitas yang diterbitkan entitas.
03. Liabilitas keuangan adalah setiap liabilitas yang berupa:
a. Kewajiban kontraktual:
i. untuk menyerahkan kas atau aset keuangan lain kepada
entitas lain; atau
ii. untuk mempertukarkan aset keuangan atau liabilitas
keuangan dengan entitas lain dengan kondisi yang
berpotensi merugikan entitas tersebut.
b. Kontrak yang akan atau mungkin diselesaikan dengan
menggunakan instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas
dan merupakan suatu:

3.1
i. non-derivatif di mana entitas harus atau mungkin
diwajibkan untuk menyerahkan suatu jumlah yang
bervariasi dari instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas;
atau
ii. derivatif yang akan atau mungkin diselesaikan selain
dengan mempertukarkan sejumlah tertentu kas atau aset
keuangan lain dengan sejumlah tertentu instrumen
ekuitas yang diterbitkan entitas.
04. Instrumen ekuitas adalah setiap kontrak yang memberikan hak
residual atas aset suatu entitas setelah dikurangi dengan
seluruh liabilitasnya.

3.2
III.2 KLASIFIKASI

A. Aset Keuangan
Aset keuangan selain sukuk dapat diklasifikasikan ke dalam empat
kategori sebagai berikut:
01. Diukur pada nilai wajar melalui laba rugi.
Persyaratannya adalah:
a. Aset keuangan untuk tujuan diperdagangkan (trading); atau
b. Aset keuangan yang pada saat pengakuan awal telah
ditetapkan untuk diukur pada nilai wajar melalui laba rugi
(fair value option).
Contoh aset keuangan yang dimiliki Bank dalam kategori ini
antara lain reksadana Syariah dan forward.
02. Dimiliki hingga jatuh tempo.
Persyaratannya adalah:
a. Aset keuangan non-derivatif dengan pembayaran tetap atau
telah ditentukan, dan jatuh temponya telah ditetapkan; dan
b. Entitas mempunyai intensi positif dan kemampuan untuk
memiliki aset keuangan tersebut hingga jatuh tempo.
03. Pinjaman yang diberikan dan piutang.
Persyaratannya adalah:
a. Aset keuangan non-derivatif dengan pembayaran tetap atau
telah ditentukan; dan
b. Tidak mempunyai kuotasi di pasar aktif.
Contoh aset keuangan yang dimiliki Bank dalam kategori ini
antara lain pembiayaan murabahah yang menggunakan metode
anuitas dan tagihan reverse repo Syariah.
04. Tersedia untuk dijual.
Persyaratannya adalah:
a. Aset keuangan non-derivatif yang ditetapkan sebagai tersedia
untuk dijual; atau
b. Aset keuangan non-derivatif yang tidak dapat diklasifikasikan
sebagai diukur pada nilai wajar melalui laba rugi, dimiliki
hingga jatuh tempo, atau pinjaman yang diberikan dan
piutang.

3.3
Contoh aset keuangan yang dimiliki Bank dalam kategori ini
antara lain reksadana Syariah dan penyertaan.

B. Liabilitas Keuangan
Liabilitas keuangan selain sukuk dapat diklasifikasikan ke dalam dua
kategori sebagai berikut:
01. Diukur pada nilai wajar melalui laba rugi.
Persyaratannya adalah:
a. Liabilitas keuangan untuk tujuan diperdagangkan (trading);
atau
b. Liabilitas keuangan yang pada saat pengakuan awal telah
ditetapkan untuk diukur pada nilai wajar melalui laba rugi
(fair value option).
Contoh liabilitas keuangan yang dimiliki Bank dalam kategori ini
antara lain forward yang diterbitkan.
02. Diukur pada biaya perolehan diamortisasi.
Persyaratannya adalah liabilitas keuangan yang tidak termasuk
dalam kategori diukur pada nilai wajar melalui laba rugi.
Contoh liabilitas keuangan yang dimiliki Bank dalam kategori ini
antara lain kewajiban segera.

3.4
III.3 PENGAKUAN DAN PENGUKURAN

A. Pengakuan dan Penghentian-Pengakuan


01. Aset keuangan diakui pada saat Bank terikat dengan ketentuan
dalam perjanjian. Khusus untuk aset keuangan yang diperoleh di
pasar reguler diakui pada tanggal perdagangan (trading date).
02. Aset keuangan dihentikan-pengakuannya jika:
a. hak kontraktual atas arus kas yang berasal dari aset
keuangan tersebut telah berakhir; atau
b. telah ditransfer dan transfer tersebut memenuhi kriteria
penghentian pengakuan.
03. Liabilitas keuangan diakui pada saat Bank terikat dengan
ketentuan dalam perjanjian.
04. Liabilitas keuangan dihentikan-pengakuannya ketika liabilitas
keuangan berakhir, yaitu diselesaikan, dilepaskan, dibatalkan,
atau kadaluarsa.

B. Pengukuran
01. Aset keuangan dalam kategori ‘diukur pada nilai wajar melalui
laba rugi’.
a. Pada saat pengakuan awal, aset keuangan diukur pada nilai
wajar, dimana biaya transaksi yang terjadi diakui sebagai
beban.
b. Pada pengukuran selanjutnya, aset keuangan tersebut
diukur pada nilai wajar dimana perubahannya diakui di laba
rugi.
02. Aset keuangan dalam kategori ‘tersedia untuk dijual’.
a. Pada saat pengakuan awal, aset keuangan diukur pada nilai
wajar ditambah biaya transaksi.
b. Pada pengukuran selanjutnya, aset keuangan tersebut
diukur pada nilai wajar dimana perubahannya diakui di
penghasilan komprehensif lain.
03. Aset keuangan dalam kategori ‘dimiliki hingga jatuh tempo’.
a. Pada saat pengakuan awal, aset keuangan diukur pada nilai
wajar ditambah biaya transaksi.

3.5
b. Pada pengukuran selanjutnya, aset keuangan tersebut
diukur pada biaya perolehan yang diamortisasi dengan
menggunakan effective rate.
04. Aset keuangan dalam kategori ‘pinjaman yang diberikan dan
piutang’.
a. Pada saat pengakuan awal, aset keuangan diukur pada nilai
wajar ditambah biaya transaksi.
b. Pada pengukuran selanjutnya, aset keuangan tersebut
diukur pada biaya perolehan yang diamortisasi dengan
menggunakan effective rate.
05. Liabilitas keuangan dalam kategori ‘diukur pada nilai wajar
melalui laba rugi’.
a. Pada saat pengakuan awal, liabilitas keuangan diukur pada
nilai wajar, dimana biaya transaksi yang terjadi diakui
sebagai beban.
b. Pada pengukuran selanjutnya, liabilitas keuangan tersebut
diukur pada nilai wajar dimana perubahannya diakui di laba
rugi.
06. Liabilitas keuangan dalam kategori ‘diukur pada biaya perolehan
diamortisasi’.
a. Pada saat pengakuan awal, liabilitas keuangan diukur pada
nilai wajar ditambah biaya transaksi.
b. Pada pengukuran selanjutnya, liabilitas keuangan tersebut
diukur pada biaya perolehan yang diamortisasi dengan
menggunakan effective rate.

C. Penurunan Nilai
01. Penurunan nilai adalah suatu kondisi dimana terdapat bukti
obyektif terjadinya peristiwa yang merugikan sebagai akibat dari
satu atau lebih peristiwa yang terjadi setelah pengakuan awal
aset keuangan. Peristiwa yang merugikan tersebut berdampak
pada estimasi arus kas masa datang.
02. Peristiwa-peristiwa yang merugikan antara lain:
a. Kesulitan keuangan signifikan yang dialami penerbit atau
pihak peminjam (nasabah).

3.6
b. Pelanggaran kontrak, seperti terjadinya wanprestasi atau
tunggakan pembayaran pokok atau bagi hasil/marjin/ujrah.
c. Pemberian keringanan pada pihak peminjam (nasabah) yang
tidak mungkin diberikan jika pihak peminjam (nasabah)
tidak mengalami kesulitan.
d. Terdapat kemungkinan pihak peminjam (nasabah) akan
dinyatakan pailit atau melakukan reorganisasi keuangan
lain.
e. Hilangnya pasar aktif dari aset keuangan akibat kesulitan
keuangan.
f. Data yang dapat diobservasi mengindikasikan adanya
penurunan estimasi arus kas masa depan dari kelompok
aset keuangan, meskipun belum dapat diidentifikasi secara
individual, termasuk:
i. memburuknya status pembayaran pihak peminjam
(nasabah) dalam kelompok.
ii. kondisi ekonomi nasional atau lokal yang berkorelasi
dengan wanprestasi atas aset dalam kelompok.
03. Aset keuangan dalam kategori ‘diukur pada nilai wajar melalui
laba rugi’ tidak diterapkan ketentuan penurunan nilai.
Sedangkan aset keuangan dalam kategori ‘tersedia untuk dijual,
dimiliki hingga jatuh tempo, pinjaman yang diberikan dan
piutang’ diterapkan ketentuan penurunan nilai.
04. Penurunan nilai diakui di laba rugi. Untuk pembalikan dari
penurunan nilai diakui juga di laba rugi, kecuali untuk
instrumen ekuitas pembalikan tersebut diakui di penghasilan
komprehensif lain.

D. Nilai Wajar
01. Nilai wajar ditentukan dengan hirarki sebagai berikut:
a. Kuotasi harga di pasar aktif dimana harga kuotasi tersedia
sewaktu-waktu dan dapat diperoleh secara rutin, dan harga
tersebut mencerminkan transaksi pasar yang aktual dan
rutin dalam suatu transaksi yang wajar.

3.7
b. Teknik penilaian yang meliputi penggunaan harga transaksi-
transaksi wajar yang paling kini dan referensi nilai wajar
instrumen lain yang secara substansi sama.

3.8
III.4 ESTIMASI PENURUNAN NILAI KOLEKTIF DENGAN
KETERBATASAN PENGALAMAN KERUGIAN SPESIFIK

A. Cakupan
01. Penerapan estimasi ini hanya berlaku untuk penurunan nilai
aset keuangan dalam bentuk Pembiayaan dalam yang dilakukan
secara kolektif (collective impairment).
02. Penerapan estimasi ini hanya dapat dilakukan oleh Bank-Bank
tertentu yang memiliki kondisi keterbatasan sebagaimana pada
huruf C.

B. Penerapan
01. Evaluasi penurunan nilai harus dilakukan berdasarkan suatu
proses estimasi yang dapat menghasilkan satu nilai kerugian
atau kisaran nilai kerugian terbaik yang mungkin terjadi.
Estimasi penurunan nilai secara kolektif terhadap kelompok aset
keuangan dimaksud didasarkan pada kerugian historis yang
pernah dialami aset keuangan yang memiliki karakteristik risiko
kredit yang serupa dengan karakteristik risiko kredit kelompok
aset keuangan tersebut.
Jika Bank tidak atau kurang memiliki pengalaman kerugian
yang spesifik, maka Bank juga dapat menggunakan pengalaman
peer group atas kelompok aset keuangan yang sebanding.
02. Dalam hal Bank belum dapat melakukan proses estimasi yang
memadai dan belum memiliki data kerugian historis yang
memadai untuk menentukan besarnya penurunan nilai atas
Pembiayaan secara kolektif sesuai persyaratan dalam PSAK 55,
termasuk pedoman pelaksanaannya dan Pedoman Akuntansi
Perbankan Indonesia (PAPI), maka pembentukan Cadangan
Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dapat menggunakan estimasi
yang didasarkan pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku
mengenai Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Syariah. Acuan
pada ketentuan Bank Indonesia dilakukan dengan pertimbangan
bahwa penyusunan ketentuan tersebut telah didasarkan pada
analisis kondisi perbankan di Indonesia mengenai estimasi

3.9
besarnya kebutuhan pencadangan yang didasarkan pada
probability of default dan kerugian historis.
03. Penerapan estimasi ini dilakukan setelah Bank melakukan
proses sebagai berikut:
a. Bank harus mengklasifikasikan Pembiayaan yang akan
dievaluasi secara kolektif; dan
b. Bank harus mengevaluasi terdapatnya bukti obyektif
mengenai penurunan nilai secara periodik atas Pembiayaan
yang dinilai secara kolektif tersebut.
04. Pembentukan CKPN atas Pembiayaan secara kolektif
sebagaimana dimaksud pada angka 02. di atas dilakukan
dengan mengacu pada pembentukan cadangan umum dan
cadangan khusus sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum
Syariah, yaitu sebagai berikut:
a. 1% atas Pembiayaan yang memenuhi kualitas Lancar,
kecuali untuk bagian Pembiayaan yang dijamin dengan
agunan tunai sesuai ketentuan Bank Indonesia dimaksud;
b. 5% atas Pembiayaan yang memenuhi kualitas Dalam
Perhatian Khusus setelah dikurangi nilai agunan sesuai
ketentuan Bank Indonesia dimaksud;
c. 15% atas Pembiayaan yang memenuhi kualitas Kurang
Lancar setelah dikurangi nilai agunan sesuai ketentuan
Bank Indonesia dimaksud;
d. 50% atas Pembiayaan yang memenuhi kualitas Diragukan
setelah dikurangi nilai agunan sesuai ketentuan Bank
Indonesia dimaksud; dan/atau
e. 100% atas Pembiayaan yang memenuhi kualitas Macet
setelah dikurangi nilai agunan sesuai ketentuan Bank
Indonesia dimaksud.
05. Perhitungan CKPN sebagaimana pada angka 04. di atas dihitung
atas dasar jumlah tercatat berdasarkan biaya perolehan
diamortisasi.

3.10
C. Kondisi Keterbatasan
01. Bank dapat menerapkan estimasi penurunan nilai Pembiayaan
secara kolektif sebagaimana pada huruf B angka 04. di atas
sepanjang berada dalam kondisi berikut:
a. Bank tidak atau kurang memiliki data tentang pengalaman
kerugian yang spesifik dan andal untuk menentukan
besarnya penurunan nilai Pembiayaan secara kolektif; dan
b. Tidak terdapat data pengalaman kerugian historis dari peer
group atas kelompok Pembiayaan yang sebanding sebagai
dasar untuk menentukan besarnya penurunan nilai atas
Pembiayaan secara kolektif.
02. Bank yang tidak menghadapi kondisi sebagaimana pada angka
01. di atas, tidak diperkenankan untuk menggunakan estimasi
penurunan nilai Pembiayaan secara kolektif sebagaimana pada
huruf B. angka 04. di atas.
03. Bank harus melakukan penilaian sendiri (self assessment) atas
terdapat atau tidaknya kondisi sebagaimana pada angka 01. di
atas yang memungkinkan Bank menerapkan estimasi
penurunan nilai Pembiayaan secara kolektif sebagaimana pada
huruf B. angka 04.
04. Bank harus menyusun dan mendokumentasikan hal-hal
berikut:
a. Hasil self-assessment sebagaimana dimaksud pada angka 03.
untuk menerapkan estimasi penurunan nilai Pembiayaan
secara kolektif;
b. Rencana tindak (action plan) yang memuat langkah-langkah
yang akan dilakukan untuk memperoleh data tentang
pengalaman kerugian spesifik atau kerugian historis dari
peer group atas Pembiayaan secara kolektif dengan
memperhatikan batas waktu sebagaimana pada huruf D.;
dan
c. Progres pemenuhan rencana tindak paling kurang secara
triwulanan.

3.11
D. Periode Penerapan Estimasi
Estimasi penurunan nilai Pembiayaan secara kolektif sebagaimana
pada huruf B. angka 04. dapat diterapkan paling lambat sampai
dengan 31 Desember 2014. Terhitung sejak 1 Januari 2015, Bank
harus mengukur penurunan nilai dan membentuk CKPN atas
Pembiayaan secara kolektif dengan menggunakan data pengalaman
kerugian spesifik atau kerugian historis dari peer group.

E. Pengungkapan
Bank yang menerapkan estimasi penurunan nilai Pembiayaan secara
kolektif sebagaimana pada huruf B. harus mengungkapkan hal
tesebut dalam kebijakan akuntansi pada Catatan Atas Laporan
Keuangan.

3.12
BAGIAN IV AKAD JUAL BELI

IV.1 MURABAHAH

A. Definisi
01. Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar
beban perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual
harus mengungkapkan beban perolehan barang tersebut kepada
pembeli.
02. Pembiayaan Murabahah, adalah Penyediaan dana dari Bank kepada
nasabah untuk membeli barang dengan menegaskan harga belinya
kepada pembeli (nasabah) dan pembeli (nasabah) membayarnya
dengan harga yang lebih sebagai keuntungan Bank yang disepakati.
03. Aset Murabahah adalah aset yang diperoleh dengan tujuan untuk
dijual kembali dengan menggunakan akad Murabahah.
04. Diskon harga beli adalah pengurangan harga atau penerimaan dalam
bentuk apapun yang diperoleh pihak pembeli (nasabah) dari
pemasok.
05. Harga perolehan adalah harga beli barang oleh Bank sebelum
dikurangi uang muka dari nasabah.
06. Potongan piutang Murabahah adalah pengurangan kewajiban
pembeli (nasabah) yang diberikan oleh pihak penjual (Bank).
07. Uang muka (urbun) adalah jumlah yang dibayar oleh pembeli
(nasabah) kepada penjual sebagai bukti komitmen untuk membeli
barang dari penjual.

B. Dasar Pengaturan
01. PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah.
02. PSAK 55 (2011) tentang Instrumen Keuangan : Pengakuan dan
Pengukuran.
03. PSAK 50 (2010) tentang Instrumen Keuangan : Penyajian.
04. PSAK 60 tentang Instrumen Keuangan : Pengungkapan.

C. Penjelasan
01. Bagian ini membahas transaksi Murabahah secara normal, tidak
termasuk transaksi Murabahah yang direstrukturisasi.

4.1
02. Aset yang akan dijual Bank dalam transaksi Murabahah pada
prinsipnya harus dimiliki Bank sebelum akad Murabahah disepakati.
Cara memperoleh aset Murabahah dapat dilakukan secara langsung
oleh Bank atau diwakilkan kepada pihak lain termasuk nasabah.
03. Dalam hal Bank diwakilkan kepada pihak lain, pihak yang mewakili
hanya sebatas pada pencarian informasi barang sesuai spesifikasi
yang diinginkan nasabah. Sedangkan penentuan atas pembelian aset
dari pemasok menjadi kewenangan Bank.
04. Harga perolehan aset Murabahah harus diberitahukan Bank kepada
nasabah.
05. Harga jual Murabahah adalah harga perolehan aset Murabahah
sebelum dikurangi uang muka ditambah dengan marjin yang
disepakati.
06. Murabahah yang dilakukan oleh Bank harus berdasarkan pesanan
nasabah yang bersifat mengikat.
07. Dalam praktik penyaluran pembiayaan Murabahah, Bank sering kali
menerima pendapatan di luar marjin keuntungan seperti pendapatan
administrasi, dan beban lain yang terkait langsung dengan
pembiayaan Murabahah seperti beban komisi, beban survei, dan
beban lain. Pendapatan dan beban yang terkait langsung dengan
transaksi Murabahah tersebut diakui selaras dengan pengakuan
pendapatan Murabahah secara proporsional sepanjang masa akad.
08. Keuntungan Murabahah secara tunai diakui pada saat penyerahan
barang.
09. Pengakuan pendapatan Murabahah secara non-tunai dapat
menggunakan metode anuitas (efektif) atau metode proporsional
(flat).
a. Penggunaan metode anuitas (efektif) didasarkan pada asumsi
bahwa substansi pembiayaan Murabahah merupakan
pembiayaan (financing) sehingga pencatatan transaksi
Murabahah dengan metode anuitas (efektif) wajib menggunakan
PSAK 55 (2011) tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan
Pengukuran, PSAK 50 (2010) tentang Instrumen Keuangan:
Penyajian, PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan dan
PSAK lain yang relevan, sepanjang tidak bertentangan dengan
prinsip Syariah.

4.2
b. Dalam hal Bank memilih untuk menggunakan metode
proporsional (flat) maka pencatatan transaksi Murabahah wajib
menggunakan PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah.
10. Ilustrasi pengakuan pendapatan Murabahah:
Bank melakukan transaksi Murabahah dengan nasabah atas aset
Murabahah seharga Rp1.000 dan marjin keuntungan yang disepakati
sebesar Rp200. Pendapatan dan beban lain yang terkait langsung
dengan penyaluran pembiayaan Murabahah masing-masing sebesar
Rp12 dan Rp5. Pembayaran angsuran oleh nasabah dilakukan
selama 12 periode yang besarnya tidak sama setiap periode.
a. Metode anuitas
 Pendapatan dan beban yang terkait langsung dengan
pembiayaan Murabahah dikapitalisasi dengan nilai
pembiayaan Murabahah sehingga diperoleh nilai efektif yang
berbeda dengan nilai kontrak pembiayaan.
 Perbedaan nilai efektif dengan nilai kontrak Murabahah
diamortisasi sesuai jangka waktu akad dengan menggunakan
metode effective rate.
 Pendapatan marjin Murabahah yang diakui tidak boleh
melampaui marjin Murabahah yang telah disepakati pada
akad.
 Perlakuan akuntansi untuk transaksi Murabahah yang
menggunakan metode anuitas mengacu pada pengaturan
akuntansi pada PSAK 50, 55 dan 60 serta Pedoman
Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI) sepanjang tidak
bertentangan dengan prinsip Syariah.

4.3
No Tahun Estimasi Saldo Awal Tingkat Angsuran Saldo Tagihan Amortisas Angsura Saldo Akhir
Arus Kas Arus kas Imbalan Pokok Pokok Imbalan i dengan n Pokok Arus Kas
Efektif EIR Efektif Kredit
A B C D E = D X EIR F G H =G xi I =E-H J =C -E K = D+E-F+I
1 1-Jan (993.00) 1,000.00 993.00
2 31-Jan 50.00 993.00 25.19 25.60 974.40 (24.40) 0.79 24.81 968.19
3 28-Feb 50.00 968.19 24.56 26.23 948.17 (23.77) 0.79 25.44 942.75
4 31-Mar 60.00 942.75 23.91 36.87 911.30 (23.13) 0.78 36.09 906.66
5 30-Apr 70.00 906.66 23.00 47.77 863.54 (22.23) 0.77 47.00 859.66
6 31-May 100.00 859.66 21.81 78.93 784.60 (21.07) 0.74 78.19 781.47
7 30-Jun 100.00 781.47 19.82 80.86 703.75 (19.14) 0.68 80.18 701.29
8 31-Jul 100.00 701.29 17.79 82.83 620.91 (17.17) 0.62 82.21 619.08
9 31-Aug 100.00 619.08 15.70 84.85 536.06 (15.15) 0.56 84.30 534.78
10 30-Sep 130.00 534.78 13.57 116.92 419.14 (13.08) 0.49 116.43 418.35
11 31-Oct 140.00 418.35 10.61 129.77 289.37 (10.23) 0.39 129.39 288.96
12 30-Nov 150.00 288.96 7.33 142.94 146.43 (7.06) 0.27 142.67 146.29
13 31-Dec 150.00 146.29 3.71 146.43 (0.00) (3.57) 0.14 146.29 (0.00)
1,200.00 207.00 (200.00) 7.00

b. Metode proporsional
 Pendapatan dan beban yang terkait langsung dengan
pembiayaan Murabahah tidak dikapitalisasi dengan nilai
pembiayaan Murabahah.
 Pendapatan dan beban yang terkait langsung dengan
pembiayaan Murabahah diakui selama jangka waktu akad
dengan menggunakan metode yang sama dengan pengakuan
pendapatan Murabahah.
 Bank mengakui pendapatan marjin Murabahah sesuai
dengan proporsi atau perbandingan antara nilai pokok
Murabahah dan marjin Murabahah yang tercantum pada
akad Murabahah.

Porsi Saldo
Periode Angsuran
Pokok Margin Pokok Margin
Awal 1000 200
1 50 42 8 958 192
2 50 42 8 917 183
3 60 50 10 867 173
4 70 58 12 808 162
5 100 83 17 725 145
6 100 83 17 642 128
7 100 83 17 558 112
8 100 83 17 475 95
9 130 108 22 367 73
10 140 117 23 250 50
11 150 125 25 125 25
12 150 125 25 0 0

11. Akad Murabahah memperkenankan penawaran harga yang berbeda


untuk cara pembayaran yang berbeda sebelum akad Murabahah

4.4
dilakukan. Namun jika akad tersebut telah disepakati, maka hanya
ada satu harga (harga dalam akad) yang digunakan. Sedangkan
besarnya angsuran dapat disesuaikan berdasarkan kesepakatan
Bank dengan nasabah.
Diskon harga beli
12. Apabila setelah akad Murabahah pemasok memberikan diskon harga
atas barang yang dibeli, maka diskon harga tersebut dibagi
berdasarkan perjanjian atau persetujuan yang dimuat dalam akad.
Oleh karena itu, klausul pembagian diskon harga tersebut harus
diperjanjikan dalam akad.
Apabila tidak diatur dalam akad, maka diskon tersebut menjadi hak
Bank dan diakui sebagai pendapatan operasi lainnya.
13. Diskon yang terkait dengan pembelian barang, antara lain:
a. diskon dalam bentuk apapun dari pemasok atas pembelian
barang;
b. diskon beban asuransi dari perusahaan asuransi dalam rangka
pembelian barang;
c. komisi dalam bentuk apapun yang diterima terkait dengan
pembelian barang.
Uang muka
14. Bank dapat meminta uang muka kepada nasabah sebagai bukti
komitmen pembelian aset Murabahah sebelum akad disepakati.
a. Apabila akad Murabahah disepakati, maka uang muka menjadi
bagian pelunasan piutang Murabahah.
b. Apabila akad Murabahah batal, maka uang muka dikembalikan
kepada nasabah setelah dikurangi kerugian riil yang ditanggung
oleh Bank.
c. Apabila uang muka itu lebih kecil dari kerugian, maka Bank
dapat meminta tambahan dari nasabah.
15. Keuntungan Murabahah yang diterima Bank dihitung berdasarkan
harga perolehan aset Murabahah setelah memperhitungkan uang
muka yang diserahkan oleh nasabah.
Potongan piutang Murabahah
16. Bank dapat memberikan potongan pada saat pelunasan piutang
Murabahah, apabila nasabah:
a. melakukan pelunasan pembayaran secara tepat waktu; atau

4.5
b. melakukan pelunasan pembayaran lebih cepat dari waktu yang
telah disepakati;
dengan syarat tidak diperjanjikan dalam akad dan besarnya
potongan diserahkan pada kebijakan Bank.
17. Pemberian potongan pelunasan piutang Murabahah dapat dilakukan
dengan menggunakan salah satu metode berikut:
a. diberikan pada saat pelunasan, yaitu Bank mengurangi piutang
Murabahah dan keuntungan Murabahah, sehingga nasabah
hanya membayar sebesar selisih antara piutang dengan
potongan pelunasan; atau
b. diberikan setelah pelunasan, yaitu Bank menerima pelunasan
piutang dari nasabah dan kemudian membayarkan potongan
pelunasannya kepada nasabah.
18. Bank dapat memberikan potongan dari total piutang Murabahah
yang belum dilunasi apabila nasabah:
a. melakukan pembayaran cicilan tepat waktu; dan atau
b. mengalami penurunan kemampuan pembayaran;
dengan syarat tidak diperjanjikan dalam akad dan besarnya
potongan diserahkan pada kebijakan Bank.
19. Bank harus memiliki kebijakan dan kriteria mengenai nasabah yang
membayar cicilan tepat waktu.
20. Pemberian potongan pembayaran cicilan harus dapat dibuktikan
dengan adanya penurunan kemampuan membayar dari nasabah.
21. Kriteria penurunan kemampuan membayar nasabah, antara lain
adalah menurunnya kondisi keuangan nasabah untuk melakukan
kewajiban pembayaran angsuran, baik yang disebabkan karena
faktor mikro, misalnya persaingan industri nasabah maupun faktor
makro, misalnya krisis keuangan.
22. Dalam hal nasabah mengalami tunggakan pembayaran angsuran,
Bank wajib membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai untuk
piutang Murabahah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
PSAK yang terkait.
Denda
23. Bank dapat mengenakan denda kepada nasabah yang tidak dapat
melakukan pembayaran angsuran piutang Murabahah, dengan
indikasi antara lain:

4.6
a. adanya unsur kesengajaan, yaitu nasabah mempunyai dana
tetapi tidak melakukan pembayaran piutang Murabahah; dan
b. adanya unsur penyalahgunaan dana, yaitu nasabah mempunyai
dana tetapi digunakan terlebih dahulu untuk hal lain.
24. Denda tidak dapat dikenakan kepada nasabah yang tidak/belum
mampu melunasi disebabkan oleh force majeur, jika dapat
dibuktikan.
25. Denda kepada nasabah didasarkan pada pendekatan ta’zir, yaitu
untuk membuat nasabah lebih disiplin terhadap kewajibannya.
26. Denda yang dikenakan atas nasabah yang lalai merupakan sumber
bagi dana kebajikan.

D. Perlakuan Akuntansi
D.1 Pengakuan dan Pengukuran
01. Uang muka
a. Uang muka yang diterima Bank dari nasabah diakui sebagai
uang muka Murabahah dari pembeli sebesar jumlah yang
diterima Bank.
b. Jika transaksi Murabahah dilaksanakan, maka uang muka
tersebut diakui sebagai bagian dari pembayaran piutang
Murabahah (merupakan bagian pokok).
c. Jika transaksi Murabahah tidak dilaksanakan, maka :
i. uang muka dikembalikan kepada nasabah sebesar selisih
antara uang muka dengan beban riil dan kerugian atas
pembatalan barang tersebut, apabila uang muka nasabah
lebih besar dari beban-beban riil yang telah dikeluarkan
Bank dan kerugian atas pembatalan, jika ada; atau
ii. Bank mengakui tagihan kepada nasabah sebesar selisih
antara beban riil dengan uang muka dan kerugian atas
pembatalan barang tersebut, apabila uang muka nasabah
lebih kecil dari beban-beban riil yang telah dikeluarkan
Bank dan kerugian atas pembatalan, jika ada.
02. Diskon harga beli dari pemasok dan pihak lain
a. Sebelum akad Murabahah ditandatangani maka diskon harga
beli tersebut diakui sebagai pengurang harga perolehan aset
Murabahah;
b. Setelah akad Murabahah ditandatangani dan:

4.7
i. diperjanjikan dalam akad, maka bagian diskon harga beli
yang menjadi hak nasabah diakui sebagai kewajiban
kepada nasabah dan bagian diskon yang menjadi hak Bank
diakui sebagai tambahan keuntungan Murabahah.
ii. tidak diperjanjikan dalam akad, maka diakui sebagai
pendapatan operasi lain.
03. Piutang Murabahah diakui pada saat akad transaksi Murabahah,
sebesar harga perolehan ditambah keuntungan (marjin) yang
disepakati. Dalam hal Bank menggunakan metode anuitas, maka
piutang Murabahah yang diakui termasuk pendapatan dan beban
yang belum diamortisasi.
04. Pendapatan dan beban yang terkait langsung dengan transaksi
Murabahah:
a. Metode anuitas,
i. Pendapatan dan beban yang terkait langsung dengan
transaksi Murabahah diakui sebagai bagian dari piutang
Murabahah sebesar pendapatan yang diterima dan beban
yang dikeluarkan.
ii. Pendapatan dan beban tersebut diamortisasi dengan
menggunakan metode effective rate sepanjang masa akad.
b. Metode proporsional,
i. Pendapatan dan beban yang terkait langsung dengan
transaksi Murabahah diakui secara terpisah dari piutang
Murabahah sebesar pendapatan yang diterima dan beban
yang dikeluarkan.
ii. Pendapatan dan beban tersebut diamortisasi dengan
menggunakan metode yang sama dengan metode pengakuan
pendapatan Murabahah sepanjang masa akad.
05. Dalam hal transaksi Murabahah dilakukan secara tunai, maka
pendapatan Murabahah diakui pada saat penyerahan aset
Murabahah kepada nasabah.
06. Dalam hal transaksi Murabahah dilakukan secara non – tunai, maka
pengakuan pendapatan Murabahah diakui sebagai berikut:
a. Metode anuitas
i. Pendapatan Murabahah diakui sebesar saldo efektif
Murabahah yang dikalikan dengan effective rate.

4.8
ii. Pendapatan Murabahah yang diakui tidak boleh melebihi
piutang Murabahah yang disepakati dalam akad Murabahah.
b. Metode proporsional
Pendapatan Murabahah diakui berdasarkan jumlah pembayaran
angsuran oleh nasabah secara proporsional berdasarkan porsi
marjin Murabahah terhadap piutang Murabahah pada saat akad
ditandatangani.
07. Potongan piutang Murabahah
a. Potongan pelunasan piutang Murabahah diakui sebagai
pengurang pendapatan Murabahah pada saat pelunasan sebesar
jumlah yang diberikan.
b. Jika potongan pembayaran cicilan piutang Murabahah diberikan
kepada nasabah karena:
i. membayar cicilan tepat waktu, maka potongan pembayaran
diakui sebagai pengurang pendapatan Murabahah; dan
atau
ii. adanya penurunan kemampuan pembayaran oleh nasabah,
maka potongan pembayaran diakui sebagai beban Bank.
08. Denda (ta’zir) atas nasabah yang lalai diakui sebagai sumber dana
kebajikan sebesar dana yang diterima Bank.
D.2 Penyajian
01. Uang muka Murabahah dari pembeli disajikan sebagai liabilitas
lainnya.
02. Tagihan kepada nasabah atas pembatalan transaksi Murabahah
dimana uang muka nasabah lebih kecil dari beban riil yang
dikeluarkan nasabah disajikan sebagai piutang qardh.
03. Piutang Murabahah disajikan sebesar saldo pembiayaan Murabahah
nasabah kepada Bank.
04. Marjin Murabahah ditangguhkan disajikan sebagai pos lawan piutang
Murabahah.
05. Beban potongan pelunasan / angsuran Murabahah sebagai pos lawan
pendapatan marjin Murabahah.
06. Dalam hal Bank menggunakan metode proporsional, pendapatan dan
beban yang terkait langsung dengan transaksi Murabahah yang
belum diamortisasi, disajikan sebagai liabilitas lainnya dan aset
lainnya.

4.9
07. Pendapatan marjin Murabahah yang akan diterima disajikan sebagai
bagian dari aset lainnya pada saat nasabah tergolong performing.
Sedangkan, apabila nasabah tergolong non-performing maka
pendapatan marjin Murabahah yang akan diterima disajikan pada
rekening administratif.
08. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Murabahah disajikan sebagai
pos lawan (contra account) piutang Murabahah.
09. Denda (ta’zir) disajikan sebagai komponen dari sumber dana
kebajikan (qardhul hasan).

E. Ilustrasi Jurnal
01. Penerimaan uang muka dari nasabah
Db. Kas/rekening
Kr. Liabilitas lainnya - uang muka Murabahah dari pembeli
02. Pada saat timbul beban lain yang dikeluarkan oleh Bank
Db. Beban lain yang terkait
Kr. Kas/rekening
03. Pada saat perolehan aset Murabahah
Db. Persediaan/aset Murabahah
Kr. Kas/rekening pemasok/kliring
04. Pada saat penyaluran pembiayaan Murabahah kepada nasabah
(pembayaran secara non-tunai):
A. Metode Anuitas
a. Transaksi penjualan
Db. Piutang Murabahah
Kr. Marjin Murabahah ditangguhkan
Kr. Persediaan/Aset Murabahah
b. Pengakuan pendapatan yang terkait langsung dengan
transaksi Murabahah
Db. Kas
Kr. Piutang Murabahah - pendapatan yang terkait langsung
c. Pengakuan beban yang terkait langsung dengan transaksi
Murabahah
Db. Piutang Murabahah - beban yang terkait langsung
Kr. Kas

4.10
d. Uang muka nasabah diakui sebagai pembayaran piutang
Db. Liabilitas lainnya - uang muka Murabahah dari pembeli
Kr. Piutang Murabahah – porsi pokok
B. Metode Proporsional
a. Transaksi penjualan
Db. Piutang Murabahah
Kr. Marjin Murabahah ditangguhkan
Kr. Persediaan/Aset Murabahah
b. Pengakuan pendapatan yang terkait langsung dengan
transaksi Murabahah
Db. Kas
Kr. Liabilitas lainnya – Pendapatan yang ditangguhkan
c. Pengakuan beban yang terkait langsung dengan transaksi
Murabahah
Db. Aset lainnya – Beban yang ditangguhkan
Kr. Kas
d. Uang muka nasabah diakui sebagai pembayaran piutang
Db. Liabilitas lainnya - uang muka Murabahah dari pembeli
Kr. Piutang Murabahah – porsi pokok
05. Apabila pesanan nasabah dibatalkan
a. Uang muka lebih besar daripada kerugian dan beban lain yang
dikeluarkan oleh Bank
Db. Liabilitas lainnya - uang muka Murabahah dari pembeli
Kr. Kerugian penjualan barang pesanan
Kr. Beban lain yang terkait
Kr. Kas/Rekening
b. Uang muka sama dengan kerugian dan beban lain yang
dikeluarkan oleh Bank
Db. Liabilitas lainnya - uang muka Murabahah dari pembeli
Kr. Kerugian penjualan barang pesanan
Kr. Beban lain yang terkait
c. Apabila uang muka lebih kecil daripada kerugian dan beban lain
yang dikeluarkan oleh Bank
Db. Tagihan kepada nasabah
Db. Liabilitas lainnya – uang muka Murabahah dari pembeli
Kr. Kerugian penjualan barang pesanan
Kr. Beban lain yang terkait

4.11
06. Pada saat pengakuan pendapatan diakhir periode pelaporan (akru)
A. Metode Anuitas
Db. Pendapatan marjin Murabahah yang akan diterima
Db/Kr.Piutang Murabahah
Kr. Pendapatan marjin Murabahah
B. Metode Proporsional
a. Pengakuan pendapatan marjin Murabahah
Db. Pendapatan marjin Murabahah yang akan diterima
Kr. Pendapatan marjin Murabahah
b. Pengakuan pendapatan yang terkait langsung dengan
transaksi Murabahah
Db. Liabilitas lainnya - Pendapatan yang ditangguhkan
Kr. Pendapatan
c. Pengakuan beban yang terkait langsung dengan transaksi
Murabahah
Db. Beban
Kr. Aset lainnya - Beban yang ditangguhkan
07. Pada saat penerimaan angsuran dari nasabah (pokok dan marjin)
A. Metode Anuitas
Db. Kas/rekening nasabah
Kr. Piutang Murabahah

Db. Marjin Murabahah yang ditangguhkan


Db/Kr.Piutang Murabahah
Kr. Pendapatan marjin Murabahah
B. Metode Proporsional
Db. Kas/rekening nasabah
Kr. Piutang Murabahah

Db. Marjin Murabahah yang ditangguhkan


Kr. Pendapatan marjin Murabahah
08. Pemberian potongan angsuran piutang Murabahah:
a. Angsuran tepat waktu
i. Pada saat penerimaan angsuran:
Db. Kas/rekening nasabah
Kr. Piutang Murabahah

4.12
Db. Marjin Murabahah ditangguhkan (jika masih ada)
Kr. Pendapatan marjin Murabahah
ii. Pada saat pemberian potongan angsuran
Db. Beban potongan angsuran Murabahah
Kr. Kas/rekening nasabah
b. Penurunan kemampuan pembayaran
i. Pada saat penerimaan angsuran
Db. Kas/rekening nasabah
Kr. Piutang Murabahah

Db. Marjin Murabahah ditangguhkan (jika masih ada)


Kr. Pendapatan marjin Murabahah
ii. Pada saat pemberian potongan angsuran
Db. Beban operasional
Kr. Kas/rekening nasabah
09. Pemberian potongan pelunasan dini:
a. Jika pada saat penyelesaian
Bank mengurangi piutang Murabahah dan keuntungan
Murabahah:
i. Pada saat pemberian potongan pelunasan:
Db. Beban potongan angsuran Murabahah
Kr. Piutang Murabahah
ii. Pada saat penerimaan pelunasan:
Db. Kas/rekening nasabah
Kr. Piutang Murabahah

Db. Marjin Murabahah ditangguhkan (jika masih ada)


Kr. Pendapatan marjin Murabahah
b. Jika setelah penyelesaian,
Bank terlebih dulu menerima pelunasan piutang Murabahah
dari nasabah, kemudian Bank membayar potongan pelunasan
dini Murabahah kepada nasabah dengan mengurangi
pendapatan Murabahah:
i. Pada saat penerimaan pelunasan:
Db. Kas/rekening nasabah
Kr. Piutang Murabahah

4.13
Db. Marjin Murabahah ditangguhkan
Kr. Pendapatan marjin Murabahah
ii. Pada saat memberi potongan pelunasan
Db. Beban potongan pelunasan
Kr. Kas/rekening nasabah
10. Pada saat penyelesaian piutang Murabahah melalui eksekusi agunan
a. Pada saat eksekusi agunan
Db. Aset Yang Diambil Alih
Kr. Piutang Murabahah

Db. Marjin Murabahah yang ditangguhkan


Kr. Pendapatan yang ditangguhkan
b. Pada saat penjualan agunan
i. Apabila hasil penjualan agunan lebih besar dari kewajiban
nasabah
Db. Kas/rekening
Kr. Aset Yang Diambil Alih
Kr. Rekening nasabah

Db. Pendapatan yang ditangguhkan


Kr. Pendapatan Murabahah
ii. Apabila hasil penjualan agunan lebih kecil dari kewajiban
nasabah
Db. Kas/rekening
Db. Tagihan kepada nasabah
Kr. Aset Yang Diambil Alih

Db. Pendapatan yang ditangguhkan


Kr. Pendapatan Murabahah
11. Penerimaan denda dari nasabah
Db. Kas/rekening
Kr. Rekening Dana Kebajikan

F. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:

4.14
01. Rincian piutang Murabahah berdasarkan jumlah, jangka waktu, jenis
valuta, kualitas piutang, jenis penggunaan, sektor ekonomi dan
Cadangan Kerugian Penurunan Nilai.
02. Jumlah piutang Murabahah yang diberikan kepada pihak yang
berelasi.
03. Kebijakan dan metode akuntansi untuk pengakuan pendapatan,
Cadangan Kerugian Penurunan Nilai, penghapusan dan penanganan
piutang Murabahah yang bermasalah.
04. Besarnya piutang Murabahah baik yang dibebani sendiri oleh Bank
maupun secara bersama-sama dengan pihak lain sebesar bagian
pembiayaan Bank.

4.15
IV.2 ISTISHNA

A. Definisi
01. Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan
barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang
disepakati antara pemesan (pembeli/ mustashni') dan penjual
(pembuat/shani').
02. Istishna paralel adalah suatu bentuk akad Istishna’ antara pemesan
(pembeli/mustashni’) dengan penjual (pembuat/shani’), kemudian
untuk memenuhi kewajibannya kepada mustashni’, penjual
memerlukan pihak lain sebagai shani’.
03. Pembiayaan Istishna adalah Penyediaan dana dari Bank kepada
nasabah untuk membeli barang sesuai dengan pesanan nasabah
yang menegaskan harga belinya kepada pembeli (nasabah) dan
pembeli (nasabah) membayarnya dengan harga yang lebih sebagai
keuntungan Bank yang disepakati.

B. Dasar Pengaturan
01. PSAK 104 tentang Akuntansi Istishna.

C. Penjelasan
01. Spesifikasi dan harga barang pesanan dalam Istishna disepakati oleh
pembeli dan penjual di awal akad. Pada dasarnya harga barang tidak
dapat berubah selama jangka waktu akad, kecuali disepakati oleh
kedua belah pihak.
02. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang
meliputi: jenis, macam, kualitas dan kuantitasnya. Barang pesanan
harus sesuai dengan karakteristik yang telah disepakati antara
pembeli dan penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan salah
atau cacat maka penjual harus bertanggung jawab atas kelalaiannya.
03. Jika nasabah dalam akad Istishna tidak mewajibkan Bank untuk
membuat sendiri barang pesanan, maka untuk memenuhi kewajiban
pada akad pertama, Bank dapat mengadakan akad Istishna kedua
dengan pihak ketiga (pemasok). Akad Istishna kedua ini disebut

4.16
Istishna paralel. Dalam konteks Bank, piutang Istishna timbul dari
Istishna paralel.
04. Pada dasarnya akad Istishna tidak dapat dibatalkan, kecuali
memenuhi kondisi:
a. kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya; dan
b. akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang
dapat menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.
05. Mekanisme pembayaran Istishna harus disepakati dalam akad dan
dapat dilakukan dengan cara:
a. Pembayaran dimuka secara keseluruhan atau sebagian setelah
akad namun sebelum pembuatan barang.
b. Pembayaran saat penyerahan barang atau selama dalam proses
pembuatan barang. Cara pembayaran ini dimungkinkan adanya
pembayaran termin sesuai dengan progres pembuatan aset
Istishna.
c. Pembayaran ditangguhkan setelah penyerahan barang.
d. Kombinasi dari cara pembayaran di atas.
06. Metode pengakuan pendapatan Istishna dapat dilakukan dengan
menggunakan metode persentase penyelesaian dan metode akad
selesai. Pada metode persentase penyelesaian, Bank dapat mengakui
pendapatan Istishna sebesar proporsi penyelesaian barang pesanan.
Sedangkan, pada metode akad selesai, Bank akan mengakui
pendapatan Istishna pada saat barang telah diserahkan kepada
nasabah.
07. Jika estimasi penyelesaian akad dan biaya untuk penyelesaiannya
tidak dapat ditentukan secara rasional pada akhir periode Laporan
Keuangan, maka digunakan metode akad selesai dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. tidak ada pendapatan Istishna yang diakui sampai dengan
pekerjaan tersebut selesai;
b. tidak ada harga pokok Istishna yang diakui sampai dengan
pekerjaan tersebut selesai;
c. tidak ada bagian keuntungan yang diakui dalam Aktiva Istishna
Dalam Penyelesaian sampai dengan pekerjaan tersebut selesai;
dan
d. pengakuan pendapatan Istishna, harga pokok Istishna, dan
keuntungan dilakukan hanya pada saat penyelesaian pekerjaan.

4.17
08. Pada pembiayaan Istishna, Bank melakukan pesanan barang kepada
supplier atas pesanan dari nasabah. Pendapatan yang diperoleh Bank
lebih disebabkan untuk aktivitas penyediaan fasilitas pendanaan
kepada nasabah, bukan dari aktivitas pembuatan barang pesanan.
09. Nasabah dapat membayar uang muka barang pesanan kepada Bank
sebelum barang diserahkan kepada nasabah dan Bank juga dapat
membayar uang muka barang pesanan kepada supplier.
10. Bank dapat menagih kepada nasabah atas barang pesanan yang
telah diserahkan dan supplier dapat menagih kepada Bank atas
barang pesanan yang telah diserahkan.
11. Selama barang pesanan masih dibuat, Bank akan menggunakan
rekening Aktiva Istishna Dalam Penyelesaian ketika melakukan
pembayaran kepada supplier dan menggunakan rekening Termin
Istishna ketika melakukan penagihan kepada nasabah.
12. Pengakuan pendapatan untuk transaksi Istishna menggunakan
metode sebagaimana pengakuan pendapatan pada transaksi
murabahah.
13. Dalam hal nasabah mengalami tunggakan pembayaran angsuran,
Bank wajib membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai untuk
piutang Istishna sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PSAK
yang terkait.

