Anda di halaman 1dari 14

1.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


2. Pengkajian
3. Identitas

Pria memiliki resiko yang lebih tinggi mengalami amputasi traumatik dari pada
wanita (Priscilla, 2017, hal. 1647)

1. Status kesehatan saat ini

 Keluhan utama

Pasien merasakan nyeri seperti sensasi terbakar disertai kram otot dan adanya
linu (Black, 2014, hal. 940)

 Alasan masuk rumah sakit

Pasien mengalami nyeri pada anggota tubuh tertentu disertai rasa nyilu sekala
berat (Black, 2014, hal. 940)

 Riwayat penyakit sekarang

Pasien amputasi traumatik dikibatkan dari kecelakaan kendaraan bermotor atau


cidera yang melibatkan mesin ditempat kerja (Priscilla, 2017, hal. 1647)

1. Riwayat kesehatan terdahulu

 Riwayat penyakit sebelumnya

Pasien dengan amputasi sebelumnya apakah pernah menderita penyakit


vaskulerperifer progresif (sering terjadi sebagai gejala sisa diabetes militus),
gangren, trauma (cedera remuk, luka bakar), deformitas congenital, atau tumor
ganas. (Lukman, 2009, hal. 60)

1. Pemeriksaan fisik

 Keadaan umum

1. Kesadaran : kesadaran biasanya composmentis


2. Tanda-tanda vital : perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama
klien belum sadar secara rutin dan tetap mempertahankan kepatenan jalan
nafas, mempertahankan oksigenisasi jaringan, memenuhi kebutuhan cairan
darah yang darah yang hilang selama operasi dan mencegah injuri.(Bararah,
2013, hal. 264)

 Body sistem
1. Sistem respiratori

 Penurunan kapasitas paru

Pada klien imobilisasi pada posisi baring terlentang, maka komtraksi otot
intercosta relatif kecil, difragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi
maksimal dan ekspirasi paksa.

 Perubhan perfusi setempat

Dalam posisi tertidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan radio
ventilasi dengan perfusi setempat, jika cecara mendadak maka akan terjadi
peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia

 Mekanisme batuk tidak efektif

Akibat imobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran penafasan sehingga


sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan menggangu
gerakan siliraris normal. (Nurarif, 2015, hal. 31)

1. Sistim kardiovaskuler

 Peningkatan denyut nadi

Terjadi sebagai manifes klinis pengaruh faktor metabolik, endokrin dan


mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering di jumpai pada
pasien dengan immobilisasi.

 Penurunan cardiac reseve

Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatakan


waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.

 Orthostatik hipotensi

Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana anterior dan
venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada
vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di ekstermitas bawah, volume
darah yang bersikulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak
cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun, akibatnya
klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan
pingsan (Nurarif, 2015, hal. 31)

1. Sistem muskuloskeletal
 Penurunan kekuatan otot dengan adanya imobilisasi dan gangguan sistem
vaskuler memungkinkan suplai O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan,
demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu sehingga
menjadikan kelelahan otot.
 Atrofi otot

Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan
fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atrofi dan paralisis otot

 Kontraktur sendi

Kombinasi dari adanya atrifi dan penurunan kekuatan otot serta adanya
keterbatasan gerak

 Osteoporosis

Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan


organik dan anorganik sehingga masa tulang menipis dan tulang menjadi
keropos. (Nurarif, 2015, hal. 32)

1. Sistem pencernaan

 Anoreksia

Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan


sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunya nafsu
makan.

 Konstipasi meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat paristaltik usus


dan sepinter anus menjadi kontriksi sehungga reabsorbsi cairan meningkat
dalam colon, menjadi feses lebih keras dan orang sulit buang air besar. (Nurarif,
2015, hal. 32)

1. Sistem perkemihan

Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kemih berada
dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urin harus melawan gaya gravitasi, pelvis
renal banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan:

 Akumulasi endapan dari renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal
 Tertahanya urin pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman,
dan dapat menyebabkan ISK.(Nurarif, 2015, hal. 32)

1. Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian seperti punggung dan bokong akan
tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke
jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan menjadi ischemia, hyperemis dan akan normal
kembali jika tekanan dihilangkan dan sulit dimasase untuk meningkatkan suplai
darah. (Nurarif, 2015, hal. 32)

1. Sistem persarafan

Neuropati perifer juga menempatkan orang yang mengalami diabetes beresiko


amputasi (Priscilla, 2017, hal. 1647)

1. Sistem reproduksi

Pada pasien amputasi tidak melakukan aktifitas seksual dikarenakan kondisi


pskikologis pasien kemumkinan terjadi kecemasan melalu penilaian terhadap
amputasi yang akan dilakukan atau yang telah dilakukan (Bararah, 2013, hal. 260)

1. Sistem endokrin

Rangsangan ke hypotalamus posterior untuk mengahambat pengeluaran ADH,


sehingga terjadi peningkatan diuresis (Nurarif, 2015, hal. 31)

1. Sistem pengindraan

Mayoritas orang yang mengalamisensasi limpa fantom (seperti kesemutan, baal,


kram, atau gatal pada kaki atau tangan fantom ) diawal periode pasca
operasi (Priscilla, 2017, hal. 1647)

1. Sistem imunitas

Terjadi ulkus statis dan telah menjadi terinfeksi karena gangguan gagguan proses
imun yang memungkinkan bakteri berpoliferasi (Priscilla, 2017, hal. 1647)

1. Pemeriksaan penunjang

 CT scan: mengidentifikasi lesi neoplastik, osteomielitis, pembentukan


hematoma.
 Angiografi dan pemeriksaan aliran : mengevaluasi perubahan sirkulasi/perfusu
jaringan dan membantu memperkirakan potensi penyembuhan jaringan setelah
amputasi.
 Ultrasound Doppler, Flowmwtri Doppler: dilakukan untuk mengkaji dan
mengukur aliran darah.
 Tekanan O2 transkutaneus: memberi peta pada area perfusi paling besar dan
paling kecil dalam keterlibatan ekstermitas.
 Termografi: mengukur perbedaan suhu pada tungkai iskemik di dua sisi, dari
jaringan kutaneus ke tengah tulang. Perbedaan yang rendah antara dua
pembacaan, makin besar untuk sembuh.
 Pletismografi: mengukur TD segmental bawah terdapat ekstermitas bawah
mengevaluasi aliran darah arterial.
 LED: peningkatan mengidentifikasikan respon inflamasi.
 Kultur luka: mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab.
 Biopsi: mengorfimasi diagnosis massa benigna/maligna
 Hitung darah lengkap/differensial: peninggian dan pergeseran kiri diduga
proses infeksi(Lukman, 2009, hal. 64)

1. Penatalaksanaan

 Balutan rigid tertutup

Digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak


dan mengotrol nyeri, serta mencegah kontrakstur. Segera setealah pembedahan
balutan gips rigid dipasang dan dilengkapi tempat memasang ekstensi prostesis
sementara (pylon) dan kaki buatan. Pasang kaus kaki streril pada sisi steril, dan
bantalan dipasang pada daerah peka tekanan. Sisa tungkai (puntung) kemudian
dibalut dengan gips elastis yang ketika mengeras akan memberikan tekanan yang
merata. Gips diganti segitar 10-14 hari. Bila terjadi peningkatan suhu tubuh, nyeri
berat atau gips mulai longgar harus segera diganti. (Lukman, 2009, hal. 62)

 Balutan lunak balutan dengan atau tampa kompresi dapat digunakan bila
diperlukan inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan. Bidai
imobilisasi dapat dibalutkan pada balutan. Hematoma puntung dikontrol
dengan alat drainase luka untuk meminimalkan infeksi.(Lukman, 2009, hal. 62)
 Amputasi bertahap

Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi. Pertama-tama


dilakukan amputasi guillotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan
sepsis. Luka didebridemen dan dibiarkan mengering. Sepsis ditangani dengan
antibiotik. Dalam beberapa hari, bila infeksi telah terkontrol dan klien telah stabil,
dilakukan amputasi difinitif dengan penutupan kulit. (Lukman, 2009, hal. 63)

 Prostesis

Prostesis sementara kadang diberikan pada hari pertama pascabedah, sehingga


latihan segera dapat dimulai. Keuntungan menggunakan prostesis sementara adalah
membiasakan klien menggunakan prostesis sedimi mungkin. Kadang prostesis
darurat baru diberikan setelah satu minggu luka menyembuh tampa penyulit. Pada
amputasi karena penyakit pembuluh darah, prostesis smentara diberikan setelah
empat minggu.