D. Perlakuan Akuntansi
D1. Pengakuan dan Pengukuran
01. Uang muka pesanan nasabah yang diterima Bank diakui sebagai
uang muka Istishna sebesar uang yang diterima.
02. Uang muka yang dibayarkan Bank kepada supplier diakui sebagai
uang muka kepada pemasok sebesar uang yang diberikan dan diakui
sebagai Aktiva Istishna Dalam Penyelesaian pada saat barang
diserahkan oleh supplier.
03. Tagihan Bank kepada nasabah atas sebagian barang pesanan yang
telah diserahkan diakui sebagai piutang Istishna sebesar persentase
harga jual yang telah diselesaikan dan diakui sebagai Termin Istishna
sebesar persentase harga pokok yang telah diselesaikan.
04. Tagihan supplier kepada Bank atas sebagian barang pesanan yang
telah diselesaikan diakui sebagai Aktiva Istishna Dalam Penyelesaian
dan utang Istishna sebesar tagihan supplier.

4.18
05. Dalam hal Bank menggunakan metode persentase penyelesaian maka
Bank dapat mengakui pendapatan Istishna atas pembayaran yang
telah dilakukan nasabah sebesar persentase penyelesaian.
06. Pada saat barang pesanan telah diserahkan kepada nasabah, Bank
melakukan jurnal balik atas rekening Aktiva Istishna Dalam
Penyelesaian dan Termin Istishna.
07. Utang Istishna yang berasal dari transaksi Istishna yang
pembayarannya bersamaan dengan proses pembuatan aset Istishna:
a. diakui pada saat diterima tagihan dari supplier kepada Bank
sebesar nilai tagihan.
b. dihentikan-pengakuannya dari Laporan Keuangan pada saat
dilakukan pembayaran sebesar jumlah yang dibayar.
08. Uang muka Istishna yang berasal dari transaksi Istishna yang
pembayarannya dilakukan di muka secara penuh:
a. diakui pada saat pembayaran harga barang diterima dari
nasabah sebesar jumlah yang diterima.
b. dihentikan-pengakuannya dari Laporan Keuangan pada saat
dilakukan penyerahan barang kepada nasabah sebesar nilai
kontrak.
09. Jika nasabah membayar uang muka kepada Bank dalam proses
pembuatan aset Istishna maka penerimaan uang muka tersebut
diperlakukan sebagai pembayaran termin sebesar jumlah uang muka
yang dibayarkan.
D2. Penyajian
01. Uang muka Istishna disajikan sebagai liabilitas lainnya.
02. Uang muka kepada pemasok disajikan sebagai aset lainnya.
03. Utang Istishna disajikan sebesar tagihan dari pemasok yang belum
dilunasi.
04. Aktiva Istishna Dalam Penyelesaian disajikan sebesar dana yang
dibayarkan Bank kepada supplier.
05. Termin Istishna disajikan sebesar jumlah tagihan termin Bank
kepada nasabah.
06. Piutang Istishna disajikan sebesar jumlah yang belum dilunasi oleh
pembeli akhir.
07. Marjin Istishna ditangguhkan disajikan sebagai pos lawan piutang
murabahah.

4.19
08. Pendapatan marjin Istishna yang akan diterima disajikan sebagai
bagian dari aset lainnya pada saat nasabah tergolong performing.
Sedangkan, apabila nasabah tergolong non-performing maka
pendapatan marjin Istishna yang akan diterima disajikan pada
rekening administratif.
09. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Istishna disajikan sebagai pos
lawan (contra account) piutang Istishna.

E. Ilustrasi Jurnal
01. Penerimaan uang muka pesanan dari nasabah
Db. Kas/rekening
Kr. Uang muka Istishna
02. Penerimaan barang dari pemasok
a. Mekanisme uang muka
i. Pemberian uang muka
Db. Uang muka kepada pemasok
Kr. Kas/rekening
ii.Penerimaan sebagian barang pesanan dari pemasok
Db. Aset Istishna Dalam Penyelesaian
Kr. Uang Muka kepada pemasok
b. Mekanisme tagihan dari pemasok
i. Menerima tagihan dari pemasok
Db. Aset Istishna Dalam Penyelesaian
Kr. Utang Istishna
ii.Pembayaran kepada pemasok
Db. Utang Istishna
Kr. Kas/rekening
03. Penagihan termin kepada nasabah
Db. Piutang Istishna
Kr. Marjin Istishna ditangguhkan
Kr. Termin Istishna
04. Pembayaran oleh nasabah
Db. Kas
Kr. Piutang Istishna

Db. Marjin Istishna ditangguhkan


Kr. Pendapatan Istishna

4.20
05. Penyerahan barang kepada nasabah
Db. Termin Istishna
Kr. Aset Istishna Dalam Penyelesaian
06. Pada saat pengakuan pendapatan diakhir periode pelaporan (akru)
Db.Pendapatan marjin murabahah yang akan diterima
Kr. Pendapatan marjin murabahah

F. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:
01. Rincian piutang Istishna berdasarkan jumlah, jangka waktu, jenis
valuta dan kualitas piutang dan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai
piutang Istishna.
02. Jumlah piutang murabahah yang diberikan kepada pihak yang
berelasi.
03. Kebijakan akuntansi yang dipergunakan dalam pengakuan
pendapatan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai, penghapusan dan
penanganan piutang Istishna yang bermasalah.
04. Besarnya piutang Istishna baik yang dibiayai sendiri oleh Bank
maupun secara bersama-sama dengan pihak lain sebesar bagian
pembiayaan Bank.
05. Jumlah akumulasi biaya atas kontrak berjalan serta pendapatan dan
keuntungan sampai dengan akhir periode berjalan.
06. Jumlah sisa kontrak yang belum selesai menurut spesifikasi dan
syarat kontrak.
07. Klaim tambahan yang belum selesai dan semua denda yang bersifat
kontinjen sebagai akibat keterlambatan pengiriman barang.
08. Nilai kontrak Istishna paralel yang sedang berjalan serta rentang
periode pelaksanaannya.
09. Nilai kontrak Istishna yang telah ditandatangani Bank selama
periode berjalan tetapi belum dilaksanakan dan rentang periode
pelaksanaannya.
10. Rincian utang Istishna berdasarkan jumlah, tujuan (pemasok atau
nasabah), jangka waktu dan jenis mata uang.
11. Utang Istishna kepada nasabah yang merupakan pihak berelasi.
12. Jenis dan kuantitas barang pesanan.

4.21
IV.3. SALAM

A. Definisi
Salam adalah akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan
pengiriman barang di kemudian hari oleh penjual (muslam illaihi) dan
pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai
dengan syarat-syarat tertentu.

B. Dasar Pengaturan
01. PSAK 103 tentang Akuntansi Salam.

C. Penjelasan
01. Bank dapat bertindak sebagai pembeli dan atau penjual dalam suatu
transaksi Salam. Jika Bank bertindak sebagai pembeli maka Bank
melakukan transaksi Salam, dan jika Bank bertindak sebagai
penjual maka Bank akan memesan kepada pihak lain untuk
menyediakan barang pesanan dalam Salam paralel.
02. Salam paralel dapat dilakukan dengan syarat:
a. Akad kedua antara Bank dan pemasok terpisah dari akad
pertama antara Bank dan pembeli akhir; dan
b. Akad kedua dilakukan setelah akad pertama sah.
03. Dalam hal Bank bertindak sebagai pembeli, Bank dapat meminta
jaminan kepada pemasok untuk menghindari risiko yang merugikan
Bank.
04. Piutang Salam merupakan tagihan Bank kepada pemasok yang
harus diselesaikan dalam bentuk penyerahan barang, bukan
penerimaan dalam bentuk uang tunai. Piutang Salam timbul dari
penyerahan uang kepada pemasok senilai barang yang dipesan.
05. Utang Salam merupakan kewajiban Bank yang harus diselesaikan
dalam bentuk penyerahan barang bukan pembayaran dalam bentuk
uang tunai kepada nasabah.
06. Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati di awal akad oleh
nasabah dan Bank pada akad pertama atau Bank dengan pemasok
pada akad kedua. Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat
berubah selama jangka waktu akad.
07. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum
yang meliputi: jenis, macam, kualitas dan kuantitasnya.

4.22
08. Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah
disepakati antara nasabah dan Bank atau Bank dan pemasok. Jika
barang pesanan yang dikirim salah atau cacat maka Bank atau
pemasok harus bertanggung jawab atas kelalaiannya.
09. Jika Bank tidak menerima sebagian atau seluruh barang pesanan
pada tanggal jatuh tempo pengiriman, maka:
a. Tanggal jatuh tempo pengiriman dapat diperpanjang;
b. Akad Salam dapat dibatalkan sebagian atau seluruhnya; atau
c. Jaminan atas barang pesanan dapat dieksekusi.
10. Bank dapat mengenakan denda kepada pemasok. Denda hanya
boleh dikenakan kepada pemasok yang mampu menyelesaikan
kewajibannya, tetapi sengaja tidak melakukannya. Hal ini tidak
berlaku bagi pemasok yang tidak mampu menunaikan kewajibannya
karena force majeur. Denda dikenakan jika pemasok lalai dalam
melakukan kewajibannya sesuai dengan akad, dan denda yang
diterima diakui sebagai bagian dana kebajikan.
11. Pendapatan Salam diperoleh dari selisih harga jual kepada nasabah
dan harga beli dari pemasok.

D. Perlakuan Akuntansi
D1. Pengakuan dan Pengukuran
01. Piutang Salam diakui pada saat penyerahan uang kepada pemasok
sebesar jumlah yang dibayarkan.
02. Utang Salam diakui pada saat penerimaan uang dari nasabah
sebesar jumlah yang diterima.
03. Dalam hal dilakukan perpanjangan jangka waktu pengiriman maka
nilai tercatat piutang Salam dicatat sebesar bagian yang belum
dipenuhi sesuai dengan nilai yang tercantum dalam akad.
04. Dalam hal dilakukan pembatalan sebagian atau seluruh akad
Salam, maka piutang Salam berubah menjadi piutang qardh oleh
pemasok sebesar bagian yang tidak dapat dipenuhi.
05. Dalam hal dilakukan eksekusi jaminan maka selisih antara nilai
tercatat piutang Salam dan hasil penjualan jaminan tersebut diakui
sebagai piutang kepada pemasok. Sebaliknya, jika hasil penjualan
jaminan tersebut lebih besar dari nilai tercatat piutang Salam maka
selisihnya menjadi hak pemasok.

4.23
06. Pendapatan Salam diakui pada saat barang diserahkan kepada
nasabah sebesar selisih antara harga jual kepada nasabah dengan
harga beli dari pemasok.
D2. Penyajian
01. Piutang Salam disajikan sebesar jumlah tercatat.
02. Piutang Salam yang tidak dapat dipenuhi oleh pemasok dan pemasok
menyatakan tidak dapat memenuhi kewajibannya disajikan sebagai
piutang qardh.
03. Utang Salam disajikan sebesar jumlah tercatat.

E. Ilustrasi Jurnal
E1. Bank Sebagai Pembeli
01. Pada saat Bank menyerahkan uang kepada pemasok
Db. Piutang Salam
Kr. Kas/Rekening pemasok
02. Pada saat Bank menerima barang dari pemasok
Db. Persediaan/aset Salam
Kr. Piutang Salam
03. Pada saat pemasok tidak memenuhi kewajibannya
Db. Piutang qardh dari pemasok
Kr. Piutang Salam
04. Jika Bank mengeksekusi jaminan atas akad Salam
a. Penjualan jaminan dengan hasil lebih kecil dari piutang Salam
Db. Kas/kliring
Db. Piutang qardh (pemasok)
Kr. Piutang Salam
b. Penjualan jaminan dengan hasil lebih besar dari piutang Salam
Db. Kas/kliring
Kr. Rekening pemasok
Kr. Piutang Salam
05. Pada saat pengenaan denda kepada pemasok
Db. Kas/Rekening
Kr. Rekening Dana Kebajikan
E2. Bank Sebagai Penjual
01. Pada saat Bank menerima uang dari nasabah
Db. Kas/rekening nasabah
Kr. Utang Salam

4.24
02. Pada saat Bank menyerahkan barang kepada nasabah
Db. Utang Salam
Kr. Persediaan/aset Salam
Kr. Pendapatan Salam

F. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan, antara lain:
01. Rincian piutang Salam dan utang Salam berdasarkan jumlah, jangka
waktu, jenis valuta, jenis, dan kuantitas barang pesanan.
02. Piutang Salam dari pemasok dan utang Salam kepada nasabah yang
merupakan pihak berelasi.

4.25
IV.4. PERSEDIAAN

A. Definisi
01. Persediaan adalah aset yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan
usaha biasa dan:
a. dijual dengan akad murabahah;
b. disalurkan dalam akad salam atau salam paralel; dan/atau
c. aset istishna yang telah selesai tetapi belum diserahkan Bank
kepada pembeli akhir.

B. Dasar Pengaturan
01. PSAK 14 tentang Persediaan.

C. Penjelasan
01. Bank memperoleh persediaan dengan akad murabahah, salam,
istishna dan atau akad lainnya.
02. Aset yang tidak termasuk dalam pengertian persediaan, adalah:
a. Aset Istishna Dalam Penyelesaian;
b. Aset tetap yang digunakan oleh Bank;
c. Aset ijarah.
03. Termasuk dalam definisi persediaan adalah persediaan dalam
perjalanan yang memenuhi kriteria berikut:
a. dalam transaksi pembelian dengan syarat penyerahan FOB
Shipping Point (franco gudang penjual).
b. dalam transaksi penjualan dengan syarat penyerahan FOB
Destination Point (franco gudang pembeli).
04. Biaya perolehan meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi dan
biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan
tempat yang siap untuk dijual atau dipakai.
05. Persediaan diukur dengan menggunakan nilai terendah antara biaya
perolehan dan nilai realisasi neto. Nilai realisasi neto adalah estimasi
harga jual dalam kegiatan usaha dikurangi estimasi biaya yang
diperlukan untuk melakukan penjualan.

4.26
D. Perlakuan Akuntansi
D1. Pengakuan dan Pengukuran
01. Pada saat pengakuan awal persediaan diakui sebesar biaya
perolehan.
02. Pada akhir periode pelaporan persediaan diukur sebesar biaya
perolehan dan nilai realisasi neto, mana yang lebih rendah.
D2. Penyajian
Persediaan disajikan sebesar biaya perolehan atau nilai realisasi neto,
mana yang lebih rendah.

E. Ilustrasi Jurnal

01. Pada saat perolehan:


Db. Persediaan
Kr. Kas/rekening pemasok/kliring
02. Pada saat penurunan nilai:
Db. Kerugian penurunan nilai
Kr. Persediaan
03. Pada saat pemulihan nilai:
Db. Persediaan
Kr. Keuntungan pemulihan nilai

F. Pengungkapan
Hal-hal yang perlu diungkapkan, antara lain:
01. Rincian saldo persediaan berdasarkan harga perolehan dan nilai
realisasi neto.
02. Jumlah dari setiap pemulihan nilai persediaan dari setiap
penurunan nilai persediaan yang diakui sebagai penghasilan selama
periode pemulihan tersebut.
03. Kondisi atau peristiwa penyebab terjadinya pemulihan nilai
persediaan.

4.27
BAGIAN V AKAD BAGI HASIL

V.1 PEMBIAYAAN MUDHARABAH

A. Definisi
01. Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana
pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan
pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan
keuntungan dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan
kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana.
02. Mudharabah muthlaqah adalah mudharabah dimana pemilik dana
memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan
investasinya.
03. Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah dimana pemilik dana
memberikan batasan kepada pengelola dana, antara lain mengenai
tempat, cara dan atau obyek investasi.
04. Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah dimana
pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerjasama
investasi.

B. Dasar Pengaturan
01. PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah.

C. Penjelasan
01. Mudharabah terdiri dari dua jenis, yaitu Mudharabah muthlaqah dan
Mudharabah muqayyadah. Bagian ini membahas Bank sebagai
shahibul maal (pemilik dana) dalam pembiayaan Mudharabah baik
bersifat mutlaqah maupun muqayyadah.
02. Investasi Mudharabah yang dilakukan oleh Bank disebut
pembiayaan Mudharabah. Pada umumnya pembiayaan Mudharabah
yang dilakukan oleh Bank diberikan dalam bentuk kas yang
dilakukan secara bertahap atau sekaligus.
03. Pengembalian pembiayaan Mudharabah dapat dilakukan bersamaan
dengan distribusi bagi hasil atau pada saat diakhirinya akad
Mudharabah.
04. Bagi hasil Mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua
metode, yaitu bagi laba (profit sharing) atau bagi hasil (gross profit

5.1
margin atau dalam fatwa disebut net revenue sharing). Bagi laba
dihitung dari pendapatan setelah dikurangi dengan harga pokok dan
beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana Mudharabah.
Sedangkan bagi hasil, dihitung dari pendapatan pengelolaan
Mudharabah dikurangi harga pokok.
Sebagai ilustrasi:
Penjualan xxx
Beban pokok penjualan (xxx)
Pendapatan xxx (gross profit margin/net revenue sharing)
Beban pengelolaan (xxx)
Laba xxx (profit sharing)
05. Dalam hal terjadi kerugian dalam usaha nasabah (pengelola dana),
Bank sebagai pemilik dana akan menanggung semua kerugian
sepanjang kerugian tersebut bukan disebabkan oleh kelalaian atau
kesalahan nasabah (pengelola dana).
06. Kelalaian atau kesalahan pengelola dana antara lain ditunjukkan
oleh:
a. Tidak dipenuhinya persyaratan yang ditentukan di dalam akad;
b. Tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang
lazim dan/atau yang telah ditentukan di dalam akad; atau
c. Hasil putusan dari badan arbitrase atau pengadilan.
07. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak
dipersyaratkan adanya jaminan, namun agar tidak terjadi moral
hazard berupa penyimpangan oleh pengelola dana, pemilik dana
dapat meminta jaminan dari pengelola dana atau pihak ketiga.
Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila pengelola dana terbukti
melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati
bersama dalam akad.
08. Pengakuan penghasilan usaha Mudharabah dalam praktik dapat
diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas penghasilan usaha
dari pengelola dana. Tidak diperkenankan mengakui pendapatan
dari proyeksi hasil usaha.

5.2
D. Perlakuan Akuntansi
D.1 Pengakuan dan Pengukuran
01. Pembiayaan Mudharabah dalam bentuk kas diakui pada saat
pencairan sebesar jumlah uang yang diberikan Bank kepada
pengelola dana (nasabah).
02. Pembiayaan Mudharabah yang diberikan secara bertahap diakui
pada setiap tahap pembayaran.
03. Pembayaran kembali pembiayaan Mudharabah oleh pengelola dana
(nasabah) akan mengurangi pembiayaan Mudharabah.
04. Kerugian pembiayaan Mudharabah yang terjadi selama masa akad
diakui sebagai Cadangan Kerugian Penurunan Nilai pembiayaan
Mudharabah.
05. Keuntungan yang dihasilkan dari pembiayaan Mudharabah diakui
pada periode terjadinya hak bagi hasil berdasarkan laporan hasil
usaha yang disampaikan nasabah sesuai dengan nisbah yang
disepakati.
06. Keuntungan pembiayaan Mudharabah yang telah menjadi hak Bank
dan belum dibayarkan oleh nasabah diakui sebagai piutang bagi
hasil.
07. Pembiayaan Mudharabah yang diakhiri sebelum jatuh tempo atau
sudah berakhir dan belum diselesaikan oleh nasabah maka saldo
pembiayaan Mudharabah tetap diakui sebagai pembiayaan
Mudharabah yang wajib diselesaikan oleh mudharib.
D.2 Penyajian
01. Pembiayaan Mudharabah disajikan sebesar saldo pembiayaan
Mudharabah nasabah kepada Bank.
02. Piutang bagi hasil disajikan sebagai bagian dari aset lainnya pada
saat nasabah tergolong performing. Sedangkan, apabila nasabah
tergolong non-performing maka piutang bagi hasil disajikan pada
rekening administratif.
03. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai pembiayaan Mudharabah
disajikan sebagai pos lawan (contra account) pembiayaan
Mudharabah.
04. Pembiayaan Mudharabah yang diakhiri sebelum jatuh tempo atau
sudah berakhir dan belum diselesaikan oleh nasabah tetap disajikan
sebagai bagian dari pembiayaan Mudharabah.

5.3
E. Ilustrasi Jurnal
01. Pada saat pemberiaan pembiayaan Mudharabah kepada mudharib
Db. Pembiayaan Mudharabah
Kr. Kas/rekening/kliring
02. Pada saat pengakuan keuntungan Mudharabah
Db. Piutang bagi hasil
Kr. Pendapatan Mudharabah
03. Pada saat penerimaan keuntungan Mudharabah
Db. Kas/rekening/kliring
Kr. Piutang bagi hasil
04. Pada saat pengakuan kerugian Mudharabah
Db. Beban Kerugian Penurunan Nilai pembiayaan Mudharabah
Kr. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai - pembiayaan Mudharabah
05. Pada saat pembayaran angsuran pokok
Db. Kas/rekening/kliring
Kr. Pembiayaan Mudharabah
06. Pada saat pelunasan pembiayaan Mudharabah
Db. Kas/rekening/kliring
Kr. Pembiayaan Mudharabah

F. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:
01. Rincian jumlah pembiayaan Mudharabah berdasarkan sifat akad
(Mudharabah mutlaqah atau Mudharabah muqayadah), jenis
penggunaan dan sektor ekonomi.
02. Klasifikasi pembiayaan mudharabah menurut jangka waktu (masa
akad), kualitas pembiayaan, valuta, Cadangan Kerugian Penurunan
Nilai dan tingkat bagi hasil rata-rata.
03. Jumlah dan persentase pembiayaan Mudharabah yang diberikan
kepada pihak-pihak berelasi.
04. Jumlah pembiayaan Mudharabah yang telah direstrukturisasi dan
informasi lain tentang pembiayaan Mudharabah yang dire-
strukturisasi selama periode berjalan.
05. Kebijakan manajemen dalam pelaksanaan pengendalian risiko
portofolio pembiayaan Mudharabah.
06. Besarnya pembiayaan Mudharabah bermasalah dan Cadangan
Kerugian Penurunan Nilai untuk setiap sektor ekonomi.

5.4
07. Kebijakan dan metode yang dipergunakan dalam penanganan
Mudharabah bermasalah.
08. Ikhtisar pembiayaan Mudharabah yang dihapus buku yang
menunjukkan saldo awal, penghapusan selama tahun berjalan,
penerimaan atas pembiayaan Mudharabah yang telah
dihapusbukukan dan pembiayaan Mudharabah yang telah
dihapustagih dan saldo akhir pembiayaan Mudharabah yang dihapus
buku.

5.5
V.2 PEMBIAYAAN MUSYARAKAH

A. Definisi
01. Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan
dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan
porsi kontribusi dana berupa kas maupun aset non-kas yang
diperkenankan oleh Syariah.
02. Musyarakah permanen adalah Musyarakah dengan ketentuan bagian
dana setiap mitra ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap
hingga akhir masa akad.
03. Musyarakah menurun (Musyarakah muttanaqisah) adalah
Musyarakah dengan ketentuan bagian dana pihak pertama akan
dialihkan secara bertahap kepada pihak kedua sehingga bagian dana
pihak pertama akan menurun dan pada akhir masa akad pihak
kedua tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha tersebut.
04. Mitra aktif adalah mitra yang mengelola usaha Musyarakah, baik
mengelola sendiri atau menunjuk pihak lain atas nama mitra
tersebut.
05. Mitra pasif adalah mitra yang tidak ikut mengelola usaha
Musyarakah.

B. Dasar Pengaturan
01. PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah.

C. Penjelasan
01. Musyarakah dapat berupa Musyarakah permanen dan Musyarakah
menurun (Musyarakah muttanaqisah).
02. Bank dapat bertindak sebagai mitra aktif dan mitra pasif. Untuk
pembahasan ini Bank masih berperan sebagai mitra pasif.
03. Pada umumnya pembiayaan Musyarakah yang diberikan oleh Bank
dalam bentuk kas yang dilakukan secara bertahap atau sekaligus.
04. Keuntungan atau pendapatan Musyarakah dibagi di antara mitra
berdasarkan nisbah yang disepakati, sedangkan kerugian
Musyarakah dibagi diantara mitra secara proporsional dengan modal
yang disetor.

5.6
05. Pengakuan penghasilan usaha Musyarakah dalam praktik dapat
diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas penghasilan usaha
dari mitra aktif. Tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari
proyeksi hasil usaha.
06. Dalam pembiayaan Musyarakah setiap mitra tidak dapat menjamin
modal mitra lain, namun setiap mitra dapat meminta mitra lain
untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang
disengaja.
07. Kelalaian atau kesalahan pengelola dana antara lain ditunjukkan
oleh:
a. Tidak dipenuhinya persyaratan yang ditentukan di dalam akad.
b. Tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang
lazim dan/atau yang telah ditentukan di dalam akad.
c. Hasil putusan dari badan arbitrase atau pengadilan.
08. Dalam pembiayaan Musyarakah muttanaqisah, mitra dapat menyewa
aset yang menjadi dasar (underlying) pembiayaan Musyarakah. Hasil
sewa dari aset tersebut dibagihasilkan di antara mitra berdasarkan
nisbah yang disepakati.

D. Perlakuan Akuntansi
D.1 Pengakuan dan Pengukuran
01. Pembiayaan Musyarakah dalam bentuk kas diakui pada saat
pencairan sebesar jumlah uang yang diberikan Bank.
02. Pembiayaan Musyarakah yang diberikan secara bertahap diakui
pada setiap tahap pembayaran.
03. Kerugian pembiayaan Musyarakah yang terjadi selama masa akad
diakui pada periode terjadinya secara proporsional sesuai dengan
kontribusi modal sebagai Cadangan Kerugian Penurunan Nilai
pembiayaan Musyarakah.
04. Keuntungan pembiayaan Musyarakah diakui pada periode terjadinya
hak bagi hasil berdasarkan laporan hasil usaha yang disampaikan
nasabah sesuai dengan nisbah yang disepakati.
05. Apabila dalam pembiayaan Musyarakah mengalami kerugian pada
periode sebelumnya, maka keuntungan yang diperoleh pada periode
tersebut harus dialokasikan terlebih dahulu untuk mengurangi
Cadangan Kerugian Penurunan Nilai pembiayaan Musyarakah untuk

5.7
memulihkan jumlah tercatat pembiayaan Musyarakah sampai
dengan nilai pembiayaan Musyarakah awal.
06. Keuntungan pembiayaan Musyarakah yang telah menjadi hak Bank
dan belum dibayarkan oleh nasabah diakui sebagai piutang bagi
hasil.
07. Apabila terjadi kerugian dalam Musyarakah akibat kelalaian atau
penyimpangan mitra Musyarakah, mitra yang melakukan kelalaian
tersebut menanggung beban kerugian tersebut. Kerugian Bank yang
diakibatkan kelalaian atau penyimpangan mitra aktif (nasabah) tetap
diakui sebagai pembiayaan Musyarakah.
08. Pembiayaan Musyarakah yang sudah berakhir dan belum
diselesaikan oleh mitra aktif (nasabah) maka saldo pembiayaan
Musyarakah tetap diakui sebagai pembiayaan Musyarakah yang
wajib diselesaikan oleh mitra aktif.
D.2 Penyajian
01. Pembiayaan Musyarakah disajikan sebesar saldo pembiayaan
Musyarakah nasabah kepada Bank.
02. Piutang bagi hasil disajikan sebagai bagian dari aset lainnya pada
saat nasabah tergolong performing. Sedangkan, apabila nasabah
tergolong non-performing maka piutang bagi hasil disajikan pada
rekening administratif.
03. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai pembiayaan Musyarakah
disajikan sebagai pos lawan (contra account) pembiayaan
Musyarakah.
04. Tagihan kepada mitra aktif yang disebabkan akibat kelalaian atau
penyimpangan mitra aktif (nasabah) disajikan sebagai bagian dari
pembiayaan Musyarakah.
05. Pembiayaan Musyarakah yang diakhiri sebelum jatuh tempo atau
sudah berakhir dan belum diselesaikan oleh nasabah tetap disajikan
sebagai bagian dari pembiayaan Musyarakah.

E. Ilustrasi Jurnal
01. Pada saat Bank membayarkan modal tunai kepada mitra (nasabah)
Db. Pembiayaan Musyarakah
Kr. Kas/rekening/kliring
02. Pada saat pengakuan keuntungan Musyarakah
Db. Piutang bagi hasil

5.8
Kr. Pendapatan Musyarakah
03. Pada saat penerimaan keuntungan Musyarakah
Db. Kas/rekening/kliring
Kr. Piutang bagi hasil
04. Pada saat pengakuan kerugian Musyarakah
Db. Beban Kerugian Penurunan Nilai pembiayaan Musyarakah
Kr. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai - pembiayaan Musyarakah
05. Pada saat pengakuan keuntungan setelah terjadi kerugian pada
periode sebelumnya
a. Memulihkan kerugian periode sebelumnya
Db. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai - pembiayaan
Musyarakah
Kr. Beban Kerugian Penurunan Nilai pembiayaan Musyarakah
b. Pengakuan kelebihan keuntungan atas kerugian
Db. Piutang bagi hasil
Kr. Pendapatan Musyarakah
06. Pada saat pembayaran angsuran pokok untuk Musyarakah
muttanaqisah
Db. Kas/rekening/kliring
Kr. Pembiayaan Musyarakah
07. Pada saat terjadi kerugian yang disebabkan kelalaian atau
penyimpangan mitra aktif (nasabah)
Db. Piutang kepada mitra aktif (nasabah)
Kr. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai - pembiayaan Musyarakah
08. Pada saat pengalihan modal kepada mitra aktif (nasabah)
Db. Kas/rekening
Kr. Pembiayaan Musyarakah

F. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:
01. Rincian jumlah pembiayaan Musyarakah berdasarkan modal mitra,
jenis valuta, jenis penggunaan, sektor ekonomi, status bank dalam
pembiayaan Musyarakah (mitra pasif), dan mitra aktif (jika mitra
aktif bukan berasal dari salah satu mitra Musyarakah).
02. Klasifikasi pembiayaan Musyarakah menurut jangka waktu akad
pembiayaan, kualitas pembiayaan, dan tingkat bagi hasil rata-rata.

5.9
03. Jumlah dan persentase pembiayaan Musyarakah yang diberikan
kepada pihak-pihak berelasi.
04. Jumlah dan persentase pembiayaan Musyarakah yang telah
direstrukturisasi dan informasi lain tentang pembiayaan Musyarakah
yang direstrukturisasi selama periode berjalan.
05. Kebijakan manajemen dalam pelaksanaan pengendalian risiko
portofolio pembiayaan Musyarakah.
06. Besarnya pembiayaan Musyarakah bermasalah dan Cadangan
Kerugian Penurunan Nilai untuk setiap sektor ekonomi.
07. Kebijakan dan metode yang dipergunakan dalam penanganan
Musyarakah bermasalah.
08. Ikhtisar pembiayaan Musyarakah yang dihapus buku yang
menunjukkan saldo awal, penghapusan selama tahun berjalan,
penerimaan atas pembiayaan Musyarakah yang telah
dihapusbukukan dan pembiayaan Musyarakah yang telah
dihapustagih dan saldo akhir pembiayaan Musyarakah yang dihapus
buku.

5.10
V.3 DANA SYIRKAH TEMPORER

A. Definisi
Dana syirkah temporer adalah dana yang diterima sebagai investasi
dengan jangka waktu tertentu dari individu dan pihak lain dimana bank
mempunyai hak untuk mengelola dan menginvestasikan dana tersebut
dengan pembagian hasil investasi berdasarkan kesepakatan.

B. Dasar Pengaturan
01. PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah.
02. PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah.

C. Penjelasan
01. Dana syirkah temporer adalah dana yang diterima oleh Bank dimana
Bank mempunyai hak untuk mengelola dan menginvestasikan dana,
baik sesuai dengan kebijakan Bank atau kebijakan pembatasan dari
pemilik dana, dengan keuntungan dibagikan sesuai dengan
kesepakatan. Dalam hal dana syirkah temporer berkurang
disebabkan kerugian normal yang bukan akibat dari unsur
kesalahan yang disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan,
maka Bank tidak berkewajiban atau menutup kerugian atau
kekurangan dana tersebut.
02. Contoh dari dana syirkah temporer adalah penerimaan dana dari
investasi mudharabah muthlaqah, mudharabah muqayyadah,
musyarakah, dan akun lain yang sejenis.
03. Hubungan antara Bank dan pemilik dana merupakan hubungan
kemitraan berdasarkan akad mudharabah muthlaqah, mudharabah
muqayyadah atau musyarakah. Bank mempunyai hak untuk
mengelola dan menginvestasikan dana yang diterima dengan atau
tanpa batasan seperti mengenai tempat, cara, atau obyek investasi.
04. Pemilik dana memperoleh bagian atas keuntungan sesuai
kesepakatan dan menerima kerugian berdasarkan jumlah dana dari
masing-masing pihak. Pembagian hasil dana syirkah temporer dapat
dilakukan dengan:
a. Konsep bagi laba (profit sharing), atau
b. Konsep bagi hasil (gross profit margin atau dalam fatwa disebut
net revenue sharing).

5.11
05. Untuk Bank yang menggunakan metode bagi laba (profit sharing)
dalam akad mudharabah, jika usaha Bank atas pengelolaan dana
nasabah (pemilik dana, shahibul maal) mengalami kerugian maka
seluruh kerugian ditanggung oleh nasabah (pemilik dana, shahibul
maal), kecuali jika ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan Bank
sebagai pengelola dana (mudharib).
06. Untuk Bank yang menggunakan metode bagi hasil (gross profit
margin atau dalam fatwa disebut net revenue sharing), maka nasabah
(pemilik dana, shahibul maal) tidak akan kehilangan nilai awal
investasinya, kecuali Bank dilikuidasi dengan kondisi realisasi aset
lebih kecil dari liabilitas.
07. Kelalaian atau kesalahan Bank sebagai pengelola dana, antara lain,
ditunjukkan oleh:
a. Tidak dipenuhinya persyaratan yang ditentukan di dalam akad;
b. Tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang
lazim dan/atau yang telah ditentukan di dalam akad; atau
c. Hasil putusan dari badan arbitrase atau pengadilan
08. Dana syirkah temporer terdiri dari dana mudharabah dalam hal
Bank sebagai pengelola dana (mudharib) dan musyarakah dalam hal
Bank sebagai mitra aktif.
09. Mudharabah dibedakan berdasarkan pembatasan penggunaan dana
menjadi mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayadah.
10. Jenis produk penghimpunan dana mudharabah, antara lain:
a. Tabungan mudharabah adalah dana mudharabah pada Bank
yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat
tertentu yang disepakati.
b. Deposito mudharabah adalah dana mudharabah pada Bank
yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu
dengan pembagian hasil sesuai dengan nisbah yang telah
disepakati di muka antara nasabah (pemilik dana, shahibul
maal) dengan Bank yang bersangkutan.

D. Perlakuan Akuntansi
D.1 Pengakuan dan Pengukuran
01. Dana mudharabah dari pemilik dana diakui pada saat diterima
sebesar jumlah yang diterima.

5.12
02. Bagi hasil dana mudharabah diberikan sesuai nisbah yang disepakati
pada awal akad.
03. Dana musyarakah dari nasabah (mitra pasif) diakui pada saat
diterima sebesar jumlah yang diterima.
04. Bagi hasil dana musyarakah diberikan sesuai nisbah yang disepakati
pada awal akad.
D.2 Penyajian
01. Dana mudharabah disajikan sebagai dana syirkah temporer dengan
memisahkan antara:
a. dana mudharabah yang berasal dari Bank;
b. dana mudharabah yang berasal dari bukan Bank.
02. Bagi hasil dana mudharabah yang sudah diperhitungkan dan telah
jatuh tempo tetapi belum diserahkan kepada nasabah disajikan
dalam pos kewajiban segera.
03. Bagi hasil dana mudharabah yang sudah diperhitungkan pada akhir
periode tetapi belum jatuh tempo disajikan dalam pos bagi hasil yang
belum dibagikan.
04. Dana musyarakah disajikan sebagai dana syirkah temporer dalam
neraca dengan memisahkan antara:
a. dana musyarakah yang berasal dari Bank;
b. dana musyarakah yang berasal dari bukan Bank.
05. Bagi hasil dana musyarakah yang sudah diperhitungkan dan telah
jatuh tempo tetapi belum diserahkan kepada nasabah disajikan
dalam pos kewajiban segera.
06. Bagi hasil dana musyarakah yang sudah diperhitungkan pada akhir
periode tetapi belum jatuh tempo disajikan dalam pos bagi hasil yang
belum dibagikan.

E. Ilustrasi Jurnal
01. Pada saat penerimaan setoran:
Db. Kas/kliring
Kr. Dana syirkah temporer-tabungan/deposito mudharabah
02. Pada saat penarikan tabungan:
Db. Dana syirkah temporer-tabungan/deposito mudharabah
Kr. Kas/pemindahbukuan/kliring
03. Pada saat dilakukan perhitungan bagi hasil:
Db. Bagian pihak ketiga atas pendapatan

5.13
Kr. Bagi hasil yang belum dibagikan
04. Pada saat pembayaran bagi hasil:
Db. Bagi hasil yang belum dibagikan
Kr. Kas/rekening/kliring
05. Pada saat deposito mudharabah jatuh tempo:
Db. Dana syirkah temporer-deposito mudharabah
Kr. Kas/rekening/kliring

F. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:
01. Isi kesepakatan utama akad mudharabah:
a. porsi dana;
b. pembagian hasil usaha.
02. Rincian dana mudharabah yang diterima berdasarkan:
a. Jenis mudharabah
i. mudharabah mutlaqah;
ii. mudharabah muqayadah.
b. Pemilik dana mudharabah
i. Bank;
ii. bukan Bank.
c. Jenis mata uang dana mudharabah:
i. Rupiah;
ii. valuta asing.
03. Rincian dana mudharabah yang disalurkan berdasarkan:
a. Sumber dana mudharabah yang berasal dari:
i. mudharabah mutlaqah;
ii. mudharabah muqayadah.
b. Penerima dana mudharabah:
i. Bank;
ii. bukan Bank Syariah.
c. Jenis mata uang yang digunakan:
i. Rupiah;
ii. valuta asing.
04. Penjelasan mengenai kebijakan penyaluran dana mudharabah.
05. Pihak-pihak yang berelasi, baik nasabah (pemilik dana, shahibul
maal) atau nasabah penerima penyaluran dana mudharabah.

5.14
06. Jumlah simpanan yang diblokir untuk tujuan tertentu antara lain
sebagai jaminan pembiayaan dan atau transaksi perbankan syariah
lainnya.

5.15
BAGIAN VI AKAD SEWA

VI.1 IJARAH ATAS ASET BERWUJUD

A. Definisi
01. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna/manfaat atas suatu aset
dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri.
02. Ijarah muntahiyah bittamlik adalah Ijarah dengan wa’ad perpindahan
kepemilikan obyek Ijarah pada saat tertentu.
03. Obyek Ijarah adalah manfaat dari penggunaan aset berwujud atau
aset tidak berwujud.
04. Umur manfaat adalah suatu periode dimana aset diharapkan akan
digunakan atau jumlah produksi/unit serupa yang diharapkan akan
diperoleh dari aset.
05. Wa’ad adalah janji dari satu pihak kepada pihak lain untuk
melaksanakan suatu transaksi.

B. Dasar Pengaturan
01. PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah.
02. PSAK 16 tentang Aset Tetap.
03. PSAK 48 tentang Penurunan Nilai Aset.

C. Penjelasan
01. Ijarah merupakan akad sewa-menyewa suatu aset Ijarah tanpa
adanya perpindahan risiko dan manfaat yang signifikan terkait
kepemilikan aset tersebut, dengan atau tanpa adanya opsi untuk
memindahkan kepemilikan dari pemilik (Bank) kepada
penyewa/nasabah pada saat tertentu.
02. Pada umumnya transaksi Ijarah muntahiyah bittamlik muncul
karena adanya kebutuhan untuk memiliki aset tertentu, dimana
pemenuhan kebutuhan atas aset tersebut dipenuhi melalui akad
Ijarah.
03. Bank dapat meminta penyewa/nasabah untuk menyerahkan
jaminan atas Ijarah untuk menghindari risiko kerugian.
04. Jumlah, ukuran, dan jenis aset Ijarah harus jelas diketahui dan
tercantum dalam akad.

6.1
05. Biaya perbaikan aset Ijarah merupakan tanggungan pemilik.
Perbaikan tersebut dapat dilakukan oleh pemilik secara langsung
atau dilakukan oleh penyewa atas persetujuan pemilik.
06. Dalam transaksi Ijarah muntahiyah bittamlik, perpindahan
kepemilikan suatu aset dari Bank kepada nasabah dapat dilakukan
jika aktivitas penyewaan telah berakhir atau diakhiri dan aset Ijarah
telah diserahkan kepada nasabah dengan membuat akad terpisah
secara:
a. hibah;
b. penjualan sebelum akad berakhir;
c. penjualan pada akhir masa Ijarah;
d. Penjualan secara bertahap apabila objeknya bisa dipindahkan
secara bertahap.
07. Dalam transaksi jual dan Ijarah-balik (sale and leaseback) harus
merupakan transaksi yang terpisah dan tidak saling bergantung
(ta’alluq) sehingga harga jual harus dilakukan pada nilai wajar.
08. Dalam transaksi Ijarah dan Ijarah-lanjut (lease and sublease),
pembayaran untuk sewa di muka merupakan aset Ijarah.
09. Biaya perolehan aset Ijarah mengacu pada ketentuan biaya
perolehan aset tetap di PSAK 16 tentang Aset Tetap.
10. Metode penyusutan, umur manfaat, dan nilai residu dari aset Ijarah
mengacu pada penyusutan aset tetap yang serupa sebagaimana
diatur di PSAK 16 tentang Aset tetap. Umur manfaat aset Ijarah pada
Ijarah muntahiyah bittamlik sesuai dengan masa akad Ijarah.
11. Kebijakan penyusutan atau amortisasi yang dipilih harus
mencerminkan pola konsumsi yang diharapkan dari manfaat
ekonomi di masa depan dari obyek Ijarah. Umur ekomonis dapat
berbeda dengan umur teknis. Misalnya, mobil yang dapat dipakai
selama 10 tahun diijarahkan dengan akad ijarah muntahiyah
bittamlik selama 5 tahun. Dengan demikian umur ekonomisnya
adalah 5 tahun.
12. Bank harus melakukan uji penurunan nilai atas aset Ijarah yang
dimiliki secara periodik berdasarkan nilai wajar. Dalam hal terjadi
penurunan nilai, maka Bank wajib membentuk cadangan kerugian
nilai atas aset Ijarah.
13. Apabila terdapat pemulihan nilai atas aset Ijarah yang telah
mengalami penurunan nilai, maka Bank dapat memulihkan aset

6.2
Ijarah pada nilai bukunya atau nilai yang dapat diperoleh kembali
(recoverable amount), yaitu jumlah yang dapat diperoleh dari
penjualan aset dalam transaksi antarpihak yang bebas (arm’s length
transaction), setelah dikurangi biaya yang terkait (net selling price).
14. Piutang pendapatan sewa atas porsi pokok dibentuk Cadangan
Kerugian Penurunan Nilai sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam PSAK yang terkait.
15. Dalam bagian ini hanya mencakup Bank sebagai pemilik obyek sewa
(lessor) dalam transaksi beli dan Ijarah, beli dan Ijarah-balik, dan
Ijarah dan Ijarah-lanjut.

D. Perlakuan Akuntansi
D.1 Pengakuan dan Pengukuran
01. Aset Ijarah diakui pada saat diperoleh sebesar biaya perolehan.
02. Pendapatan sewa diakui selama masa akad Bank dengan nasabah.
03. Aset Ijarah disusutkan sesuai kebijakan penyusutan aktiva sejenis
sedangkan aset Ijarah dalam Ijarah muntahiyah bittamlik disusutkan
sesuai masa sewa.
04. Biaya perbaikan aset Ijarah, baik yang dilakukan oleh pemilik
maupun yang dilakukan oleh nasabah dengan persetujuan pemilik
dan biaya tersebut dibebankan kepada pemilik, diakui sebagai beban
Ijarah.
05. Biaya perbaikan aset Ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan
secara bertahap sebanding dengan bagian kepemilikan masing-
masing.
06. Pada saat terjadi penurunan nilai aset Ijarah, Bank mengakui
sebagai kerugian penurunan nilai aset sebesar selisih antara nilai
buku dengan nilai wajar aset Ijarah.
07. Jika berdasarkan evaluasi secara periodik diketahui bahwa jumlah
penurunan nilai berkurang, maka Bank dapat memulihkan kerugian
penurunan nilai yang telah diakui, paling tinggi sebesar Cadangan
Kerugian Penurunan Nilai yang telah dibentuk.
08. Perpindahan kepemilikan aset Ijarah dari Bank kepada nasabah,
dalam Ijarah muntahiyah bittamlik dengan cara:
a. hibah, maka jumlah tercatat aset Ijarah yang dihibahkan diakui
sebagai beban.

6.3
b. penjualan sebelum berakhirnya masa Ijarah, maka selisih
antara harga jual dan jumlah tercatat aset Ijarah diakui sebagai
keuntungan atau kerugian.
c. penjualan setelah selesainya masa Ijarah, maka selisih antara
harga jual dan jumlah tercatat Ijarah diakui sebagai
keuntungan atau kerugian.
d. penjualan secara bertahap, maka:
i. selisih antara harga jual dan jumlah tercatat sebagian objek
Ijarah yang telah dijual diakui sebagai keuntungan atau
kerugian; sedangkan
ii. bagian objek Ijarah yang tidak dibeli penyewa diakui sebagai
aset tidak lancar atau aset lancar sesuai dengan tujuan
penggunaan aset tersebut.
09. Dalam hal Bank melakukan transaksi Ijarah-lanjut, maka aset Ijarah
diamortisasi selama masa Ijarah antara Bank dengan pemilik aset.
10. Bank wajib membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai untuk
piutang pendapatan sewa sebesar porsi pokok sewa yang tertunda
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PSAK yang terkait.
D.2 Penyajian
01. Objek sewa yang diperoleh Bank disajikan sebagai aset Ijarah.
02. Akumulasi penyusutan/amortisasi dan Cadangan Kerugian
Penurunan Nilai dari aset Ijarah disajikan sebagai pos lawan aset
Ijarah.
03. Porsi pokok atas pendapatan sewa yang belum dibayar disajikan
sebagai piutang sewa.
04. Porsi ujrah atas pendapatan sewa yang belum dibayar disajikan
sebagai pendapatan sewa yang akan diterima yang merupakan
bagian dari aset lainnya pada saat nasabah tergolong performing.
Sedangkan, apabila nasabah tergolong non-performing maka
pendapatan sewa yang akan diterima disajikan pada rekening
administratif.
05. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai atas piutang sewa disajikan
sebagai pos lawan (contra account) piutang Ijarah.
06. Beban penyusutan/amortisasi aset Ijarah disajikan sebagai
pengurang pendapatan Ijarah pada laporan laba rugi.

6.4
E. Ilustrasi Jurnal
01. Pada saat perolehan aset Ijarah
Db. Aset Ijarah
Kr. Kas/rekening
02. Pada saat pengakuan pendapatan Ijarah pada tanggal laporan
Db. Piutang sewa (porsi pokok)
Db. Piutang pendapatan sewa (porsi ujrah)
Kr. Pendapatan Ijarah
03. Pada saat pengakuan penyusutan/amortisasi pada tanggal laporan
Db. Beban penyusutan
Kr. Akumulasi penyusutan
04. Pada saat penerimaan sewa dari nasabah
Dr. Kas/rekening
Kr. Piutang sewa (porsi pokok)
Kr. Piutang pendapatan sewa (porsi ujrah)
05. Pada saat terjadi biaya perbaikan
Db. Beban perbaikan
Kr. Kas/rekening
06. Pada saat terjadi tunggakan pembayaran sewa
a. nasabah masih tergolong performing
Db. Piutang sewa (porsi pokok)
Db. Piutang pendapatan sewa (porsi ujrah)
Kr. Pendapatan Ijarah
b. nasabah tergolong non-performing
i. dilakukan jurnal balik pendapatan sewa
Db. Pendapatan Ijarah
Kr. Piutang pendapatan sewa (porsi ujrah)

ii. pengakuan atas porsi pokok sewa


Db. Piutang sewa (porsi pokok)
Kr. Pendapatan Ijarah

07. Pada saat pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai atas


piutang sewa
Db. Beban kerugian penurunan nilai aset keuangan – piutang sewa
Kr. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai aset keuangan – piutang
sewa

6.5
08. Pada saat pemulihan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai atas
piutang sewa
Db. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai aset keuangan – piutang
sewa
Kr. Beban kerugian penurunan nilai aset keuangan – piutang sewa
/ Keuntungan pemulihan nilai – piutang sewa
09. Pada saat terjadi penurunan nilai aset Ijarah
Db. Beban kerugian penurunan nilai aset Ijarah
Kr. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai aset Ijarah
10. Pada saat terjadi pemulihan nilai aset Ijarah
Db. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai aset Ijarah
Kr. Beban kerugian penurunan nilai aset Ijarah/ Keuntungan
pemulihan nilai aset Ijarah
11. Pada saat pengalihan aset Ijarah
a. Melalui hibah
Db. Akumulasi penyusutan/amortisasi
Db. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai aset Ijarah
Db. Beban kerugian
Kr. Aset Ijarah
b. Melalui penjualan
Db. Kas/rekening
Db. Akumulasi penyusutan/amortisasi
Db. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai aset Ijarah
Db/Kr. Kerugian/keuntungan
Kr. Aset Ijarah

F. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:
01. Sumber dana yang digunakan dalam pembiayaan Ijarah.
02. Jumlah piutang cicilan Ijarah yang akan jatuh tempo hingga dua
tahun terakhir.
03. Jumlah obyek sewa berdasarkan jenis transaksi (Ijarah dan Ijarah
muntahiyah bittamlik), jenis aset dan akumulasi penyusutannya
serta Cadangan Kerugian Penurunan Nilai jika ada, apabila Bank
sebagai pemilik obyek sewa.

6.6
04. Komitmen yang berhubungan dengan perjanjian Ijarah muntahiyah
bittamlik yang berlaku efektif pada periode Laporan Keuangan
berikutnya.
05. Kebijakan akuntansi yang digunakan atas transaksi Ijarah dan Ijarah
muntahiyyah bittamlik.
06. Transaksi dan saldo dengan pihak-pihak yang berelasi.

6.7
VI.2 IJARAH ATAS JASA

A. Definisi
Ijarah atas jasa adalah Ijarah dimana obyek Ijarah adalah manfaat yang
bukan berasal dari aset berwujud.

B. Dasar Pengaturan
01. PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah.

C. Penjelasan
01. Transaksi Ijarah atas jasa dikenal dengan istilah pembiayaan
multijasa.
02. Manfaat (jasa) yang bisa di-Ijarah-kan, antara lain, jasa pendidikan,
jasa kesehatan, dan jasa pariwisata rohani.
03. Dalam melakukan transaksi multijasa, Bank melakukan akad Ijarah
dengan pihak pemasok dan kemudian melakukan akad Ijarah lebih
lanjut dengan nasabah.
04. Perolehan aset Ijarah atas jasa diamortisasi sesuai dengan jangka
waktu akad Ijarah Bank dengan pemasok.
05. Perlakuan akuntansi transaksi multijasa mengikuti akuntansi untuk
Ijarah dengan skema sewa dan sewa-lanjut.

D. Perlakuan Akuntansi
D.1 Pengakuan dan Pengukuran
01. Perolehan aset Ijarah atas jasa diakui sebagai aset Ijarah pada saat
perolehan hak atas jasa sebesar biaya yang terjadi.
02. Pendapatan Ijarah diakui selama masa akad Bank dengan nasabah.
03. Amortisasi atas perolehan aset Ijarah diakui sebagai beban Ijarah.
04. Bank wajib membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai untuk
piutang pendapatan multijasa sebesar porsi pokok sewa yang
tertunda sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PSAK yang
terkait.
D.2 Penyajian
01. Perolehan atas jasa disajikan sebagai bagian aset Ijarah dan
disajikan terpisah dari aset Ijarah lain.
02. Amortisasi atas perolehan aset Ijarah disajikan sebagai pos lawan
dari aset Ijarah.

6.8
03. Porsi pokok atas pendapatan sewa multijasa yang belum dibayar
disajikan sebagai piutang sewa.
04. Porsi ujrah atas pendapatan sewa multijasa yang belum dibayar
disajikan sebagai pendapatan sewa multijasa yang akan diterima
yang merupakan bagian dari aset lainnya pada saat nasabah
tergolong performing. Sedangkan, apabila nasabah tergolong non-
performing maka pendapatan sewa multijasa yang akan diterima
disajikan pada rekening administratif.
05. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai atas piutang sewa disajikan
sebagai pos lawan (contra account) piutang sewa.
06. Beban amortisasi aset Ijarah disajikan sebagai pengurang
pendapatan Ijarah pada laporan laba rugi.

E. Ilustrasi Jurnal
01. Pada saat perolehan jasa
Db. Aset Ijarah
Kr. Kas/rekening
02. Pada saat pengakuan pendapatan Ijarah pada tanggal laporan
Db. Piutang sewa (porsi pokok)
Db. Piutang pendapatan sewa multijasa (porsi ujrah)
Kr. Pendapatan Ijarah
03. Pada saat pengakuan amortisasi pada tanggal laporan
Db. Beban amortisasi
Kr. Akumulasi amortisasi
04. Pada saat penerimaan sewa dari nasabah
Dr. Kas/rekening
Kr. Piutang sewa (porsi pokok)
Kr. Piutang pendapatan sewa multijasa (porsi ujrah)
05. Pada saat penerimaan sewa dari nasabah
Dr. Kas/rekening
Kr. Piutang sewa (porsi pokok)
Kr. Piutang pendapatan sewa multijasa (porsi ujrah)
06. Pada saat terjadi tunggakan pembayaran sewa
a. nasabah masih tergolong performing
Db. Piutang sewa (porsi pokok)
Db. Piutang pendapatan sewa multijasa (porsi ujrah)
Kr. Pendapatan Ijarah

6.9
b. nasabah tergolong non-performing
i. dilakukan jurnal balik pendapatan sewa
Db. Pendapatan Ijarah
Kr. Piutang pendapatan sewa multijasa (porsi ujrah)

ii. pengakuan atas porsi pokok sewa


Db. Piutang sewa (porsi pokok)
Kr. Pendapatan Ijarah
07. Pada saat pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai atas
piutang sewa
Db. Beban kerugian penurunan nilai aset keuangan – piutang sewa
Kr. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai aset keuangan – piutang
sewa
08. Pada saat pemulihan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai atas
piutang sewa
Db. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai aset keuangan – piutang
sewa
Kr. Beban kerugian penurunan nilai aset keuangan – piutang sewa
/ Keuntungan pemulihan nilai – piutang sewa

F. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:
01. Sumber dana yang digunakan dalam pembiayaan Ijarah.
02. Rincian perolehan atas jasa berdasarkan jenis.
03. Jumlah piutang cicilan Ijarah yang akan jatuh tempo hingga dua
tahun terakhir.
04. Transaksi dan saldo dengan pihak-pihak yang berelasi.

6.10
BAGIAN VII AKAD PINJAMAN QARDH

VII.1 PINJAMAN QARDH YANG DIBERIKAN

A. Definisi
Pinjaman Qardh yang diberikan adalah penyediaan dana atau tagihan
yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara peminjam dan pihak yang meminjamkan yang
mewajibkan peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu
tertentu.

B. Dasar Pengaturan
01. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan
Syariah.

C. Penjelasan
01. Pinjaman Qardh yang diberikan merupakan pinjaman yang tidak
mempersyaratkan adanya imbalan.
02. Akad Qardh dalam Lembaga Keuangan Syariah terdiri dari dua
macam:
a. Akad Qardh yang berdiri sendiri untuk tujuan sosial semata
sebagaimana dimaksud dalam Fatwa DSN-MUI Nomor: 19/DSN-
MUI/IV/2001 tentang al-Qardh, bukan sebagai sarana atau
kelengkapan bagi transaksi lain dalam produk yang bertujuan
untuk mendapatkan keuntungan;
b. Akad Qardh yang dilakukan sebagai sarana atau kelengkapan
bagi transaksi lain yang menggunakan akad-akad mu’awadhah
(pertukaran dan dapat bersifat komersial) dalam produk yang
bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Penggunaan dana
dari pihak ketiga hanya diperbolehkan untuk tujuan komersial
antara lain seperti produk Rahn Emas, Pembiayaan Pengurusan
Haji Lembaga Keuangan Syariah, Pengalihan Utang, Syariah
Charge Card, Syariah Card, dan Anjak Piutang.
03. Bank dapat meminta jaminan atas pemberian Qardh.
04. Bank hanya boleh mengenakan biaya administrasi atas pinjaman
Qardh.

7.1
05. Pendapatan yang berasal dari biaya administrasi dalam pinjaman
Qardh yang dananya berasal dari dana pihak ketiga akan dibagi-
hasilkan, sedangkan untuk pinjaman Qardh yang dananya berasal
dari modal Bank tidak dibagi-hasilkan.
06. Ujrah dari akad ijarah atau akad lain yang dilakukan bersamaan
dengan pemberian pinjaman Qardh (untuk rahn, talangan haji, dan
pengalihan utang) yang dananya berasal dari dana pihak ketiga
maka pendapatan yang diperoleh akan dibagi-hasilkan, sedangkan
apabila dananya berasal selain dari dana pihak ketiga pendapatan
yang diperoleh tidak dibagi-hasilkan.
07. Dalam hal nasabah mengalami tunggakan pembayaran angsuran,
Bank membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai untuk
pinjaman Qardh sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PSAK
yang terkait.

D. Perlakuan Akuntansi
D.1 Pengakuan dan Pengukuran
01. Pinjaman Qardh diakui sebesar jumlah yang dipinjamkan pada saat
terjadinya.
02. Biaya administrasi, bonus, ujrah yang dananya bersumber dari dana
intern diakui sebagai pendapatan operasi lain sebesar jumlah yang
diterima.
03. Biaya administrasi, bonus, ujrah yang dananya bersumber dari dana
pihak ketiga diakui sebagai pendapatan utama lain dan dibagi-
hasilkan sebesar jumlah yang diterima.
D.2 Penyajian
01. Pinjaman Qardh yang bersumber dari intern Bank dan dana pihak
ketiga disajikan pada pos pinjaman Qardh.
02. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai pinjaman Qardh disajikan
sebagai pos lawan (contra account) pinjaman Qardh.

E. Ilustrasi Jurnal
01. Pada saat pinjaman Qardh diberikan
Db. Pinjaman Qardh
Kr. Kas/rekening/kliring
02. Pada saat penerimaan biaya administrasi/bonus/imbalan
Db. Kas

7.2
Kr. Pendapatan utama lain/pendapatan operasional lain
03. Pada saat pelunasan/cicilan
Db. Kas/rekening/kliring
Kr. Pinjaman Qardh
04. Pada saat pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai atas
pinjaman Qardh
Db. Beban kerugian penurunan nilai aset keuangan – pinjaman
Qardh
Kr. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai aset keuangan – pinjaman
Qardh
05. Pada saat pemulihan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai atas
pinjaman Qardh
Db. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai aset keuangan – pinjaman
Qardh
Kr. Beban kerugian penurunan nilai aset keuangan – pinjaman
Qardh/ Keuntungan pemulihan nilai – pinjaman Qardh

F. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan, antara lain:
01. Rincian jumlah pinjaman Qardh berdasarkan sumber dana, jenis
penggunaan dan sektor ekonomi.
02. Jumlah pinjaman Qardh yang diberikan kepada pihak yang berelasi.
03. Kebijakan manajemen dalam pelaksanaan pengendalian risiko
pinjaman Qardh.
04. Ikhtisar pinjaman Qardh yang dihapus buku yang menunjukkan
saldo awal, penghapusan selama tahun berjalan, penerimaan atas
pinjaman Qardh yang telah dihapusbukukan dan pinjaman Qardh
yang telah dihapus tagih dan saldo akhir pinjaman Qardh yang
dihapus buku.

7.3
VII.2 PINJAMAN QARDH YANG DITERIMA

A. Definisi
Pinjaman Qardh yang diterima adalah penerimaan dana berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara peminjam dan pihak yang
meminjamkan yang mewajibkan peminjam melunasi hutangnya setelah
jangka waktu tertentu.

B. Dasar Pengaturan
01. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan
Syariah.

C. Penjelasan
01. Pinjaman Qardh yang diterima merupakan pinjaman yang tidak
mempersyaratkan adanya imbalan. Namun demikian, Bank
diperkenankan untuk memberikan imbalan (bonus).
02. Bank dapat memberikan jaminan atas penerimaan Qardh.

D. Perlakuan Akuntansi
D.1 Pengakuan dan Pengukuran
01. Pinjaman Qardh yang diterima diakui sebesar jumlah dana yang
diterima pada saat terjadinya.
02. Imbalan yang diberikan kepada pemberi pinjaman Qardh diakui
sebagai beban operasional.
D.2 Penyajian
Pinjaman yang diterima disajikan sebesar jumlah nominal yang harus
diselesaikan.

E. Ilustrasi Jurnal
01. Pada saat pinjaman Qardh diterima
Db. Kas/rekening/kliring
Kr. Pinjaman yang diterima
02. Pada saat pembayaran imbalan
Db. Imbalan Qardh (beban operasional)
Kr. Kas/rekening/kliring

7.4
03. Pada saat pelunasan/cicilan
Db. Pinjaman yang diterima
Kr. Kas/rekening/kliring

F. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan, antara lain:
01. Rincian pinjaman yang diterima dari pihak berelasi dan pihak tidak
berelasi.
02. Uraian mengenai isi ketentuan penting dalam akad pinjaman yang
diterima.
03. Pengungkapan lain.

7.5
BAGIAN VIII SURAT BERHARGA

VIII.1 INVESTASI PADA SURAT BERHARGA

A. Definisi
Investasi pada surat berharga adalah investasi yang ditanamkan pada
surat berharga Syariah komersial, seperti sukuk dan surat berharga
lainnya, antara lain: Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank (SIMA),
Surat Investasi Komoditas Antar Bank (SIKA), unit penyertaan Syariah
atau kontrak investasi kolektif (reksadana), reverse repo sepanjang tidak
bertentangan dengan prinsip Syariah.

B. Dasar Pengaturan
01. PSAK 110 tentang Akuntansi Sukuk.
02. PSAK 50 tentang Instrumen Keuangan: Penyajian.
03. PSAK 55 tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran.
04. PSAK 60 tentang Instrumen Keuangan: Pengungkapan.

C. Penjelasan
01. Investasi pada surat berharga yang dilakukan oleh Bank
diperbolehkan sepanjang terdapat fatwa dari Dewan Syariah
Nasional – Majelis Ulama Indonesia dan diperkenankan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
02. Investasi pada surat berharga hanya dapat dilakukan pada surat
berharga yang diterbitkan oleh emiten yang jenis kegiatan usahanya
tidak bertentangan dengan prinsip Syariah.
03. Pada bagian surat berharga ini transaksi investasi yang dibahas
meliputi, investasi pada sukuk dan surat berharga lain yang sejenis,
investasi reksadana Syariah, dan reverse repo Syariah.

C.1 Investasi pada Sukuk dan Surat Berharga Lain yang Sejenis
01. Investasi pada sukuk dan surat berharga lain yang sejenis
diklasifikasikan menjadi:
a. Diukur pada nilai wajar; dan
b. Diukur pada biaya perolehan.
02. Basis pengklasifikasian tersebut ditentukan oleh model usaha yang
digunakan Bank.

8.1
a. Jika model usahanya bertujuan tidak untuk memperoleh arus
kas kontraktual atau persyaratan kontraktual tidak
menentukan tanggal tertentu dan/atau bagi hasil (mudharabah)
atau imbalan (ijarah), maka investasi tersebut diukur pada nilai
wajar.
b. Jika model usahanya bertujuan untuk memperoleh arus kas
kontraktual dan persyaratan kontraktual menentukan tanggal
tertentu dan/atau bagi hasil (mudharabah) atau imbalan
(ijarah), maka investasi tersebut diukur pada biaya perolehan.
Model usaha dimaksud harus ditetapkan oleh Manajemen Bank dan
tidak diterapkan pada setiap surat berharga secara individual, tetapi
pada level portofolio.

03. Model usaha yang bertujuan untuk memperoleh arus kas


kontraktual tidak mengharuskan Bank untuk memiliki sukuk hingga
jatuh tempo. Penjualan sukuk sebelum jatuh tempo dapat dilakukan
jika:
a. Sukuk tidak lagi sesuai dengan kebijakan investasi Bank,
misalnya penurunan peringkat sukuk di bawah peringkat yang
menjadi kebijakan Bank;
b. Bank membutuhkan dana modal (capital expenditure).
Akan tetapi, jika penjualan sukuk yang melebihi jumlah penjualan
yang tidak sering (infrequent), maka Bank harus melakukan
penilaian apakah dan bagaimana penjualan tersebut konsisten
dengan tujuan untuk memperoleh arus kas kontraktual.

04. Jika Bank mengelola kinerja portofolio sukuk dengan tujuan


merealisasikan arus kas melalui penjualan, maka sukuk harus
diklasifikasikan untuk diukur pada nilai wajar.
05. Jika Bank mengelola dan menilai kinerja portofolio sukuk dengan
basis nilai wajar, maka harus diklasifikasikan untuk diukur pada
nilai wajar.
06. Jika Bank memiliki portofolio sukuk untuk tujuan diperdagangkan
(trading), maka harus diklasifikasikan untuk diukur pada nilai wajar.
07. Sukuk dalam kelompok diukur pada nilai wajar tidak dapat
direklasifikasikan ke kelompok diukur pada biaya perolehan, kecuali
terjadi perubahan model usaha sebagaimana dijelaskan di atas.

8.2
08. Sukuk dapat direklasifikasi dari diukur pada nilai wajar ke diukur
pada biaya perolehan atau sebaliknya jika terdapat perubahan model
usaha.
09. Nilai wajar yang digunakan mengacu pada urutan sebagai berikut:
a. Kuotasi harga di pasar aktif;
b. Harga dari transaksi terkini;
c. Nilai wajar dari instrumen sejenis.
10. Sukuk yang dikelompokkan dalam diukur pada biaya perolehan, jika
terdapat indikasi penurunan nilai, dihitung jumlah terpulihkannya
yaitu jumlah yang akan diperoleh dari pengembalian pokok tanpa
memperhitungkan nilai kininya.
C.2 Investasi pada Reksadana Syariah
01. Investasi pada Reksadana Syariah diklasifikasikan menjadi:
a. Diukur pada nilai wajar melalui laba rugi (fair value through
profit or loss/FVTPL).
b. Tersedia untuk dijual (available for sale/AFS).
02. Nilai wajar reksa dana ditentukan berdasarkan nilai aset bersih
(NAB).
03. Reksadana yang dikelompokkan dalam klasifikasi tersedia untuk
dijual, jika terdapat indikasi penurunan nilai maka Bank mengakui
kerugian penurunan nilai. Selanjutnya apabila terdapat pemulihan
nilai maka jumlah terpulihkannya yaitu jumlah yang akan diperoleh
dari pengembalian pokok tanpa memperhitungkan nilai kininya.
C.3 Tagihan Reverse Repo Syariah
01. Transaksi reverse repo SBSN adalah transaksi pembelian SBSN oleh
Bank dari Bank Indonesia, dengan janji penjualan kembali oleh Bank
sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati.
02. Transaksi reverse repo SBSN merupakan transaksi yang dilakukan
oleh Bank Indonesia dalam rangka pengurangan likuiditas Bank
atau kontraksi moneter.
03. Transaksi reverse repo SBSN dilakukan dengan menggunakan akad
al bai’ (jual beli) yang disertai dengan al wa’ad (janji) oleh Bank
kepada Bank Indonesia, dalam dokumen terpisah, untuk menjual
kembali SBSN dalam jangka waktu dan harga tertentu yang
disepakati.
04. Jangka waktu transaksi reverse repo SBSN paling singkat satu hari
dan paling lama dua belas bulan yang dinyatakan dalam hari yang

8.3
dihitung sejak satu hari setelah tanggal setelmen sampai dengan
tanggal jatuh waktu.
05. Harga SBSN ditetapkan dan diumumkan oleh Bank Indonesia di BI-
SSSS dan/atau sarana lainnya dengan mempertimbangkan antara
lain harga pasar masing-masing jenis dan seri SBSN.
06. SBSN yang dapat di-reverse repo-kan terdiri dari SBSN jangka
panjang dan SBSN jangka pendek.

D. Perlakuan Akuntansi
D.1 Pengakuan dan Pengukuran
01. Sukuk dan Surat Berharga Lain yang Sejenis
a. Kategori ‘diukur pada nilai wajar’
i. Pada pengakuan awal, sukuk diukur pada biaya perolehan
yaitu nilai wajarnya sedangkan untuk biaya transaksi
diakui secara terpisah sebagai biaya investasi.
ii. Setelah pengakuan awal, sukuk diukur pada nilai wajar
dan perubahan nilai wajar diakui dalam laba rugi.
b. Kategori ‘diukur pada biaya perolehan’
i. Pada pengakuan awal, sukuk diukur pada biaya perolehan
yaitu nilai wajar ditambah biaya transaksi.
ii. Setelah pengakuan awal, selisih antara biaya perolehan
dan nilai nominal diamortisasi secara garis lurus selama
jangka waktu sukuk.
iii. Kerugian penurunan nilai diakui dalam laba rugi tahun
berjalan.
02. Reksadana Syariah
a. Kategori ‘diukur pada nilai wajar melalui laba rugi’
i. Pada pengakuan awal, reksadana Syariah diukur pada
biaya perolehan yaitu nilai wajarnya.
ii. Setelah pengakuan awal, reksadana Syariah diukur pada
nilai wajar dan perubahan nilai wajar diakui dalam laba
rugi.
b. Kategori ‘tersedia untuk dijual’
i. Pada pengakuan awal, reksadana Syariah diukur pada
biaya perolehan yaitu nilai wajar ditambah biaya transaksi.

8.4
ii. Setelah pengakuan awal, reksadana Syariah diukur pada
nilai dan perubahan nilai wajar diakui dalam penghasilan
komprehensif lain.
iii. Kerugian penurunan nilai diakui dalam laba rugi tahun
berjalan
03. Tagihan reverse repo Syariah
a. Pada saat pengakuan awal, tagihan reverse repo Syariah diukur
sebesar jumlah yang dibayarkan.
b. Setelah pengakuan awal, selisih antara jumlah yang dibayarkan
dan nilai jatuh tempo diamortisasi secara garis lurus sampai
dengan jatuh tempo dan diakui sebagai pendapatan.
D.2 Penyajian
01. Sukuk dalam kategori ‘diukur pada nilai wajar’ disajikan sebesar nilai
wajar, dengan selisih nilai wajar disajikan dalam laba rugi.
02. Sukuk dalam kategori ‘diukur biaya perolehan’ disajikan sebesar
biaya perolehan setelah amortisasi.
03. Reksadana Syariah dalam kategori ‘diukur pada nilai wajar melalui
laba rugi’ disajikan sebesar nilai wajar, dengan selisih nilai wajar
disajikan dalam laba rugi.
04. Reksadana Syariah dalam kategori ‘tersedia untuk dijual’ disajikan
sebesar nilai wajar, dengan selisih nilai wajar disajikan dalam
penghasilan komprehensif lain.
05. Tagihan reverse repo Syariah disajikan sebesar biaya perolehan yang
diamortisasi.
06. Kerugian penurunan nilai disajikan sebagai pos lawan dari investasi
pada surat berharga.

E. Ilustrasi Jurnal
E.1 Sukuk dalam kategori ‘diukur pada nilai wajar’
01. Pada saat pengakuan awal
Db. Investasi pada surat berharga
Db. Beban investasi
Kr. Kliring

02. Pada akhir periode pelaporan


a. Pengakuan bagi hasil/imbalan
Db. Piutang bagi hasil/imbalan
Kr. Pendapatan investasi

8.5
b. Jika nilai wajar lebih besar dari nilai tercatat
Db. Investasi pada surat berharga
Kr. Penyesuaian nilai wajar

c. Jika nilai wajar lebih kecil dari nilai tercatat


Db. Penyesuaian nilai wajar
Kr. Investasi pada surat berharga

03. Pada saat penjualan


Db. Kliring
Db/Kr. Kerugian/keuntungan
Kr. Investasi pada surat berharga
E.2 Sukuk dalam kategori ‘biaya perolehan’
01. Pada saat pengakuan awal
a. Untuk transaksi premium
Db. Investasi pada surat berharga – nominal
Db. Investasi pada surat berharga – premium dan biaya
transaksi
Kr. Kliring
b. Untuk transaksi diskonto
Db. Investasi pada surat berharga – nominal
Kr. Investasi pada surat berharga – diskonto
Kr. Kliring
02. Pada akhir periode pelaporan
a. Pengakuan bagi hasil/imbalan
Db. Piutang bagi hasil/imbalan
Kr. Pendapatan investasi
b. Amortisasi premium
Db. Piutang bagi hasil/imbalan
Kr. Investasi pada surat berharga – premium dan biaya
transaksi
Kr. Pendapatan investasi
c. Amortisasi diskonto
Db. Piutang bagi hasil/imbalan
Db. Investasi pada surat berharga – diskonto
Kr. Pendapatan investasi
03. Pada saat terjadi penurunan nilai
Db. Kerugian penurunan nilai

8.6
Kr. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai
04. Pada saat terjadi pemulihan penurunan nilai
Db. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai
Kr. Kerugian penurunan nilai
05. Pada saat jatuh tempo
Db. Kliring
Kr. Investasi pada surat berharga – nominal
E.3 Reksadana Syariah dalam kategori ‘diukur pada nilai wajar melalui
laba rugi’
01. Pada saat pengakuan awal
Db. Investasi pada surat berharga
Db. Beban investasi
Kr. Kliring

02. Pada akhir periode pelaporan


a. Jika nilai wajar lebih besar dari nilai tercatat
Db. Investasi pada surat berharga
Kr. Keuntungan

b. Jika nilai wajar lebih kecil dari nilai tercatat


Db. Kerugian
Kr. Investasi pada surat berharga

03. Pada saat penjualan


Db. Kliring
Db/Kr. Kerugian/keuntungan
Kr. Investasi pada surat berharga
E.4 Reksadana Syariah dalam kategori ‘tersedia untuk dijual’
01. Pada saat pengakuan awal
Db. Investasi pada surat berharga
Kr. Kliring
02. Pada akhir periode pelaporan
a. Jika nilai wajar lebih besar dari nilai tercatat
Db. Investasi pada surat berharga
Kr. Penghasilan komprehensif lain

b. Jika nilai wajar lebih kecil dari nilai tercatat


Db. Penghasilan komprehensif lain
Kr. Investasi pada surat berharga

8.7
03. Pada saat penjualan
Db. Kliring
Db/Kr. Penghasilan komprehensif lain
Db/Kr. Kerugian/keuntungan
Kr. Investasi pada surat berharga
E.5 Tagihan Reverse Repo Syariah
01. Pada awal transaksi tagihan Reverse Repo Syariah
Db. Tagihan Reverse Repo Syariah
Kr. Tagihan Reverse Repo Syariah – diskonto
Kr. Giro BI
02. Pada saat amortisasi diskonto
Db. Tagihan Reverse Repo Syariah – diskonto
Kr. Pendapatan tagihan Reverse Repo Syariah
03. Pada saat jatuh tempo
Db. Giro BI
Kr. Tagihan Reverse Repo Syariah

F. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:
01. Sukuk dan Surat Berharga Lain yang Sejenis
a. Klasifikasi berdasarkan jumlah;
b. Tujuan model usaha yang digunakan;
c. Jumlah yang direklasifikasi, jika ada, dan penyebabnya; dan
d. Nilai wajar untuk investasi yang diukur pada biaya perolehan.
02. Reksadana Syariah
a. Ikhtisar kebijakan akuntansi yang penting
b. Kategorisasi dan jumlah tercatat surat berharga, yaitu ‘diukur
pada nilai wajar melalui laba rugi’ dan ‘tersedia untuk dijual’.
c. Perubahan nilai wajar yang ‘diukur pada nilai wajar melalui laba
rugi’.
d. Informasi yang memungkinkan pengguna Laporan Keuangan
mengevaluasi jenis dan besarnya resiko yang timbul dari
aktivitas surat berharga sebagaimana pada huruf e sampai f di
bawah.
e. Tujuan, kebijakan, dan proses pengelolaan risiko dan metode
pengukuran risiko surat berharga dan perubahan dari periode
sebelumnya (jika ada).

8.8
f. Analisis terhadap surat berharga berdasarkan kategori surat
berharga yang memiliki karakteristik ekonomi yang sama.
Analisis tersebut mencakup:
i. Jumlah yang mencerminkan eksposur risiko surat
berharga pada tanggal laporan tanpa memperhitungkan
agunan atau bentuk mitigasi risiko lainnya;
ii. Jenis dan jumlah agunan serta bentuk mitigasi risiko
lainnya atas eksposur surat berharga sebagaimana pada
butir i diatas.
g. Jumlah surat berharga yang diterbitkan oleh pihak yang
berelasi.
03. Tagihan reverse repo Syariah
a. Jangka waktu atau jatuh tempo tagihan reverse repo Syariah.
b. Tingkat potongan atau diskonto.

8.9
VIII.2 PENYERTAAN

A. Definisi
01. Penyertaan adalah penanaman dana Bank dalam bentuk saham baik
dalam Rupiah maupun valuta asing pada bank atau perusahaan
lembaga keuangan bukan bank untuk tujuan investasi jangka
panjang dan tidak untuk diperjualbelikan. Termasuk dalam cakupan
penyertaan adalah penyertaan modal sementara.
02. Penyertaan Modal Sementara adalah penyertaan oleh Bank dalam
perusahaan debitur untuk mengatasi kegagalan pembiayaan
sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
berlaku.
03. Entitas asosiasi adalah suatu entitas, termasuk entitas nonkorporasi
seperti persekutuan, dimana Bank mempunyai pengaruh signifikan
dan bukan merupakan entitas anak ataupun bagian partisipasi
dalam ventura bersama.
04. Pengendalian bersama entitas adalah suatu entitas dimana Bank
memiliki pengendalian bersama dengan venturer lain atas entitas
tersebut.

B. Dasar Pengaturan
01. PSAK 12 tentang Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama.
02. PSAK 15 tentang Investasi pada Entitas Asosiasi.

C. Penjelasan
01. Pengaruh Signifikan
a. Bank dianggap mempunyai pengaruh signifikan jika mempunyai
secara langsung maupun tidak langsung (melalui entitas anak)
20%-50% hak suara investee, kecuali dapat dibuktikan dengan
jelas bahwa Bank tidak mempunyai pengaruh signifikan.
b. Bank dianggap tidak mempunyai pengaruh signifikan jika Bank
mempunyai secara langsung maupun tidak langsung (melalui
entitas anak) kurang dari 20% hak suara investee, kecuali dapat
dibuktikan dengan jelas bahwa Bank mempunyai pengaruh
signifikan.
c. Bukti adanya pengaruh signifikan:

8.10
i. Keterwakilan dalam Dewan Direksi dan Dewan Komisaris
atau organ setara di investee.
ii. Partisipasi dalam proses pembuatan kebijakan, termasuk
partisipasi dalam pengambilan keputusan tentang dividen
atau distribusi lain.
iii. Adanya transaksi material antara Bank dengan investee.
iv. Pertukaran personel manajerial.
v. Penyediaan informasi teknis pokok.
d. Dalam menilai keberadaan pengaruh signifikan, hak suara
potensial yang dimiliki Bank dan investor lain harus
dipertimbangkan.
02. Pengendalian Bersama
Pengendalian Bersama harus didukung oleh suatu perjanjian
kontraktual.
03. Pengendalian
a. Pengendalian dianggap ada ketika Bank memiliki secara
langsung atau tidak langsung melalui entitas anak lebih dari
setengah kekuasaan suara suatu entitas, kecuali dalam
keadaan yang jarang dapat ditunjukkan secara jelas bahwa
kepemilikan tersebut tidak diikuti dengan pengendalian.
b. Pengendalian juga ada ketika Bank memiliki setengah atau
kurang kekuasaan suara suatu entitas jika terdapat:
i. kekuasaan yang melebihi setengah hak suara sesuai
perjanjian dengan investor lain;
ii. kekuasaan untuk mengatur kebijakan keuangan dan
operasional entitas berdasarkan anggaran dasar atau
perjanjian;
iii. kekuasaan untuk menunjuk atau mengganti sebagian
besar Dewan Direksi dan Dewan Komisaris atau organ
pengatur setara dan mengendalikan entitas melalui Dewan
atau organ tersebut; atau
iv. kekuasaan untuk memberikan suara mayoritas pada rapat
Dewan Direksi dan Dewan Komisaris atau organ pengatur
setara dan mengendalikan entitas melalui Dewan Direksi
dan Dewan Komisaris atau organ tersebut.
04. Penyertaan diperlakukan sebagai:

8.11
a. Investasi pada aset keuangan jika Bank tidak memiliki
pengaruh signifikan, pengendalian bersama, atau pengendalian
atas investee. Ketentuan akuntansi untuk investasi pada
instrumen keuangan mengacu ke investasi pada reksadana.
b. Investasi pada entitas asosiasi jika Bank memiliki pengaruh
signifikan. Investasi pada entitas asosiasi dicatat dengan
menggunakan metode ekuitas.
c. Investasi pada ventura bersama, jika Bank memiliki
pengendalian bersama. Investasi pada ventura bersama dicatat
dengan menggunakan metode ekuitas.
d. Investasi pada entitas anak jika Bank memiliki pengendalian.
Entitas anak harus dikonsolidasi.
05. Dalam bagian ini hanya dijelaskan mengenai pencatatan dengan
menggunakan metode ekuitas.

D. Perlakuan Akuntansi
D.1 Pengakuan dan pengukuran
01. Penyertaan pada awalnya diakui sebesar biaya perolehan.
02. Laba rugi investee diakui sebesar bagian investor atas laba atau rugi
tersebut sebagai pendapatan/beban dan penambah/pengurang
jumlah tercatat penyertaan.
03. Penghasilan komprehensif lain investee diakui sebesar bagian
investor atas penghasilan komprehensif lain tersebut sebagai
penghasilan komprehensif lain dan penambah/pengurang jumlah
tercatat penyertaan.
04. Dividen tunai diakui sebagai pengurang jumlah tercatat penyertaan.
05. Akumulasi kerugian yang diakui tidak boleh mengakibatkan nilai
investasi menjadi negatif.
D.2 Penyajian
Penyertaan disajikan sebesar jumlah tercatat.

E. Ilustrasi Jurnal
01. Pada saat penyertaan
Db. Penyertaan
Kr. Rekening
02. Pada saat pengakuan bagian laba
Db. Penyertaan

8.12
Kr. Bagian laba
03. Pada saat pengakuan bagian rugi
Db. Bagian rugi
Kr. Penyertaan
04. Pada saat pengakuan dividen
Db. Rekening/piutang dividen
Kr. Penyertaan
05. Pada saat pelepasan
Db. Rekening
Db/Kr. Penghasilan komprehensif lain
Db/Kr. Kerugian/keuntungan
Kr. Penyertaan

F. Pengungkapan
01. Investasi pada entitas asosiasi
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:
a. Nilai wajar investasi pada entitas asosiasi yang tersedia kuotasi
harga yang dipublikasikan.
b. Ringkasan informasi keuangan entitas asosiasi.
c. Alasan mengapa mempunyai pengaruh signifikan, namun Bank
memiliki kurang dari 20% hak investee.
d. Alasan mengapa tidak mempunyai pengaruh signifikan, namun
Bank memiliki lebih dari 20% hak investee.
e. Sifat dan tingkatan pembatasan signifikan atas kemampuan
entitas asosiasi mentransfer dana kepada Bank dalam bentuk
dividen tunai.
f. Bagian rugi entitas asosiasi yang tidak diakui apabila kerugian
telah melewati nilai investasi.
02. Investasi pada ventura bersama
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:
a. Jumlah liabilitas kontijensi (jika ada) yang ditanggung venturer
sendiri dan para venturer, bagian liabilitas kontijensi ventura
bersama, dan liabilitas kontijensi atas venturer lain.
b. Komitmen modal venturer sendiri dan para venturer, dan bagian
komitmen modal ventura bersama.

8.13
c. Daftar dan penjelasan bagian partisipasi dalam ventura bersama
yang signifikan dan bagian partisipasi kepemilikan dalam
pengendalian bersama entitas.
d. Jumlah agregat aset, liabilitas, penghasilan dan beban yang
terkait dengan partisipasinya dalam ventura bersama.

8.14
VIII.3 SURAT BERHARGA YANG DITERBITKAN

A. Definisi
Surat berharga yang diterbitkan adalah surat berharga Syariah yang
diterbitkan oleh Bank seperti sukuk, sertifikat investasi komoditas antar
bank (SIKA), dan surat berharga lain.

B. Dasar Pengaturan
01. PSAK 110 tentang Akuntansi Sukuk.

C. Penjelasan
01. Surat berharga yang diterbitkan oleh Bank antara lain menggunakan
akad ijarah, mudharabah, dan akad Syariah lain.
02. Dalam hal penerbitan surat berharga, khususnya sukuk umumnya
tidak hanya menggunakan satu akad (seperti ijarah dan
mudharabah) tetapi dapat dikombinasikan dengan akad lain. Semua
akad tersebut diperlakukan sebagai satu kesatuan akad dalam
penerbitan surat berharga.

D. Perlakuan Akuntansi
D.1 Pengakuan dan Pengukuran
01. Surat berharga dengan akad ijarah dan akad yang lain.
a. Surat berharga diakui sebesar:
i. nilai nominal dikurangi diskonto dan biaya yang terkait
dengan penerbitan surat berharga (biaya transaksi);
ii. nilai nominal ditambah premium dan dikurangi biaya
transaksi.
b. Selisih antara jumlah tercatat dan nilai nominal diamortisasi
secara garis lurus selama jangka waktu akad dan diakui sebagai
beban penerbitan surat berharga.
c. Imbalan atau bentuk lain yang dibayarkan kepada pemegang
surat berharga diakui sebagai beban surat berharga.
02. Surat berharga dengan akad mudharabah dan musyarakah.
a. Surat berharga diakui sebesar nilai nominal.
b. Biaya transaksi diakui sebagai beban ditangguhkan dan
diamortisasi selama masa akad sebagai beban penerbitan surat
berharga.

8.15
c. Bagi hasil yang menjadi hak pemilik surat berharga diakui
sebagai pengurang pendapatan, bukan sebagai beban surat
berharga.
D.2 Penyajian
01. Surat berharga dengan akad ijarah dan akad yang lain disajikan
sebagai liabilitas sebesar nilai nominal dikurangi setelah premium
atau diskonto dan biaya transaksi yang belum diamortisasi.
02. Surat berharga dengan akad mudharabah dan musyarakah disajikan
sebagai dana syirkah temporer sebesar nilai nominal. Biaya
penerbitan surat berharga tersebut disajikan sebagai beban
tangguhan.

E. Ilustrasi Jurnal
E.1 Surat berharga dengan akad ijarah dan akad lain
01. Pada saat penerbitan:
a. Diterbitkan pada nominal
Db. Kas/rekening/kliring
Db. Surat berharga – biaya transaksi
Kr. Surat berharga
b. Diterbitkan pada premium
Db. Kas/rekening/kliring
Db. Surat berharga – biaya transaksi
Kr. Surat berharga
Kr. Surat berharga – premium
c. Diterbitkan pada diskonto
Db. Kas/rekening/kliring
Db. Surat berharga – diskonto
Db. Surat berharga – biaya transaksi
Kr. Surat berharga
02. Pada saat amortisasi:
a. Diterbitkan pada nominal
Db. Beban penerbitan
Kr. Surat berharga – biaya transaksi
Db. Beban surat berharga
Kr. Utang imbalan surat berharga
b. Diterbitkan pada premium
Db. Beban penerbitan

8.16
Db. Surat berharga – premium
Kr. Surat berharga – biaya transaksi
Db. Beban surat berharga
Kr. Utang imbalan surat berharga
c. Diterbitkan pada diskonto
Db. Beban penerbitan
Kr. Surat berharga – diskonto
Kr. Surat berharga – biaya transaksi
Db. Beban surat berharga
Kr. Utang imbalan surat berharga
03. Pada saat pembayaran imbalan:
Db. Utang imbalan surat berharga
Kr. Kas/rekening/kliring
04. Pada saat jatuh tempo:
Db. Surat berharga
Kr. Kas/rekening/kliring
E.2 Surat berharga dengan akad mudharabah dan musyarakah
05. Pada saat penerbitan:
Db. Kas/rekening/kliring
Db. Beban ditangguhkan
Kr. Surat berharga
06. Pada saat amortisasi:
Db. Beban penerbitan
Kr. Beban ditangguhkan
07. Pada saat pengakuan pendapatan bagi hasil:
Db. Kas/rekening/kliring
Kr. Pendapatan yang terkait
Kr. Utang bagi hasil surat berharga
08. Pada saat pembayaran bagi hasil:
Db. Utang bagi hasil surat berharga
Kr. Kas/rekening/kliring
09. Pada saat jatuh tempo:
Db. Surat berharga
Kr. Kas/rekening/kliring

8.17
F. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:
01. Uraian tentang persyaratan utama dalam penerbitan surat berharga,
termasuk:
a. ringkasan akad Syariah yang digunakan;
b. aset atau manfaat, atau aktivitas yang mendasari;
c. besaran imbalan, atau prinsip pembagian hasil usaha, dasar
bagi hasil, dan besaran nisbah bagi hasil;
d. nilai nominal;
e. jangka waktu;
f. persyaratan penting lain.
02. Penjelasan mengenai aset atau manfaat yang mendasari penerbitan
surat berharga dengan akad ijarah, termasuk jenis dan umur
ekonomis.
03. Penjelasan mengenai aktivitas yang mendasari penerbitan surat
berharga dengan akad mudharabah, termasuk jenis usaha,
kecenderungan (tren) usaha, pihak yang mengelola usaha (jika
dilakukan pihak lain).
04. Pengungkapan lain.

8.18
BAGIAN IX PENEMPATAN PADA BANK INDONESIA DAN
BANK LAIN

IX.1. KAS

A. Definisi
Kas adalah mata uang kertas dan logam baik Rupiah maupun valuta
asing yang masih berlaku sebagai alat pembayaran yang sah.

B. Dasar Pengaturan
01. PSAK 50 tentang Instrumen Keuangan: Penyajian.
02. PSAK 55 tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran.
03. PSAK 60 tentang Instrumen Keuangan: Pengungkapan.

C. Penjelasan
01. Dalam pengertian kas termasuk mata uang Rupiah dan valuta asing
yang ditarik dari peredaran dan yang masih dalam tenggang waktu
penukaran ke Bank Indonesia atau Bank Sentral negara yang
bersangkutan. Kas termasuk kas besar, kas kecil, kas ATM dan kas
dalam perjalanan. Kas tidak termasuk emas batangan dan uang
logam yang diterbitkan untuk memperingati peristiwa nasional
(commemorative coin), mata uang emas, logam asing dan kertas asing
yang sudah tidak berlaku.
02. Saldo mata uang kertas dan logam asing yang ditarik dari peredaran
disajikan dalam rekening ”aset lainnya” sebesar nilai nominal
dikurangi dengan taksiran biaya repatriasi.
03. Dalam rangka penyusunan Laporan Arus Kas, yang dimaksud
dengan kas dan setara kas adalah:
a. Kas;
b. Giro pada Bank Indonesia; dan
c. Giro pada Bank lain
04. Kas merupakan aset keuangan yang diklasifikasikan sebagai
“pinjaman yang diberikan dan piutang (loans and receivables)”, yang
dicatat pada nilai nominal dan tidak ada penurunan nilai.

9.1
D. Perlakuan Akuntansi
D1. Pengakuan dan Pengukuran
Transaksi kas diakui sebesar nilai nominal.
D2. Penyajian
Kas disajikan pada urutan pertama dalam aset.

E. Ilustrasi Jurnal
01. Kas Rupiah
a. Penerimaan setoran:
Db. Kas Rupiah
Kr. Rekening yang dituju
b. Penarikan:
Db. Rekening yang ditarik
Kr. Kas Rupiah
02. Kas mata uang asing
Lihat penjelasan pada Bagian II.C Metode Pencatatan Transaksi
Mata Uang Asing.

F. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:
01. Klasifikasi kas sebagai “pinjaman yang diberikan dan piutang”;
02. Kas dalam mesin ATM jika jumlahnya material.

9.2
IX.2. PENEMPATAN PADA BANK INDONESIA

A. Definisi
Penempatan pada Bank Indonesia adalah penempatan/tagihan Bank baik
dalam Rupiah maupun valuta asing kepada Bank Indonesia.

B. Dasar Pengaturan
01. PSAK 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
02. PSAK 50 tentang Instrumen Keuangan: Penyajian.
03. PSAK 55 tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran.
04. PSAK 60 tentang Instrumen Keuangan: Pengungkapan.

C. Penjelasan
01. Penempatan pada Bank Indonesia terdiri dari:
a. Giro pada Bank Indonesia, yaitu saldo rekening giro Bank di Bank
Indonesia, baik dalam Rupiah maupun mata uang asing;
b. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), yaitu surat berharga
dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia
berjangka waktu pendek berdasarkan prinsip Syariah; dan
c. Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah (FASBIS), yaitu
fasilitas simpanan dalam Rupiah yang disediakan oleh Bank
Indonesia kepada Bank untuk menempatkan dananya di Bank
Indonesia dalam rangka standing facilities berdasakan prinsip
Syariah.
02. Giro pada Bank Indonesia merupakan salah satu alat likuid dan
tidak dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan.
03. Giro pada Bank Indonesia merupakan aset keuangan yang
diklasifikasikan sebagai “pinjaman yang diberikan dan piutang
(loans and receivables)”, yang dicatat pada biaya perolehan yang
diamortisasi. Namun mengingat tidak ada biaya transaksi yang
timbul maka Giro pada Bank Indonesia dicatat pada biaya perolehan
dan tidak ada penurunan nilai.
04. Jika Bank mendapat fasilitas dari Bank Indonesia untuk menutup
kekurangan giro pada Bank Indonesia maka fasilitas tersebut
disajikan sebagai liabilitas kepada Bank Indonesia.

9.3
05. SBIS menggunakan akad ju’alah dan merupakan instrumen moneter
yang tidak dapat diperjualbelikan (non-tradeable) atau dipindah-
tangankan, dan bukan merupakan bagian dari portofolio investasi
Bank.
06. FASBIS menggunakan akad wa’diah dengan jangka waktu paling
lama 14 (empat belas) hari kalender dihitung dari tanggal
penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh tempo.
07. FASBIS tidak dapat diperdagangkan, tidak dapat diagunkan, dan
tidak dapat dicairkan sebelum jatuh tempo.

D. Perlakuan Akuntansi
D1. Pengakuan dan Pengukuran
01. Penempatan pada Bank Indonesia diakui sebesar biaya perolehan
(nilai nominal).
02. Beban yang dikenakan atas denda kekurangan GWM diakui pada
saat dikenakan denda oleh Bank Indonesia sebagai beban operasi
lainnya.
03. Imbalan atas SBIS diakui secara akrual.
04. Bonus atas FASBIS diakui pada saat jatuh tempo.
D2. Penyajian
Saldo rekening giro pada Bank Indonesia tidak boleh
dikurangi/dikompensasi (saling hapus) dengan saldo fasilitas likuiditas
yang diterima Bank dari Bank Indonesia dan fasilitas pendanaan jangka
pendek Syariah.

E. Ilustrasi Jurnal
01. Pada saat penempatan:
a. Giro pada Bank Indonesia
Db. Giro pada Bank Indonesia
Kr. Kas/kliring
b. Sertifikat Bank Indonesia Syariah
Db. SBIS
Kr. Giro pada Bank Indonesia
c. Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah
Db. FASBIS
Kr. Giro pada Bank Indonesia

9.4
02. Pada saat pengakuan bonus atau imbalan
a. Bonus atas FASBIS yang diakui pada saat jatuh tempo
Db. Giro pada Bank Indonesia
Kr. Pendapatan dari penempatan pada BI - Pendapatan operasi
utama lainnya
b. Imbalan atas SBIS yang diakui secara akrual
i. Pada saat pengakuan pendapatan imbalan
Db. Pendapatan imbalan pada SBIS yang akan diterima
Kr. Pendapatan operasi utama lainnya
ii. Pada saat menerima pembayaran imbalan
Db. Giro pada Bank Indonesia
Kr. Pendapatan imbalan pada SBIS yang akan diterima
03. Pada saat pengakuan beban denda untuk masuk ke kewajiban pada
BI:
Db. Beban operasional
Kr. Giro pada Bank Indonesia
04. Pada saat penarikan:
Db. Kas/kliring
Kr. Giro pada Bank Indonesia
05. Pada saat jatuh tempo:
a. Sertifikat Bank Indonesia Syariah
Db. Giro pada Bank Indonesia
Kr. SBIS
b. Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah
Db. Giro pada Bank Indonesia
Kr. FASBIS
06. Pada saat mendapat fasilitas pendanaan (kewajiban pada Bank
Indonesia):
Db. Giro pada Bank Indonesia
Kr. Liabilitas kepada Bank Indonesia

F. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:
01. Rincian jumlah penempatan pada Bank Indonesia menurut jenis,
jangka waktu dan jenis mata uang.

9.5
IX.3. PENEMPATAN PADA BANK LAIN

A. Definisi
Penempatan pada Bank Lain adalah penempatan/tagihan atau simpanan
milik Bank dalam Rupiah dan atau valuta asing pada Bank Lain, baik
yang melakukan kegiatan operasional di Indonesia maupun diluar
Indonesia baik untuk menunjang kelancaran transaksi antar bank
maupun sebagai secondary reserve dengan maksud untuk memperoleh
penghasilan.

B. Dasar Pengaturan
01. PSAK 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
02. PSAK 50 tentang Instrumen Keuangan: Penyajian.
03. PSAK 55 tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran.
04. PSAK 60 tentang Instrumen Keuangan: Pengungkapan.

C. Penjelasan
01. Penempatan pada Bank Lain adalah penempatan dalam bentuk giro,
tabungan dan deposito pada Bank lain, dan giro dan tabungan pada
bank konvensional.
02. Pada dasarnya Bank harus melakukan penempatan pada Bank lain.
Dalam hal terdapat penempatan pada bank konvensional, maka
pendapatan bunga dan jasa giro yang diterima dari bank
konvensional, diakui sebagai sumber dana kebajikan.
03. Bagi hasil dan bonus yang diterima dari Bank lain dibagihasilkan
kepada nasabah.
04. Penempatan pada bank lain merupakan aset keuangan yang
diklasifikasikan sebagai “pinjaman yang diberikan dan piutang
(loans and receivables)”, yang dicatat pada biaya perolehan yang
diamortisasi. Namun mengingat tidak ada biaya transaksi yang
timbul maka penempatan pada bank konvensional dicatat pada
biaya perolehan.

D. Perlakuan Akuntansi
D1. Pengakuan dan Pengukuran
01. Penempatan pada Bank lain

9.6
a. Transaksi penempatan pada Bank lain diakui sebesar nilai
nominal.
b. Bonus dan/atau bagi hasil dari Bank lain diakui sebesar nilai
nominal yang diterima pada saat diterima.
c. Penempatan pada Bank lain dibentuk Cadangan Kerugian
Penurunan Nilai (CKPN) sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam PSAK yang terkait.
02. Penempatan pada Bank Konvensional
a. Transaksi penempatan pada bank konvensional diakui sebesar
nilai nominal.
b. Pendapatan bunga dari bank konvensional diakui sebagai
penerimaan dana kebajikan pada pos pendapatan non halal
sebesar nilai nominal yang diterima.
c. Penempatan pada bank konvensional dibentuk Cadangan
Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam PSAK yang terkait.
D2 Penyajian
01. Saldo penempatan pada bank lain tidak boleh saling hapus (off-
setting) dengan saldo kewajiban kepada bank lain tersebut.
02. Saldo CKPN dari penempatan pada bank lain disajikan sebagai pos
lawan (contra account) dari penempatan pada bank lain tersebut.

E. Ilustrasi Jurnal
01. Penempatan pada Bank lain
a. Pada saat penempatan:
Db. Penempatan pada Bank lain
Kr. Kas/kliring
b. Pada saat penerimaan pendapatan:
Db. Penempatan pada Bank lain
Kr. Pendapatan bagi hasil/bonus
c. Pada saat pembentukan CKPN:
Db. Beban CKPN
Kr. CKPN
d. Pada saat penarikan/jatuh tempo:
Db. Kas /kliring
Kr. Penempatan pada Bank lain

9.7
02. Penempatan pada bank konvensional
a. Pada saat penempatan:
Db. Penempatan pada bank konvensional
Kr. Kas/kliring
b. Pada saat penerimaan pendapatan:
Db. Penempatan pada bank konvensional
Kr. Rekening Dana Kebajikan
c. Pada saat pembentukan CKPN:
Db. Beban CKPN
Kr. CKPN
d. Pada saat penarikan/jatuh tempo:
Db. Kas/kliring
Kr. Penempatan pada bank konvensional

F. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:
01. Penempatan pada Bank lain dengan akad Wadiah
a. Jenis penempatan (giro wadiah, tabungan wadiah, dan lain
yang sejenis),
b. Kualitas giro;
c. Jenis mata uang;
d. Pihak berelasi;
e. Jumlah giro yang diblokir dan alasannya; dan
f. Jumlah yang tidak dapat dicairkan pada bank bermasalah.
02. Penempatan pada Bank lain dengan akad Mudharabah
a. Jenis penempatan (tabungan mudharabah, deposito
mudharabah, dan lain-lain yang sejenis),
b. Jumlah penempatan;
c. Jenis mata uang;
d. Jangka waktu (rata-rata atau per kelompok);
e. Kualitas penempatan;
f. Tingkat bagi hasil/bonus;
g. Pihak berelasi;
h. Jumlah dana yang diblokir dan alasannya; dan
i. Jumlah dana yang tidak dapat dicairkan pada bank
bermasalah, bank beku operasi atau likuidasi termasuk tingkat

9.8
kemungkinan diterimanya kembali dana tersebut berdasarkan
konfirmasi dari otoritas yang berwenang.

9.9
IX.4. SIMPANAN DARl BANK LAIN

A. Definisi
01. Simpanan dari bank lain adalah kewajiban Bank kepada bank lain
baik di dalam negeri maupun di luar negeri dalam bentuk antara lain
giro Wadiah, tabungan Wadiah.
02. Wadiah adalah titipan bank lain yang harus dijaga dan dikembalikan
setiap saat bila bank penitip menghendaki dananya kembali. Bank
yang menerima titipan bertanggung jawab atas pengembalian titipan
tersebut.

B. Dasar Pengaturan
01. PSAK 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
02. PSAK 50 tentang Instrumen Keuangan: Penyajian.
03. PSAK 55 tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran.
04. PSAK 60 tentang Instrumen Keuangan: Pengungkapan.

C. Penjelasan
01. Giro Wadiah adalah titipan bank lain pada Bank yang penarikannya
dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro,
sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara
pemindahbukuan. Termasuk didalamnya giro Wadiah yang diblokir
untuk tujuan tertentu misalnya dalam rangka escrow account, giro
yang diblokir oleh yang berwajib karena suatu perkara.
02. Tabungan Wadiah adalah titipan bank lain pada Bank yang
penarikannya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang
disepakati dengan kuitansi, sarana perintah pembayaran lainnya
atau dengan cara pemindahbukuan.

D. Perlakuan Akuntansi
D1. Pengakuan dan pengukuran
01. Giro Wadiah
a. Giro Wadiah diakui sebesar nominal penyetoran atau penarikan
yang dilakukan oleh pemilik rekening.

9.10
b. Setoran giro Wadiah yang diterima secara tunai diakui pada saat
uang diterima. Setoran giro Wadiah melalui kliring diakui setelah
efektif diterima.
02. Tabungan Wadiah
a. Tabungan Wadiah diakui sebesar nominal penyetoran atau
penarikan yang dilakukan oleh pemilik rekening.
b. Setoran tabungan Wadiah yang diterima secara tunai diakui pada
saat uang diterima. Setoran tabungan Wadiah melalui kliring
diakui setelah efektif diterima.
03. Pemberian bonus atas simpanan kepada nasabah diakui sebagai
beban pada saat terjadinya.
D2. Penyajian
Saldo simpanan Wadiah bank lain disajikan sebesar jumlah nominalnya
untuk masing-masing bentuk simpanan.

E. llustrasi Jurnal
01. Pada saat penerimaan titipan
Db. Kas/kliring/pemindahbukuan
Kr. Giro/tabungan Wadiah bank lain
02. Pada saat penarikan
Db. Giro/tabungan Wadiah bank lain
Kr. Kas/kliring/pemindahbukuan
03. Pembayaran bonus giro/tabungan Wadiah bank lain
Db. Beban bonus giro/tabungan Wadiah bank lain
Kr. Giro/tabungan Wadiah bank lain

F. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan, antara lain:
01. Rincian simpanan mengenai:
a. Jumlah dan jenis simpanan, termasuk pihak berelasi.
b. Jumlah simpanan yang diblokir untuk tujuan tertentu.
02. Pemberian fasilitas istimewa kepada penyimpan.

9.11
BAGIAN X ASET TETAP, ASET TIDAK BERWUJUD, DAN
ASET YANG DIAMBIL-ALIH

X.1 ASET TETAP

A. Definisi
Aset Tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan
dalam penyediaan jasa, disewakan kepada pihak lain dalam kegiatan
usaha sehari-hari, atau tujuan administratif, dan digunakan selama
lebih dari satu periode.

B. Dasar Pengaturan
01. PSAK 16 tentang Aset Tetap.
02. PSAK 30 tentang Sewa.
03. PSAK 48 tentang Penurunan Nilai Aset.
04. ISAK 8 tentang Penentuan Apakah Suatu Perjanjian
Mengandung Suatu Sewa.
05. ISAK 25 tentang Hak atas Tanah.

C. Penjelasan
01. Aset Tetap dapat diperoleh dalam bentuk siap pakai atau
dibangun terlebih dahulu sampai siap pakai, atau dari transaksi
sewa pembiayaan.
02. Aset Tetap, antara lain, meliputi tanah, bangunan, alat angkut,
inventaris. Khusus untuk inventaris, perlakuan akuntansinya
tergantung dari kebijakan materialitas.
03. Aset Tetap yang diperoleh untuk tujuan keamanan, mungkin
tidak menambah masa manfaat tetapi diperlukan bagi Bank
untuk memperoleh manfaat ekonomi dari Aset Tetap yang lain.
Perolehan Aset Tetap semacam itu diakui sebagai Aset Tetap.
04. Biaya perolehan untuk Aset Tetap yang diperoleh melalui
pembelian atau dibangun sendiri meliputi:
a. Harga perolehannya, termasuk bea impor dan pajak
pembelian yang tidak boleh dikreditkan setelah dikurangi
diskon pembelian dan potongan lain;

10.1
b. Biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk
membawa Aset Tetap ke lokasi dan kondisi yang diinginkan
agar Aset Tetap siap digunakan sesuai dengan keinginan
dan maksud manajemen; dan
c. Estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan Aset
Tetap dan restorasi lokasi aset.
05. Biaya yang dapat diatribusikan secara langsung, antara lain
adalah:
a. Biaya imbalan kerja yang timbul secara langsung dari
pembangunan atau perolehan Aset Tetap;
b. Biaya penyiapan lahan untuk usaha;
c. Biaya handling dan penyerahan awal;
d. Biaya perakitan dan instalasi.
e. Biaya pengujian Aset Tetap apakah Aset Tetap berfungsi
dengan baik.
f. Komisi profesional, misalnya biaya arsitek.
g. Biaya pengurusan awal hak legal atas tanah.
06. Biaya yang bukan merupakan biaya perolehan Aset Tetap,
antara lain:
a. Biaya pembukaan fasilitas baru;
b. Biaya pengenalan produk baru, termasuk biaya iklan dan
aktivitas promosi;
c. Biaya penyelenggaraan bisnis di lokasi baru atau kelompok
pelanggan baru, termasuk biaya pelatihan staf;
d. Administrasi dan biaya overhead umum lain.
07. Untuk Aset Tetap yang diperoleh secara gabungan, biaya
perolehan dari masing-masing Aset Tetap dilakukan secara
proporsional atas nilai wajar dari masing-masing Aset Tetap.
08. Untuk bagian-bagian Aset Tetap yang diganti secara periodik,
namun tidak sering dilakukan atau tidak berulang, biaya
perolehan bagian Aset Tetap yang diganti dihentikan-
pengakuannya, dan bagian Aset Tetap penggantinya diakui
sebagai bagian Aset Tetap sepanjang memenuhi kriteria untuk
diakui sebagai bagian dari Aset Tetap.
09. Suatu bagian yang signifikan dari Aset Tetap mungkin memiliki
umur manfaat dan metode penyusutan yang sama dengan umur

10.2
manfaat dan metode penyusutan bagian yang signifikan lain dari
aset tersebut. Bagian-bagian tersebut dapat dikelompokkan
menjadi satu dalam menentukan beban penyusutan.
10. Sewa pembiayaan
a. Aset Tetap yang diperoleh melalui sewa pembiayaan berasal
dari perjanjian sewa dan perjanjian selain sewa tetapi
mengandung sewa.
b. Perjanjian yang mengandung sewa
i. Perjanjian yang mengandung sewa adalah suatu
perjanjian antara pihak lain dengan Bank yang secara
legal bukan perjanjian sewa, tetapi memberikan hak
kepada Bank untuk menggunakan suatu aset dan
sebagai akibatnya Bank membayarkan suatu imbalan
kepada pihak lain tersebut;
ii. Suatu perjanjian mengandung sewa jika (1)
pemenuhan perjanjian tergantung pada penggunaan
aset tertentu; dan (2) Bank mempunyai kemampuan
atau hak untuk mengoperasikan aset atau
mengarahkan pihak lain untuk mengoperasikan aset,
mempunyai kemampuan atau hak untuk
mengendalikan aset fisik terhadap aset, atau kecil
kemungkinan pihak lain akan mengambil manfaat dari
aset dalam jumlah yang lebih dari tidak signifikan dan
harga yang dibayar Bank bukan harga tetap atau
harga pasar.
c. Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan jika
sewa mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan
manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset.
d. Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa operasi jika sewa
tidak mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan
manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset.
e. Klasifikasi sewa sebagai sewa pembiayaan atau sewa
operasi didasarkan pada substansi transaksi dan bukan
pada bentuk formal kontraknya.
f. Kriteria utama yang mengarah pada sewa pembiayaan
adalah:

10.3
i. Sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada Bank pada
akhir masa sewa.
ii. Bank mempunyai opsi untuk membeli aset pada harga
yang cukup rendah dibanding nilai wajar pada tanggal
opsi mulai dapat dilaksanakan. Sehingga pada awal
sewa dapat dipastikan bahwa opsi memang akan
dilaksanakan.
iii. Masa sewa adalah untuk sebagian besar umur
ekonomis aset, meskipun hak milik tidak dialihkan;
iv. Pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran
sewa minimum secara subtansial mendekati nilai wajar
aset yang disewa;
v. Aset yang disewa memiliki karakteristik khusus
dimana hanya Bank yang dapat menggunakannya
tanpa perlu dimodifikasi secara material.
g. Kriteria tambahan yang mengarah pada sewa pembiayaan
adalah:
i. Jika Bank dapat membatalkan sewa, kerugian lessor
yang terkait dengan pembatalan ditanggung oleh Bank.
ii. Keuntungan atau kerugian dari fluktuasi nilai wajar
residu dibebankan kepada Bank, misalnya, dalam
bentuk potongan harga sewa yang setara dengan
sebagian besar hasil penjualan residu pada akhir sewa;
iii. Bank memiliki kemampuan untuk melanjutkan sewa
pada periode kedua dengan nilai sewa yang secara
substansial lebih rendah dari nilai sewa pasar.
h. Kriteria di atas tidak selalu harus konklusif bahwa suatu
sewa adalah sewa pembiayaan. Jika jelas dari fitur lainnya
menunjukkan sewa tidak mengalihkan secara substansial
seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan
kepemilikan, maka sewa tersebut diklasifikasikan sebagai
sewa operasi. Misalnya, besarnya pembayaran atas
kepemilikan aset yang dialihkan pada akhir sewa bersifat
variabel dan setara dengan nilai wajarnya, atau jika
terdapat sewa kontinjen.

10.4
11. Model pengukuran
a. Model Biaya
Aset Tetap dicatat sebesar biaya perolehan dikurangi
akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai
aset.
b. Model Revaluasi
i. Aset Tetap diukur pada jumlah revaluasian, yaitu nilai
wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi
penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang
terjadi setelah tanggal revaluasi.
ii. Revaluasi dilakukan dengan keteraturan yang cukup
reguler sehingga jumlah tercatat Aset Tetap tidak
berbeda secara signifikan dengan nilai wajar.
iii. Revaluasi dilakukan sekurang-kurangnya setiap tiga
atau lima tahun.
iv. Jika suatu Aset Tetap direvaluasi, maka seluruh Aset
Tetap dalam kelompok yang sama harus direvaluasi.
v. Kerugian penurunan nilai akibat revaluasi diakui
dalam laba rugi. Jika sebelumnya terdapat surplus
revaluasi, maka kerugian penurunan nilai tersebut
terlebih dahulu diakui sebagai pengurang surplus
revaluasi maksimal sebesar saldo surplus revaluasi.
vi. Kenaikan nilai akibat revaluasi (surplus revaluasi)
diakui dalam penghasilan komprehensif lain. Jika
sebelumnya terjadi penurunan nilai yang telah diakui
dalam laba rugi maka surplus revaluasi diakui dalam
laba rugi maksimal sebesar jumlah penurunan nilai
yang telah diakui.
vii. Surplus revaluasi dalam penghasilan komprehensif
lain dapat dipindahkan dalam saldo laba melalui
Laporan Perubahan Ekuitas ketika Aset Tetap
dihentikan pengakuannya, atau dipindahkan dalam
saldo laba melalui Laporan Perubahan Ekuitas seiring
penyusutan Aset Tetap.
viii. Jika Aset Tetap direvaluasi, maka akumulasi
penyusutan pada tanggal revaluasi diperlakukan

10.5
dengan cara disajikan kembali secara proporsional
dengan perubahan dalam jumlah tercatat bruto aset
sehingga jumlah tercatat aset setelah revaluasi sama
dengan jumlah revaluasiannya.
12. Penyusutan
a. Bank harus memilih metode penyusutan yang paling
mencerminkan ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomis
masa depan dari aset tersebut.
b. Bank harus melakukan review minimum setiap akhir tahun
atas metode penyusutan, umur manfaat, dan nilai residu
dari Aset Tetap.
c. Perubahan metode penyusutan, umur manfaat, dan nilai
residu diterapkan secara prospektif.
d. Aset Tetap tanah tidak disusutkan, kecuali:
i. Kondisi kualitas tanah tidak layak lagi untuk
digunakan dalam operasi utama.
ii. Prediksi manajemen atau kepastian bahwa
perpanjangan atau pembaruan hak kemungkinan
besar atau pasti tidak diperoleh.
e. Tanah dan bangunan merupakan aset yang berbeda dan
harus diperlakukan sebagai aset yang terpisah, meskipun
diperoleh sekaligus. Bangunan memiliki umur manfaat
yang terbatas, oleh karenanya harus disusutkan.
Peningkatan nilai tanah dimana di atasnya didirikan
bangunan tidak mempengaruhi penentuan jumlah yang
dapat disusutkan dari bangunan tersebut.
13. Penurunan nilai
a. Pada setiap tanggal pelaporan Bank harus me-review ada
atau tidaknya indikasi penurunan nilai aset. Jika terdapat
indikasi penurunan nilai aset, maka Bank harus menaksir
jumlah terpulihkan, yaitu nilai wajar dikurangi biaya untuk
menjual.
b. Indikasi terjadi penurunan nilai antara lain:
i. Penurunan nilai pasar Aset Tetap secara signifikan
melebihi penurunan akibat proses normal depresiasi
selama periode tertentu.

10.6
ii. Perubahan teknologi, pasar, ekonomi, atau lingkup
hukum tempat beroperasi, atau dalam pasar jasa yang
dihasilkan dari aset tersebut secara signifikan selama
periode tertentu, atau diprediksikan akan terjadi dalam
waktu dekat;
iii. Terdapat bukti mengenai keusangan atau kerusakan
fisik aset;
iv. Telah terjadi atau akan terjadi dalam waktu dekat
perubahan signifikan yang bersifat merugikan
sehubungan dengan cara penggunaan aset;
v. Terdapat bukti dari pelaporan internal yang
menunjukkan bahwa kinerja ekonomi aset tidak
memenuhi harapan atau akan lebih buruk dari yang
diperkirakan.
14. Penghentian pengakuan:
a. Aset Tetap dihentikan pengakuannya pada saat dilepaskan,
atau tidak ada manfaat ekonomis masa depan yang
diperkirakan dari penggunaan dan pelepasan atas Aset
Tetap tersebut.
b. Aset Tetap dihentikan pengakuannya pada saat
direklasifikasi menjadi aset dimiliki untuk dijual atau
direklasifikasi ke pos aset lain.

D. Perlakuan Akuntansi

D.1 Pengakuan dan Pengukuran


01. Pada saat perolehan, Bank mengakui Aset Tetap sebesar biaya
perolehan.
02. Setelah pengakuan awal, Bank dapat mengakui dan mengukur
Aset Tetap dengan menggunakan:
a. Model biaya
Aset Tetap dicatat sebesar biaya perolehan dikurangi
akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan
nilai.
b. Model revaluasi
i. Aset Tetap dicatat sebesar jumlah revaluasian.

10.7
ii. Peningkatan jumlah tercatat aset diakui dalam
penghasilan komprehensif lain pada bagian surplus
revaluasi.
iii. Penurunan jumlah tercatat aset diakui dalam laba
rugi.
03. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari penghentian
pengakuan Aset Tetap harus diakui dalam laba rugi.
D.2 Penyajian
01. Aset Tetap disajikan sebesar biaya perolehan dikurangi
akumulasi penyusutan dan kerugian penurunan nilai jika
menggunakan model biaya.
02. Aset Tetap disajikan sebesar jumlah revaluasian dikurangi
akumulasi penyusutan dan kerugian penurunan nilai jika
menggunakan model revaluasi.

E. Ilustrasi Jurnal
01. Pada saat perolehan
Db. Aset Tetap
Kr. Kas/rekening
02. Model Biaya
a. Pengakuan beban penyusutan
Db. Beban penyusutan
Kr. Akumulasi penyusutan
b. Terjadi penurunan nilai (jika ada)
Db. Kerugian penurunan nilai
Kr. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai
03. Model Revaluasi
a. Pengakuan beban penyusutan
Db. Beban penyusutan
Kr. Akumulasi penyusutan
b. Peningkatan nilai wajar
Db. Aset Tetap
Kr. Surplus revaluasi
c. Penurunan nilai wajar
Db. Kerugian penurunan nilai
Kr. Aset Tetap

10.8
d. Pemindahan surplus revaluasi
Db. Surplus revaluasi
Kr. Saldo laba
04. Pada saat penghentian pengakuan
Db. Kas/rekening
Db. Akumulasi penyusutan
Db/Kr. Kerugian/keuntungan
Kr. Aset Tetap

F. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:
01. Ikhtisar kebijakan akuntansi yang signifikan
02. Untuk setiap kelompok Aset Tetap perlu diungkapkan:
a. Dasar pengukuran yang digunakan dalam menentukan
jumlah tercatat bruto.
b. Metode penyusutan yang digunakan.
c. Umur manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan.
d. Jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan
(dijumlahkan dengan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai)
pada awal dan akhir periode.
e. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode
yang menunjukkan:
i. penambahan;
ii. Aset Tetap yang direklasifikasi ke aset dimiliki untuk
dijual;
iii. perolehan melalui kombinasi bisnis;
iv. peningkatan atau penurunan akibat dari revaluasi
serta dari kerugian penurunan nilai yang diakui dalam
penghasilan komprehensif lain;
v. kerugian penurunan nilai yang diakui dalam laba rugi;
vi. kerugian penurunan nilai yang dijurnal balik dalam
laba rugi, jika ada;
vii. penyusutan;
viii. selisih nilai tukar neto yang timbul dalam penjabaran
Laporan Keuangan dari mata uang fungsional menjadi
mata uang pelaporan yang berbeda; dan

10.9
ix. perubahan lain.
03. Keberadaan dan jumlah restriksi atas hak milik, dan Aset Tetap
yang dijaminkan untuk utang.
04. Jumlah pengeluaran yang diakui dalam jumlah tercatat Aset
Tetap yang sedang dalam pembangunan.
05. Jumlah komitmen kontraktual dalam perolehan Aset Tetap.
06. Jumlah kompensasi dari pihak ketiga untuk Aset Tetap yang
mengalami penurunan nilai, hilang atau dihentikan yang
dimasukkan dalam laba rugi, jika tidak diungkapkan secara
terpisah pada Laporan Laba Rugi Komprehensif.
07. Sifat dan dampak perubahan estimasi akuntansi yang
berdampak material pada periode berjalan atau diperkirakan
berdampak material pada periode berikutnya:
a. nilai residu;
b. estimasi biaya pembongkaran, pemindahan atau restorasi
suatu Aset Tetap;
c. umur manfaat; dan
d. metode penyusutan.
08. Jika Aset Tetap disajikan pada jumlah revaluasian, diungkapkan
hal berikut:
a. Tanggal efektif revaluasi.
b. Apakah penilai independen dilibatkan.
c. Metode dan asumsi signifikan yang digunakan dalam
mengestimasi nilai wajar aset.
d. Penjelasan mengenai nilai wajar aset yang ditentukan
secara langsung berdasarkan harga yang dapat diobservasi
dalam suatu pasar aktif atau transaksi pasar terakhir yang
wajar atau diestimasi menggunakan teknik penilaian lain.
e. Untuk setiap kelompok Aset Tetap, jumlah tercatat aset
seandainya aset tersebut dicatat dengan model biaya.
f. Surplus revaluasi, yang menunjukkan perubahan selama
periode dan pembatasan-pembatasan distribusi kepada
pemegang saham.

Hal-hal yang dianjurkan untuk diungkapkan antara lain:


01. Jumlah tercatat Aset Tetap yang tidak dipakai sementara.

10.10
02. Jumlah tercatat bruto dari setiap Aset Tetap yang telah
disusutkan penuh dan masih digunakan.
03. Jumlah tercatat Aset Tetap yang dihentikan dari penggunaan
aktif dan tidak diklasifikasikan sebagai Aset Tetap tersedia
untuk dijual.
04. Jika model biaya digunakan, nilai wajar Aset Tetap apabila
berbeda secara material dari jumlah tercatat.

10.11
X.2 ASET TIDAK BERWUJUD

A. Definisi
Aset Tidak Berwujud adalah aset nonmoneter yang dapat
diidentifikasikan dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki
untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang
atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan
administratif.

B. Dasar Pengaturan
01. PSAK 19 tentang Aset Tidak Berwujud.
02. PSAK 48 tentang Penurunan Nilai Aset.

C. Penjelasan
01. Aset Tidak Berwujud harus memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. Keteridentifikasian;
b. Adanya pengendalian sumber daya;
c. Adanya manfaat ekonomi di masa depan.
02. Pengeluaran untuk penelitian diakui sebagai beban.
03. Pengeluaran untuk pengembangan diakui sebagai Aset Tidak
Berwujud sepanjang memenuhi semua kriteria berikut:
a. Kelayakan teknis penyelesaian Aset Tidak Berwujud
sehingga aset tersebut dapat digunakan atau dijual.
b. Niat untuk menyelesaikan Aset Tidak Berwujud tersebut
dan menggunakannya atau menjualnya.
c. Bagaimana Aset Tidak Berwujud akan menghasilkan
kemungkinan besar manfaat ekonomi masa depan. Antara
lain Bank mampu menunjukkan adanya pasar bagi
keluaran Aset Tidak Berwujud itu sendiri, atau, jika Aset
Tidak Berwujud itu akan digunakan secara internal, Bank
mampu menunjukkan kegunaan Aset Tidak Berwujud
tersebut.
d. Tersedianya kecukupan sumber daya teknis, keuangan, dan
sumber daya lain untuk menyelesaikan pengembangan aset

10.12
tidak berwujud dan untuk menggunakan atau menjual aset
tersebut.
e. Kemampuan untuk mengukur secara andal pengeluaran
yang terkait dengan aset tidak berwujud selama
pengembangannya.
04. Beban pengurusan perpanjangan atau pembaruan hak atas
tanah diakui sebagai aset tidak berwujud. Beban tersebut
diamortisasi selama, mana yang lebih pendek antara umur legal
hak atau umur ekonomi tanah. Jika beban pengurusan
perpanjangan atau pembaruan hak atas tanah tidak material,
maka dibebankan pada periode berjalan.
05. Penjelasan mengenai amortisasi, penurunan nilai, dan
penghentian-pengakuan Aset Tidak Berwujud mengacu pada
penjelasan di Bagian X.1 tentang Aset Tetap.

D. Perlakuan Akuntansi
Perlakuan akuntansi mengacu pada Bagian X.1 tentang Aset Tetap.

E. Ilustrasi Jurnal
Ilustrasi jurnal mengacu pada Bagian X.1 tentang Aset Tetap.

F. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan untuk setiap kelompok Aset Tidak
Berwujud dengan memisahkan Aset Tidak Berwujud yang dihasilkan
secara internal dan Aset Tidak Berwujud yang lain:
01. Umur manfaat tidak terbatas atau terbatas dan, jika umur
manfaat terbatas, umur manfaat atau tarif amortisasi yang
digunakan.
02. Metode amortisasi yang digunakan untuk Aset Tidak Berwujud
dengan umur manfaat terbatas.
03. Jumlah tercatat bruto dan akumulasi amortisasi (secara agregat
dengan akumulasi rugi penurunan nilai) pada awal dan akhir
periode.
04. Pos dalam Laporan Laba Rugi Komprehensif yang terdapat
amortisasi Aset Tidak Berwujud.

10.13
05. Rekonsiliasi atas jumlah tercatat pada awal dan akhir periode
yang menunjukkan:
a. Penambahan, yang secara terpisah mengindikasikan Aset
Tidak Berwujud dari pengembangan internal, diperoleh
secara terpisah, dan diperoleh melalui kombinasi bisnis.
b. Aset yang dikelompokkan sebagai aset yang dimiliki untuk
dijual atau termasuk dalam kelompok aset lepasan yang
dikelompokkan sebagai dimiliki untuk dijual dan pelepasan
lain.
c. Peningkatan atau penurunan selama periode yang berasal
dari revaluasi dan dari pengakuan rugi penurunan nilai
atau pembalikan di pendapatan komprehensif lain (jika
ada).
d. Rugi penurunan nilai yang diakui dalam laba rugi.
e. Rugi penurunan nilai yang dibalik dalam laba rugi.
f. Setiap amortisasi yang diakui.
g. Selisih kurs neto yang timbul dari penjabaran Laporan
Keuangan ke mata uang penyajian.
h. Perubahaan lain.
06. Untuk Aset Tidak Berwujud yang dinilai dengan umur manfaat
tidak terbatas, jumlah tercatat aset dan alasan yang mendukung
penilaian umur manfaat tidak terbatas tersebut.
07. Penjelasan, jumlah tercatat, dan sisa periode amortisasi dari
setiap Aset Tidak Berwujud yang material terhadap Laporan
Keuangan entitas.
08. Untuk Aset Tidak Berwujud yang diperoleh melalui hibah
pemerintah dan awalnya diakui pada nilai wajar:
a. nilai wajar pada pengakuan awal atas aset tersebut;
b. jumlah tercatatnya; dan
c. setelah pengakuan awal aset tersebut diukur dengan model
biaya atau model revaluasi.
09. Keberadaan dan jumlah tercatat Aset Tidak Berwujud yang
kepemilikannya dibatasi dan jumlah tercatat Aset Tidak
Berwujud yang menjadi jaminan untuk liabilitas.
10. Nilai komitmen kontraktual untuk akuisisi Aset Tidak Berwujud.

10.14
Jika menggunakan model revaluasi, maka harus diungkapkan hal-
hal berikut:
01. Berdasarkan kelompok Aset Tidak Berwujud:
a. tanggal efektif revaluasi;
b. jumlah tercatat Aset Tidak Berwujud yang direvaluasi; dan
c. jumlah tercatat yang akan diakui jika Aset Tidak Berwujud
diukur dengan model biaya.
02. Jumlah surplus revaluasi Aset Tidak Berwujud pada awal dan
akhir periode, mengindikasikan perubahan selama periode dan
pembatasan apa pun dalam pendistribusian saldo (surplus)
kepada pemegang saham; dan
03. Metode dan asumsi signifikan dalam mengestimasi nilai wajar
aset tersebut.

10.15
X.3 ASET YANG DIAMBIL-ALIH

A. Definisi
Aset yang diambil-alih (AYDA) adalah aset yang diperoleh Bank, baik
melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan
penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan
kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal
nasabah tidak memenuhi kewajibannya kepada Bank.

B. Dasar Pengaturan
PSAK 58 tentang Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan
Operasi yang Dihentikan.

C. Penjelasan
Bank wajib melakukan upaya penyelesaian terhadap AYDA yang
dimiliki yaitu mengupayakan penjualan dengan segera serta
mendokumentasikan upaya penyelesaian tersebut.

D. Perlakuan Akuntansi
D.1 Pengakuan dan Pengukuran
01. Pada saat pengakuan awal, AYDA dicatat pada nilai wajar
setelah dikurangi biaya untuk menjualnya yaitu maksimum
sebesar kewajiban nasabah. Bank tidak dapat mengakui
keuntungan pada saat pengambilalihan aset.
02. Setelah pengakuan awal, AYDA dicatat sebesar nilai yang lebih
rendah antara nilai tercatat dengan nilai wajarnya setelah
dikurangi biaya untuk menjualnya.
03. Jika AYDA mengalami penurunan nilai, maka Bank mengakui
kerugian.
04. Jika AYDA mengalami pemulihan penurunan nilai, maka Bank
mengakui pemulihan penurunan nilai tersebut maksimum
sebesar kerugian penurunan nilai yang telah diakui.
05. AYDA tidak disusutkan.
06. Pada saat penjualan, selisih antara nilai AYDA yang dibukukan
dan hasil penjualannya diakui sebagai keuntungan atau
kerugian.

10.16
D.2 Penyajian
AYDA disajikan secara terpisah dari aset lain.

E. Ilustrasi Jurnal
01. Pada saat perolehan
Db. Aset yang diambil alih
Db. Kerugian (jika ada)
Kr. Pembiayaan terkait
02. Pada akhir periode
a. Jika terdapat penurunan nilai
Db. Kerugian
Kr. Aset yang diambil alih
b. Jika terdapat peningkatan nilai
Tidak ada jurnal
c. Jika terdapat peningkatan nilai dan sebelumnya mengalami
penurunan nilai
Db. Aset yang diambil alih
Kr. Keuntungan
03. Pada saat penjualan
Db. Kas/rekening
Db/Kr. Kerugian/keuntungan
Kr. Aset yang diambil alih

F. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:
01. Deskripsi AYDA.
02. Nilai wajar AYDA.
03. Metode dan asumsi signifikan yang diterapkan dalam
menentukan nilai wajar dari AYDA, yang mencakup penyataan
apakah penentuan nilai wajar tersebut didukung oleh bukti
pasar atau lebih banyak berdasarkan faktor lain (yang harus
diungkapkan oleh Bank) karena sifat AYDA tersebut dan
keterbatasan data pasar yang dapat diperbandingkan.
04. Upaya penjualan yang dilakukan oleh Bank.
05. Kerugian penurunan nilai AYDA.
06. Keuntungan atau kerugian yang diakui dari penjualan AYDA.

10.17
07. Segmen dari AYDA, jika dapat diterapkan.

10.18
BAGIAN XI LIABILITAS LAIN

XI.1 SIMPANAN

A. Definisi
01. Simpanan adalah kewajiban Bank kepada pihak ketiga (bukan
bank) berupa giro dan tabungan yang mempergunakan prinsip
Wadiah.
02. Wadiah adalah titipan nasabah yang harus dijaga dan
dikembalikan setiap saat bila nasabah yang bersangkutan
menghendaki. Bank bertanggungjawab atas pengembalian
titipan dana tersebut.

B. Dasar Pengaturan
01. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan
Syariah.

C. Penjelasan
01. Giro Wadiah adalah titipan pihak ketiga pada Bank yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan
cek, bilyet giro, kartu ATM, sarana perintah pembayaran lainnya
atau dengan cara pemindahbukuan. Termasuk di dalamnya giro
Wadiah yang diblokir untuk tujuan tertentu misalnya dalam
rangka escrow account, giro yang diblokir oleh yang berwajib
karena suatu perkara.
02. Tabungan Wadiah adalah titipan pihak ketiga pada Bank yang
penarikannya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang
disepakati dengan kuitansi, kartu ATM, sarana perintah
pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.

D. Perlakuan Akuntansi
D.1 Pengakuan dan pengukuran
01. Giro Wadiah
a. Giro Wadiah diakui sebesar nominal penyetoran atau
penarikan yang dilakukan oleh pemilik rekening.

11.1
b. Setoran giro Wadiah yang diterima secara tunai diakui pada
saat uang diterima. Setoran giro Wadiah melalui kliring
diakui setelah efektif diterima.
02. Tabungan Wadiah
a. Tabungan Wadiah diakui sebesar nominal penyetoran atau
penarikan yang dilakukan oleh pemilik rekening.
b. Setoran tabungan Wadiah yang diterima secara tunai diakui
pada saat uang diterima. Setoran tabungan Wadiah melalui
kliring diakui setelah efektif diterima.
03. Pemberian bonus atas simpanan kepada nasabah diakui sebagai
beban pada saat terjadinya.
D.2 Penyajian
Saldo simpanan Wadiah disajikan sebesar jumlah nominalnya untuk
masing-masing bentuk simpanan.

E. llustrasi Jurnal
01. Pada saat penerimaan titipan
Db. Kas/kliring/pemindahbukuan
Kr. Giro/tabungan Wadiah
02. Pada saat penarikan
Db. Giro/tabungan Wadiah
Kr. Kas/kliring/pemindahbukuan
03. Pembayaran bonus giro/tabungan Wadiah
Db. Beban bonus giro/tabungan Wadiah
Kr. Giro/tabungan Wadiah
Kr. Kewajiban pajak penghasilan

F. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:
01. Rincian simpanan mengenai:
a. Jumlah dan jenis simpanan, termasuk pihak berelasi.
b. Jumlah simpanan yang diblokir untuk tujuan tertentu.
02. Pemberian fasilitas istimewa kepada penyimpan.

11.2
XI.2 LIABILITAS SEGERA

A. Definisi
Liabilitas segera adalah kewajiban Bank kepada pihak lain yang
sifatnya wajib segera dibayarkan sesuai dengan perintah pemberi
amanat atau perjanjian yang ditetapkan sebelumnya.

B. Dasar Pengaturan
01. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan
Syariah.

C. Penjelasan
Liabilitas segera antara lain terdiri dari:
01. Penerimaan pajak termasuk potongan pajak yang masih harus
disetor. Kewajiban pajak untuk transaksi mata uang asing
dibukukan dalam Rupiah dengan menggunakan kurs yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan pada saat pemotongan (pajak
terutang).
02. Liabilitas yang sudah jatuh tempo namun belum ditarik seperti
deposito mudharabah, setoran jaminan, bagi hasil yang belum
diambil shahibul maal.
03. Dana transfer/kiriman uang masuk/keluar.
04. Saldo rekening tabungan dan giro yang sudah ditutup namun
belum diambil oleh pemilik rekening.
05. Komponen-komponen di atas apabila jumlahnya material dapat
dikelompokkan dalam pos tersendiri.

D. Perlakuan Akuntansi
D.1 Pengakuan dan Pengukuran
Liabilitas segera diakui pada saat timbulnya kewajiban; atau diterima
perintah dari pemberi amanat, baik dari nasabah maupun dari bank
lain.
D.2 Penyajian
Liabilitas segera disajikan sebesar jumlah liabilitas Bank yang wajib
segera dibayarkan.

11.3
E. Ilustrasi Jurnal
01. Transfer kiriman uang:
a. Pada saat diterima dana untuk kiriman uang ke pihak lain
Db. Kas/rekening nasabah/kliring
Kr. Liabilitas segera-kiriman uang
b. Pada saat dilakukan pembayaran kiriman uang
Db. Liabilitas segera-kiriman uang
Kr. Kas/rekening nasabah/kliring
02. Titipan pajak nasabah
a. Pada saat diterima dana untuk penyetoran pajak ke
rekening penerimaan negara (bila Bank sebagai bank
persepsi) atau dikirim kembali ke bank lain melalui kliring:
Db. Kas/rekening nasabah/kliring
Kr. Liabilitas segera-setoran pajak nasabah
b. Pada saat kewajiban pajak disetor ke rekening penerimaan
negara
Db. Liabilitas segera-setoran pajak nasabah
Kr. Kas/rekening nasabah/kliring
03. Bagi hasil deposito yang belum diambil shahibul maal
a. Pada saat bagi hasil deposito yang jatuh tempo dikeluarkan
namun belum diambil oleh shahibul maal
Db. Beban bagi hasil deposito mudharabah
Kr. Liabilitas segera-bagi hasil deposito mudharabah jatuh
tempo
b. Pada saat bagi hasil deposito mudharabah jatuh tempo
diambil oleh shahibul maal
Db. Liabilitas segera-bagi hasil deposito mudharabah jatuh
tempo
Kr. Kas/rekening nasabah/kliring
Kr. Liabilitas segera-pajak nasabah
04. Penutupan rekening giro wadiah/tabungan mudharabah
a. Penutupan rekening giro wadiah/tabungan mudharabah
oleh nasabah atau bank
Dr. Giro wadiah/tabungan mudharabah
Kr. Liabilitas segera-penutupan rekening
b. Pada saat penyelesaian rekening yang ditutup

11.4
Dr. Liabilitas segera-penutupan rekening
Kr. Kas/rekening nasabah/kliring

F. Pengungkapan
Bank perlu mengungkapkan hal-hal yang material seperti: kiriman
uang yang belum diambil oleh nasabah dan penutupan rekening.

11.5
XI.3 LIABILITAS LAINNYA

A. Definisi
Liabilitas Lainnya adalah semua kewajiban kepada pihak lain atas
kegiatan utama Bank yang tidak dapat digolongkan ke dalam hutang
salam dan hutang istishna.