Prostesis bertujuan untuk mengganti bagian ekstermitas yang hilang. Artinya defek
sistem muskuloskeletal hatus diatasi, termasuk defek faal. Pada ekstermitas bawah,
tujuan prostesis ini sebagian besar dapat dicapai. Sebaliknya untuk ekstermitas
atas, tujuan ini sulit dicapai, bahkan dengan tangan mioelektrik canggih yang
berkerja atas sinyal mioelektrik dari otot biseps dan trisps. (Lukman, 2009, hal. 63)

2. Diagnosa keperawatan
3. Nyeri akut

Definisi: pengalaman sensoris atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan


jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat berintensitas
ringgan berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.

Penyebab

 Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasama)


 Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
 Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengankat
berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)

Gejala dan tanda mayor

Subjektif

 Mengeluh nyeri

Objektif

 Tampak meringis
 Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghidari nyeri)
 Gelisah
 Frekuensi nadi meningkat
 Sulit tidur

Gejala tanda minor

Subjektif

(tidak tersedia)

Objektif

 Tekanan darah meningkat


 Pola napas berubah
 Nafsu makan berubah
 Proses berpikir terganggu
 Menarik diri
 Berfokus pada diri sendiri
 Diaforesis

Kondisi klinis terkait

 Kondisi pembedahan
 Cedera traumatis
 Infeksi
 Sindrom koroner akut
 Glaukoma(PPNI t. p., 2017, hal. 172)

1. Ganguan citra tubuh

Definisi : perubahan presepsi penampilan, struktur dan fungsi fisik individu.

Penyebab :

 perubahan struktur/bentuk tubuh (mis. Amputasi, trauma, luka bakar, obesitas,


jerawat)
 perubahan fungsi tubuh (mis. Proses penyakit, kehamilan, kelumpuhan)
 perubahan fungsi kognitif
 ketidak sesuaian budaya,, keyakinan, atau sistem nilai
 transisi perkembangan
 ganguan psikososial
 efek tindakan/pengobangatan (mis. Pembedahan, kemoterapi, terapi radiasi)

gejala dan tanda mayor

subjektif

 mengungkapkan kecacatan/kehilangan bagian tubuh

objektif

 kehilangan bagian tubuh


 fungsi/struktur tubuh berubah/menghilang

gejala dan tanda minor

subjektif
 tidak mau mengungkapkan kecacatan kehilangan bagian tubuh
 mengungkapkan perasaan negatif tentang perubahan tubuh
 mengungkapkan kekhawatiran pada penolakan/reaksi orang lain
 mengungkapkan perubahan gaya hidup

objektif

 menyembunyikan/menunjukkan bagian tubuh secara berlebihan


 menghindari melihat dan/atau menyentuh bagian tubuh
 fokus berlebihan pada perubahan tubuh
 respon nonverbal pada perubahan dan presepsi tubuh
 fokus pada penampilan dan kekuatan masa lalu
 hubungan sosial berubah

kondisi klinis terkait

 mastektomi
 amputasi
 jerawat
 parut atau luka bakar yang berlebihan
 obesitas
 hiperpigmentasi pada kehamilan
 ganguan psikiatrik
 program terapi neoplasma
 alopecia chemiccally induced

1. Gangguan imobilitas fisik

Definisi:

Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstermitas secara mandiri.

Penyebab:

 Kerusakan integritas struktur tulang


 Perubahan metabolisme
 Ketidak bugaran fisik
 Penurunan kendali otot
 Penurunan masa otot
 Penurunan kekuatan otot
 Keterlambatan perkembangan
 Kekakuan sendi
 Kotraktur
 Malnutrisi
 Gangguan muskuloskeletal
 Gangguan neoromuskular
 Indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
 Efek agen farmakologis
 Program pembatasan gerak
 Nyeri
 Kurang terpapar informasi tentang aktifitas fisik
 Kecemasan
 Gangguan kognitif
 Keengganan melakukan pergerakan
 Gangguan sensoripersepsi

gejala dan tanda mayor

Subjektif

 Mengeluh sulit mengerakan ekstermitas

Objektif

 Kekuatan otot menurun


 Rentang gerak (ROM) menurun

Gejala dan tanda minor

Subjektif

 Nyeri saat bergerak


 Engan melakukan pergerakan
 Merasa cemas saat bergerak

Objektif

 Sendi kaku
 Gerakan tidak terkoordinasi
 Gerakan terbatas
 Fisik lemah

Kondisi klinis terkait

 Stroke
 Cedera medula spinalis
 Trauma
 Fraktur
 Oseoarthritis
 Ostemalasia
 Keganasan(PPNI t. p., 2017, hal. 124)