B. Dasar Pengaturan
01. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan
Syariah.

C. Penjelasan
01. Liabilitas merupakan hutang perusahaan masa kini yang timbul
dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan
mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang
mengandung manfaat ekonomi.
02. Karakteristik esensial liabilitas adalah bahwa perusahaan
mempunyai kewajiban masa kini. Kewajiban adalah suatu tugas
atau tanggung jawab untuk bertindak atau untuk
melaksanakan sesuatu dengan cara tertentu. Kewajiban dapat
dipaksakan menurut hukum sebagai konsekuensi dari kontrak
mengikat atau peraturan perundangan.
03. Termasuk dalam pos Liabilitas lainnya, antara lain:
a. Setoran jaminan/margin deposit untuk L/C dan bank
garansi;
b. Pendapatan fee (ujrah) diterima di muka; dan
c. Kewajiban pajak tangguhan.

D. Perlakuan Akuntansi
D1. Pengakuan dan Pengukuran
Liabilitas lainnya berupa:
01. Setoran jaminan/margin deposit diakui sebesar jumlah dana
yang diterima sebagai jaminan untuk penerbitan bank garansi,
pembukaan L/C atau penyewaan safe deposit box.
02. Pendapatan fee (ujrah) diterima di muka diakui sebesar jumlah
dana yang diterima yang belum diakui sebagai pendapatan.

11.6
03. Kewajiban pajak tangguhan diakui sebesar selisih antara jumlah
pajak terhutang dikurangi jumlah pajak yang telah dibayar
untuk periode berjalan dan periode-periode sebelumnya.
D2. Penyajian
Liabilitas lainnya disajikan secara gabungan, kecuali nilainya
material maka wajib disajikan tersendiri dalam Laporan Posisi
Keuangan.

E. Ilustrasi Jurnal
01. Setoran jaminan
a. Pada saat menerima setoran jaminan
Dr. Kas/kliring
Kr. Setoran jaminan
b. Pada saat setoran jaminan jatuh tempo dan diambil oleh
nasabah
Dr. Setoran jaminan
Kr. Kas/kliring
02. Pada saat penerimaan fee (ujrah)
Db. Kas
Kr. Pendapatan fee (ujrah) diterima di muka
03. Pada saat pengakuan pendapatan fee (ujrah) diterima di muka
Db. Pendapatan fee (ujrah) diterima dimuka
Kr. Pendapatan fee (ujrah)
04. Kewajiban pajak tangguhan, pada saat pengakuan kewajiban
pajak tangguhan
Db. Beban pajak tangguhan
Kr. Kewajiban pajak tangguhan

F. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan, antara lain:
01. Rincian Liabilitas lainnya;
02. Kebijakan akuntansi; dan
03. Metode amortisasi dan masa manfaat.

11.7
XI.4. HUTANG PAJAK

A. Definisi
Hutang pajak adalah pajak badan usaha yang harus disetorkan ke
kas negara oleh Bank berdasarkan ketentuan yang berlaku.

B. Dasar Pengaturan
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan
Syariah.

C. Penjelasan
01. Hutang pajak badan usaha harus dibayar dan disetorkan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
02. Besarnya hutang pajak pada akhir periode perhitungan final
(berdasarkan SPT tahunan) ditentukan setelah dikurangi
dengan uang muka pajak yang dibayarkan setiap bulan.
03. Pajak yang dipungut dan atau dipotong oleh Bank sebagai wajib
pungut disajikan dalam kewajiban segera, dan harus disetorkan
serta dilaporkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
di bidang perpajakan.
04. Hutang Pajak Bumi dan Bangunan disajikan sebagai kewajiban
segera.

D. Perlakuan Akuntansi
D1. Pengakuan dan Pengukuran
01. Hutang pajak diakui pada saat terjadinya transaksi atau
kejadian yang telah mewajibkan Bank untuk
membayar/menyetor pajak kepada negara sebesar pajak
terhutang.
02. Hutang pajak berkurang pada saat disetorkan ke rekening
penerimaan negara.
D2. Penyajian
Pajak yang terhutang disajikan dalam pos hutang pajak sebesar
jumlah yang harus dibayarkan ke kas negara.

11.8
E. Ilustrasi Jurnal
01. Pada saat membayar uang muka pajak
Db. Uang Muka PPh Pasal 25
Kr. Kas/kliring
02. Pada saat pengakuan hutang pajak untuk PPh Pasal 29
Db. Pajak PPh Badan
Kr. Uang Muka PPh Pasal 25
Kr. Hutang PPh Pasal 29
03. Pada saat pembayaran/penyetoran PPh Pasal 29
Db. Hutang PPh Pasal 29
Kr. Kas/kliring

F. Pengungkapan
Bank harus mengungkapkan rincian hutang pajak berdasarkan jenis
pajak yang dipungut dan dibayar/disetorkan ke rekening penerimaan
negara.

11.9
XI.5. ESTlMASl KERUGIAN KOMITMEN DAN KONTINJENSI

A. Definisi
Estimasi kerugian komitmen dan kontinjensi adalah taksiran
kerugian akibat tidak dipenuhinya komitmen dan kontinjensi oleh
nasabah.

B. Dasar Pengaturan
01. PSAK 57 tentang Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontinjensi
dan Aset Kontinjensi.

C. Penjelasan
01. Bank terkadang mengadakan transaksi yang tidak berakibat
pada pengakuan aset dan liabilitas pada Laporan Posisi
Keuangan, tetapi berakibat pada timbulnya komitmen dan
kontinjensi. Transaksi seperti itu seringkali merupakan bagian
yang penting dari kegiatan usaha suatu Bank dan dapat
berdampak signifikan terhadap tingkat risiko yang dihadapi
Bank tersebut.
02. Pada umumnya komitmen dan kontinjensi yang mempunyai
risiko kredit digolongkan dalam kualitas lancar, dalam perhatian
khusus, kurang lancar, diragukan dan macet sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia.
03. Pada umumnya komitmen dan kontinjensi yang telah jatuh
tempo dan nasabah tidak dapat memenuhi kewajibannya
dialihkan menjadi pembiayaan. Selanjutnya perlakuan
akuntansi untuk komitmen dan kontinjensi yang telah dialihkan
tersebut mengikuti akuntansi untuk pembiayaan.

D. Perlakuan Akuntansi
D1. Pengakuan dan Pengukuran
01. Estimasi kerugian komitmen dan kontijensi menjadi provisi
diakui jika:
a. Bank memiliki kewajiban kini (baik bersifat hukum
maupun bersifat konstruktif) sebagai akibat peristiwa masa
lalu;

11.10
b. Kemungkinan besar penyelesaian kewajiban tersebut
mengakibatkan arus keluar sumber daya yang mengandung
manfaat ekonomi; dan
c. Estimasi yang handal mengenai jumlah kewajiban tersebut
dapat dibuat
Jika kondisi diatas tidak terpenuhi, maka komitmen dan
kontijensi tidak dapat diakui dan diungkapkan dalam Catatan
Atas Laporan Keuangan.
02. Besarnya estimasi kerugian komitmen dan kontinjensi dibentuk
minimal sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan diakui
sebagai beban pada periode berjalan.
03. Estimasi kerugian komitmen dan kontinjensi dapat dilakukan
setiap saat atau pada setiap tanggal Laporan Keuangan.
04. Jika terjadi perubahan kualitas komitmen dan kontinjensi
setelah tanggal Laporan Posisi Keuangan tetapi sebelum
pemeriksaan lapangan oleh auditor eksternal selesai dilakukan,
maka perubahan tersebut dianggap sebagai peristiwa setelah
tanggal Laporan Posisi Keuangan yang mempengaruhi tanggal
Laporan Posisi Keuangan (subsequent event) dan diakui sebagai
koreksi saldo laba.
05. Jika perubahan kualitas komitmen dan kontinjensi terjadi
setelah tanggal Laporan Posisi Keuangan dan pemeriksaan
lapangan oleh auditor eksternal telah selesai dilakukan, maka
perubahan tersebut dianggap sebagai perubahan estimasi dan
diakui sebagai koreksi dalam Laporan Laba Rugi tahun berjalan.
D2. Penyajian
Estimasi kerugian komitmen dan kontinjensi yang telah menjadi
provisi disajikan pada Laporan Posisi Keuangan sebagai liabilitas.

E. llustrasi Jurnal
01. Pembentukan estimasi kerugian komitmen dan kontinjensi
Db. Beban estimasi kerugian komitmen dan kontinjensi
Kr. Estimasi kerugian komitmen dan kontinjensi
02. Koreksi kelebihan estimasi kerugian komitmen dan kontinjensi
a. Jika diketahui pada masa subsequent event:
Db. Estimasi kerugian komitmen dan kontinjensi

11.11
Kr. Saldo laba
b. Jika diketahui setelah masa subsequent event:
Db. Estimasi kerugian komitmen dan kontinjensi
Kr. Pendapatan estimasi kerugian komitmen dan
kontinjensi
03. Koreksi kekurangan estimasi kerugian komitmen dan
kontinjensi
a. jika diketahui pada masa subsequent event:
Db. Saldo laba
Kr. Estimasi kerugian komitmen dan kontinjensi
b. jika diketahui setelah masa subsequent event:
Db. Beban estimasi kerugian komitmen dan kontinjensi
Kr. Estimasi kerugian komitmen dan kontinjensi

F. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan, antara lain:
01. Ikhtisar perubahan estimasi kerugian komitmen dan kontinjensi
dalam tahun bersangkutan:
a. Saldo awal tahun (1)
b. Selisih kurs penjabaran untuk estimasi dalam mata uang
asing (2)
c. Pembentukan estimasi selama tahun berjalan (3)
d. Pengurangan pembentukan estimasi selama tahun berjalan
(4)
e. Koreksi karena pengalihan komitmen dan kontinjensi ke
dalam Laporan Posisi Keuangan (5)
f. Saldo akhir tahun (1) + (2) + (3) - (4) - (5).
02. Kebijakan dan metode yang digunakan untuk menentukan
estimasi kerugian komitmen dan kontinjensi.

G. Ketentuan Lain-lain
Komitmen dan kontinjensi dalam mata uang asing wajib dibentuk
estimasi kerugian dalam mata uang asing yang sama.

11.12
XI.6 PINJAMAN SUBORDlNASl

A. Definisi
Pinjaman subordinasi adalah pinjaman yang berdasarkan suatu
perjanjian hanya dapat dilunasi apabila Bank telah memenuhi
kewajiban tertentu dan dalam hal terjadi likuidasi hak tagihnya
berlaku paling akhir dari semua kewajiban dan investasi tidak terikat.

B. Dasar Pengaturan
01. Kerangka Dasar Penyajian dan Penyusunan Laporan Keuangan
Syariah.

C. Penjelasan
02. Tujuan adanya pinjaman subordinasi:
a. Mengumpulkan dana untuk menambah setoran modal.
b. Memenuhi kebutuhan dana di Bank dari pemilik atau
pemegang saham.
c. Memperkuat permodalan Bank.
03. Prinsip Syariah yang dapat digunakan untuk pinjaman
subordinasi adalah Qardh atau Mudharabah Muqayyadah.
04. Qardh merupakan pinjaman tanpa imbalan yang
memungkinkan peminjam untuk menggunakan dana tersebut
selama jangka waktu tertentu dan wajib mengembalikannya
dalam jumlah yang sama pada akhir periode yang disepakati.
05. Pinjaman subordinasi yang menggunakan prinsip Qardh harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Adanya akad tertulis antara Bank dan pemberi pinjaman;
b. Pemilik dana dilarang meminta tambahan yang ditetapkan
di muka;
c. Bank dapat memberikan hadiah/bonus berdasarkan
kemauan sendiri;
d. Mendapat persetujuan dari Bank Indonesia;
e. Tidak dijamin oleh Bank yang bersangkutan dan disetor
penuh;
f. Minimal berjangka waktu lima tahun;

11.13
g. Pelunasan sebelum jatuh tempo harus mendapat
persetujuan Bank Indonesia dan dengan pelunasan
tersebut permodalan Bank tetap sehat; dan
h. Hak tagihnya dalam hal likuidasi berlaku paling akhir (jika
ada sisa hasil likuidasi).
06. Mudharabah Muqayyadah adalah akad mudharabah dimana
shahibul maal memberikan batasan kepada mudharib mengenai
tempat, cara dan obyek investasi.
07. Pinjaman subordinasi yang menggunakan prinsip Mudharabah
Muqayyadah harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Adanya akad tertulis antara Bank dan pemberi pinjaman;
b. Pemilik dana memperoleh nisbah bagi hasil sesuai
kesepakatan;
c. Mendapat persetujuan dari Bank Indonesia;
d. Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan disetor
penuh;
e. Minimal berjangka waktu lima tahun;
f. Pelunasan sebelum jatuh tempo harus mendapat
persetujuan Bank Indonesia dan dengan pelunasan
tersebut permodalan Bank tetap sehat; dan
g. Hak tagihnya dalam hal likuidasi berlaku paling akhir (jika
ada sisa hasil likuidasi).
08. Pinjaman subordinasi yang dapat dijadikan komponen modal
pelengkap ditetapkan berdasarkan ketentuan yang berlaku.

D. Perlakuan Akuntansi
D1. Pengakuan dan Pengukuran
Pinjaman subordinasi diakui pada saat dana diterima sebesar jumlah
yang disepakati.
D2. Penyajian
Pinjaman subordinasi disajikan di Laporan Posisi Keuangan sebesar
saldo pinjaman subordinasi yang belum dilunasi pada tanggal
laporan.

E. llustrasi Jurnal
01. Pada saat pinjaman subordinasi ditandatangani

11.14
Dr. Tagihan komitmen-pinjaman subordinasi
Kr. Rekening lawan-tagihan komitmen
02. Pada saat pinjaman subordinasi diterima
Dr. Rekening lawan-tagihan komitmen
Kr. Tagihan komitmen-pinjaman subordinasi
Dr. Kas/kliring/rekening
Kr. Pinjaman subordinasi
03. Pada saat pengakuan beban bagi hasil/bonus
Db. Beban bagi hasil/bonus
Kr. Liabilitas segera-bagi hasil Mudharabah Muqayyadah
/bonus Qardh
04. Pada saat bagi hasil/bonus dibayarkan
Db. Liabilitas segera-bagi hasil Mudharabah Muqayyadah
/bonus Qardh
Kr. Kas/kliring/rekening
05. Pada saat penyelesaian pinjaman subordinasi
a. Pelunasan
Dr. Pinjaman subordinasi
Kr. Kas/kliring/rekening
b. Dialihkan menjadi setoran modal
Dr. Pinjaman subordinasi
Kr. Modal disetor

F. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan, antara lain:
01. Sumber dana pinjaman subordinasi;
02. Nisbah bagi hasil, jangka waktu dan jatuh tempo;
03. Jenis valuta (Rupiah dan valuta asing); dan
04. Akad yang dipergunakan.

G. Ketentuan Lain-lain
Pengalihan pinjaman subordinasi menjadi setoran modal hanya dapat
dilakukan berdasarkan ketentuan Bank Indonesia.

11.15
BAGIAN XII EKSPOR DAN IMPOR

XII.1 TAGIHAN DAN KEWAJIBAN AKSEPTASI

A. Definisi
01. Letter of Credit (L/C) adalah suatu akad yang diterbitkan Opening
Bank atas permintaan importir (applicant) dimana Bank berjanji akan
melaksanakan pembayaran kepada eksportir (beneficiary) selama
memenuhi syarat-syarat yang diminta dalam L/C.
02. Wesel adalah alat penarikan pembayaran yang diterbitkan oleh
eksportir atas dasar suatu L/C.
03. Ekspor adalah perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dari
wilayah pabean Indonesia sesuai ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
04. Impor adalah perdagangan dengan cara memasukkan barang dari
luar daerah pabean ke dalam wilayah pabean Indonesia sesuai
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
05. Beneficiary adalah eksportir yaitu pihak kepada siapa L/C dibuka
(penerima L/C).
06. Importir adalah pembeli yaitu pihak yang memberi amanat kepada
issuing bank untuk membuka L/C.
07. Issuing Bank adalah Bank penerbit L/C.
08. Advising Bank adalah Bank yang diminta oleh Issuing Bank untuk
menyampaikan L/C kepada beneficiary.
09. Paying Bank adalah Bank yang melakukan pembayaran Sight L/C
atau Deferred Payment L/C.
10. Confirming Bank adalah Bank yang ikut menjamin pembayaran L/C
kepada beneficiary atas penyerahan dokumen-dokumen yang sesuai
syarat L/C dengan membubuhkan konfirmasinya pada L/C yang
bersangkutan.
11. Accepting Bank adalah Bank yang menjamin pembayaran wesel
ekspor berjangka yang diterbitkan atas dasar usance L/C dengan
melakukan akseptasi pada wesel yang bersangkutan.
12. Negotiating Bank adalah Bank yang melakukan pembayaran kepada
eksportir dan mengajukan reimbursement claim kepada Issuing Bank
atau Paying Bank atau Reimbursing Bank.

12.1
13. Reimbursing Bank adalah Bank yang telah mendapat otorisasi dari
Issuing Bank untuk membayar reimbursement claim dari Negotiating
Bank.
14. Revocable L/C adalah L/C yang dapat diubah atau dibatalkan
sepihak oleh Issuing Bank tanpa perlu memperoleh persetujuan
terlebih dahulu dari beneficiary dan pihak-pihak terkait lainnya.
15. Irrevocable L/C adalah L/C yang tidak dapat diubah atau dibatalkan
tanpa persetujuan terlebih dahulu dari beneficiary dan pihak-pihak
terkait lainnya.
16. Sight L/C adalah L/C yang pembayarannya kepada beneficiary
dilakukan pada saat dokumen-dokumen L/C diajukan kepada Bank.
17. Deferred Payment L/C adalah L/C yang pembayarannya kepada
beneficiary dilakukan pada waktu yang ditentukan setelah tanggal
pengajuan dokumen-dokumen yang disyaratkan L/C.
18. Acceptance L/C adalah L/C yang mengharuskan wesel yang ditarik
oleh beneficiary diaksep oleh Accepting Bank yang akseptasinya
dilakukan sepanjang dokumen-dokumen yang diajukan telah
memenuhi syarat L/C.
19. Negotiation L/C adalah L/C yang pembayarannya kepada beneficiary
dilakukan pada saat pengajuan dokumen-dokumen yang disyaratkan
L/C dan pembayaran tersebut terlebih dahulu atas beban dana
Negotiating Bank.

B. Dasar Pengaturan
01. PSAK 50 tentang Instrumen Keuangan: Penyajian dan PSAK 55
tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran,
sepanjang tidak bertentangan dengan KDPPLKS.
02. Entitas syariah, sepanjang praktis, menyajikan Catatan Atas Laporan
Keuangan secara sistematis. Entitas syariah membuat referensi
silang atas setiap pos dalam Laporan Posisi Keuangan, Laporan Laba
Rugi Komprehensif, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas,
Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, dan Laporan
Pengunaan Dana Kebijakan untuk informasi yang berhubungan
dalam catatan atas laporan keuangan. (PSAK 101 Revisi 2011,
paragraf 120)

12.2
03. Untuk membantu pengguna Laporan Keuangan memahami dan
membandingkan dengan Laporan Keuangan entitas lain, entitas
syariah biasanya menyajikan Catatan Atas Laporan Keuangan
dengan urutan sebagai berikut:
(a) pernyataan atas kepatuhan terhadap SAK (lihat paragraf 19);
(b) ringkasan kebijakan akuntansi signifikan yang diterapkan (lihat
paragraf 125);
(c) informasi tambahan untuk pos-pos yang disajikan dalam Laporan
Perubahan Posisi Keuangan, Laporan Laba Rugi Komprehensif,
Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, Laporan Sumber
dan Penggunaan Dana Zakat, dan Laporan Sumber dan
Penggunaan Dana Lebajikan sesuai dengan urutan penyajian
laporan dan penyajian masing-masing pos; dan
(d) pengungkapan lain, termasuk:
(i) liabilitas kontinjensi (lihat PSAK 57: Provisi, Liabilitas
Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi) dan komitmen kontraktual
yang belum diakui; dan
(ii) pengungkapan informasi nonkeuangan, misalnya tujuan dan
kebijakan manajemen risiko keuangan (lihat PSAK 60
tentang Instrumen Keuangan: Pengungkapan) (PSAK 101
Revisi 2011, Paragraf 121)
04. Aset diakui dalam Laporan Posisi Keuangan kalau besar
kemungkinan bahwa manfaat ekonominya di masa depan diperoleh
entitas syariah dan aset tersebut mempunyai nilai atau biaya yang
dapat diukur dengan andal. (KDPPLKS: paragraf 116)
05. Liabilitas diakui dalam Laporan Posisi Keuangan kalau besar
kemungkinan bahwa pengeluaran sumber daya yang mengandung
manfaat ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban
(obligation) masa kini dan jumlah yang harus diselesaikan dapat
diukur dengan andal. Dalam praktek, kewajiban (obligation) menurut
kontrak yang belum dilaksanakan oleh kedua belah pihak (misalnya,
liabilitas atas pesanan persediaan yang belum diterima) pada
umumnya tidak diakui sebagai liabilitas dalam Laporan Keuangan.
Namun demikian, kewajiban (obligation) semacam itu dapat
memenuhi definisi liabilitas dan, kalau dalam keadaan tertentu
kriteria pengakuan terpenuhi, maka kewajiban (obligation) tersebut

12.3
dapat dianggap memenuhi syarat pengakuan. Dalam kasus ini,
pengakuan liabilitas mengakibatkan pengakuan aset atau beban yang
bersangkutan (KDPPLKS: paragraf 118).
06. Penghasilan diakui dalam Laporan Laba Rugi Komprehensif kalau
kenaikan manfaat ekonomi di masa depan yang berkaitan dengan
peningkatan aset atau penurunan liabilitas telah terjadi dan dapat
diukur dengan andal. Ini berarti pengakuan penghasilan terjadi
bersamaan dengan pengakuan kenaikan aset atau penurunan
liabilitas (misalnya, kenaikan bersih aset yang timbul dari penjualan
barang atau jasa atau penurunan liabilitas yang timbul dari
pembebasan pinjaman yang masih harus dibayar) (KDPPLKS:
paragraf 120).
07. Beban diakui dalam Laporan Laba Rugi Komprehensif kalau
penurunan manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan
penurunan aset atau peningkatan liabilitas telah terjadi dan dapat
diukur dengan andal. Ini berarti pengakuan beban terjadi bersamaan
dengan pengakuan kenaikan liabilitas atau penurunan aset
(misalnya, akrual hak karyawan atau penyusutan aset tetap)
(KDPPLKS: paragraf 122)
08. Provisi diakui jika:
(a) entitas memiliki kewajiban kini (baik bersifat hukum maupun
bersifat konstruktif) sebagai akibat peristiwa masa lalu;
(b) kemungkinan besar penyelesaian kewajiban tersebut
mengakibatkan arus keluar sumber daya yang mengandung
manfaat ekonomi; dan
(c) estimasi yang andal mengenai jumlah kewajiban tersebut dapat
dibuat.
Jika kondisi di atas tidak terpenuhi, maka provisi tidak diakui.
(PSAK 57: paragraf 14).
09. Entitas tidak diperkenankan mengakui liabilitas kontinjensi. (PSAK
57: paragraf 27)

C. Penjelasan
01. Letter of Credit (L/C) Impor Syariah adalah surat pernyataan akan
membayar kepada Eksportir yang diterbitkan oleh Bank untuk

12.4
kepentingan Importir dengan pemenuhan persyaratan tertentu sesuai
dengan prinsip Syariah.
Akad untuk L/C terkait transaksi Impor yang sesuai dengan Syariah
dapat digunakan beberapa bentuk:
a. Akad Wakalah bil Ujrah dengan ketentuan:
i. Importir harus memiliki dana pada Bank sebesar harga
pembayaran barang yang diimpor;
ii. Importir pada Bank melakukan akad Wakalah bil Ujrah untuk
pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor;
iii. Besar ujrah harus disepakati diawal dan dinyatakan dalam
bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.
b. Akad Wakalah bil Ujrah dan Qardh dengan ketentuan:
i. Importir tidak memiliki dana cukup pada Bank untuk
pembayaran harga barang yang diimpor;
ii. Importir dan Bank melakukan akad Wakalah bil Ujrah untuk
pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor;
iii. Besar ujrah harus disepakati diawal dan dinyatakan dalam
bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase;
iv. Bank memberikan dana talangan (qardh) kepada importir
untuk pelunasan pembayaran barang impor.
c. Akad Murabahah dengan ketentuan:
i. Bank bertindak selaku pembeli yang mewakili kepada
importir untuk melakukan transaksi dengan eksportir
ii. Pengurusan dokumen dan pembayaran dilakukan oleh Bank
saat dokumen diterima (at sight) dan/atau tangguh sampai
dengan jatuh tempo (usance);
iii. Bank menjual barang secara murabahah kepada importir,
baik dengan pembayaran tunai maupun cicilan.
iv. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Bank akan diperhitungkan
sebagai harga perolehan barang.
02. Akad untuk L/C terkait transaksi Ekspor yang sesuai dengan prinsip
Syariah dapat berupa:
a. Akad Wakalah bil Ujrah dengan ketentuan:
i. Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor;

12.5
ii. Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit
L/C (issuing bank), selanjutnya dibayarkan kepada eksportir
setelah dikurangi ujrah;
iii. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam
bentuk nominal, bukan dalam prosentase.
b. Akad Wakalah bil Ujrah dan Qardh dengan ketentuan:
i. Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor;
ii. Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit
L/C (issuing bank);
iii. Bank memberikan dana talangan (Qardh) kepada nasabah
eksportir sebesar harga barang ekspor;
iv. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam
bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.
v. Pembayaran ujrah dapat diambil dari dana talangan sesuai
kesepakatan dalam akad.
vi. Antara akad Wakalah bil Ujrah dan akad Qardh, tidak
diperbolehkan adanya keterkaitan (ta’alluq).
c. Akad Wakalah Bil Ujrah dan Mudharabah dengan ketentuan:
i. Bank memberikan kepada eksportir seluruh dana yang
dibutuhkan dalam proses produksi barang ekspor yang
dipesan oleh importir;
ii. Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor;
iii. Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit
L/C (Issuing Bank);
iv. Pembayaran oleh bank penerbit L/C dapat dilakukan pada
saat dokumen diterima (at sight) atau pada saat jatuh tempo
(usance);
v. Pembayaran dari bank penerbit L/C (Issuing Bank) dapat
digunakan untuk:
1) Pembayaran ujrah;
2) Pengembalian dana mudharabah;
3) Pembayaran bagi hasil.
vi. Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam
bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.
03. Mekanisme transaksi Ekspor dan Impor

12.6
a. Sight LC/SKBDN

Langkah Tindakan
1 Importir (applicant) dan eksportir (beneficiary)
menandatangani sales contract
2 Applicant mengajukan permohonan pembukaan sight
LC kepada issuing bank
3 Issuing bank menerbitkan sight LC kepada beneficiary
melalui perantaraan advising bank
4 Advising bank meneruskan sight LC kepada beneficiary
5 Beneficiary melakukan pengiriman barang dan
mempersiapkan dokumen-dokumen yang disyaratkan
dalam LC
6 Beneficiary mempresentasikan dokumen-dokumen ke
negotiating bank
7 Apabila dokumen sesuai dengan syarat dan kondisi
LC, negotiating bank akan melakukan pembayaran
terlebih dahulu kepada beneficiary dengan hak
recourse. Proses ini dikenal dengan istilah negosiasi
8 Negotiating bank akan mengirimkan dokumen-
dokumen tersebut ke issuing bank
9 Issuing bank akan memeriksa dokumen. Apabila
dokumen clean, issuing bank akan melakukan
pembayaran ke negotiating bank
10 & 11 Applicant melakukan pelunasan ke issuing bank dan
mengambil dokumen untuk keperluan pengeluaran

12.7
barang

b. Usance LC/SKBDN

Langkah Tindakan
1 Pihak importir (applicant) dan eksportir (Beneficiary)
menandatangani kontrak penjualan
2 Applicant mengajukan permohonan pembukaan
usance LC kepada issuing bank
3 Issuing bank menerbitkan usance LC kepada
Beneficiary melalui perantaraan advising bank
4 Advising bank meneruskan usance LC kepada
Beneficiary
5 Beneficiary melakukan pengiriman barang dan
mempersiapkan dokumen-dokumen yang diisyaratkan
dalam LC
6 Beneficiary mempresentasikan dokumen-dokumen ke
negotiating bank
7 Apabila dokumen sesuai dengan syarat dan kondisi
LC, negotiating bank dapat melakukan pembayaran di
muka kepada Beneficiary sebesar nilai dokumen
dikurangi diskon/bunga. Proses ini dikenal dengan
istilah diskonto
8 Negotiating bank akan mengirimkan dokumen-
dokumen tersebut ke issuing bank

12.8
9 Issuing bank akan memeriksa dokumen. Apabila
dokumen clean, issuing bank akan mengirimkan
teleks akseptasi ke negotiating bank
10 Applicant menyerahkan surat aksep ke issuing bank
dan mengambil dokumen untuk keperluan
pengeluaran barang
11 Applicant melakukan pelunasan ke issuing bank pada
saat jatuh tempo
12 Issuing bank akan melakukan pembayaran ke
negotiating bank

c. Sight/usance LC/SKBDN dengan pelunasan melalui reimbursing


bank dimana advising bank bukan negotiating bank

Langkah Tindakan
1 Pihak importir (applicant) dan eksportir (beneficiary)
menandatangani kontrak penjualan
2 Applicant mengajukan permohonan pembukaan
LC/SKBDN kepada issuing bank
3a Issuing bank menerbitkan LC/SKBDN kepada
beneficiary melalui perantaraan advising bank
3b Issuing bank memberikan reimbursement
authorization kepada reimbursing bank
4 Advising bank meneruskan LC/SKBDN kepada

12.9
beneficiary
5 Beneficiary mengirimkan/mengapalkan barang sesuai
permintaan dalam LC/SKBDN
6 Beneficiary mempresentasikan dokumen-dokumen ke
negotiating bank
7a Negotiating bank mengirimkan dokumen kepada
issuing bank
7b Negotiating bank melakukan claim kepada reimbursing
bank untuk melakukan pembayaran.
8 Reimbursing melakukan pembayaran kepada
negotiating bank (claiming bank)
9 Negotiating bank melakukan pembayaran kepada
beneficiary
10 Issuing bank melakukan pembayaran kepada
reimbursing bank
11 Applicant melakukan pelunasan LC/SKBDN kepada
issuing bank
12 Issuing Bank menyerahkan dokumen kepada
applicant untuk menebus/mengambil barang

04. Dalam transaksi ekspor impor terdapat 2 perlakuan akuntansi, yaitu:


a. Akuntansi yang terkait dengan aset dan kewajiban keuangan yang
berasal dari hak dan kewajiban kontraktual, antara lain untuk
tagihan dan kewajiban akseptasi serta wesel ekspor yang diambil
alih Bank. Wesel ekspor lebih lanjut dapat dilihat pada Bab
mengenai surat berharga;
b. Akuntansi yang terkait dengan kewajiban kontinjensi dan
kewajiban diestimasi, antara lain untuk jaminan keuangan
(financial guarantee) seperti shipping guarantee.
05. Pendapatan/biaya dalam transaksi ekspor-impor mencakup komisi
akseptasi, komisi pembukaan LC/SKBDN, biaya pengiriman
dokumen, dan komisi negosiasi dokumen.
06. Tagihan akseptasi termasuk dalam kategori Pinjaman yang Diberikan
dan Piutang.
07. Kewajiban akseptasi termasuk dalam kategori kewajiban lainnya yang
dicatat pada biaya perolehan diamortisasi.

12.10
08. Berdasarkan cara penyelesaian pembayarannya, LC/SKBDN
dibedakan menjadi:
a. LC/SKBDN atas unjuk (sight payment);
b. LC dengan pembayaran kemudian (deffered payment);
c. LC/SKBDN dengan akseptasi (acceptance);
d. LC/SKBDN dengan negosiasi (negotiation).
09. LC/SKBDN diterbitkan oleh issuing bank atas permintaan pemohon
(applicant). LC/SKBDN memberi hak kepada Beneficiary untuk
meminta pembayaran kepada issuing bank melalui bank
korespondennya berdasarkan pemenuhan persyaratan yang
tercantum dalam LC/SKBDN.
SKBDN tunduk pada Peraturan Bank Indonesia sedangkan LC
tunduk pada Uniform Customs and Practice for Documentary
Credits/UCPDC.
10. Setelah menerima LC/SKBDN dari issuing bank, advising bank
meneruskannya L/C tersebut kepada beneficiary.
11. Pada saat bank menerima dokumen-dokumen dari beneficiary, Bank
melakukan pemeriksaan dokumen sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dan selanjutnya melakukan kegiatan sebagai berikut, sesuai
dengan jenis LC/SKBDN:
a. LC/SKBDN atas unjuk (Sight LC/SKBDN)
Bank pembayar melakukan pembayaran kepada beneficiary (atas
beban issuing bank) sesuai dengan persyaratan LC/SKBDN dan
kemudian meneruskan dokumen-dokumen yang diterima kepada
issuing bank.
b. LC/SKBDN berjangka (Usance LC/SKBDN)
Bank meneruskan dokumen-dokumen yang diterima kepada
issuing bank untuk dimintakan akseptasi dari accepting bank.
c. LC/SKBDN yang ditagih dengan collection
Remitting bank mengirim dokumen-dokumen kepada issuing bank
untuk ditagihkan pembayarannya tanpa terlebih dahulu
melakukan pembayaran kepada beneficiary.
LC/SKBDN dengan pembayaran seperti ini terjadi karena antara
lain:
i. dokumen yang diajukan terdapat penyimpangan
(discrepancy/ies); atau

12.11
ii. tidak ada Bank yang bersedia sebagai negotiating bank
12. Penerimaan dari transaksi akseptasi dianggap sebagai fee base
income dari Bank dan tidak dibagi-hasilkan.
13. Jika LC mengalami default, maka fasilitas tersebut akan menjadi
pembiayaan dan bagi hasil yang diterima akan dilaporkan dalam bagi
hasil kepada nasabah.

D. Perlakuan Akuntansi
D1. Pengakuan dan Pengukuran
Transaksi Ekspor

01. Pada saat menerima L/C dari issuing bank, tidak diakui sebagai
tagihan komitmen atau kontinjensi. Dalam hal Bank penerus L/C
menambahkan konfirmasi untuk menjamin pembayaran L/C maka
Bank mengakui kewajiban komitmen kepada beneficiary dan pada
saat yang sama Bank mengakui tagihan komitmen kepada issuing
bank.
02. Pada saat Bank meneruskan dan/atau mengkonfirmasi L/C yang
diterimanya dari bank penerbit maka Bank mengakui pendapatan
provisi (advising fee dan/atau confirming fee) yang dipungut.
03. Sight L/C
Pada saat pembayaran dokumen-dokumen yang diajukan beneficiary,
bank pembayar mengakui sebagai tagihan kepada issuing bank
dalam akun tagihan lainnya-wesel ekspor atau nostro.
04. Usance (Deferred Payment) L/C
a. Pada saat Bank menerima wesel berjangka yang telah diaksep dari
accepting bank, Bank mengakui tagihan kepada accepting bank
sebagai akun tagihan akseptasi dan kewajiban kepada beneficiary
sebesar nilai L/C.
b. Apabila sebelum jatuh tempo Bank melakukan negosiasi/peng-
ambil-alihan atas tagihan Usance L/C (deferred payment L/C)
maka Bank melakukan pembayaran kepada beneficiary sebesar
nilai L/C dan mengakui tagihan kepada bank penerbit sebesar
nilai L/C dalam akun tagihan lainnya-wesel ekspor berjangka.
c. Bank diperkenankan meminta fee negosiasi/pengambil-alihan
wesel berjangka tersebut namun tidak diperkenankan melakukan
diskonto.

12.12
d. Apabila Bank pembayar menerima pembayaran dari Issuing
bank/Accepting bank pada saat jatuh tempo atas tagihan
Usance/deferred payment L/C maka dilakukan penyelesaian atas
tagihan lainnya - wesel ekspor berjangka.
05. Untuk pembayaran dimuka selain untuk L/C dengan negosiasi dapat
juga dilakukan untuk L/C dengan pembayaran kemudian (deferred
payment L/C) dan L/C dengan akseptasi (acceptance L/C). Perlakuan
akuntansinya mengikuti ketentuan dalam butir 6).
Transaksi Impor
01. Pada saat membuka L/C, Bank mencatat ke dalam akun:
a. kewajiban komitmen (irrevocable L/C) dalam mata uang asing
sebesar nilai L/C;
b. setoran jaminan impor (jika ada) sesuai mata uang asing dalam
L/C sebesar setoran yang diterima;
c. pendapatan provisi penerbitan L/C sebesar provisi yang diterima.
02. Pendapatan provisi penerbitan L/C yang diterima diakui sebagai
pendapatan pada saat diterima (basis kas).
03. Sight L/C
a. Pada saat penerimaan dokumen dari bank koresponden dan
selama masa pemeriksaan (maksimal 7 hari kerja perbankan
setelah diterimanya dokumen) tidak dilakukan penjurnalan (no
journal entry).
b. Setelah pemeriksaan selesai dan dokumen pengapalan (shipping
documents) tidak terdapat penyimpangan (discrepancy/ies) atau
terdapat penyimpangan (discrepancy/ies) tetapi diterima oleh
applicant, maka Bank penerbit L/C mengakui kewajiban dan
melakukan pembayaran kepada bank koresponden sebesar nilai
L/C atau nilai realisasi L/C dan pada saat yang sama mengakui
tagihan kepada applicant sebesar nilai yang sama pada akun
tagihan lainnya.
c. Apabila dokumen termasuk bill of lading belum diterima dari bank
koresponden dan applicant meminta Bank untuk menerbitkan
shipping guarantee, maka Bank penerbit L/C mengakui kewajiban
kepada bank koresponden sebesar nilai L/C atau nilai realisasi
L/C pada akun kewajiban lain-lain dan mengakui tagihan kepada
applicant sebesar nilai yang sama pada akun tagihan lainnya.

12.13
Pada saat yang sama Bank mengakui tagihan kontinjensi shipping
guarantee kepada applicant dan kewajiban kontinjensi kepada
maskapai pelayaran.
d. Pada saat yang sama dengan transaksi pada butir b) dan c), Bank
penerbit melakukan reversal pencatatan komitmen/kontinjensi
pembukuan L/C sebesar nilai L/C atau nilai realisasi L/C.
e. Pada saat dokumen termasuk bill of lading diterima dari bank
koresponden dan pemeriksaan telah dilakukan (untuk kondisi
butir c). maka perlakuan akuntansi mengikuti butir b). Pada saat
yang sama me-reverse tagihan dan kewajiban kontinjensi dari
penerbitan shipping guarantee.
f. Penyelesaian tagihan Issuing bank (bank penerbit) oleh
applicant/importir dapat dilakukan sebagai berikut:
i. Applicant menebus dokumen pengapalan (menyelesaikan
kewajibannya) secara tunai setelah dikurangi dengan setoran
jaminan (jika ada).
ii. Applicant menebus dokumen pengapalan (menyelesaikan
kewajibannya) dengan menggunakan fasilitas pembiayaan
mudharabah/musyarakah/murabahah dari bank penerbit
setelah dikurangi dengan setoran jaminan (jika ada).
04. L/C dengan pembayaran kemudian (Deferred Payment L/C).
a. Dalam hal Bank menerima promes yang diterbitkan oleh pemohon
(applicant) untuk beneficiary sebesar nilai L/C atau nilai realisasi
L/C, maka Bank penerbit tidak mengakui kewajiban kepada
beneficiary atas penerbitan promes tersebut.
b. i. Dalam hal promes dijamin (aval) oleh bank penerbit maka
bank penerbit sebagai penjamin (avalis) mengakui tagihan
dan kewajiban komitmen-penerbitan efek sebesar nilai
promes. Pada saat yang sama jumlah kewajiban
komitmen/kontinjensi L/C impor dikurangi sebesar nilai
promes.
ii. Apabila applicant (pemohon aval) wanprestasi atas penerbitan
promes tersebut maka bank penerbit sebagai penjamin
(avalis) mengakui kewajiban lainnya-realisasi aval kepada
beneficiary c.q. correspondent bank sebesar nilai promes dan
mengakui tagihan lainnya kepada pemohon aval/applicant

12.14
sebesar nilai yang sama. Pada saat yang sama mereverse
tagihan dan kewajiban komitmen-penerbitan efek.
c. i. Dalam hal promes dijamin (aval) oleh bukan bank penerbit
maka bank penjamin (avalis) mengakui tagihan/kewajiban
komitmen-penerbitan efek sebesar nilai promes. Pada saat
yang sama bank penerbit L/C me-reversal kewajiban
komitmen/kontinjensi L/C impor sebesar nilai L/C atau nilai
realisasi L/C.
ii. Apabila applicant (pemohon aval) wanprestasi atas penerbitan
promes tersebut maka bank penjamin sebagai penjamin
(avalis) mengakui kewajiban lainnya-realisasi aval kepada
beneficiary melalui bank koresponden sebesar nilai promes
dan mengakui tagihan lainnya kepada pemohon
aval/applicant sebesar nilai yang sama. Pada saat yang sama
me-reverse tagihan dan kewajiban komitmen-penerbitan efek.
05. L/C dengan akseptasi (Acceptance L/C).
a. Bank pengaksep adalah Bank penerbit
i. Pada saat Bank melakukan akseptasi atas wesel berjangka
yang diterbitkan beneficiary, maka Bank pengaksep mengakui
kewajiban kepada beneficiary sebesar nilai wesel yang diaksep
sebagai akun kewajiban akseptasi dan mengakui tagihan
kepada applicant sebesar nilai yang sama sebagai akun
tagihan akseptasi.
ii. Pada saat yang sama jumlah kewajiban komitmen/kontinjensi
L/C impor dikurangi sebesar nilai L/C atau nilai realisasi
L/C.
iii. Apabila beneficiary melakukan pendiskontoan wesel
berjangka kepada bank pendiskonto maka kewajiban bank
pengaksep beralih dari kewajiban kepada beneficiary menjadi
kewajiban kepada bank pendiskonto. Bank pendiskonto dapat
melakukan pendiskontoan ulang kepada pihak lainnya
sehingga kewajiban bank pengaksep beralih kepada bonafide
holder.
b. Bank pengaksep adalah bukan Bank penerbit
i. Dalam hal bank pengaksep melakukan akseptasi atas wesel
berjangka yang diterbitkan beneficiary, maka:

12.15
1) Bank pengaksep mengakui kewajiban kepada beneficiary
sebesar nilai wesel yang diaksep sebagai akun kewajiban
akseptasi dan mengakui tagihan kepada bank penerbit
(issuing bank) sebesar nilai yang sama sebagai akun
tagihan akseptasi.
2) Apabila beneficiary melakukan pendiskontoan wesel ber-
jangka kepada bank pendiskonto maka kewajiban bank
pengaksep beralih dari kewajiban kepada beneficiary men-
jadi kewajiban kepada bank pendiskonto. Bank pen-
diskonto dapat melakukan pendiskontoan ulang kepada
pihak lainnya sehingga kewajiban bank pengaksep beralih
kepada bonafide holder.
ii. Bank penerbit mengakui kewajiban kepada bank pengaksep
(bank pengaksep ditunjuk oleh bank penerbit) sebesar nilai
wesel yang diaksep sebagai akun kewajiban akseptasi dan
mempunyai tagihan pada applicant sebesar nilai yang sama
sebagai akun tagihan akseptasi.
iii. Pada saat yang sama jumlah kewajiban komitmen/kontinjensi
L/C impor dikurangi sebesar nilai L/C atau nilai realisasi
L/C.
06. L/C dengan negosiasi (Negotiation L/C).
a. Dalam hal bank penegosiasi menegosiasi wesel unjuk (sight L/C)
maka bank penerbit mengakui kewajiban kepada bank penegosiasi
sebagai akun kewajiban lainnya dan pada saat yang sama
mengakui tagihan kepada applicant dengan nilai yang sama
sebagai akun tagihan lainnya.
b. Dalam hal bank penegosiasi menegosiasi wesel berjangka yang
diaksep oleh bank lain maka bank penerbit mengakui kewajiban
kepada bank pengaksep dalam akun kewajiban akseptasi. Dan
pada saat yang sama mengakui tagihan kepada applicant dalam
akun tagihan akseptasi.
c. Dalam hal bank penegosiasi menegosiasi wesel berjangka yang
diaksep oleh bank penerbit maka bank penerbit mengakui ke-
wajiban kepada bank penegosiasi dalam akun kewajiban
akseptasi. Dan pada saat yang sama mengakui tagihan kepada
applicant dalam akun tagihan akseptasi.

12.16
D2. Penyajian
Transaksi Ekspor
01. Tagihan akseptasi kepada bank koresponden disajikan di Laporan
Posisi Keuangan (on balance sheet) sebesar nilai bruto tagihan bank.
Jika berasal dari valuta asing dijabarkan ke dalam mata uang Rupiah
dengan menggunakan kurs yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
02. Tagihan lainnya kepada bank koresponden disajikan di Laporan
Posisi Keuangan (on balance sheet) sebesar nilai bruto tagihan bank.
Jika berasal dari valuta asing dijabarkan ke dalam mata uang Rupiah
dengan menggunakan kurs yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
03. Kewajiban akseptasi kepada beneficiary disajikan di Laporan Posisi
Keuangan (on balance sheet) sebesar nilai bruto kewajiban bank. Jika
berasal dari valuta asing dijabarkan ke dalam mata uang Rupiah
dengan menggunakan kurs yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
04. Kewajiban lain-lain kepada beneficiary disajikan di Laporan Posisi
Keuangan (on balance sheet) sebesar nilai bruto kewajiban bank. Jika
berasal dari valuta asing dijabarkan ke dalam mata uang Rupiah
dengan menggunakan kurs yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
05. Pendapatan diskonto yang ditangguhkan - uang muka/wesel ekspor
berjangka disajikan sebagai offsetting account dari tagihan lainnya -
uang muka/wesel ekspor berjangka.
Transaksi Impor
01. Kewajiban komitmen/kontinjensi atas penerbitan L/C diungkapkan
dalam Catatan Atas Laporan Keuangan sebesar jumlah penerbitan
L/C. Jika berasal dari valuta asing dijabarkan ke dalam mata uang
Rupiah dengan menggunakan kurs yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
02. Kewajiban komitmen atas penjaminan penerbitan efek diungkapkan
dalam Catatan Atas Laporan Keuangan.
03. Setoran jaminan impor disajikan di Laporan Posisi Keuangan (on
balance sheet) sebesar jumlah setoran jaminan. Jika berasal dari
valuta asing dijabarkan ke dalam mata uang Rupiah dengan
menggunakan kurs yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
04. Tagihan akseptasi kepada applicant disajikan di Laporan Posisi
Keuangan (on balance sheet) sebesar nilai bruto tagihan bank. Jika

12.17
berasal dari valuta asing dijabarkan ke dalam mata uang Rupiah
dengan menggunakan kurs yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
05. Kewajiban akseptasi kepada bank koresponden disajikan di Laporan
Posisi Keuangan (on balance sheet) sebesar nilai bruto kewajiban
bank. Jika berasal dari valuta asing dijabarkan ke dalam mata uang
Rupiah dengan menggunakan kurs yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
06. Tagihan lainnya kepada applicant disajikan di Laporan Posisi
Keuangan (on balance sheet) sebesar nilai bruto tagihan bank. Jika
berasal dari valuta asing dijabarkan ke dalam mata uang Rupiah
dengan menggunakan kurs yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
07. Kewajiban lainnya kepada bank koresponden disajikan di Laporan
Posisi Keuangan (on balance sheet) sebesar nilai bruto kewajiban
bank. Jika berasal dari valuta asing dijabarkan ke dalam mata uang
Rupiah dengan menggunakan kurs yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.

E. Ilustrasi Jurnal
Transaksi Ekspor
01. Saat menerima L/C
Tidak dilakukan pembukuan, cukup diregistrasi. Apabila terhadap
penerusan L/C kepada eksportir dikenakan provisi (advising
commision), maka dilakukan:
Db. Kas/rekening/kliring
Kr. Pendapatan advising commision
02. Saat mengirim dokumen
Tidak dilakukan jurnal.
03. Saat menerima akseptasi
Db. Tagihan Akseptasi kepada Bank Pengaksep
Kr. Kewajiban Akseptasi kepada beneficiary
04. Saat pembayaran kepada eksportir
a. L/C atas unjuk (Sight payment L/C)
Db. Nostro/tagihan lainnya-wesel ekspor
Kr. Nasabah/Eksportir
Kr. Pendapatan negosiasi wesel ekspor

12.18
Kr. Kewajiban segera - titipan pajak nasabah
Kr. Pendapatan lain-lain
b. L/C dengan pembayaran kemudian (Deferred payment L/C)
i. Jika dibayar sebelum jatuh tempo
Db. Tagihan Lainnya
Kr. Nasabah/Eksportir
Kr. Pendapatan diskonto wesel ekspor yang ditangguhkan
Kr. Pendapatan negosiasi wesel ekspor
Kr. Kewajiban segera - titipan pajak nasabah
Kr. Pendapatan lain-lain
ii. Jika dibayar saat jatuh tempo
1) Bank Pembayar telah menerima pembayaran tetapi belum
dibayarkan kepada eksportir
Db. Nostro
Kr. Kewajiban lainnya
Selanjutnya pada saat membayar kepada eksportir:
Db. Kewajiban lainnya
Kr. Nasabah/Eksportir
Kr. Pendapatan negosiasi wesel ekspor
Kr. Kewajiban segera - titipan pajak nasabah
Kr. Pendapatan lain-lain
2) Bank Pembayar telah menerima pembayaran dan dilaku-
kan pembayaran kepada eksportir
Db. Nostro
Kr. Nasabah/Eksportir
Kr. Pendapatan negosiasi wesel ekspor
Kr. Kewajiban segera - titipan pajak nasabah
Kr. Pendapatan lain-lain
3) Bank Pembayar belum menerima pembayaran dan
dilakukan pembayaran kepada eksportir
Db. Tagihan lainnya-wesel ekspor
Kr. Nasabah/Eksportir
Kr. Pendapatan negosiasi wesel ekspor
Kr. Kewajiban segera - titipan pajak nasabah
Kr. Pendapatan lain-lain
c. L/C dengan akseptasi (Acceptance L/C)

12.19
i. Jika dibayar sebelum jatuh tempo
Db. Kewajiban akseptasi kepada nasabah
Kr. Nasabah/Eksportir
Kr. Pendapatan diskonto wesel ekspor
Kr. Pendapatan negosiasi wesel ekspor yang ditangguhkan
Kr. Kewajiban segera - titipan pajak nasabah
Kr. Pendapatan lain-lain
ii. Jika dibayar saat jatuh tempo
Db. Kewajiban akseptasi kepada nasabah
Kr. Nasabah/Eksportir
Kr. Pendapatan negosiasi wesel ekspor
Kr. Kewajiban segera - titipan pajak nasabah
Kr. Pendapatan lain-lain
d. L/C dengan negosiasi (Negotiation L/C)
i. Jika menegosiasi L/C atas unjuk
((jurnal pembukuan sama seperti butir a). di atas)
ii. Jika menegosiasi L/C berjangka
1) Jika dibayar sebelum jatuh tempo
(a) Akseptasi telah dilakukan
Db. Kewajiban akseptasi
Kr. Nasabah/Eksportir
Kr. Pendapatan diskonto wesel ekspor yang di
tangguhkan
Kr. Pendapatan negosiasi wesel ekspor
Kr. Kewajiban segera - titipan pajak nasabah
Kr. Pendapatan lain-lain
Pada saat bersamaan:
Db. Wesel ekspor
Kr. Tagihan akseptasi
(b) Akseptasi belum dilakukan
Db. Tagihan lainnya-uang muka
Kr. Nasabah/Eksportir
Kr. Pendapatan yang ditangguhkan lainnya
Kr. Pendapatan negosiasi wesel ekspor
Kr. Kewajiban segera - titipan pajak nasabah
Kr. Pendapatan lain-lain

12.20
Pada saat wesel diakseptasi:
Db. Tagihan akseptasi
Kr. Kewajiban akseptasi
Pada saat yang bersamaan
Db. Wesel ekspor
Kr. Tagihan akseptasi

Db. Kewajiban akspetasi


Kr. Tagihan lainnya (uang muka)

Db. Pendapatan yang ditangguhkan lainnya


Kr. Pendapatan diskonto wesel ekspor yang
ditangguhkan
2) Jika dibayar saat jatuh tempo
Db. Nostro
Kr. Nasabah/Eksportir
Kr. Pendapatan negosiasi wesel ekspor
Kr. Kewajiban segera - titipan pajak nasabah
Kr. Pendapatan lain-lain
e. Saat melakukan amortisasi diskonto WEB
Db. Pendapatan diskonto wesel ekspor yang di tangguhkan
Kr. Pendapatan diskonto wesel ekspor
f. Saat menerima pembayaran (nota kredit) dari issuing bank
i. L/C atas unjuk (Sight Payment L/C)
Db. Nostro
Kr. Tagihan lainnya-wesel ekspor
Catatan: jika pada saat pembayaran bank sudah
membukukan langsung ke nostro maka nota kredit yang
diterima dari issuing bank tidak dibukukan lagi (hanya
sebagai konfirmasi) terkecuali ada biaya-biaya luar negeri.
ii. L/C dengan pembayaran kemudian (Deferred Payment L/C)
Db. Nostro
Kr. Tagihan lainnya-wesel ekspor
Catatan: jika pada saat pembayaran bank sudah
membukukan langsung ke nostro maka nota kredit yang
diterima dari issuing bank tidak dibukukan lagi (hanya

12.21
sebagai konfirmasi) terkecuali ada biaya-biaya luar negeri.
L/C dengan pembayaran kemudian (Deferred Payment L/C).
iii. L/C dengan akseptasi (acceptance L/C)
Db. Nostro
Kr. Tagihan akseptasi kepada bank koresponden
iv. L/C dengan negosiasi (negotiation L/C)
1) Jika menegosiasi L/C atas unjuk
Db. Nostro
Kr. Tagihan lainnya-wesel ekspor
Catatan: jika pada saat pembayaran Bank sudah
membukukan langsung ke nostro maka nota kredit yang
diterima dari issuing bank tidak dibukukan lagi (hanya
sebagai konfirmasi) terkecuali ada biaya-biaya luar negeri.
2) Jika menegosiasi L/C berjangka
Db. Nostro
Kr. Tagihan akseptasi kepada koresponden
a. Dalam hal bank koresponden tidak melakukan pembayaran, maka
jurnal no.6 di atas untuk setiap akun nostro dapat diganti
dengan akun tagihan lainnya-wesel ekspor yang ditolak atau
tetap dibukukan pada akun tagihan lainnya-wesel ekspor.
b. Jurnal penyelesaian tagihan lainnya-wesel ekspor yang ditolak.
Db. Kas/rekening/kliring
Kr. Tagihan lainnya-wesel ekspor yang ditolak

Transaksi Impor
01. Pada saat membuka L/C Impor
a. L/C Irrevocable
Db. Tagihan komitmen L/C kepada applicant
Kr. Kewajiban Komitmen L/C impor kepada depository
correspondent bank
b. L/C Revocable
Db. Tagihan kontinjensi L/C kepada applicant
Kr. Kewajiban Kontinjensi L/C impor kepada depository
correspondent bank
c. Membukukan provisi pembuka L/C
Db. Kas/nasabah/kliring

12.22
Kr. Pendapatan Provisi pembukaan L/C Impor
Kr. Pendapatan lain-lain
02. Pada saat menerima setoran jaminan L/C Impor
Db. Kas/nasabah/kliring
Kr. Setoran Jaminan Impor
Catatan:
Apabila dana setoran jaminan impor berupa rekening giro, deposito
yang diblokir, maka atas dana tersebut cukup diblokir.
03. Penerimaan Pembayaran/Promes dari Importir sementara Dokumen
Impor belum diterima oleh Bank Penerbit
a. L/C Atas Unjuk (Sight Payment L/C)
i. Nasabah mengeluarkan barang menggunakan copy dokumen
dengan cara Endorsemen B/L
Db. Setoran Jaminan L/C Impor
Kr. Rekening Nasabah/Importir (Pengembalian setoran
jaminan, bila ada)

Db. Rekening Nasabah/Importir


Kr. Kewajiban L/C Impor sight kepada Bank Koresponden
(sebesar Nilai Dokumen, KL diselesaikan pada saat
rekening Nostro telah didebet)
Kr. Pendapatan Komisi L/C Impor (Komisi endorsemen, bila
ada)
Penerimaan setoran pajak impor (bila ada)
Db. Rekening Nasabah/Importir
Kr. Pendapatan Komisi LC Impor (Komisi atas PIUD)
Kr. Kewajiban Segera Lainnya - Pajak - pajak Impor
Me-reverse pencatatan komitmen/kontijensi:
1) L/C Irrevocable
Db. Kewajiban Komitmen L/C impor kepada depository
correspondent bank
Kr. Tagihan komitmen L/C kepada applicant
2) L/C Revocable
Db. Kewajiban Kontinjensi L/C Impor kepada depository
correspondent bank
Kr. Tagihan kontinjensi L/C kepada applicant

12.23
ii. Nasabah mengeluarkan barang dengan Shipping guarantee
Db. Setoran Jaminan L/C Impor
Kr. Rekening Nasabah/Importir (Pengembalian setoran
jaminan, bila ada)

Db. Rekening Nasabah/Importir


Kr. Kewajiban L/C Impor Sight kepada Bank Koresponden
(sebesar Nilai Dokumen, KL diselesaikan pada saat
rekening Nostro telah di debet)
Kr. Pendapatan Komisi L/C Impor (Komisi endorsemen, bila
ada)
Penerimaan Setoran Pajak Impor (bila ada)
Db. Rekening Nasabah/Importir
Kr. Pendapatan Komisi L/C Impor (Komisi atas PIUD)
Kr. Kewajiban Segera Lainnya - Pajak - pajak Impor
Pencatatan Kontinjensi:
Db. Tagihan kontijensi-Shipping guarantee kepada applicant
Kr. Kewajiban kontijensi Shipping guarantee kepada
perusahaan ekspedisi
Me-reverse pencatatan kewajiban komitmen/kontijensi:
1) L/C Irrevocable
Db. Kewajiban Komitmen L/C impor kepada depository
correspondent bank
Kr. Tagihan komitmen L/C kepada applicant
2) L/C Revocable
Db. Kewajiban Kontinjensi L/C Impor kepada depository
correspondent bank
Kr. Tagihan kontinjensi L/C kepada applicant
b. L/C dengan Pembayaran Kemudian (Deferred Payment L/C)
i. Nasabah mengeluarkan barang menggunakan copy dokumen
dengan cara Endorsemen B/L.

Db. Rekening Nasabah/Importir


Kr. Pendapatan Komisi L/C Impor (Komisi Endorsemen, bila
ada)
Penerimaan Setoran Pajak Impor (bila ada)

12.24
Db. Rekening Nasabah/Importir
Kr. Pendapatan Komisi L/C Impor (Komisi atas PIUD)
Kr. Kewajiban segera lainnya - Pajak - pajak Impor
Pencatatan Komitmen:
Db. Tagihan komitmen L/C Impor Usance endorsement
kepada Nasabah
Kr.Kewajiban komitmen L/C Impor Usance endorsement
kepada Depository Correspondent Bank
Me-reverse pencatatan kewajiban komitmen/kontijensi:
1) L/C Irrevocable
Db. Kewajiban Komitmen L/C outstanding kepada
depository correspondent bank
Kr. Tagihan komitmen L/C outstanding kepada applicant
2) L/C Revocable
Db. Kewajiban Kontinjensi L/C outstanding kepada
depository correspondent bank
Kr. Tagihan kontinjensi L/C outstanding kepada applicant
ii. Nasabah mengeluarkan barang dengan Shipping guarantee
Db. Rekening Nasabah/Importir
Kr. Pendapatan Komisi L/C Impor (Komisi Shipping
guarantee, bila ada)
Penerimaan Setoran Pajak Impor (bila ada)
Db. Rekening Nasabah/Importir
Kr. Pendapatan Komisi L/C Impor (Komisi atas PIUD)
Kr. Kewajiban Segera Lainnya - Pajak - pajak Impor
Pencatatan Kontijensi:
Db. Tagihan kontinjensi-Shipping guarantee kepada Applicant
Kr. Kewajiban kontijensi-Shipping guarantee kepada
perusahaan ekspedisi
Me-reverse pencatatan kewajiban komitmen/kontijensi:
1) L/C Irrevocable
Db. Kewajiban Komitmen L/C outstanding kepada
depository correspondent bank
Kr. Tagihan komitmen L/C outstanding kepada applicant
2) L/C Revocable

12.25
Db. Kewajiban Kontinjensi L/C outstanding kepada
depository correspondent bank
Kr. Tagihan kontinjensi L/C outstanding kepada applicant
c. L/C dengan Akseptasi (Acceptance L/C)
i. Nasabah mengeluarkan barang dengan Endorsemen B/L asli
Db. Rekening Nasabah/Importir
Kr. Pendapatan Komisi L/C Impor (Komisi Endorsemen, bila
ada)
Penerimaan Setoran Pajak Impor (bila ada)
Db. Rekening Nasabah/Importir
Kr. Pendapatan Komisi L/C Impor (Komisi atas PIUD)
Kr. Kewajiban Segera Lainnya - Pajak - pajak Impor
ii. Nasabah mengeluarkan barang dengan Shipping guarantee
Db. Rekening Nasabah/Importir
Kr. Pendapatan Komisi L/C Impor (Komisi Shipping
guarantee, bila ada)
Penerimaan Setoran Pajak Impor (bila ada)
Db. Rekening Nasabah/Importir
Kr. Pendapatan Komisi L/C Impor (Komisi atas PIUD)
Kr. Kewajiban Segera Lainnya - Pajak - pajak Impor
Pencatatan Kontinjensi:
Db. Tagihan kontinjensi Shipping guarantee kepada Applicant
Kr. Kewajiban kontijensi Shipping guarantee kepada
perusahaan ekspedisi
Me-reverse kewajiban komitmen/kontijensi L/C
1) L/C Irrevocable
Db. Kewajiban Komitmen L/C impor kepada depository
correspondent bank
Kr. Tagihan komitmen L/C kepada applicant
2) L/C Revocable
Db. Kewajiban Kontinjensi L/C Impor kepada depository
correspondent bank
Kr. Tagihan kontinjensi L/C kepada applicant
d. L/C dengan Negosiasi (Negotiation L/C)
i. Nasabah mengeluarkan barang menggunakan copy dokumen
dengan cara Endorsemen B/L- L/C Atas Unjuk (Sight)

12.26
Db. Setoran Jaminan L/C Impor
Kr. Rekening Nasabah/Importir (Pengembalian setoran
jaminan, bila ada)

Db. Rekening Nasabah/Importir


Kr. Kewajiban L/C Impor Sight kepada Bank Koresponden
(sebesar Nilai Dokumen, KL diselesaikan pada saat rekening
Nostro telah di debet)
Kr. Pendapatan Komisi L/C Impor (Komisi Endorsemen, bila
ada)
Penerimaan Setoran Pajak Impor (bila ada)
Db. Rekening Nasabah/Importir
Kr. Pendapatan Komisi LC Import (Komisi atas PIUD)
Kr. Kewajiban Segera Lainnya - Pajak - pajak Impor
ii. Nasabah mengeluarkan barang dengan Shipping guarantee-
L/C Atas Unjuk (Sight)
Db. Setoran Jaminan L/C Impor
Kr. Rekening Nasabah/Importir (Pengembalian setoran
jaminan, bila ada)
Db. Rekening Nasabah/Importir
Kr. Kewajiban L/C Impor Sight kepada Bank Koresponden
(sebesar Nilai Dokumen, KL diselesaikan pada saat rekening
Nostro telah di debet)
Kr. Pendapatan Komisi L/C Impor (Komisi Shipping guarantee,
bila ada)
Penerimaan Setoran Pajak Impor (bila ada)
Db. Rekening Nasabah/Importir
Kr. Pendapatan Komisi L/C Impor (Komisi atas PIUD)
Kr. Kewajiban Segera Lainnya - Pajak - pajak Impor
Pencatatan Kontinjensi:
Db. Tagihan kontijensi-Shipping guarantee kepada applicant
Kr. Kewajiban kontijensi-Shipping guarantee kepada
perusahaan ekspedisi
Me-reverse kewajiban komitmen/kontijensi L/C
1) L/C Irrevocable

12.27
Db. Kewajiban Komitmen L/C impor kepada depository
correspondent bank
Kr. Tagihan komitmen L/C kepada applicant
2) L/C Revocable
Db. Kewajiban Kontinjensi L/C Impor kepada depository
correspondent bank
Kr. Tagihan kontinjensi L/C kepada applicant
iii. Nasabah mengeluarkan barang menggunakan copy dokumen
dengan cara Endorsemen B/L-L/C Berjangka (Deferred
Payment/Usance L/C)
Db. Rekening Nasabah/Importir
Kr. Pendapatan Komisi L/C Impor (Komisi Endorsemen, bila
ada)
Penerimaan Setoran Pajak Impor (bila ada)
Db. Rekening Nasabah/Importir
Kr. Pendapatan Komisi L/C Impor (Komisi atas PIUD)
Kr. Kewajiban Segera Lainnya - Pajak - pajak Impor

Pencatatan Komitmen:
Db. Tagihan komitmen L/C Impor Usance kepada Nasabah
Kr. Kewajiban komitmen L/C Impor Usance kepada Depository
Correspondent Bank
iv. Nasabah mengeluarkan barang dengan Shipping guarantee -
L/C Berjangka (Deferred Payment/Usance L/C)
Db. Rekening Nasabah/Importir
Kr. Pendapatan Komisi L/C Impor (Komisi Shipping
guarantee, bila ada)
Penerimaan Setoran Pajak Impor (bila ada)
Db. Rekening Nasabah/Importir
Kr. Pendapatan Komisi L/C Impor (Komisi atas PIUD)
Kr. Kewajiban Segera Lainnya - Pajak - pajak Impor
Pencatatan Komitmen:
Db. Tagihan Komitmen L/C Impor Usance kepada Nasabah
Kr. Kewajiban komitmen L/C Impor Usance kepada Depository
Correspondent Bank
Pencatatan Kontijensi:

12.28
Db. Tagihan kontinjensi-Shipping guarantee kepada Applicant
Kr. Kewajiban kontinjensi-Shipping guarantee kepada
perusahaan ekspedisi
Me-reverse kewajiban komitmen/kontinjensi L/C
1) L/C Irrevocable
Db. Kewajiban Komitmen L/C impor kepada depository
correspondent bank
Kr. Tagihan komitmen L/C kepada applicant
2) L/C Revocable
Db. Kewajiban Kontinjensi L/C Impor kepada depository
correspondent bank
Kr. Tagihan kontinjensi L/C kepada applicant
04. Penerimaan Dokumen Impor dan Pelunasan Kewajiban kepada Bank
Koresponden
a. L/C Atas Unjuk (Sight Payment L/C)
i. Terima Dokumen Impor, rekening nostro belum didebet dan
nasabah belum bayar sebelumnya.
1) Penerimaan Dokumen
(a) Reversal Kewajiban Komitmen
Db.Irrevocable L/C LN Masih Berjalan
Kr. Rekening Lawan-Irrevocable L/C LN Masih Berjalan
(b) Pengakuan atas Tagihan dan Kewajiban:
Db. Tagihan L/C Impor Sight kepada Nasabah
Kr. Kewajiban L/C Impor Sight kepada Bank
Koresponden
2) Penerimaan Pembayaran dari Nasabah
Db. Setoran Jaminan L/C Impor
Kr. Rekening Nasabah/Importir (Pengembalian setoran
jaminan, bila ada)
Db. Rekening Nasabah/Importir
Kr. Tagihan L/C Impor Sight kepada Nasabah
Penerimaan Setoran Pajak Impor (bila ada)
Db. Rekening Nasabah/Importir
Kr. Pendapatan Komisi L/C Impor (Komisi atas PIUD)
Kr. Kewajiban Segera Lainnya - Pajak - pajak Impor
3) Pembayaran kepada Bank Koresponden

12.29
Db. Kewajiban L/C Impor Sight kepada Bank Koresponden
Kr. Nostro
ii. Terima Dokumen Impor, rekening nostro sudah didebet dan
nasabah belum bayar sebelumnya.
1) Penerimaan Dokumen
2) Reversal Kewajiban Komitmen
Db. Irrevocable L/C LN Masih Berjalan
Kr. Rekening Lawan - Irrevocable L/C LN Masih Berjalan
Db. Tagihan L/C Impor Sight kepada Nasabah
Kr. Nostro
3) Penerimaan Pembayaran dari Nasabah
Db. Setoran Jaminan L/C Impor
Kr. Rekening Nasabah/Importir (Pengembalian setoran
jaminan, bila ada)

Db. Rekening nasabah/importir


Kr. Tagihan L/C Impor Sight kepada Nasabah
Kr. Pendapatan ujrah (Transit Time Interest - bila ada)
4) Penerimaan Setoran Pajak Impor (bila ada)
Db. Rekening Nasabah/Impor
Kr. Pendapatan Komisi L/C Impor (Komisi atas PIUD)
Kr. Kewajiban Segera Lainnya – Pajak - pajak Impor
iii. Terima Dokumen Impor Ex-Endorsement B/L, nasabah sudah
bayar sebelumnya
1) Penerimaan Dokumen
2) Reversal Kewajiban Komitmen
Db. Irrevocable L/C LN Masih Berjalan
Kr. Rekening Lawan-Irrevocable L/C LN Masih Berjalan.

Db. Kewajiban Lain L/C Impor Sight kepada Bank Kores-


ponden
Kr. Nostro
iv. Terima Dokumen Impor Ex-Shipping guarantee nasabah
sudah bayar sebelumnya
1) Penerimaan Dokumen
2) Reversal Kewajiban Komitmen

12.30
Db. Irrevocable L/C LN Masih Berjalan
Kr. Rekening Lawan-Irrevocable L/C LN Masih Berjalan

Db. Kewajiban Lain L/C Impor Sight kepada Bank


Koresponden
Kr. Nostro
Catatan:
Penyelesaian Shipping guarantee dilakukan 14 hari setelah
jatuh tempo atau Shipping guarantee dikembalikan
3) Reversal Kewajiban Kontinjen:
Db. Shipping guarantee Berjalan
Kr. Rekening Lawan-Shipping guarantee Berjalan (Nilai
dokumen)
b. L/C dengan Pembayaran Kemudian (Deferred Payment L/C)
Terima Dokumen Impor tanpa penyimpangan atau Dokumen Ex-
Endorsement atau Dokumen Ex-Shipping guarantee
i. Penerimaan Dokumen
1) Reversal Kewajiban Komitmen
Db. Irrevocable L/C LN Masih Berjalan L/C Impor Usance
Kr. Rekening Lawan-Irrevocable L/C LN Masih Berjalan-
L/C Impor Usance
2) Tagihan Komitmen:
Db. Rekening Lawan-Tagihan Pre Aksep L/C Impor Usance
kepada Nasabah
Kr. Tagihan Pre Aksep L/C Impor Usance kepada Nasabah
3) Pengakuan atas Tagihan dan Kewajiban:
Db. Tagihan L/C Impor Usance kepada Nasabah
Kr. Kewajiban L/C Impor Usance kepada Bank
Koresponden
ii. Pada saat Jatuh Tempo Wesel
Db. Setoran Jaminan L/C Impor
Kr. Rekening Nasabah/Importir (Pengembalian setoran
jaminan, bila ada)

Db. Rekening nasabah/Importir


Kr. Tagihan L/C Impor Usance kepada Nasabah

12.31
Db. Kewajiban L/C Impor Usance kepada Bank Koresponden
Kr. Nostro
c. L/C dengan Akseptasi (Acceptance L/C)
Terima Dokumen Impor tanpa penyimpangan atau Dokumen Ex-
Endorsement atau Dokumen Ex-Shipping guarantee
Penerimaan Dokumen
i. Reversal Kewajiban Komitmen
Db. Irrevocable L/C LN Masih Berjalan-L/C Impor Usance
Kr. Rekening Lawan-Irrevocable L/C LN Masih Berjalan-L/C
Impor Usance
ii. Pada saat Akseptasi
Db. Rekening Nasabah/Importir
Kr. Pendapatan Komisi L/C Impor (Komisi Akseptasi)
iii. Tagihan Komitmen:
Db. Rekening Lawan-Tagihan Pre Aksep L/C Impor Usance
kepada Nasabah
Kr. Tagihan Pre Aksep L/C Impor Usance kepada Nasabah
iv. Pengakuan atas Tagihan dan Kewajiban:
Db. Tagihan L/C Impor Usance kepada Nasabah
Kr. Kewajiban L/C Impor Usance kepada Bank Koresponden
v. Pada saat dibebankan biaya akseptasi oleh Accepting bank
Db. Biaya Operasional Lain-Akseptasi Usance L/C Impor
Kr. Nostro
vi. Pada saat Jatuh Tempo Wesel
Db. Setoran Jaminan L/C Impor
Kr. Rekening Nasabah/Importir (Pengembalian setoran
jaminan, bila ada)

Db. Rekening nasabah/importir


Kr. Tagihan L/C Impor Usance kepada Nasabah

Db. Kewajiban L/C Impor Usance kepada Bank Koresponden


Kr. Nostro
d. L/C dengan Negosiasi (Negotiation L/C)
i. Terima Dokumen Impor, rekening nostro belum didebet dan
nasabah belum bayar sebelumnya-L/C Atas Unjuk (Sight)

12.32
1) Penerimaan Dokumen
(a) Reversal Kewajiban Komitmen
Db.Irrevocable L/C LN Masih Berjalan
Kr. Rekening Lawan-Irrevocable L/C LN Masih Berjalan
(b) Pengakuan atas Tagihan dan Kewajiban:
Db. Tagihan L/C Impor Sight kepada Nasabah
Kr. Kewajiban L/C Impor Sight kepada Bank
Koresponden
2) Penerimaan Pembayaran dari Nasabah
Db. Setoran Jaminan L/C Impor
Kr. Rekening Nasabah/Importir (Pengembalian setoran
jaminan, bila ada)
Db. Rekening Nasabah/Importir
Kr. Tagihan L/C Impor Sight kepada Nasabah

Penerimaan Setoran Pajak Impor (bila ada)


Db. Rekening Nasabah/Importir
Kr. Pendapatan Komisi L/C Impor (Komisi atas PIUD)
Kr. Kewajiban Segera Lainnya – Pajak - pajak Impor
3) Pembayaran kepada Bank Koresponden
Db. Kewajiban L/C Impor Sight kepada Bank Koresponden
Kr. Nostro
ii. Terima Dokumen Impor, rekening nostro sudah didebet dan
nasabah belum bayar sebelumnya.
1) Penerimaan Dokumen
2) Reversal Kewajiban Komitmen
Db. Irrevocable L/C LN Masih Berjalan
Kr. Rekening Lawan-Irrevocable L/C LN Masih Berjalan

Db. Tagihan L/C Impor Sight kepada Nasabah


Kr. Nostro
3) Penerimaan Pembayaran dari Nasabah
Db. Setoran Jaminan L/C Impor
Kr. Rekening Nasabah/Importir (Pengembalian setoran
jaminan, bila ada)

12.33
Db. Rekening Nasabah/Importir
Kr. Tagihan L/C Impor Sight kepada Nasabah
Kr. Pendapatan ujrah (Transit Time Interest - bila ada)

Penerimaan Setoran Pajak Impor (bila ada)


Db. Rekening Nasabah/Importir
Kr. Pendapatan Komisi L/C Impor (Komisi atas PIUD)
Kr. Kewajiban Segera Lainnya – Pajak - pajak Impor
iii. Terima Dokumen Impor Ex-Endorsement B/L, nasabah sudah
bayar sebelumnya
1) Penerimaan Dokumen
2) Reversal Kewajiban Komitmen
Db. Irrevocable L/C LN Masih Berjalan
Kr. Rekening Lawan - Irrevocable L/C LN Masih Berjalan

Db. Kewajiban Lain L/C Impor Sight kepada Bank


Koresponden
Kr. Nostro
iv. Terima Dokumen Impor Ex-Shipping guarantee nasabah
sudah bayar sebelumnya
1) Penerimaan Dokumen
2) Reversal Kewajiban Komitmen
Db. Irrevocable L/C LN Masih Berjalan
Kr. Rekening Lawan - Irrevocable L/C LN Masih Berjalan
Db. Kewajiban Lain L/C Impor Sight kepada Bank
Koresponden
Kr. Nostro
Catatan:
Penyelesaian Shipping guarantee dilakukan 14 hari setelah
jatuh tempo atau Shipping guarantee dikembalikan
3) Reversal Kewajiban Kontinjen:
Db. Shipping guarantee Berjalan
Kr. Rekening Lawan - Shipping guarantee Berjalan (Nilai
dokumen)

12.34
v. Terima Dokumen Impor tanpa penyimpangan atau Dokumen
Ex-Endorsement atau Dokumen Ex-Shipping guarantee - L/C
Berjangka (Usance)
1) Penerimaan Dokumen
2) Reversal Kewajiban Komitmen
Db. Irrevocable L/C LN Masih Berjalan
Kr. Rekening Lawan - Irrevocable L/C LN Masih Berjalan -
L/C Impor Usance
3) Pada saat Akseptasi
Db. Rekening Nasabah/Importir
Kr. Pendapatan Komisi L/C Impor (Komisi Akseptasi)
4) Tagihan Komitmen:
Db. Rekening Lawan - Tagihan Pre Aksep L/C Impor
Usance kepada Nasabah
Kr. Tagihan Pre Aksep L/C Impor Usance kepada Nasabah
5) Pengakuan atas Tagihan dan Kewajiban:
Db. Tagihan L/C Impor Usance kepada Nasabah
Kr. Kewajiban L/C Impor Usance kepada Bank
Koresponden
6) Pada saat dibebankan biaya akseptasi oleh Accepting bank
Db. Biaya Operasional Lain - Akseptasi Usance L/C Impor
Kr. Nostro
7) Pada saat Jatuh Tempo Wesel
Db. Setoran Jaminan L/C Impor
Kr. Rekening Nasabah/Importir (Pengembalian setoran
jaminan, bila ada)
Db. Rekening nasabah/importir
Kr. Tagihan L/C Impor Usance kepada Nasabah
Db. Kewajiban L/C Impor Usance kepada Bank
Koresponden
Kr. Nostro

F. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan, antara lain:
01. Nilai L/C yang dikonfirm dalam hal bank bertindak sebagai
confirming bank.

12.35
02. Kewajiban komitmen/kontinjensi L/C kepada corespondent bank di-
ungkapkan sebesar jumlah bruto kewajiban komitmen/kontinjensi
(tanpa memperhitungkan setoran jaminan impor) dan dijabarkan
dalam Rupiah dengan menggunakan kurs yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
03. Dalam transaksi ekspor:
a. Tagihan dan kewajiban akseptasi transaksi ekspor dengan
Acceptance L/C dan jangka waktu, dan counterparty.
b. Kualitas dan besar penyisihan kerugian yang dibentuk.
c. Fasilitas diskonto wesel ekspor yang diberikan kepada eksportir
dan rata-rata tarif imbalannya.
04. Dalam transaksi impor
a. Tagihan dan kewajiban akseptasi transaksi impor dengan
Acceptance L/C dan jangka waktu, dan counterparty.
b. Fasilitas pembiayaan Impor yang diberikan.
c. Tagihan Wesel Impor yang belum diselesaikan oleh Importir.
d. Kualitas dan besar penyisihan kerugian yang dibentuk.

G. Ketentuan Lain-lain
Terhadap tagihan karena transaksi Ekspor dan Impor, serta sisa jumlah
L/C yang diterbitkan harus dibentuk penyisihan kerugiannya.

12.36
BAGIAN XIII EKUITAS

XIII.1 EKUITAS

01. Ekuitas adalah hak residual atas aset Bank setelah dikurangi
semua liabilitas.
02. Instrumen ekuitas adalah setiap kontrak yang memberikan hak
residual atas aset suatu entitas setelah dikurangi dengan
seluruh liabilitasnya.
03. Instrumen keuangan yang diterbitkan Bank merupakan
instrumen ekuitas jika tidak memiliki kewajiban kontraktual
untuk menyerahkan kas atau aset keuangan lain kepada entitas
lain, atau untuk mempertukarkan aset keuangan atau liabilitas
keuangan dengan entitas lain dengan kondisi yang berpotensi
tidak lagi menguntungkan Bank; dan
04. Pos-pos yang termasuk dalam komponen ekuitas, antara lain:
a. Modal Disetor.
b. Tambahan Modal Disetor.
c. Penghasilan Komprehensif Lain.
d. Saldo Laba.

13.1
XIII.2 MODAL DISETOR

A. Definisi
01. Modal Dasar adalah seluruh nilai nominal saham sesuai dengan
anggaran dasar.
02. Modal Disetor adalah modal yang telah efektif diterima bank
sebesar nilai nominal saham.

B. Dasar Pengaturan
01. PSAK 50 tentang Instrumen Keuangan: Penyajian.
02. Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas.

C. Penjelasan
01. Saham yang dikeluarkan oleh Bank dapat berupa saham biasa
dan saham lainnya.
02. Bukti penyetoran yang sah antara lain bukti setoran pemegang
saham ke dalam rekening bank atas nama Bank, data dari
Laporan Keuangan yang telah diaudit oleh akuntan, atau
Laporan Posisi Keuangan Bank yang ditandatangani oleh Direksi
dan Dewan Komisaris.
03. Jika waran menyertai penerbitan saham, maka dana perolehan
penerbitan saham tersebut seluruhnya diakui sebagai modal
disetor dan agio saham (jika ada).
04. Dana setoran modal tidak memenuhi kriteria ekuitas disebabkan
masih terdapat unsur ketidakpastian dimana Bank tetap
memiliki kewajiban kontraktual untuk mengembalikan dana
tersebut ketika tidak memenuhi ketentuan Bank Indonesia
sebagai modal disetor.

13.2
D. Perlakuan Akuntansi
D.1 Pengakuan dan Pengukuran
01. Penambahan modal disetor dicatat berdasarkan:
a. Jumlah uang yang diterima dan jika dalam bentuk mata
uang asing dinilai dengan kurs yang berlaku pada tanggal
setoran.
b. Besarnya tagihan atau utang yang dikonversi menjadi
modal.
c. Setoran saham dalam dividen saham dilakukan dengan
harga wajar saham, yaitu harga pasar tanggal transaksi
untuk Bank yang sahamnya terdaftar di pasar modal, atau
nilai wajar yang disepakati rapat umum pemegang saham
untuk saham yang tidak ada harga pasarnya.
d. Nilai wajar aset nonkas yang diterima.
02. Pengurangan modal disetor dicatat berdasarkan:
a. Jumlah uang yang dibayarkan.
b. Besarnya hutang yang timbul.
c. Nilai wajar aset nonkas yang diserahkan.
03. Pengeluaran saham dicatat sebesar nilai nominal yang
bersangkutan. Jika jumlah yang diterima dari pengeluaran
saham tersebut lebih besar dari pada nilai nominalnya selisih
yang terjadi dibukukan pada pos agio saham.
D.2 Penyajian
01. Penyajian modal dalam Laporan Posisi Keuangan harus
dilakukan sesuai dengan ketentuan pada anggaran dasar Bank
dan peraturan yang berlaku serta menggambarkan hubungan
keuangan yang ada.
02. Modal Dasar, modal yang ditempatkan dan modal yang disetor,
nilai nominal dan banyaknya saham untuk setiap jenis saham
harus disajikan dalam Laporan Posisi Keuangan.
03. Jika terdapat lebih dari satu jenis saham, hak preferen dari
suatu golongan saham atas dividen dan pelunasan modal pada
jenis saham harus dinyatakan dalam Laporan Posisi Keuangan.
04. Bila terdapat tunggakan dividen atas saham lainnya dengan hak
dividen kumulatif, jumlah tunggakan tiap saham dan

13.3
keseluruhan dividen periode sebelumnya harus diungkapkan
dalam Catatan Atas Laporan Keuangan.

E. Ilustrasi Jurnal
01. Pada saat penyetoran awal modal secara tunai sebesar nilai
nominal
Db. Kas
Kr. Modal disetor
02. Pada saat penyetoran awal modal secara tunai di atas nilai
nominal
Db. Kas
Kr. Modal disetor
Kr. Agio saham
03. Penyetoran modal dalam bentuk barang
Db. Aset yang diterima (nilai wajar)
Kr. Modal disetor
04. Perolehan dana dari penerbitan saham yang disertai waran
Db. Kas
Kr. Modal disetor
Kr. Agio saham (jika ada)

F. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan, antara lain:
01. Hal dan keistimewaan dari suatu golongan saham atas dividen
dan pelunasan modal pada saat likuidasi, dalam hal terdapat
lebih dari satu jenis saham.
02. Pembatasan yang melekat pada setiap jenis saham, termasuk
pembatasan atas dividen dan pembayaran kembali atas modal.
03. Jumlah tunggakan dividen atas saham preferen dengan hak
dividen kumulatif dan jumlah keseluruhan dividen periode
sebelumnya.
04. Perubahan atas modal yang ditanam dalam tahun berjalan.
05. Saham beredar yang diperoleh kembali.
06. Saham yang dikuasai oleh entitas anak atau entitas asosiasi.
07. Saham yang dicadangkan untuk hak opsi dan kontrak penjualan
termasuk nilai dan persyaratan.

13.4
08. Pengungkapan untuk waran:
a. Dasar penentuan nilai wajar waran.
b. Nilai waran yang belum dilaksanakan dan nilai waran yang
tidak dilaksanakan (kedaluarsa).
c. Jumlah waran yang diterbitkan dan beredar serta dampak
dilusinya.
d. Ikatan-ikatan yang terkait dengan penerbitan waran.
09. Pengungkapan lain.

G. Ketentuan Lain-lain
01. Pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan oleh Bank
wajib mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Bank
Indonesia dan dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
02. Ketentuan Bank Indonesia mengenai Bank.
03. Ketentuan Bank Indonesia mengenai kewajiban penyediaan
modal minimum.
04. Ketentuan Bank Indonesia mengenai pinjaman luar negeri.
05. Ketentuan Bank Indonesia mengenai jumlah modal inti
minimum Bank.

13.5
XIII.3 TAMBAHAN MODAL DISETOR

A. Definisi
Tambahan modal disetor terdiri dari berbagai macam unsur
penambah modal, seperti agio saham, selisih modal dari transaksi
saham tresuri, selisih kurs modal disetor, selisih transaksi dengan
pihak non-pengendali, dan selisih kombinasi dan pelepasan bisnis
entitas sepengendali.

B. Dasar Pengaturan
01. PSAK 4 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan
Keuangan Tersendiri.
02. PSAK 38 tentang Kombinasi Bisnis Entitas Sepengendali.
03. PSAK 50 tentang Instrumen Keuangan: Penyajian.
04. PSAK 53 tentang Pembayaran Berbasis Saham.
05. Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas.

C. Penjelasan
01. Agio saham yaitu selisih lebih setoran modal yang diterima oleh
Bank sebagai akibat harga saham yang melebihi nilai
nominalnya.
02. Pembayaran berbasis saham
a. Dividen atau setara yang dibayarkan kepada karyawan atas
bagian dari kompensasi saham atau instrumen ekuitas lain
yang menjadi hak karyawan dibebankan ke Saldo Laba.
b. Beban kompensasi program pemberian instrumen ekuitas
kepada karyawan diakui selama masa bakti karyawan,
yaitu dengan mengakui beban kompensasi dan mengkredit
tambahan modal disetor jika kompensasi tersebut untuk
jasa masa depan. Jika masa bakti karyawan tidak
ditentukan, maka masa bakti karyawan dianggap sama
dengan periode dari tanggal pemberian kompensasi sampai
dengan tanggal saat kompensasi tersebut menjadi hak
karyawan, dan eksekusinya tidak lagi bergantung pada
berlanjut atau tidaknya masa bakti karyawan. Jika program

13.6
kompensasi diperuntukkan untuk jasa masa lalu, maka
beban kompensasi diakui pada periode pemberian
kompensasi.
c. Jumlah kas atau aset lain yang dibayarkan (atau kewajiban
yang timbul) untuk memperoleh kembali instrumen ekuitas
yang telah menjadi hak karyawan dibebankan ke ekuitas,
dengan syarat jumlah pembayaran tersebut tidak melebihi
nilai instrumen yang diperoleh kembali.
03. Selisih transaksi dengan pihak nonpengendali
a. Selisih transaki dengan pihak nonpengendali timbul dari
transaksi pelepasan kepemilikan Bank pada entitas anak.
b. Jika pelepasan sebagian kepemilikan Bank pada entitas
anak kepada pihak lain yang menyebabkan Bank
kehilangan kendali, maka selisih antara harga pelepasan
dan jumlah tercatat kepemilikan yang dilepas diakui
sebagai keuntungan atau kerugian di laba rugi.
c. Jika pelepasan sebagian kepemilikan Bank pada entitas
anak kepada pihak lain tetapi tidak menyebabkan Bank
kehilangan kendali, maka selisih antara harga pelepasan
dan jumlah tercatat kepemilikan yang dilepas diakui di
ekuitas.
04. Selisih kombinasi dan pelepasan bisnis entitas sepengendali
a. Selisih kombinasi dan pelepasan bisnis entitas sepengendali
timbul dari transaksi perolehan bisnis dari, atau pelepasan
bisnis kepada, entitas sepengendali.
b. Selisih antara jumlah yang dibayarkan dan nilai buku
bisnis yang diperoleh dari entitas sepengendali diakui di
ekuitas.
c. Selisih antara jumlah yang diterima dan nilai buku bisnis
yang dilepas kepada entitas sepengendali diakui di ekuitas.
d. Biaya yang timbul dari transaksi tersebut diakui sebagai
beban, kecuali biaya terkait dengan penerbitan efek ekuitas
dan efek utang.

13.7
D. Perlakuan Akuntansi
D.1 Pengakuan dan Pengukuran
01. Pos Tambahan Modal Disetor tidak boleh didebit atau dikredit
dengan pos laba rugi.
02. Konversi agio menjadi saham digolongkan sebagai modal disetor
sebesar nilai nominal. Konversi agio menjadi saham tidak boleh
digolongkan sebagai pembagian dividen.
03. Agio saham diakui sebesar jumlah neto yang diterima setelah
biaya penerbitan saham dan nilai nominal.
04. Selisih modal dari transaksi saham tresuri diakui sebesar
jumlah neto yang dikeluarkan dan nilai yang diperoleh dari
penerbitan saham, atau jumlah neto yang diterima dan nilai
perolehan dari saham yang dibeli kembali.
05. Selisih kurs modal disetor diakui sebesar kurs ketika modal
disetor diakui dan kurs ketika modal disetor diterima.
06. Selisih transaksi dengan pihak nonpengendali diakui sebesar
hasil pelepasan entitas anak yang tidak menyebabkan hilang
pengendalian dan jumlah tercatat bagian kepemilikan pada
entitas anak yang dilepas.
07. Selisih kombinasi dan pelepasan bisnis entitas sepengendali
diakui sebesar jumlah pembayaran yang diberikan/diterima dan
nilai buku bisnis yang diperoleh/dilepas.
D.2 Penyajian
01. Saham tresuri disajikan sebagai pengurang modal disetor.
02. Pos-pos yang membentuk tambahan modal disetor disajikan
terpisah.

E. Ilustrasi Jurnal
01. Agio saham
Db. Kas/rekening/kliring
Kr. Modal disetor
Kr. Agio saham
02. Saham tresuri
a. Pembelian saham tresuri
Db. Saham tresuri
Kr. Kas/rekening/kliring

13.8
b. Penjualan saham tresuri
Db. Kas/rekening/kliring
Kr. Saham tresuri
Kr. Selisih pelepasan saham tresuri
03. Selisih transaksi dengan pihak nonpengendali
Db. Kas/rekening/kliring
Db/Kr. Selisih transaksi dengan pihak nonpengendali
Kr. Penyertaan pada entitas anak/aset neto entitas anak
yang dilepas
04. Selisih kombinasi bisnis entitas sepengendali
Db. Aset neto bisnis yang diperoleh (nilai buku)
Db/Kr. Selisih kombinasi bisnis entitas sepengendali
Kr. Kas/rekening/kliring/saham
05. Selisih pelepasan bisnis entitas sepengendali
Db. Kas/rekening/kliring/saham
Db/Kr. Selisih pelepasan bisnis entitas sepengendali
Kr. Aset neto bisnis yang diperoleh (nilai buku)

F. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:
01. Rincian pos tambahan modal disetor.
02. Jumlah lembar saham yang diperoleh kembali dan dipegang
Bank (saham tresuri).
03. Informasi opsi saham berikut ini diungkapkan dalam Catatan
Atas Laporan Keuangan:
a. Jumlah dan rata-rata tertimbang harga eksekusi opsi untuk
setiap kelompok opsi.
b. Rata-rata tertimbang nilai wajar opsi pada tanggal
pemberian kompensasi yang diberikan dalam suatu periode.
c. Jumlah dan rata-rata tertimbang nilai wajar pada tanggal
pemberian kompensasi dari instrumen ekuitas selain opsi,
seperti saham tanpa hak, yang diberikan dalam suatu
periode.
d. Penjelasan mengenai metode dan asumsi signifikan yang
digunakan dalam suatu periode untuk mengestimasi nilai
wajar opsi.

13.9
e. Jumlah beban kompensasi yang diakui dalam program
kompensasi berbasis saham.
f. Perubahan persyaratan signifikan dari program kompensasi
yang sedang berjalan.
04. Rincian yang menunjukan dampak setiap perubahan bagian
kepemilikan Bank /entitas induk pada entitas anak yang tidak
mengakibatkan hilangnya pengendalian atas ekuitas yang dapat
diatribusikan pada pemilik entitas induk.
05. Kombinasi bisnis dan pelepasan bisnis entitas sepengendali
a. Nama dan penjelasan tentang entitas atau bisnis yang
berkombinasi.
b. Penjelasan mengenai hubungan kesepengendalian dari
entitas-entitas yang bertransaksi dan bahwa hubungan
tersebut tidak bersifat sementara.
c. Tanggal efektif transaksi.
d. Operasi atau kegiatan bisnis yang telah diputuskan untuk
dijual atau dihentikan akibat kombinasi bisnis tersebut.
e. Kepemilikan entitas atau bisnis yang dialihkan serta jenis
dan jumlah imbalan yang terjadi.
f. Jumlah tercatat bisnis yang dikombinasikan atau yang
dilepas serta selisih antara jumlah tercatat bisnis tersebut
dan jumlah imbalan yang dialihkan atau imbalan yang
diterima.
g. Pengungkapan mengenai penyajian kembali Laporan
Keuangan yang dapat memberikan informasi minimal
meliputi:
i. ikhtisar angka-angka Laporan Keuangan yang telah
dilaporkan sebelumnya untuk periode yang disajikan
kembali;
ii. ikhtisar jumlah tercatat aset dan liabilitas entitas atau
bisnis yang dikombinasikan;
iii. dampak penyesuaian kebijakan akuntansi;
iv. ikhtisar angka-angka Laporan Keuangan setelah
disajikan kembali.
06. Pengungkapan lain.

13.10
XIII.4 PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN

A. Definisi
Penghasilan komprehensif lain adalah pendapatan dan beban
termasuk penyesuaian reklasifikasi yang tidak diakui dalam bagian
laba rugi.

B. Dasar Pengaturan
01. PSAK 10 tentang Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing.
02. PSAK 16 tentang Aset Tetap.
03. PSAK 19 tentang Aset Tak berwujud.
04. PSAK 24 tentang Imbalan Kerja.
05. PSAK 55 tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan
Pengukuran.

C. Penjelasan
01. Penghasilan komprehensif lain terdiri dari:
a. Perubahan dalam surplus revaluasi aset tetap dan aset
tidak berwujud.
b. Keuntungan dan kerugian aktuaria dalam program
pascakerja imbalan pasti.
c. Penyesuaian nilai wajar aset keuangan dalam kategori
‘tersedia untuk dijual’.
d. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari selisih kurs
karena penjabaran Laporan Keuangan operasi entitas asing.
02. Penjelasan lebih rinci untuk masing-masing pos penghasilan
komprehensif lain terdapat dalam Bagian XIV: Laporan Laba
Rugi Komprehensif.

D. Perlakuan Akuntansi
Penjelasan perlakuan akuntansi untuk masing-masing pos
penghasilan komprehensif lain terdapat dalam Bagian XIV: Laporan
Laba Rugi Komprehensif.

13.11
E. Ilustrasi Jurnal
Ilustrasi jurnal untuk masing-masing pos penghasilan komprehensif
lain terdapat dalam Bagian XIV: Laporan Laba Rugi Komprehensif.
Db. Penghasilan komprehensif lain terkait (Laporan Laba Rugi
Komprehensif)
Kr. Saldo penghasilan komprehensif lain terkait (ekuitas)

Db. Saldo penghasilan komprehensif lain terkait (ekuitas)


Kr. Penghasilan komprehensif terkait (Laporan Laba Rugi
Komprehensif)

F. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain rincian penghasilan
komprehensif lain.

13.12
XIII.5 SALDO LABA

A. Definisi
Saldo Laba adalah akumulasi hasil usaha periodik setelah
memperhitungkan pembagian dividen dan koreksi laba rugi periode
lalu.

B. Dasar Pengaturan
01. PSAK 1 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
02. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas.

C. Penjelasan
01. Saldo Laba dikelompokkan menjadi:
a. Cadangan tujuan adalah cadangan yang dibentuk dari laba
bersih setelah pajak yang tujuan penggunaannya telah
ditetapkan.
b. Cadangan umum adalah cadangan yang dibentuk dari laba
bersih setelah pajak yang dimaksudkan untuk memperkuat
modal.
c. Sisa laba yang belum dicadangkan terdiri dari:
i. laba rugi periode lalu yang belum ditetapkan
penggunaannya; dan
ii. laba rugi periode berjalan.
02. Pos Saldo Laba harus dinyatakan secara terpisah dari pos modal
saham. Seluruh Saldo Laba dianggap bebas untuk dibagikan
sebagai dividen, kecuali jika diberikan indikasi mengenai
pembatasan terhadap Saldo Laba, misalnya dicadangkan untuk
tujuan tertentu, atau untuk memenuhi ketentuan undang-
undang atau ikatan tertentu.
03. Saldo Laba yang tidak tersedia untuk dibagikan sebagai dividen
karena pembatasan – pembatasan tersebut dilaporkan dalam
pos tersendiri yang menggambarkan tujuan pencadangan yang
dimaksud.

13.13
D. Perlakuan Akuntansi
01. Saldo Laba tidak boleh dibebani atau dikredit dengan pos-pos
yang seharusnya diperhitungkan pada laba rugi tahun berjalan.
02. Kewajiban pembagian dividen timbul pada saat deklarasi dividen
dan dengan demikian pada saat tersebut Saldo Laba akan
dibebani dengan jumlah dividen tersebut.
03. Jika dividen dibagikan dalam bentuk saham maka Saldo Laba
akan didebit sebesar nilai wajar saham saat dividen
dideklarasikan, modal saham akan dikredit sebesar nilai
nominal sedangkan selisih antara nilai wajar dengan nilai
nominal saham diakui sebagai agio/disagio saham.

E. Ilustrasi Jurnal
01. Pemindahan laba tahun berjalan ke Saldo Laba
Db. Ikhtisar laba rugi
Kr. Saldo Laba
02. Pemindahan rugi tahun berjalan ke Saldo Laba
Db. Saldo Laba
Kr. Ikhtisar laba rugi
03. Pembagian dividen tunai
a. Pada saat diumumkan
Db. Saldo Laba
Kr. Utang dividen
b. Pada saat dibayar
Db. Utang dividen
Kr. Kas/rekening
04. Pembagian dividen saham
Db. Saldo Laba
Kr. Modal saham
Kr. Agio saham

F. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:
01. Penjatahan (apropriasi) dan pemisahan Saldo Laba, penjelasan
jenis penjatahan dan pemisahan, tujuan penjatahan dan

13.14
pemisahan Saldo Laba, serta jumlahnya, termasuk perubahan
akun-akun penjatahan atau pemisahan Saldo Laba.
02. Peraturan, perikatan, pembatasan dan jumlah pembatasan
Saldo Laba.
03. Koreksi periode lalu, baik bruto maupun neto setelah pajak,
dengan menjelaskan bentuk kesalahan Laporan Keuangan
terdahulu, dampak koreksi terhadap laba rugi dan nilai saham
per lembar.
04. Jumlah dividen dan dividen per lembar saham, termasuk
keterbatasan Saldo Laba tersedia bagi dividen.
05. Tunggakan dividen, baik jumlah maupun tunggakan per lembar
saham.
06. Pengungkapan deklarasi dividen setelah periode pelaporan,
sebelum Laporan Keuangan diotorisasi untuk terbit.
07. Dividen saham dan pecah saham, termasuk jumlah yang
dikapitalisasi dan saji ulang laba per saham agar Laporan
Keuangan berdaya banding.
08. Pengungkapan lain.

13.15
BAGIAN XIV LAPORAN LABA RUGI KOMPREHENSIF

XIV.1 PENGERTIAN
01. Laporan Laba Rugi Komprehensif adalah laporan yang
menyajikan seluruh pos penghasilan dan beban yang diakui
dalam suatu periode yang menunjukkan komponen laba rugi
dan komponen penghasilan komprehensif lain.
02. Laba Komprehensif adalah perubahan ekuitas selama suatu
periode yang dihasilkan dari transaksi dan peristiwa lain selain
perubahan yang dihasilkan dari transaksi ekuitas yaitu
transaksi dengan pemegang saham dalam kapasitasnya sebagai
pemilik.
03. Pendapatan adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suatu
periode pelaporan dalam bentuk arus masuk atau penambahan
aset atau penurunan liabilitas yang mengakibatkan kenaikan
ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi pemegang saham.
04. Keuntungan adalah pos pendapatan lain yang mungkin timbul
atau mungkin tidak timbul dalam pelaksanaan aktivitas Bank.
05. Beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu
periode pelaporan dalam bentuk arus keluar atau penurunan
aset atau kenaikan liabilitas yang mengakibatkan penurunan
ekuitas yang tidak menyangkut distribusi kepada pemegang
saham.
06. Kerugian adalah pos beban lain yang mungkin timbul atau
mungkin tidak timbul dalam pelaksanaan aktivitas Bank.
07. Pendapatan dan beban operasional adalah pendapatan dan
beban dari kegiatan usaha Bank.
08. Pendapatan dan beban nonoperasional adalah pendapatan dan
beban di luar kegiatan usaha Bank.
09. Laporan Laba Rugi Komprehensif menyajikan pos-pos berikut:
a. Pendapatan pengelolaan dana oleh Bank sebagai mudharib:
i. pendapatan dari jual beli;
ii. pendapatan dari sewa;
iii. pendapatan dari bagi hasil;
iv. pendapatan usaha utama lain.

14.1
b. Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer.
c. Pendapatan usaha lain.
d. Beban usaha.
e. Laba usaha.
f. Pendapatan non usaha.
g. Beban non usaha.
h. Beban pajak penghasilan.
i. Laba neto.
j. Penghasilan komprehensif lain.
k. Laba komprehensif.

14.2
XIV.2 KOMPONEN LABA RUGI

A. Definisi
Laba Rugi adalah total pendapatan dikurangi beban, tidak termasuk
komponen penghasilan komprehensif lain.

B. Dasar Pengaturan
01. PSAK 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
02. PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah.
03. PSAK 103 tentang Akuntansi Salam.
04. PSAK 104 tentang Akuntansi Istishna.
05. PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah.
06. PSAK 106 tentang Akuntansi Musyarakah.
07. PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah.
08. PSAK 110 tentang Akuntansi Sukuk.
09. PSAK 12 tentang Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama.
10. PSAK 15 tentang Investasi pada Entitas Asosiasi.
11. PSAK 23 tentang Pendapatan.
12. PSAK 55 tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan
Pengukuran.
13. SAK lain yang relevan.

C. Penjelasan
01. Penyusunan Laporan Laba Rugi Komprehensif didasarkan pada
pendapatan dan beban yang diakui dengan menggunakan dasar
akrual sedangkan perhitungan distribusi pendapatan/hasil
usaha menggunakan dasar kas. Oleh karena itu, Bank harus
mampu membedakan pendapatan akrual dan pendapatan yang
kasnya sudah diterima.
02. Pendapatan usaha utama (pendapatan Bank sebagai mudharib)
terdiri dari pendapatan dari jual beli, sewa, bagi hasil, dan
pendapatan utama lain.
03. Hak pihak ketiga atas bagi hasil merupakan bagian bagi hasil
milik pihak ketiga (misalnya nasabah penyimpan dalam
tabungan dan deposito yang didasarkan pada akad mudharabah

14.3
dan musyarakah) atas hasil pengelolaan dana syirkah temporer
oleh Bank.
04. Pendapatan usaha lain antara lain terdiri dari:
a. Pendapatan penyelenggaraan jasa Perbankan Syariah
berbasis imbalan, terdiri dari:
i. Pendapatan fee wakalah;
ii. Pendapatan fee kafalah;
iii. Pendapatan fee hiwalah;
iv. Pendapatan fee dana investasi terikat;
v. Pendapatan administrasi;
vi. Pendapatan lainnya.
b. Pendapatan bonus giro pada Bank Syariah lain.
c. Keuntungan transaksi valuta asing.
05. Beban usaha antara lain terdiri dari:
a. Beban bonus simpanan masyarakat berdasarkan prinsip
wadiah.
b. Beban kerugian penurunan nilai piutang.
c. Beban penyusutan.
d. Beban amortisasi.
e. Beban/kerugian transaksi valuta asing.
f. Beban premi dalam rangka penjaminan.
g. Beban sewa aset yang digunakan sendiri.
h. Beban promosi.
i. Beban personalia.
j. Beban administrasi dan umum.
06. Pendapatan non usaha antara lain terdiri dari:
a. Keuntungan pelepasan aset tetap.
b. Pendapatan hibah.
c. Pendapatan lain.
07. Beban non usaha antara lain terdiri dari:
a. Kerugian penurunan nilai aset tetap.
b. Kerugian pelepasan aset tetap.
c. Beban lain.

14.4
D. Perlakuan Akuntansi
01. Pendapatan margin murabahah
a. Untuk transaksi yang dilakukan secara non-tunai, maka
keuntungan diakui secara proporsional sesuai angsuran
yang jatuh tempo selama masa akad, atau keuntungan
diakui dengan menggunakan metode effective rate of return
(anuitas).
b. Biaya transaksi diakui selaras dengan pengakuan
keuntungan murabahah.
02. Pendapatan neto salam paralel
Pendapatan neto salam paralel diakui pada saat penyerahan
barang kepada nasabah sebesar selisih antara jumlah kas yang
diserahkan kepada pemasok dan jumlah kas yang diterima dari
nasabah.
03. Pendapatan neto istishna paralel
Selisih antara nilai akad dan nilai pemesanan barang yang
diakui secara proporsional selama masa akad, termasuk biaya
transaksinya.
04. Penghasilan dari sewa
a. Pendapatan sewa diakui selama masa akad pada saat
manfaat atas aset telah diserahkan kepada nasabah.
b. Keuntungan atau kerugian dari pelepasan aset ijarah diakui
pada saat pelepasan sebesar selisih harga jual dan nilai
tercatat aset ijarah.
c. Beban yang terkait dengan pengelolaan aset ijarah, antara
lain beban penyusutan dan amortisasi, beban
pemeliharaan, dan beban sewa ijarah (transaksi ijarah-
lanjut), diakui sebagai pengurang penghasilan dari sewa.
05. Pendapatan dari bagi hasil
Pendapatan bagi hasil diakui pada saat Bank menerima laporan
periodik atas usaha yang telah dilakukan oleh nasabah, baik
keuntungan maupun kerugian.
06. Pendapatan usaha utama lain
a. Pendapatan dari pinjaman qardh diakui pada saat diterima
dari nasabah.

14.5
b. Pendapatan investasi pada surat berharga berupa imbal
hasil (dividen, kupon, amortisasi atas premium, diskonto,
dan biaya transaksi, dan keuntungan atau kerugian
pelepasan surat berharga).
c. Pendapatan lain.
07. Hak pihak ketiga atas bagi hasil
Hak pihak ketiga atas bagi hasil diakui sebagai pengurang
pendapatan yang merupakan porsi Bank sebagai mudharib.

E. Ilustrasi Jurnal
Ilustrasi jurnal mengacu pada ilustrasi jurnal di setiap pos
pendapatan dan beban yang terkait.

F. Pengungkapan
Pengungkapan mengacu pada pengungkapan di masing-masing pos
pendapatan dan beban yang terkait.

14.6
XIV.3 KOMPONEN PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN

A. Definisi
Penghasilan komprehensif lain berisi pos pendapatan dan beban,
termasuk penyesuaian reklasifikasi, yang tidak diakui dalam laba
rugi sebagaimana disyaratkan oleh SAK.

B. Dasar Pengaturan
01. PSAK 1 tentang Penyajian Laporan Keuangan.
02. PSAK 10 tentang Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing.
03. PSAK 12 tentang Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama.
04. PSAK 15 tentang Investasi pada Entitas Asosiasi.
05. PSAK 24 tentang Imbalan Kerja.
06. PSAK 55 tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan
Pengukuran.

C. Penjelasan
01. Penghasilan komprehensif lain terdiri dari:
a. Perubahan surplus revaluasi dari aset tetap dan aset tidak
berwujud.
b. Keuntungan dan kerugian aktuarial atas program imbalan
pasti.
c. Selisih kurs dari penjabaran Laporan Keuangan dari entitas
asing.
d. Penyesuaian nilai wajar dari aset keuangan dalam kategori
‘tersedia untuk dijual’.
e. Bagian penghasilan komprehensif lain dari entitas asosiasi
dan pengendalian bersama entitas.
02. Surplus revaluasi aset tetap dan aset tidak berwujud muncul
dari penerapan model revaluasi atas aset tetap atau aset tidak
berwujud yang dimiliki Bank.
03. Keuntungan atau kerugian aktuaria merupakan perubahan
dalam nilai kini kewajiban imbalan pasti yang berasal dari
experience adjustments (dampak perbedaan antara asumsi

14.7
aktuarial sebelumnya dan kejadian aktual yang terjadi) dan
dampak perubahan asumsi aktuarial.
04. Selisih kurs dari penjabaran Laporan Keuangan dari entitas
asing merupakan selisih kurs yang timbul dari penjabaran
Laporan Keuangan entitas anak, entitas asosiasi, ventura
bersama, atau cabang di luar negeri dengan mata uang
fungsional yang berbeda dengan Bank.
05. Penyesuaian nilai wajar dari aset keuangan dalam kategori
‘tersedia untuk dijual’ muncul dari penyesuaian nilai wajar atas
investasi pada saham, reksadana, dan penyertaan dalam
kategori ‘tersedia untuk dijual’.
06. Bagian penghasilan komprehensif lain dari entitas asosiasi dan
pengendalian bersama entitas muncul dari penghasilan
komprehensif lain yang dimiliki entitas asosiasi atau
pengendalian bersama entitas yang dimiliki Bank dan dicatat
dengan menggunakan metode ekuitas.
07. Termasuk dalam penghasilan komprehensif lain adalah
penyesuaian reklasifikasi, yaitu jumlah yang direklasifikasi dari
penghasilan komprehensif lain ke laba rugi. Misalnya, jumlah
penyesuaian nilai wajar aset keuangan ‘tersedia untuk dijual’
yang sebelumnya diakui di penghasilan komprehensif lain yang
direklasifikasi ke laba rugi ketika terjadi penjualan aset
keuangan tersebut.

D. Perlakuan Akuntansi
01. Perlakuan akuntansi untuk surplus revaluasi aset tetap dan aset
tidak berwujud mengacu pada Bagian X tentang Aset Tetap dan
Aset Tidak Berwujud.
02. Keuntungan atau kerugian aktuarial dari program pasca kerja
imbalan pasti diakui dalam penghasilan komprehensif lain
sebesar hasil perhitungan aktuarial.
03. Selisih kurs dari penjabaran Laporan Keuangan dari entitas
asing diakui pada saat penjabaran pos-pos aset, liabilitas,
pendapatan, dan beban dari entitas asing yang menggunakan
mata uang fungsional selain Rupiah ke dalam Laporan

14.8
Keuangan Bank yang menggunakan mata uang fungsional
Rupiah.
04. Perlakuan akuntansi untuk selisih penilaian (penyesuaian nilai
wajar) dari aset keuangan dalam kategori ‘tersedia untuk dijual’
mengacu pada Bagian VIII tentang Surat Berharga terkait
dengan investasi saham, reksadana, dan penyertaan.
05. Perlakuan akuntansi untuk bagian atas penghasilan
komprehensif lain dari asosiasi dan pengendalian bersama
entitas mengacu pada Bagian VIII tentang Surat Berharga terkait
dengan penyertaan.

E. Ilustrasi Jurnal
01. Surplus revaluasi aset tetap dan aset tidak berwujud
a. Aset tetap
Db. Aset tetap
Kr. Akumulasi penyusutan
Kr. Surplus revaluasi
b. Aset tidak berwujud
Db. Aset tidak berwujud
Kr. Akumulasi amortisasi
Kr. Surplus revaluasi
02. Keuntungan atau kerugian aktuaria dari liabilitas pascakerja
imbalan pasti.
a. Keuntungan aktuaria dari aset program
Db. Aset program
Kr. Keuntungan aktuaria
b. Kerugian aktuaria dari aset program
Db. Kerugian aktuaria
Kr. Aset program
c. Keuntungan aktuaria dari kewajiban program
Db. Liabilitas pascakerja
Kr. Keuntungan aktuaria
d. Kerugian aktuaria dari kewajiban program
Db. Kerugian aktuaria
Kr. Liabilitas pascakerja

14.9
03. Selisih kurs penjabaran Laporan Keuangan
Db. Beban yang terkait
Db. Aset yang terkait
Db/Kr. Selisih kurs penjabaran
Kr. Pendapatan yang terkait
Kr. Liabilitas yang terkait
04. Penyesuaian nilai wajar dari aset keuangan dalam kategori AFS.
Db/Kr. Pos investasi yang terkait
Kr/Db. Penyesuaian nilai wajar
05. Bagian atas penghasilan komprehensif lain dari entitas asosiasi
dan ventura bersama.
a. Jika penghasilan komprehensif lain dari entitas asosiasi
dan ventura bersama bersaldo kredit (positif).
Db. Investasi entitas asosiasi/pengendalian bersama
entitas
Kr. Bagian atas penghasilan komprehensif lain
b. Jika penghasilan komprehensif lain dari entitas asosiasi
dan ventura bersama bersaldo debit (negatif).
Db. Bagian atas penghasilan komprehensif lain
Kr. Investasi pada entitas asosiasi/pengendalian bersama
entitas

F. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:
01. Rincian penghasilan komprehensif lain.
02. Jumlah pajak penghasilan terkait.
03. Penyesuaian reklasifikasi terkait penghasilan komprehensif lain.
04. Pengungkapan lain.

14.10
BAGIAN XV LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS

A. Definisi
Laporan Perubahan Ekuitas adalah laporan yang menunjukkan
perubahan ekuitas Bank yang menggambarkan peningkatan atau
penurunan aset neto atau kekayaan selama periode pelaporan.

B. Dasar Pengaturan
01. PSAK 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
02. SAK lain yang relevan.

C. Penjelasan
01. Perubahan ekuitas menggambarkan peningkatan atau
penurunan aset neto selama suatu periode berdasarkan prinsip
pengukuran tertentu yang dianut dan harus diungkapkan dalam
Laporan Keuangan.
02. Laporan Perubahan Ekuitas, kecuali untuk perubahan yang
berasal dari transaksi ekuitas yaitu transaksi dengan pemegang
saham dalam kapasitasnya sebagai pemilik seperti setoran
modal dan pembayaran dividen, menggambarkan jumlah
penghasilan dan beban yang berasal dari kegiatan Bank selama
periode yang bersangkutan.
03. Bank menyajikan, baik dalam Laporan Perubahan Ekuitas atau
Catatan Atas Laporan Keuangan, jumlah dividen yang diakui
sebagai distribusi kepada pemegang saham, dan nilai dividen per
saham.
04. Perubahan ekuitas antara awal dan akhir periode pelaporan
menggambarkan peningkatan dan penurunan aset neto atau
kekayaan selama periode bersangkutan berdasarkan prinsip
pengukuran tertentu yang dianut dan harus diungkapkan dalam
Laporan Keuangan.
05. Laporan Perubahan Ekuitas, kecuali untuk perubahan yang
berasal dari transaksi ekuitas, menggambarkan jumlah
keuntungan dan kerugian yang berasal dari kegiatan Bank
selama suatu periode.

15.1
06. Laporan Perubahan Ekuitas menunjukkan:
a. Total laba komprehensif
i. Jumlah yang dapat diatribusikan kepada pemilik
entitas induk;
ii. Jumlah yang dapat diatribusikan kepada kepentingan
nonpengendali.
b. Untuk setiap komponen ekuitas, dampak penerapan
retrospektif atau penyajian kembali secara retrospektif yang
diakui sesuai dengan PSAK terkait.
c. Untuk setiap komponen ekuitas, rekonsiliasi antara jumlah
tercatat pada awal dan akhir periode, secara terpisah
mengungkapkan setiap perubahan yang timbul dari:
i. laba rugi;
ii. setiap pos penghasilan komprehensif lain;
iii. transaksi ekuitas yang menunjukkan secara terpisah
konstribusi dari pemegang saham dan distribusi
kepada pemegang saham dan perubahan kepemilikan
pada entitas anak yang tidak menyebabkan hilang
pengendalian.

15.2
BAGIAN XVI LAPORAN ARUS KAS

A. Definisi
Laporan Arus Kas adalah Laporan Keuangan yang menunjukan
penerimaan dan pengeluaran kas dan setara kas pada Bank selama
periode tertentu yang dikelompokkan dalam aktivitas operasi,
investasi, dan pendanaan.

B. Dasar Pengaturan
01. PSAK 2 tentang Laporan Arus Kas.
02. SAK lain yang relevan.

C. Penjelasan
01. Kas terdiri dari saldo kas dan rekening giro.
02. Setara kas adalah investasi yang sifatnya sangat likuid,
berjangka pendek, dan yang dengan cepat dapat dijadikan kas
dalam jumlah yang dapat ditentukan dan memiliki risiko
perubahan nilai yang tidak signifikan.
03. Informasi tentang arus kas berguna bagi para pengguna Laporan
Keuangan sebagai dasar untuk menilai kemampuan Bank dalam
menghasilkan kas dan setara kas serta menilai kebutuhan
penggunaan arus kas tersebut.
04. Dalam mengambil keputusan ekonomi, para pengguna Laporan
Keuangan perlu melakukan evaluasi terhadap kemampuan Bank
dalam menghasilkan kas dan setara kas serta kepastian
perolehannya. Evaluasi tersebut untuk mengetahui bagaimana
Bank menghasilkan dan menggunakan kas dan setara kas, serta
kebutuhan kas dan setara kas untuk melaksanakan usaha,
melunasi liabilitas, dan membagikan bagi hasil kepada pemilik
dana/deposan dan dividen kepada pemegang saham.
05. Laporan Arus Kas memberikan informasi historis mengenai
perubahan kas dan setara kas dengan mengklasifikasikan arus
kas berdasarkan aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan
selama suatu periode akuntansi.

16.1
06. Suatu transaksi tertentu dapat meliputi arus kas yang
diklasifikasikan ke dalam lebih dari satu aktivitas. Sebagai
contoh:
a. Pelunasan atas pembiayaan yang diterima oleh Bank
meliputi pokok pembiayaan dan bagi hasil. Bagi hasil
merupakan unsur yang dapat diklasifikasikan sebagai
aktivitas operasi dan pokok pembiayaan merupakan unsur
yang diklasifikasikan sebagai aktivitas pendanaan.
b. Pinjaman qardh yang diterima oleh Bank meliputi pokok
pinjaman dan imbalan yang diberikan (jika ada dan tidak
diperjanjikan di muka). Imbalan merupakan unsur yang
dapat diklasifikasikan sebagai aktivitas operasi dan pokok
pinjaman merupakan unsur yang diklasifikasikan sebagai
aktivitas pendanaan.
07. Arus kas dari aktivitas operasi
a. Aktivitas operasi adalah aktivitas penghasil utama
pendapatan dan aktivitas lain yang bukan merupakan
aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan.
b. Arus kas dari aktivitas operasi terutama diperoleh dari
aktivitas penghasil utama pendapatan. Oleh karena itu,
arus kas tersebut pada umumnya berasal dari transaksi
dan peristiwa lain yang mempengaruhi laba rugi
komprehensif.
c. Beberapa contoh arus kas dari aktivitas operasi adalah:
i. Penerimaan angsuran/pelunasan pembiayaan dari
nasabah.
ii. Pencairan pembiayaan kepada nasabah.
iii. Penerimaan kas dari penabung/deposan.
iv. Pembayaran kas kepada penabung/deposan.
v. Pembayaran kas kepada dan untuk kepentingan
karyawan.
vi. Pembayaran kas kepada dan penerimaan kas dari
pemasok.
vii. Pembayaran kas atau restitusi pajak penghasilan,
kecuali jika dapat diidentifikasikan secara spesifik
sebagai bagian dari aktivitas pendanaan dan investasi.

16.2
d. Arus kas operasi disajikan dengan menggunakan metode
langsung.
08. Arus kas aktivitas investasi
a. Aktivitas investasi adalah aktivitas perolehan dan pelepasan
aset jangka panjang serta investasi lain yang tidak
termasuk setara kas.
b. Beberapa contoh arus kas dari aktivitas investasi adalah:
i. Pembayaran kas untuk membeli sukuk, efek ekuitas,
dan reksadana.
ii. Penerimaan kas dari penjualan sukuk, efek ekuitas,
dan reksadana.
iii. Pembayaran kas untuk membeli aset tetap, aset tak
berwujud, dan aset tidak lancar lain.
iv. Penerimaan kas dari penjualan aset tetap, aset tak
berwujud, dan aset tidak lancar lain.
c. Termasuk arus kas dari pelepasan kepemilikan pada entitas
anak yang menyebabkan hilangnya pengendalian.
d. Untuk investasi pada entitas asosiasi dan ventura bersama
yang dicatat dengan menggunakan metode ekuitas, Bank
membatasi hanya pada arus kas yang terjadi antara
perusahaan dan entitas asosiasi/ventura bersama.
09. Arus kas aktivitas pendanaan
a. Aktivitas pendanaan adalah aktivitas yang mengakibatkan
perubahan dalam jumlah komposisi kontribusi modal dan
pinjaman.
b. Beberapa contoh arus kas yang berasal dari aktivitas
pendanaan adalah:
i. Penerimaan kas dari penerbitan saham.
ii. Pembayaran kas kepada pemilik untuk menarik atau
menebus saham.
iii. Penerimaan kas dari penerbitan sukuk, pinjaman, dan
utang lain.
iv. Pembayaran kas untuk melunasi sukuk, pinjaman, dan
utang lain.
c. Termasuk arus kas dari pelepasan kepemilikan pada entitas
anak yang tidak menyebabkan hilangnya pengendalian.

16.3
d. Pengungkapan terpisah arus kas yang berasal dari aktivitas
pendanaan adalah penting karena berguna untuk
memprediksi klaim atas arus masa depan oleh para
penyedia modal perseroan.
10. Mata uang asing
a. Arus kas dalam mata uang asing diperkenankan
menggunakan kurs yang mendekati kurs sebenarnya.
Sebagai contoh, kurs rata-rata untuk periode yang
bersangkutan dapat digunakan untuk membukukan
transaksi dalam mata uang asing.
b. Keuntungan dan kerugian yang belum direalisasi yang
timbul akibat perubahan kurs bukan merupakan arus kas.
c. Pengaruh perubahan kurs terhadap kas dan setara kas
dalam valuta asing dilaporkan dalam Laporan Arus Kas
untuk merekonsiliasi saldo awal dan akhir kas dan setara
kas. Jumlah selisih kurs tersebut disajikan terpisah dari
arus kas aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan.
11. Pajak penghasilan
a. Pajak penghasilan atas pendapatan yang diterima dapat
diklasifikasikan sebagai aktivitas operasi, investasi, atau
pendanaan.
b. Pajak penghasilan biasanya diklasifikasikan sebagai arus
kas dari aktivitas operasi.
c. Apabila arus kas pajak dialokasikan pada lebih satu jenis
aktivitas, maka jumlah keseluruhan pajak yang dibayar
harus diungkapkan.

16.4
BAGIAN XVII LAPORAN REKONSILIASI PENDAPATAN DAN
BAGI HASIL

A. Definisi
Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil adalah laporan yang
menyajikan rekonsiliasi antara pendapatan Bank yang menggunakan
dasar akrual dengan pendapatan dibagihasilkan kepada pemilik dana
yang menggunakan dasar kas.

B. Dasar Pengaturan
01. PSAK 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

C. Penjelasan
01. Bank menyajikan Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi
Hasil yang merupakan rekonsiliasi pendapatan Bank, yang
menggunakan dasar akrual, dan pendapatan yang
dibagihasilkan kepada pemilik dana yang menggunakan dasar
kas.
02. Selain untuk menyampaikan informasi mengenai pendapatan
usaha utama dan bagi hasil untuk pemilik dana, Laporan
Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil dapat digunakan untuk
mengetahui arus kas dari pendapatan usaha utama.
03. Perbedaan dasar pengakuan antara pendapatan yang diterima
Bank dengan pendapatan yang dibagihasilkan, mengharuskan
Bank menyajikan Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi
Hasil sebagai bagian komponen utama Laporan Keuangan.
04. Dalam Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil, Bank
menyajikan:
a. pendapatan usaha utama, dasar akrual;
b. penyesuaian atas:
i. dikurangi dengan pendapatan usaha utama periode
berjalan yang kas atau setara kasnya belum diterima;
ii. ditambah dengan pendapatan usaha utama periode
sebelumnya yang kas atau setara kasnya diterima di
periode berjalan;
c. pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil.

17.1
d. bagian Bank atas pendapatan yang tersedia untuk bagi
hasil;
e. bagian pemilik dana atas pendapatan yang tersedia untuk
bagi hasil.
05. Formula perhitungan pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil
adalah:

pendapatan usaha pendapatan usaha


utama periode utama periode
Pendapatan usaha
sebelumnya yang kas berjalan yang kas
utama periode + -
atau setara kasnya atau setara
berjalan
diterima di periode kasnya belum
berjalan diterima

06. Penyesuaian atas pendapatan usaha utama dilakukan untuk


menentukan pendapatan usaha utama yang sudah terealisasi
dalam kas atau setara kas (pendapatan yang tersedia untuk bagi
hasil).
07. Penentuan hak pihak ketiga/nasabah penyimpan atas bagi hasil
dana syirkah temporer, adalah sebagai berikut:
a. Penentuan “porsi pendapatan usaha utama” yang telah
diterima kasnya (dasar kas) yang didanai dari simpanan
nasabah penyimpan berdasarkan akad mudharabah dan
musyarakah dan dari dana lain, yang meliputi:
i. Jumlah simpanan nasabah yang berhasil dihimpun
selama periode berjalan;
ii. Jumlah dana yang berhasil disalurkan oleh Bank;
iii. Hasil penyaluran dana (pendapatan usaha utama)
dasar kas yang diterima Bank; dan
iv. Jumlah hasil penyaluran dana (pendapatan usaha
utama) dasar kas yang harus dibagihasilkan antara
Bank dan nasabah penyimpan.

17.2
No Penghimpunan Penyaluran Pendapatan Pendapatan Keterangan
dana dana penyaluran yang dibagi-
hasilkan
1 150.000 150.000 325 325 Semua pendapatan
dibagihasilkan untuk Bank
dan nasabah
2 150.000 175.000 350 300 300=150.000/175.000 x 350
(pendapatan dibagi-hasil
sebesar proporsi
penghimpunan dana)
3 150.000 125.000 275 275 - Semua pendapatan
dibagihasilkan
- Ada dana yang belum
disalurkan

b. Penentuan “hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah


temporer” dengan menyusun tabel penyaluran
revenue/profit yang meliputi:
i. Jenis produk yang dijadikan sarana penghimpunan
dana nasabah;
ii. Saldo dana rata-rata selama satu periode untuk setiap
jenis produk penghimpunan dana nasabah dan total
saldo dana rata-rata untuk seluruh jenis produk
penghimpunan dana nasabah;
iii. Jumlah pendapatan untuk setiap jenis produk
penghimpunan dana nasabah yang akan
dibagihasilkan antara nasabah penyimpan dan Bank
dan total pendapatan yang akan dibagihasilkan untuk
seluruh jenis produk penghimpunan dana nasabah;
iv. Jumlah porsi bagi hasil secara agregat untuk nasabah
pada setiap jenis produk penghimpunan dana nasabah
dan total bagi hasil untuk nasabah dari seluruh jenis
produk penghimpunan dana nasabah; dan
v. Jumlah porsi bagi hasil secara agregat untuk Bank
dari setiap jenis produk penghimpunan dana nasabah
dan total porsi bagi hasil untuk Bank dari seluruh
jenis produk penghimpunan dana nasabah.
Jenis Saldo rata-rata Pendapatan Porsi pemilik dana Porsi pengelola dana
Penghimpunan yang harus Nisbah Jumlah Nisbah Jumlah
dibagi hasil
A B C D E F
Giro mudharabah A1 B1 0,25 D1 0,75 F1
Tabungan A2 B2 0,55 D2 0,45 F2
mudharabah
Deposito
mudharabah
1 bulan A3 B3 0,60 D3 0,40 F3
3 bulan A4 B4 0,65 D4 0,35 F4
6 bulan A5 B5 0,67 D5 0,33 F5
12 bulan A6 B6 0,70 D6 0,3 F6
Total A B C D E F

17.3
D. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:
01. Rincian pendapatan usaha utama periode sebelumnya yang
diterima di periode berjalan.
02. Rincian pendapatan usaha utama periode berjalan yang belum
diterima kas atau setara kasnya.
03. Rincian pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil yang belum
didistribusikan ke pemilik dana.
04. Pengungkapan lain.

17.4
BAGIAN XVIII LAPORAN SUMBER DAN PENYALURAN DANA
ZAKAT

A. Definisi
01. Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat merupakan
laporan yang menunjukkan sumber dan penyaluran dana zakat
kepada entitas pengelola zakat selama suatu jangka waktu
tertentu, serta saldo dana zakat yang belum disalurkan pada
tanggal tertentu.
02. Zakat merupakan kewajiban Syariah yang harus diserahkan
oleh wajib zakat (muzaki) kepada penerima zakat (mustahiq),
baik melalui amil maupun secara langsung.

B. Dasar Pengaturan
01. PSAK 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

C. Penjelasan
01. Pembayaran zakat dilakukan apabila nisab dan haulnya
terpenuhi dari harta yang memenuhi kriteria wajib zakat.
02. Bank menyajikan Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat
sebagai komponen utama Laporan Keuangan dengan
menyajikan:
a. Dana zakat yang berasal dari:
i. internal Bank;
ii. eksternal Bank.
b. Penyaluran dana zakat kepada entitas pengelola zakat
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
c. Kenaikan atau penurunan dana zakat.
d. Saldo awal dana zakat.
e. Saldo akhir dana zakat.
03. Sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, Bank hanya
dapat menyalurkan dana zakat yang diterima kepada lembaga
amil zakat atau badan amil zakat.
04. Sumber dana zakat dari eksternal Bank antara lain:

18.1
a. Dana yang disetor atau dipotong dari rekening nasabah
atas perintah nasabah tersebut.
b. Zakat masyarakat bukan nasabah Bank yang disetor
melalui Bank.
05. Dalam penyaluran dana zakat kepada entitas pengelola zakat,
Bank cukup menyebutkan nama lembaga amil zakat dan badan
amil zakat.

D. Perlakuan Akuntansi
01. Sumber dana zakat yang berasal dari pemilik Bank
diperhitungkan dari laba neto sebelum pajak selama periode
satu tahun.
02. Penerimaan dana zakat diakui sebagai liabilitas dan diakui
sebagai pengurang liabilitas ketika disalurkan.
03. Dana zakat disajikan sebagai liabilitas paling likuid.

E. Ilustrasi Jurnal
01. Pada saat penerimaan dari internal Bank
a. Zakat Bank
Dr. Beban zakat
Kr. Rekening Dana Zakat
b. Zakat pemilik Bank
Dr. Kas/rekening
Kr. Rekening Dana Zakat
02. Penerimaan zakat dari eksternal Bank
Dr. Kas/rekening
Kr. Rekening Dana Zakat
03. Pada saat penyaluran zakat
Dr. Rekening Dana Zakat
Kr. Kas/rekening

F. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:
01. Sumber dana zakat yang berasal dari internal Bank.
02. Sumber dana zakat yang berasal dari eksternal Bank.
03. Kebijakan penyaluran zakat.

18.2
04. Proporsi dana yang disalurkan untuk masing-masing entitas
pengelola zakat yang diklasifikasikan menjadi pihak berelasi dan
pihak ketiga.
05. Pengungkapan lain.

18.3
BAGIAN XIX LAPORAN SUMBER DAN PENGGUNAAN DANA
KEBAJIKAN

A. Definisi
01. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan merupakan
laporan yang menunjukkan sumber dan penggunaan dana
kebajikan selama suatu jangka waktu tertentu, serta saldo dana
kebajikan yang menunjukkan dana kebajikan yang belum
disalurkan pada tanggal tertentu.
02. Penerimaan nonhalal adalah semua penerimaan dari kegiatan
yang tidak sesuai dengan prinsip Syariah, antara lain
penerimaan jasa giro atau bunga yang berasal dari bank umum
konvensional.

B. Dasar Pengaturan
01. PSAK 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.

C. Penjelasan
01. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan adalah salah
satu komponen Laporan Keuangan yang mencerminkan kegiatan
sosial Bank.
02. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan merupakan
laporan yang memberikan informasi agar para pemakai dapat
mengevaluasi aktivitas Bank dalam mengelola dana kebajikan.
03. Bank menyajikan Laporan Sumber dan Penggunaan Dana
Kebajikan sebagai komponen utama Laporan Keuangan, yang
menunjukkan:
a. Sumber dana kebajikan yang berasal dari penerimaan,
antara lain:
i. infak;
ii. sedekah;
iii. pengembalian dana kebajikan produktif;
iv. denda; dan
v. penerimaan nonhalal.
b. Penggunaan dana kebajikan untuk:
i. dana kebajikan produktif;

19.1
ii. sumbangan; dan
iii. penggunaan lainnya untuk kepentingan umum.
c. Kenaikan atau penurunan sumber dana kebajikan.
d. Saldo awal dana kebajikan.
e. Saldo akhir dana kebajikan.
04. Dana kebajikan merupakan liabilitas yang paling likuid atau
menjadi prioritas yang pertama untuk segera diselesaikan.
05. Infak dan sedekah adalah dana yang diterima dari eksternal
Bank atau dari rekening nasabah atas perintah nasabah
tersebut.
06. Denda adalah penerimaan dari nasabah atas kelalaian atau
kesengajaan yang mengakibatkan tidak terpenuhinya kewajiban
nasabah sesuai dengan akad, seperti akad murabahah atau
istishna.
07. Penerimaan nonhalal berasal dari penerimaan jasa giro dari
bank konvensional atau penerimaan lainnya yang tidak dapat
dihindari dalam kegiatan operasional Bank.
08. Penerimaan nonhalal pada umumnya terjadi dalam kondisi
darurat atau kondisi yang tidak diinginkan oleh Bank karena
secara prinsip dilarang.
09. Penerimaan nonhalal bukan bagian dari pendapatan Bank
sehingga tidak disajikan di Laporan Laba Rugi Komprehensif,
tetapi sebagai bagian dari sumber dana kebajikan.
10. Dana kebajikan dapat disalurkan sebagai dana bergulir untuk
pinjaman sosial/dana kebajikan produktif, sumbangan, atau
kepentingan umum lain.

D. Perlakuan Akuntansi
01. Penerimaan dana kebajikan diakui sebagai liabilitas dan diakui
sebagai pengurang liabilitas ketika disalurkan.
02. Dana kebajikan disajikan sebagai liabilitas paling likuid.

E. Ilustrasi Jurnal
01. Pada saat penerimaan dana kebajikan
Db. Kas/rekening
Kr. Rekening Dana Kebajikan

19.2
02. Pada saat penyaluran dana kebajikan
Db. Rekening Dana Kebajikan
Kr. Kas/rekening
03. Pada saat pengembalian dana kebajikan
Db. Kas/rekening
Kr. Rekening Dana Kebajikan

F. Pengungkapan
Hal-hal yang harus diungkapkan antara lain:
01. Sumber dana kebajikan.
02. Kebijakan penyaluran dana kebajikan kepada masing-masing
penerima.
03. Proporsi dana yang disalurkan untuk masing-masing penerima
dana kebajikan yaitu pihak berelasi dan pihak ketiga.
04. Alasan terjadinya dan penggunaan atas penerimaan nonhalal.
05. Pengungkapan lain.

19.3
BAGIAN XX CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

A. Definisi
Catatan Atas Laporan Keuangan merupakan komponen Laporan
Keuangan yang memberikan penjelasan mengenai gambaran umum
Bank, ikhtisar kebijakan akuntansi, penjelasan pos-pos Laporan
Keuangan, dan informasi penting lain.

B. Dasar pengaturan
01. PSAK 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
02. SAK lain yang relevan.

C. Penjelasan
01. Catatan Atas Laporan Keuangan harus disajikan secara
sistematis. Setiap pos dalam Laporan Posisi Keuangan, Laporan
Laba Rugi Komprehensif, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan
Arus Kas, Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil,
Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat, dan Laporan
Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan harus berkaitan
dengan informasi yang ada dalam Catatan Atas Laporan
Keuangan.
02. Catatan Atas Laporan Keuangan harus menyajikan pernyataan
yang eksplisit bahwa Laporan Keuangan telah patuh terhadap
SAK. Bank tidak boleh menyebutkan bahwa Laporan Keuangan
telah patuh terhadap SAK, kecuali Laporan Keuangan tersebut
telah mematuhi semua ketentuan dalam SAK.
03. Catatan Atas Laporan Keuangan, khususnya pengungkapan
kebijakan akuntansi yang digunakan, tidak dapat memperbaiki
kebijakan akuntansi yang tidak tepat tanpa melakukan
perbaikan atas kebijakan akuntansi yang tidak tepat tersebut.
04. Catatan Atas Laporan Keuangan mengungkapkan:
a. Informasi tentang dasar penyusunan Laporan Keuangan
dan kebijakan akuntansi yang dipilih dan diterapkan
terhadap peristiwa dan transaksi yang penting;
b. informasi yang diwajibkan dalam PSAK tetapi tidak
disajikan dalam Laporan Posisi Keuangan, Laporan Laba
20.1
Rugi Komprehensif, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan
Arus Kas, Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil,
Laporan Sumber dan Penyaluran Dana Zakat, dan Laporan
Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan;
c. informasi tambahan yang tidak disajikan dalam Laporan
Posisi Keuangan, Laporan Laba Rugi Komprehensif,
Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, Laporan
Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil, Laporan Sumber
dan Penyaluran Dana Zakat, dan Laporan Sumber dan
Penggunaan Dana Kebajikan, tetapi informasi tersebut
diperlukan dalam rangka penyajian secara wajar;
d. informasi tentang asumsi yang dibuat mengenai masa
depan, dan sumber utama dari estimasi ketidakpastian lain
pada akhir periode pelaporan, yang memiliki risiko
signifikan yang mengakibatkan penyesuaian material
terhadap jumlah tercatat aset dan liabilitas dalam periode
pelaporan berikutnya;
e. informasi yang memungkinkan pengguna Laporan
Keuangan untuk mengevaluasi tujuan, kebijakan, dan
proses Bank dalam mengelola pemodalannya.
05. Untuk pos-pos yang nilainya material, harus dirinci dan
dijelaskan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan. Sedangkan
untuk pos-pos yang bersifat khusus harus dirinci dan dijelaskan
pada Catatan Atas Laporan Keuangan tanpa mempertimbangkan
materialitasnya.
06. Untuk pos yang merupakan hasil penggabungan beberapa akun
sejenis harus dirinci dan dijelaskan sifat dari unsur utamanya
dalam Catatan Atas Laporan Keuangan.
07. Catatan Atas Laporan Keuangan harus menunjukkan secara
terpisah jumlah dari setiap jenis transaksi dan saldo dengan
pihak berelasi dan pihak ketiga.
08. Pada beberapa kasus, informasi naratif yang disajikan dalam
Laporan Keuangan periode sebelumnya masih tetap relevan
untuk diungkapkan pada periode berjalan. Misalnya, rincian
tentang sengketa hukum yang dihadapi dengan hasil akhirnya
belum diketahui secara pasti pada periode sebelumnya dan
20.2
masih dalam proses penyelesaian, perlu diungkapkan kembali
pada periode berjalan. Peningkatan daya banding informasi
antar periode membantu pengguna dalam membuat keputusan
ekonomi, khususnya memungkinkan penilaian atas
kecenderungan informasi keuangan untuk tujuan prediksi.
09. Rincian subklasifikasi bergantung pada ketentuan SAK, serta
ukuran dan fungsi jumlah yang terkait. Pertimbangan apakah
pos-pos tambahan disajikan secara terpisah didasarkan pada
penilaian dari jumlah, fungsi, dan likuiditas atau jangka waktu
dari aset dan liabilitas.
10. Catatan Atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau
rincian jumlah yang tertera dalam Laporan Keuangan, serta
informasi tambahan seperti liabilitas kontijensi dan komitmen.
Catatan Atas Laporan Keuangan juga mencakup informasi yang
diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan dalam PSAK
serta pengungkapan-pengungkapan lain yang diperlukan untuk
menghasilkan penyajian Laporan Keuangan secara wajar.
11. Bank menyajikan Catatan Atas Laporan Keuangan dengan
urutan sebagai berikut:
a. Pernyataan kepatuhan terhadap SAK.
b. Pengungkapan mengenai dasar pengukuran dan kebijakan
akuntansi yang diterapkan.
c. Informasi pendukung pos-pos Laporan Keuangan sesuai
urutan sebagaimana pos-pos tersebut disajikan dalam
Laporan Keuangan dan urutan penyajian komponen
Laporan Keuangan.
d. Pengungkapan lain termasuk kontinjensi, komitmen, dan
pengungkapan keuangan lainnya dan nonkeuangan.
12. Hal yang penting untuk menginformasikan kepada pengguna
mengenai dasar pengukuran yang digunakan dalam Laporan
Keuangan (misalnya, biaya historis, biaya perolehan kini, nilai
realisasi neto, nilai wajar atau jumlah terpulihkan).
13. Dalam memutuskan apakah kebijakan akuntansi tertentu
diungkapkan, manajemen mempertimbangkan apakah
pengungkapan tersebut akan membantu pengguna untuk
memahami bagaimana transaksi, peristiwa lain dan kondisi yang
20.3
tercermin dalam Laporan Posisi Keuangan dan Laporan Kinerja
Keuangan.
14. Bank mengungkapkan sumber estimasi ketidakpastian dalam
satu cara yang dapat membantu pengguna Laporan Keuangan
untuk memahami pertimbangan yang dibuat manajemen
tentang masa depan dan sumber estimasi ketidakpastian lain.
15. Bank mengungkapkan informasi yang memungkinkan pengguna
Laporan Keuangan mengevaluasi tujuan, kebijakan, dan proses
dalam mengelola permodalannya.

Bank Indonesia,

Halim Alamsyah
Deputi Gubernur

20.4
No. 15/26/DPbS Jakarta, 10 Juli 2013

SURAT EDARAN

Kepada

SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

DI INDONESIA

Perihal : Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah


Indonesia.

Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor


14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 199, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 5353), perlu
diatur ketentuan mengenai pelaksanaan pedoman akuntansi perbankan
syariah Indonesia dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:

I. KETENTUAN UMUM

A. Dalam rangka peningkatan transparansi kondisi keuangan bagi


Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, selanjutnya disebut
Bank Syariah, dan penyusunan laporan keuangan yang relevan,
komprehensif, andal dan dapat diperbandingkan, Bank Syariah
menyusun dan menyajikan laporan keuangan berdasarkan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang relevan bagi
Bank Syariah, Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia
(PAPSI), dan ketentuan lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

B. PAPSI merupakan petunjuk pelaksanaan yang berisi penjabaran


lebih lanjut dari beberapa Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) yang relevan bagi industri perbankan syariah.

C. Dengan …
C. Dengan diterbitkannya antara lain PSAK khusus tentang transaksi
syariah, PSAK No. 50 (Revisi 2010) tentang Instrumen Keuangan:
Penyajian, PSAK No. 55 (Revisi 2011) tentang Instrumen Keuangan:
Pengakuan dan Pengukuran, dan PSAK No. 60 tentang Instrumen
Keuangan: Pengungkapan, serta PSAK No.48 (Revisi 2009) tentang
Penurunan Nilai Aset maka perlu dilakukan penyesuaian atas
PAPSI 2003 menjadi PAPSI 2013 sebagaimana dimaksud pada
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.

D. PAPSI 2013 merupakan pedoman dalam penyusunan dan


penyajian laporan keuangan Bank Syariah. Untuk hal-hal yang
tidak diatur dalam PAPSI 2013 tetap berpedoman kepada PSAK
yang berlaku beserta pedoman pelaksanaannya sepanjang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.

II. PENGAKUAN PENDAPATAN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI

A. Sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 84/DSN-


MUI/XII/2012 tanggal 21 Desember 2012 tentang Metode
Pengakuan Pendapatan Murabahah di Lembaga Keuangan Syariah
(LKS) maka pengakuan pendapatan murabahah untuk Bank
Syariah dapat dilakukan dengan menggunakan metode anuitas
atau metode proporsional.

B. Pengakuan pendapatan dengan menggunakan metode anuitas atau


metode proprosional hanya dapat digunakan untuk pengakuan
pendapatan pembiayaan atas dasar jual beli.

C. Dalam hal Bank Syariah menggunakan metode anuitas maka


pencatatan transaksi murabahah wajib menggunakan:

1. PSAK 55 (Revisi 2011): Instrumen Keuangan: Pengakuan dan


Pengukuran, selanjutnya disebut PSAK 55;

2. PSAK 50 (Revisi 2010): Instrumen Keuangan: Penyajian,


selanjutnya disebut PSAK 50;

3. PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan, selanjutnya


disebut PSAK 60; dan

4. PSAK …
4. PSAK lain yang relevan.

D. Dalam hal Bank Syariah menggunakan metode proporsional maka


pencatatan transaksi murabahah wajib menggunakan PSAK 102 :
Akuntansi Murabahah.

E. Penggunaan salah satu metode pengakuan pendapatan wajib


digunakan untuk seluruh jenis portofolio pembiayaan murabahah
dan diungkapkan dalam kebijakan akuntansi serta dilakukan
secara konsisten.

III. PENDAPATAN DAN BEBAN TERKAIT DENGAN TRANSAKSI


MURABAHAH

A. Dalam praktik penyaluran pembiayaan murabahah, Bank Syariah


dapat:

1. menerima pendapatan di luar marjin keuntungan seperti


pendapatan administrasi; dan/atau

2. mengeluarkan biaya yang terkait langsung dengan transaksi


murabahah seperti biaya komisi, biaya survei, dan biaya lain.

B. Dalam hal Bank Syariah menerapkan pengakuan pendapatan


dengan metode anuitas, maka pendapatan dan biaya sebagaimana
dimaksud dalam huruf A digabungkan dengan nilai pembiayaan
murabahah. Selanjutnya nilai tersebut diamortisasi selama masa
akad dengan menggunakan metode effective rate sebagaimana
diatur dalam PSAK 55, PSAK 50, dan PSAK 60 serta PSAK lain yang
relevan.

C. Dalam hal Bank Syariah menerapkan pengakuan pendapatan


dengan metode proporsional maka pendapatan dan biaya
sebagaimana dimaksud dalam huruf A diakui selaras dengan
pengakuan pendapatan murabahah secara proporsional selama
masa akad.

D. Pendapatan dan biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf A


menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pendapatan
murabahah sehingga wajib dibagihasilkan kepada pemilik dana
pihak ketiga (shahibul maal).

IV. PEMBENTUKAN …
IV. PEMBENTUKAN CADANGAN KERUGIAN

A. Bank Syariah wajib membentuk cadangan kerugian penurunan


nilai (CKPN) atas aset keuangan dan aset non keuangan sesuai
dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku.

B. Dalam rangka menerapkan prinsip kehati-hatian, Bank Syariah


wajib mempertimbangkan CKPN yang dibentuk berdasarkan
ketentuan Bank Indonesia pada saat memperhitungkan cadangan
kerugian aset keuangan dan aset non keuangan.

C. Dalam hal terdapat selisih kurang antara CKPN yang dibentuk oleh
Bank Syariah dengan kewajiban pembentukan cadangan kerugian
sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia maka kekurangan CKPN
tersebut akan diperhitungkan sebagai pengurang faktor modal inti
dalam perhitungan rasio kewajiban pemenuhan modal minimum
(KPMM).

V. ESTIMASI PENURUNAN NILAI PEMBIAYAAN SECARA KOLEKTIF


DENGAN KETERBATASAN PENGALAMAN KERUGIAN SPESIFIK

A. Dalam hal Bank Syariah tidak memiliki ketersediaan data kerugian


pembiayaan secara spesifik untuk melakukan perhitungan estimasi
penurunan nilai secara kolektif sebagaimana yang diatur dalam
PSAK 55 bagi Bank Syariah yang menerapkan metode anuitas
dalam pengakuan pendapatan murabahah maka tata cara
perhitungan estimasi penurunan nilai secara kolektif berpedoman
pada butir III.4 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia ini.

B. Bank Syariah dapat menerapkan estimasi penurunan nilai


pembiayaan secara kolektif sebagaimana dimaksud dalam huruf A
paling lama sampai dengan tanggal 31 Desember 2014. Terhitung
sejak 1 Januari 2015, Bank Syariah harus mengukur penurunan
nilai pembiayaan dan membentuk CKPN atas pembiayaan secara
kolektif dengan menggunakan data pengalaman kerugian spesifik
atau kerugian historis dari peer group atas pembiayaan secara
kolektif.

C. Dalam rangka penerapan estimasi penurunan nilai pembiayaan


secara kolektif dengan menggunakan data pengalaman kerugian

spesifik …
spesifik, Bank wajib menyampaikan rencana tindak (action plan)
yang akan dilakukan.

D. Ketentuan mengenai estimasi penurunan nilai pembiayaan secara


kolektif sebagaimana dimaksud dalam huruf B, merupakan acuan
bagi Bank Syariah dalam menyusun dan menyajikan laporan
keuangan serta menjadi acuan bagi Akuntan Publik dalam
melakukan pemeriksaan laporan keuangan Bank Syariah.

E. Hal-hal yang harus dilakukan oleh Akuntan Publik dalam


pemeriksaan atas estimasi penurunan nilai kolektif adalah sebagai
berikut:

1. Dalam pelaksanaan audit, Akuntan Publik bertanggung jawab


untuk:

a. menilai kewajaran penilaian sendiri (self-assessment) yang


dilakukan oleh manajemen Bank Syariah dalam
menetapkan keberadaan kondisi keterbatasan
pengalaman kerugian spesifik sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia ini; dan

b. menilai kewajaran estimasi oleh manajemen Bank Syariah


dalam menentukan penurunan nilai pembiayaan secara
kolektif.

2. Apabila dalam pelaksanaan audit, Akuntan Publik menemukan


bahwa Bank Syariah tidak berada dalam kondisi keterbatasan
pengalaman kerugian spesifik namun menerapkan estimasi
penurunan nilai pembiayaan secara kolektif maka Bank
Syariah dinilai tidak menerapkan PSAK 55 beserta pedoman
pelaksanaannya dan melanggar Surat Edaran Bank Indonesia
ini.

3. Temuan Akuntan Publik sebagaimana dimaksud dalam angka


2 harus diungkapkan oleh Akuntan Publik dalam laporan hasil
audit dan Surat Komentar (Management Letter) dan wajib
disampaikan kepada Bank Indonesia sebagaimana diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
transparansi kondisi keuangan bank.

F. Dalam …
F. Dalam rangka memberikan informasi yang lebih transparan kepada
masyarakat dan pengguna laporan keuangan Bank, Bank Syariah
yang menerapkan estimasi penurunan nilai pembiayaan secara
kolektif wajib mengungkapkan informasi tersebut dalam Catatan
atas Laporan Keuangan dalam Laporan Tahunan sebagaimana
diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia mengenai laporan
tahunan bank umum.

VI. KETENTUAN PENUTUP

Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, Surat Edaran


Bank Indonesia Nomor 5/26/BPS tanggal 27 Oktober 2003 perihal
Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia
dinyatakan tidak berlaku bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah.

Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1


Agustus 2013.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman


Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.

Demikian agar Saudara maklum.

BANK INDONESIA,

HALIM ALAMSYAH
DEPUTI GUBERNUR

DPbS
r ~.)-~~v~~'.: .....
~
",.

~
••...
..,..

;;
r-

.....•
DEWAN SYARIAH NASIONAL MUI
National Sharia Board - Indonesian Council of Ulama
Sekretariat: JI. Dempo No.19 Pegangsaan -Jakarta Pusat 10320 Telp. : (021) 3904146 Fax.:(021) 31903288

FATWA
DEWAN SYARIAH NASIONAL
NO: 84/DSN-MUIIXII/2012
Tentang
MET ODE PENGAKUAN KEUNTUNGAN Al-TAMWIL BI AL-MURABAHAH
(PEMBIAYAAN MURABAHAH) DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Dewan Syariah Nasional- Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) setelah:

Menimbang : a. bahwa dalam pengakuan keuntungan pembiayaan murabahah yang


diaplikasikan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dikenal
antara lain dua metode, yaitu metode proporsional dan metode
anuitas;
b. bahwa penerapan salah satu dari dua metode pengakuan keuntungan
pembiayaan murabahah tersebut menimbulkan permasalahan bagi
kalangan industri dan masyarakat, sehingga memerlukan kejelasan
dari aspek syariah mengenai kedua metode pengakuan keuntungan
pembiayaan murabahah tersebut;
c. bahwa Lembaga Keuangan Syariah memerlukan metode pengakuan
keuntungan pembiayaan murabahah yang dapat mendorong
pertumbuhan Lembaga Keuangan Syariah yang sehat;
d. bahwa atas dasar pertimbangan huruf a b, dan c, Dewan Syariah
Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) memandang perlu
untuk menetapkan fatwa tentang metode pengakuan keuntungan
pembiayaan murabahah di Lembaga Keuangan Syariah untuk
dijadikan pedoman.

Mengingat 1. Firman Allah s.w.t., antara lain:


a. QS. al-Nisa' [4]: 29:
'"

U~
• e
.J.
C'::'
0

U
i
"" {jj

~I
~ If'" .
",
0

IL.LJL,
,.. "
J
c: ° <1(Oi
. r-'~ r-'''''
",
e
.r"
J -'" '" .J.J
(I("'\J~
y--
2 ",.
(~/T ~ °jJI
y J.. "'"
~
1/.' 1S
~
M

... ~
J

'"
uP1)
~
0P oJb; "

"'"

"Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan


(mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di
antaramu ... "

Dewan Syariah Nasiona.l - Majelis Ulama Indonesia


84 Metode Pengakuan Keuntungan Pembiayaan Murabahah 2

b. QS. al-Ma'idah [5]: 1:

"Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu .... "

c. QS. al-Ma'idah [5]: 2:

~ljUlj ~yi ~ Ijj~ ~j l>~lj 11 ~ Ijj~j ...


••• 0 :;J tfJ ~ "

.ylkJI ~.G. aJI01 aJI1~lj

" ...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)


kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan permusuhan. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. "

d. QS. al-Baqarah [2]: 283:


..-: "" ..-: 0 'f. ;1J ~ 0..... J .•. 0 .•.•

.. .~~~I pj ,~~I ~jl l>~1~~ \~~!~ ~i 0~..


" ...Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,
hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya ... ".

2. Hadis Nabi s.a.w., antara lain:


a. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari 'Ubadah bin Shamit,
riwayat Ahmad dari Ibnu 'Abbas, dan riwayat Imam Malik dari
Yahya:
,. .... 0/ ,.:/1 .... ;1J :;I ;1J..... $1/

~I~ ~j ~~ ~ 0i ~ (.Lj ~ ill1 ~ ~I J~~ 0i


:yL.£JI/ ~ cj ~L,a.....JI
J. O~~ tY' <t;>,-L. J.I <t;>,-.r:-i)

:~.1JI ~j 'Oj~ ~L. ~ cj ls-! o" :yl)1 'i~~1


(~ tY' ~L. J 'd~ J.I tY' -Lri olJjJ .r ii'
"Rasulullab s.a.w. menetapkan: Tidak boleh membahayakan/
merugikan orang lain dan tidak boleh (pula) membalas bahaya
(kerugian yang ditimbulkan oleh orang lain) dengan bahaya
(perbuatan yang merugikannya). " (HR. Ibnu Majah dari Ubadah
bin Shamit dalam Kitab Sunan al-Tirmidzi, Kitab: Ahkam, bab
man bana fi haqqihi ma yadhurru bi jarihi, No: 2331; HR.
Ahmad dari Ibnu Abbas dan HR Malik dari Yahya)
b. Hadis riwayat Imam Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, Kitab Ahkam,
bab: ma dzukira 'an Rasulillah, No:<1272:
tJj "... ••• .p.", /. o;1J 0 0, ",-

~In l~i i ~yG.../ .•/ ~


0 ~I /. ~o :11 /. 0/ "•• ~ :"'1'"",\1
? .r: J i? ~U'"u ~ ~ C-'-
I~I// "'\~'I0 'I~r~l/ /r;./
.1...4 .r" u- J LJI.:>- i? If
W .r"
0 /, ~rl~.t,
l ~~ Jr
n,
cs:"
I;". U.J"~
~ } ~1..~.il/J 0}

Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia


84 Metode Pengakuan Keuntungan Pembiayaan Murabahah 3

"Perdamaian boleh dilakukan di an tara kaum muslimin kecuali


perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat
mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram. "
c. Hadis Mauquflbnu Mas'ud:

.~
~~,.. .ul
~\ ,..
~ ,..J: \: ~:.. ~
~ ~
1
uy>- •...~
0 J 0 J \\ ~-\"
0)
I"
\.,4

"Apa yang dipandang baik c:leh umat Islam, baik pula di sisi
Allah." (HR Ahmad, Musnad Ibn Hanbal, kitab: al-Muktsirin
min al-Shabahah, bab: Musnad Abdullah Ibnu Mas'ud, No.
3418; Radd al-Muhtar 'ala Dur al-Mukhtar, Ibnu 'Abidin, Dar
al-Kutub al-Tlmiyah, hlm, 52)

3. Kaidah fikih, antara lain:


J J ""'''

~~ ~q ~ I~ u-10\~ JJ.s- :Ii "\l.


...-: ,.. ~ :ii o/:$J

10 _f..t\
0 0

h-\S't\
• 0 ~
// ;'
v
""",.,....
. t ~W_ f..t\
l -.I. ;'
U- l

"Pada dasarnya, segala bentuk mu 'amalat boleh dilakukan


kecuali ada dalil yang mengharamkannya. " (al-Asybah wa al-
Nazha 'ir fi Qawa'id wa Furu' Fiqh al-Syafi'iyyah, Jalal al-Din
Abd al-Rahman Ibnu Abi Bakr al-Suyuthi, Beirut: Dar al-Kitab
aI-'Arabi. 1987, hlm. 133).
"'" (/J 0 J. ,.

'~\J ~ ~ 'J~~\)\ ~ 'J ~ .Y

"Jika sebuah kewajiban tidak terlaksana kecuali dengan


sesuatu, maka sesuatu itu wajib pula hukumnya." (Irsyad al-
Fuhul, Muhammad Ibn Ali Ibn Ahmad al-Syaukani, Beirut:
Dar al-Fikr. 1992, juz 1, hlm, 411).
,. 0.... /. /. 0 J..

~~ .k:; ~) ~ r~Y\ ~~ .w

"Keputusan/kebijakan/tindakan pemegang otoritas terhadap


rakyat harus mempertimbangkan mashlahat. " (al-Asybah wa al-
Nazha 'ir fi Qawa'id wa Furu' Fiqh al-Syafi'iyyah, Jaial aI-Din
Abd al-Rahman Ibnu Abi Bakr al-Suyuthi, Dar Saa, Kairo 2004,
cet. II, Vol. I, hlm, 276).

"Adat (dapat) dijadikan pertimbangan dalam penetapan


hukum." (Durar al-Hukkam fi Syarh Majallat al-Ahkam, Ali
Haidar, Dar aI-JiI, pasal 812, hlm. 351).

Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia


1-
84 Metode Pengakuan Keuntungan Pembiayaan Murabahah 4

.ti,:? .1)~\:itS--li:; ~);:.J\ .~


/

"Sesuatu yang diketahui (berlaku) secara adat (berdasarkan


kebiasaan) sama statusnya dengan sesuatu yang ditetapkan
sebagai syarat." (Durar al-Hukkam fi Syarh Majallat al-
Ahkam, Ali Haidar, Dar aI-Jail, pasal251, him. 233).

.:

~/J
~ ':0/ .10
~~ JtS--!G:j\ ~
~ 0/ ~o
J
;J\ ·C
"Sesuatu yang diketahui (berlaku) secara adat (berdasarkan
kebiasaan) di antara sesama pedagang sama statusnya dengan
sesuatu yang ditetapkan sebagai syarat di an tara mereka."
(Syarh al-Qawa'id al-Fiqhiyyah, Ahmad Ibn al-Syaikh
Muhammad al-Zarqa, Damaskus: Dar al-Qalam, 1989, hIm. 237;
al-Qawaid al-Fiqhiyyah: Mafhumuha, Nasy'atuha,
Tathawwuruha, Dirasat Mu 'allafatuha, Adillatuha,
Muhimmatuha, Tathbiqatuha, Ali Ahmad al-Nadawi,
Damaskus: Dar al-Qalam, 1994, hlm. 65; dan al-Wajiz fi Idhah
al-Fiqh al-Kuliyyah, Muhammad Shidqi Ibn al-Burnu, Beirut:
Mu'assasah al-Risalah, 1983, hlm. 79) .

.~~ ~8tS-- J~~ ~8\ .t


"Sesuatu yang tetap (berlaku) berdasarkan kebiasaan sama
statusnya dengan sesuatu yang ditetapkan dengan nash." (al-
Qawa'id al-Fiqhiyyah al-Kubra wa Atsaruha fi al-Mu 'amalat
al-Maliyah, Umar Abdullah Kahil, Kairo: Universitas al-Azhar.
t.th, hlm. 160).

.~~\ ~~ ~~~\ ~G ~ ~W\ ~ .~


"Keputusan pemerintah (pemegang otoritas) dalam masalah
ijtihad menghilangkan ikhtilaf" (al-Furuq, Syihab al-Din al-
Qurafi, Beirut: 'Alam al-Kutub, t.th., juz II, hIm. 103).

'~~\~J~W\~ )
"Keputusan pemerintah (pemegang otoritas) menghilangkan
ikhtilaf" (I'anat al-Thalibin, Sayyid al-Bakri Muhammad
Syatha al-Dimyathi, Beirut: Dar al-Fikr. t.th., juz III, hlm. 303;
Hasiyah Ibn Abidin, Muhammad Amin, Beirut: Dar al-Fikr.
1386 H, juz III, hlm. 412; dan Hasiyah al-Dasuqi, Muhammad
al-Dasuqi, Beirut: Dar al-Fikr. t.th., juz IV, hlm. 79, 147, dan
158).

Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia


i-------

84 Metode Pengakuan Keuntungan Pembiayaan Murabahah 5

Memperhatikan 1. Pendapat para ulama, antara lain:


a. Dr. Wahbah al-Zuhaili:
"" '" /. /. " ;Jj oJ/. ~O" 0 0

..\kJI~lkJI ~~ ~I;~ t;JT ~ ~~I ..\kJI~j


"" "",."., o J ..... " 0
/t- J
//"., "" " ,;'
""",. /. ",

,~j:WJ ~I ", ;" '"


J;;::~f ~
"" "~-.-;",..,,..,
~I ~tkJI ~~
""
... ~
;'

J 0 ;' 't //
.~~I r~1 ~G I~j
Akibat hukum utama akad (tujuan akad, ghayah) terjadi seketika
--berdasarkan ketentuan syara '-- hanya dengan terjadinya akad
yang sah (memenuhi rukun dan syarat-syaratnya) ... dengan
terjadinya akad jual beli yang sah, beralihlah kepemilikan
(barang) kepada pembeli; demikian pula akibat hukum akad
lainnya (al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Wahbah al-Zuhaili,
Beirut: Dar al-Fikr al-Mu'ashir. 2006. juz IV, hlm. 3084)
b. Pendapat fuqaha dalam al-Mausu'atu al-Fiqhiyah al-
Kuwaitiyah:

2W1 ~j
o oj) :;I 0 0 0

~_/~.:l\ ~ ;'"..
0~j ,~I ;'...,;'
'C;.":l\ ~j\:JI ~ ;'

//. "" (Jj" /. 0" /. 0

. ~
... 'lA:JI
~
\;",' .-/::/ ~/
~~ J
,~'"
-
1~/I
_.
~ ~"'/.'
~
.°:11
r.:::;:--
".. ",. '" .•... //

Dalam jual-beli, obyek (mabi') menjadi milik pembeli dan uang


(tsaman) menjadi milik penjual; pembeli menjadi pemilik obyek
(mabi') dengan terjadinya akad jual-beli yang sah, tanpa
disyaratkan adanya penguasaan (qabdh) (al-Mausu'atu al-
Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, Wizaratul Auqaf al-Kuwaitiyah, juz
9, hIm. 37.)

2. Keputusan AAOFI, dalam al-Ma'ayir al-Syar'iyyah:

4#-
,.".

J~~
~
~? ~dj~
/0

~;,
~"
//...:/J;:"

~i ~j:JI r~ ",;,
0 .......•.

0i ~~ 'J
;$I ""'" ;' Jo /. /. '" ~ oJI.

~ :.?I y~1 ~;, ~ 'J~I ;~ ~ ~~ ~:)Iy~


".. -",.,,;' " "..,... "" "'" '" '" ~ "" ,. ""

:,i ,;:WI ~\.SJ ~.?~I


",

,...
/.0

"".".",..
,... ~

""
/0

~-'---,.
~t5"
,.
••.

~
"...,:;

~
..•. ~
o;J

~:)I..4..G.J ~
;""..
".,

~ 0 0,.. o;J J /. /. 0 ..•. /

° . ~(;;/:::l\ ~GJI
~ ///
-' ,...
. ~
\;",' °:)1 ~
L1 . -
~
-
aJ"G]1 ,--,~I
//
- ). ;' '" ",.- -f"
a..;;.; L

~?
o ",.,. J 0,/ // 0/ 0 0 /.

~I ~ 0~ 0i J:,w'JI Jjh ~ ~w~l\ ~~

.d~:\~~ /
~c,.~i / /

Lembaga Keuangan Syariah tidak dilarang untuk menggunakan


metode yang diterima (dibolehkan) oleh syariah dan 'urf dalam
menghitung keuntungan (murabahah) sesuai jangka waktu

Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia


84 Metode Pengakuan Keuntungan Pembiayaan Murabahah 6

pembiayaan, antara lain metode penghitungan keuntungan


berdasarkan prosentase atas jumlah total harga/pembiayaan dalam
satu tahun, selama jangka waktu pembiayaan (thariqah al-hisab
allati ta'tamidu 'ala tahdid al-ribh nisbatan 'ala kamil al-mablagh
sanawiyan li kamil al-muddah), atau metode penghitungan secara
menurun (thariqah al-hisab al-tanazuliyah), yaitu penghitungan
keuntungan berdasarkan sisa pembiayaan yang menjadi
tanggungjawab nasabah sesuai dengan jadual angsuran. Dalam
kedua metode terse but, pada saat akad total harga jual harus
disebutkan dalam bentuk nominal. (al-Ma 'ayir al-Syar'iyah li al-
Muraja 'ah al-Islamiyah, Mi'yar No. 47, Hai'ah al-Muraja'ah wa al-
Muhasabah al-Islamiyah, Bahrain, hlm. 63).

'" """, 0.....,;' ....".. ", 0 0 .....0

4C .;.('; ~ ~jJ .bwi ~ ~


~/ ~ ~
~J.;ji 4W\ 4L:J\ o~\
// // '"

:0:::~~j
t>:b-l
/.... //
i\~~
.•.•. /~
~ ~ o;~
.•... ~

·~~r!
"Pengakuan keuntungan jual-beli tangguh yang harganya dibayar
sekaligus setelah periode buku berjalan atau dibayar secara
angsuran dalam beberapa peri ode buku berikutnya, dilakukan
dengan salah satu dari dua metode berikut:
(1) Pengakuan keuntungan disebar ke dalam beberapa periode
buku yang akan datang sampai dengan jatuh tempo; dalam arti
untuk setiap periode buku ada bagian keuntungan yang
ditentukan, baik pembayaran harga terse but diterima atau
tidak. Inilah metode yang lebih disukai;
(2) Pengakuan keuntungan dilakukan ketika setiap angsuran
bayaran harga diterima, apabila dewan pengawas syariah
LKS/bank membolehkannya atau apabila otoritas pengawas
mengharuskan demikian. (Ma' ayir al-Muhasabah wa al-

Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia


84 Metode Pengakuan Keuntungan Pembiayaan Murabahah 7

Muraja'ah wa al-Dhioabitn li al-Mu'assasat al-Maliyah al-


Islamiyah, Mi'yar no 2, AAOIFI Bahrain, 2004, hIm. 142).

3. Pendapat Dr. 'Isham Abdul Hadi Abu Nashr:


J

~';"Jjt. d ~i
I/J 0 0 .....•
0 /0J. ".. 0 J 'JJ ,;./

(:(:::11 .bUUI~ ~ <Qj ~:a; yjLi


"" ". "" "" ~ "" ~ ,., ;,-",.,

:,i ~~I
""

,.;
0

~I
,/
0lolo!

~~ ~;
,/,/ //
J;"j ~;, ~ ,/.....
,..

~~I
,/,......
.•..•

~Iy .•..
d
..• ...•
0,..

:1 (:0 wI:'~?-
:Jj ~,.. % "" ,.,

~I)I ,?y ~~ ~ ~y,:;JI~ ~ ~ ~UUI


JI?UI
;' /////
J>-.8 t~ J;,.:,i u {f~ ~ILJIJ (~.i~~~;~:.JI)
//,., //;'".

.~I ~~I f 1° ..•~:: . 0~1 0)" L


/ / ':' / !~ ~~ :
(dalam murabahah tangguh atau cicilan) ketika ada skema yang
memberikan jaminan kepada penjual bahwa penagihan angsuran
yang masih tersisa akan berhasil tepat waktu, karena ada jaminan
(rahn) berupa barang yang menjadi obyek jual atau lainnya, dan
angsuran bisa diambil/dipenuhi dari harga penjualan marhun pada
saat terjadi kemaeetan pembayaran dari pembeli, maka tidak ada
alasan untuk menunda pengakuan keuntungan murabahah sampai
dengan angsuran tertagih atau telah jatuh tempo (al-Mu' alajah al-
Muhasabiyah li 'Amaliyat al-Bai' bi al-Taqsith, Muhasaba fi Dhai
ah kam al-Fiqh al-Islami, haI9, haIll).
4. Substansi Fatwa DSN-MUI No. 04IDSN-MUIIIV /2000 tentang
Murabahah;
5. Surat Dewan Standard Akuntansi Syariah Nomor 0700/DSAS-
IAI/2012, tanggal10 Oktober 2012;
6. Surat Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia Nomor
234/APPI/WKU-ESI/XI/12, tangga122 November 2012;
7. Surat Asosiasi bank Syariah Indonesia Nomor 21/042-2/2012,
tanggal23 November 2012;
8. Rekomendasi Ijtima' Sanawi (Annual Meeting) Dewan Pengawas
Syariah VIII, Tahun 2012 tang gal 2-5 Desember 2012;
9. Pendapat peserta Rapat Pleno DSN-MUI pada hari Jumat, tanggal
07 Shafar 1433/21 Desember 2012.

MEMUTUSKAN

Menetapkan Metode Pengakuan Keuntungan Tamwil Bi Al-Murabahak


(Pembiayaan Murabahah) di Lembaga Keuangan Syariah

Pertama Ketentuan Umum

Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia


84 Metode Pengakuan Keuntungan Pembiayaan Murabahah 8

Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:


1. Metode Proporsional (Thariqah Mubasyirah) adalah pengakuan
keuntungan yang dilakukan secara proporsional atas jumlah
piutang (harga jual, tsaman) yang berhasil ditagih dengan
mengalikan persentase keuntungan terhadap jumlah piutang yang
berhasil ditagih (al-atsman al-muhashshalah);
2. Metode Anuitas (Thariqah al-Hisab al-Tanazuliyyah/Thariqah al-
Tanaqushiyyah) adalah pengakuan keuntungan yang dilakukan
secara proporsional atas jumlah sisa harga pokok yang belum
ditagih dengan mengalikan persentase keuntungan terhadap jumlah
sisa harga pokok yang belum ditagih (al-atsman al-mutabaqqiyah);
3. Murabahah adalah akad jual-beli dengan menegaskan harga
belinya kepada pembeli dan pembeli membayamya dengan harga
yang lebih sebagai keuntungan;
4. At-Tamwil bi al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) adalah
murabahah di Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dengan cara
LKS membelikan barang sesuai dengan pesanan nasabah,
kemudian LKS menjualnya kepada nasabah --setelah barang
menjadi milik LKS-- dengan pembayaran secara angsuran;
5. Harga Jual (tsaman) adalah harga pokok ditambah keuntungan;
6. Al-Mashlahah (ashlah) adalah suatu keadaan yang dianggap
paling banyak mendatangkan manfaat bagi pertumbuhan Lembaga
Keuangan Syariah yang sehat.

Kedua Ketentuan Hukum


Metode pengakuan keuntungan Murabahah dan Pembiayaan
Murabahah boleh dilakukan secara proporsional dan secara anuitas
dengan mengikuti ketentuan-ketentuan dalam fatwa ini.

Ketiga Ketentuan Khusus


1. Pengakuan keuntungan murabahah dalam bisnis yang dilakukan
oleh para pedagang (al-tujjar), yaitu secara proporsional boleh
dilakukan selama sesuai dengan 'urf (kebiasaan) yang berlaku di
kalangan para pedagang;
2. Pengakuan keuntungan al-Tamwil bi al-Murabahah dalam bisnis
yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) boleh
dilakukan secara Proporsional dan secara Anuitas selama sesuai
dengan 'urf(kebiasaan) yang berlaku di kalangan LKS;

Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia


84 Metode Pengakuan Keuntungan Pembiayaan Murabahah 9

3. Pemilihan metode pengakuan keuntungan al-Tamwil bi al-


Murabahah pada LKS harus memperhatikan mashlahah LKS bagi
pertumbuhan LKS yang sehat;
4. Metode pengakuan keuntungan at-Tamwil bi al-Murabahah yang
ashlah dalam masa pertumbuhan LKS adalah metode Anuitas;
5. Dalam hal LKS menggunakan metode pengakuan keuntungan at-
Tamwil bi al-Murabahah secara anuitas, porsi keuntungan barus
ada selama jangka waktu angsuran; keuntungan at-tamwil bi al-
murabahah (pembiayaan murabahah) tidak boleh diakui
seluruhnya sebelum pengembalian piutang pembiayaan murabahah
berakhir/lunas dibayar.

Keempat Penutup
Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di
kemudian hari temyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan
disempumakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 07 Shafar 1433 H
21 Desember 2012 M

DEWAN SYARIAH NASIONAL


MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua,

DR. K.H. M.A. SAHAL MAHFUDH

Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia


BULETIN TEKNIS 5 PENDAPATAN DAN BIAYA TERKAIT
MURABAHAH

DIKELUARKAN OLEH DEWAN STANDAR AKUNTANSI SYARIAH


IKATAN AKUNTAN INDONESIA

TANGGAL 9 JANUARI 2013

Buletin Teknis ini bukan bagian dari Standar Akuntansi Keuangan.

PENDAHULUAN
01. Akad murabahah merupakan akad yang banyak digunakan oleh lembaga keuangan
syariah di Indonesia, seperti bank syariah dan perusahaan pembiayaan syariah, dalam memberikan
pembiayaan berbasis syariah kepada nasabah.

02. Harga jual barang dalam murabahah terdiri dari biaya perolehan dan marjin keuntungan
bagi lembaga keuangan syariah. Dalam praktik lembaga keuangan syariah sering kali menerima
pendapatan di luar marjin keuntungan seperti biaya administrasi dan biaya lain yang terkait
langsung dengan pembiayaan murabahah. Sebagian lembaga keuangan syariah mengakuinya
sekaligus sebagai pendapatan dan sebagian lembaga keuangan syariah lain mengakuinya sebagai
sebagai pendapatan selama masa akad.

03. Selain menerima pendapatan di atas, lembaga keuangan syariah juga mungkin
menanggung beban yang terkait langsung dengan pembiayaan murabahah, seperti biaya komisi,
biaya survei, dan biaya lain. Sebagian lembaga keuangan syariah mengakuinya sekaligus sebagai
beban, dan sebagian lembaga keuangan syariah lain mengakuinya sebagai beban selama masa akad.

04. Kondisi ini menjadi pertimbangan bagi DSAS IAI dalam menerbitkan Buletin Teknis
ini dengan tujuan agar tercapai keseragaman pencatatan akuntansi mengenai hal tersebut.

05. Jenis pendapatan dan beban yang terkait dengan pembiayaan murabahah yang
dimaksud dalam Buletin Teknis ini merupakan pendapatan dan beban yang diperkenankan oleh
syariah.

PERMASALAHAN

06. Buletin Teknis ini membahas permasalahan pengakuan pendapatan dan biaya yang
terkait dengan pembiayaan berbasis akad murabahah, di luar biaya perolehan barang dan marjin
keuntungan.

PENGAKUAN PENDAPATAN DAN BIAYA TERKAIT MURABAHAH

07. Dalam PSAK 102: Akuntansi Murabahah paragraf 23 keuntungan murabahah diakui:
(a) pada saat terjadinya penyerahan barang jika dilakukan secara tunai atau secara tangguh yang
tidak melebihi satu tahun; atau

1
(b) selama periode akad sesuai dengan tingkat risiko dan upaya untuk merealisasikan keuntungan
tersebut untuk transaksi tangguh lebih dari satu tahun. Metode-metode berikut ini digunakan,
dan dipilih yang paling sesuai dengan karakteristik risiko dan upaya transaksi murabahah-nya:
(i) Keuntungan diakui saat penyerahan aset murabahah. Metode ini terapan untuk
murabahah tangguh dimana risiko penagihan kas dari piutang murabahah dan beban
pengelolaan piutang serta penagihannya relatif kecil.
(ii) Keuntungan diakui proporsional dengan besaran kas yang berhasih ditagih dari piutang
murabahah. Metode ini terapan untuk transaksi murabahah tangguh dimana risiko
piutang tidak tertagih relatif besar dan/atau beban untuk mengelola dan menagih piutang
tersebut relatif besar juga.
(iii) Keuntungan diakui saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih. Metode ini terapan
untuk transaksi murabahah tangguh dimana risiko piutang tidak tertagih dan beban
pengelolaan piutang serta penagihannya cukup besar. Dalam praktik, metode ini jarang
dipakai, karena transaksi murabahah tangguh mungkin tidak terjadi bila tidak ada
kepastian yang memadai akan penagihan kasnya.

08. Ketika timbul pendapatan dan biaya yang terkait langsung dengan transaksi murabahah,
maka lembaga keuangan syariah (penjual) mengakui seluruh pendapatan dan biaya tersebut selaras
dengan pengakuan keuntungan murabahah sebagaimana yang diatur dalam PSAK 102: Akuntansi
Murabahah paragraf 23 di atas. Sementara untuk nasabah (pembeli), biaya transaksi merupakan
bagian dari biaya perolehan aset (lihat PSAK 16: Aset Tetap paragraf 16).

09. Sebagai contoh, LKS A menjual barang kepada nasabah dengan akad murabahah
dengan ketentuan sebagai berikut:
⋅ Harga perolehan barang Rp100 juta
⋅ Harga jual barang Rp120 juta
⋅ Cicilan Rp5 juta per bulan
⋅ Jangka waktu 2 tahun
⋅ Biaya administrasi Rp3 juta (diterima secara tunai)
(a) Setelah dilakukan penilaian, transaksi ini masuk ke kondisi PSAK102 paragraf 23(b)(i),
sehingga keuntungan murabahah diakui sekaligus pada saat penyerahan barang.
Pada saat penyerahan barang
Db. Piutang Rp120 juta
Kr. Persediaan Rp100 juta
Kr. Laba murabahah Rp20 juta
Db. Kas Rp3 juta
Kr. Pendapatan Rp3 juta
(b) Setelah dilakukan penilaian, transaksi ini masuk ke kondisi PSAK102 paragraf 23(b)(ii),
sehingga keuntungan murabahah diakui secara proporsional.
Pada saat penyerahan barang
Db. Piutang Rp120 juta
Kr. Persediaan Rp100 juta
Kr. Laba murabahah ditangguhkan Rp20 juta
Db. Kas Rp3 juta
Kr. Pendapatan ditangguhkan Rp3 juta

2
Pada saat cicilan bulan pertama sd selesai
Db. Kas Rp5 juta
Kr. Piutang Rp5 juta
Db. Laba murabahah ditangguhkan Rp0,833 juta
Kr. Laba murabahah Rp0,833 juta
Db. Pendapatan ditangguhkan Rp0,125 juta
Kr. Pendapatan Rp0,125 juta

*****

3
BULETIN TEKNIS 9 PENERAPAN METODE ANUITAS DALAM
MURABAHAH

DIKELUARKAN OLEH DEWAN STANDAR AKUNTANSI SYARIAH


IKATAN AKUNTAN INDONESIA

TANGGAL 16 JANUARI 2013

Buletin Teknis ini bukan bagian dari Standar Akuntansi Keuangan.

PENDAHULUAN
01. Dalam PSAK 102: Akuntansi Murabahah paragraf 23 mengatur bahwa pengakuan
keuntungan murabahah diakui:
(a) pada saat terjadinya penyerahan barang jika dilakukan secara tunai atau secara tangguh yang
tidak melebihi satu tahun; atau
(b) selama periode akad sesuai dengan tingkat risiko dan upaya untuk merealisasikan keuntungan
tersebut untuk transaksi tangguh lebih dari satu tahun. Metode-metode berikut ini digunakan,
dan dipilih yang paling sesuai dengan karakteristik risiko dan upaya transaksi murabahah-
nya:
(i) Keuntungan diakui saat penyerahan aset murabahah. Metode ini terapan untuk
murabahah tangguh di mana risiko penagihan kas dari piutang murabahah dan beban
pengelolaan piutang serta penagihannya relatif kecil.
(ii) Keuntungan diakui proporsional dengan besaran kas yang berhasih ditagih dari piutang
murabahah. Metode ini terapan untuk transaksi murabahah tangguh di mana risiko
piutang tidak tertagih relatif besar dan/atau beban untuk mengelola dan menagih piutang
tersebut relatif besar juga.
(iii) Keuntungan diakui saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih. Metode ini terapan
untuk transaksi murabahah tangguh di mana risiko piutang tidak tertagih dan beban
pengelolaan piutang serta penagihannya cukup besar. Dalam praktik, metode ini jarang
dipakai, karena transaksi murabahah tangguh mungkin tidak terjadi bila tidak ada
kepastian yang memadai akan penagihan kasnya.

02. Pada tanggal 21 Desember 2012 Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(DSN MUI) mengeluarkan Fatwa No.84/DSN-MUI/XII/2012 tentang Metode Pengakuan
Keuntungan Tamwil Bi Al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) di Lembaga Keuangan Syariah.
Fatwa tersebut mengatur bahwa pengakuan keuntungan murabahah dalam bisnis yang dilakukan
oleh para pedagang (al-tujjar), yaitu secara proporsional boleh dilakukan selama sesuai dengan ‘urf
(kebiasaan) yang berlaku di kalangan para pedagang (al-tujjar); dan pengakuan keuntungan al-
tamwil bi al-murabahah (pembiayaan murabahah) dalam bisnis yang dilakukan oleh lembaga
keuangan syariah, boleh dilakukan secara proporsional (thariqah mubasyirah) dan secara anuitas
(thariqah al-hisab ‘al-tanazuliyyah/thariqah tanaqushiyyah) selama sesuai dengan ‘urf (kebiasaan)
yang berlaku di kalangan lembaga keuangan syariah.

03. Keluarnya fatwa tersebut menimbulkan pertanyaan bagaimana menerapkan pengakuan


keuntungan pembiayaan murabahah secara anuitas oleh lembaga keuangan syariah mengingat hal
ini tidak diatur dalam PSAK 102: Akuntansi Murabahah.

1
04. Kondisi ini menjadi pertimbangan bagi DSAS IAI dalam menerbitkan Buletin Teknis
ini dengan tujuan agar tercapai kesesuaian dan keseragaman penerapan anuitas untuk pembiayaan
murabahah.

PERMASALAHAN

05. Buletin Teknis ini membahas akuntansi untuk pembiayaan murabahah oleh lembaga
keuangan syariah yang keuntungannya diakui secara anuitas.

AKUNTANSI PEMBIAYAAN MURABAHAH SECARA ANUITAS

06. Pembiayaan murabahah yang keuntungannya diakui secara anuitas didasarkan pada
fakta bahwa pembiayaan murabahah adalah penyediaan dana oleh lembaga keuangan syariah yang
disalurkan kepada nasabah dengan mekanisme jual-beli. Dalam akuntansi kegiatan seperti ini secara
substansi dikategorikan sebagai kegiatan pembiayaan (financing).

07. Akuntansi untuk pembiayaan murabahah yang substansinya dikategorikan sebagai


kegiatan pembiayaan (financing) mengacu pada PSAK 55: Instrumen Keuangan: Pengakuan dan
Pengukuran, PSAK 50: Instrumen Keuangan: Penyajian, PSAK 60: Instrumen Keuangan:
Pengungkapan dan PSAK lain yang relevan. Oleh karena itu, lembaga keuangan syariah yang
menerapkan anuitas untuk pengakuan laba transaksi pembiayaan murabahah sesuai Fatwa
No.84/DSN-MUI/XII/2012 harus melakukan pengakuan, pengukuran, penyajian, dan
pengungkapan pembiayaan murabahah sesuai dengan ketentuan dalam PSAK–PSAK tersebut,
termasuk akuntansi untuk penurunan nilai dari pembiayaan murabahah dan pengungkapan risiko
secara kualitatif dan kuantitatif yang timbul dari pembiayaan murabahah tersebut.

*****

Anda mungkin juga menyukai