1. Resiko infeksi

Definisi

Beresikomengalamipeningkatanterserangorganismepatogenik

FaktorResiko

 Penyakitkronis (mis. Diabetes mellitus)


 Efekprosedur invasive
 Malnutrisi
 Peningkatanpaparanorganisme pathogen lingkungan
 Ketidakadekuatanpertahanantubuhperimer :

1. Gangguan peristaltic
2. Kerusakanintegritaskulit
3. Perubahansekresi pH
4. Penurunankerjasiliaris
5. Ketubanpecah lama
6. Ketubanpecahsebelumwaktunya
7. Merokok
8. Stastiscairantubuh

 Ketidakadekuatanpertahanantubuhsekunder :

1. Penurunan hemoglobin
2. Imunosupresi
3. Leukopenia
4. Supresiresponinflamasi
5. Vaksinasitidakadekuat

KondisiKlinisTerkait:

 AIDS
 Luka bakar
 Penyakitparuobstruktifkronis
 Diabetes mellitus
 Tindakaninfansif
 Kondisipenggunaanterapi steroid
 Penyalahgunaanobat
 KetubanPecahSebelumWaktunya (KPSW)
 Kanker
 Gagalginjal
 Imunosupresi
 Lymophedema
 Leukositopenia
 Gangguanfungsihati(PPNI t. p., 2017, hal. 304)

1. Intervensi
2. Nyeri akut

 Tujuan

Memperlihatkan pengendalian nyeri yang dibuktikan indikator sebagai berikut (


sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu).

 Kriteria evaluasi

1. Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual secara efektif untuk


mencapai kenyamanan
2. Mempertahankan tingkat nyeri pada …. atau kurang (dengan skala 0-10).
3. Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis
4. Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk memodifikasi
faktor tersebut
5. Melaporkan nyeri kepada penyedia kesehatan
6. Menggunkana tindakan meredakan nyeri dengan analgesik dan analgesik secara
tepat

Aktivitas keperawatan

Pengkajian

1. Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan utama untuk


mengumpulkan informasi pengkajian
2. Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0-10 (0=
tidak ada nyeri/ketidaknyamanan, 10=nyeri hebat)
3. Gunakan bagian alir nyeri untuk memantau peredaan nyeri oleh analgesik dan
kemungkinan efek sampingnya.
4. Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan terhadap nyeri/
respon pasien

Penyuluhan untuk pasien/keluarga


1. Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien, obat khusus yang harus diminum,
frekuensi pemberian, kemungkinan efek samping, kemungkinan intraksi obat,
kewaspadaan khusus saat mengkonsumsi obat tersebut ( misalnya, pembatasan
aktifitas fisik, pembatasan diet), dan nama orang yang harus dihubungi bila
mengalami nyeri membandel.
2. Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika peredaan
nyeri tidak tercapai.
3. Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri
dan tawarkan strategi koping yang disarankan
4. Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesik, narkotik atau apioit (resiko
ketergantungan atau over dosis)

Aktifitas kolaboratif

1. Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiat yang terjadwal
(misalnya, setiap 4 jam selama 36 jam atau PCA)(Wilkinson, 2015, hal. 532)
2. Citra tubuh, gangguan

Definisi : konfisi pada gambaran mental fisik dari seseorang.

 Tujuan

Menunjukan cintra tubuh , yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut


(sebutkan 1-5 tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu di
tampilakan)

 Kriteria evaluasi

1. Mengenali perubahan aktual pada penampilan tubuh


2. Menunjukan penerimaan penampilan
3. Bersikap realistik mengenai hubungan antar tubuh dan lingkungan
4. Mengungkapkan keinginan untuk mengunakan sumber yang disaran setelah
dipulangkan dari rumah sakit
5. Memelihara interaksi sosial yang dekat engan hubungan personal

Aktivitas perawatatan

1. Kaji dan dokumentasikan respons verbal dan non verbal pasien terhadap tubuh
pasien
2. Identifikasi mekanisme koping yang biasa digunakan pasien.

Penyuluhan untuk pasien dan keluarga

1. Ajarkan cara merawat dan perawatan diri, termasuk komplikasi terapi medis.
Aktivitas lain

1. Dengarkan pasien dan keluarga secara aktif dan akui realitas kekhawatiran
tehadap perawatan, kemajuan, dan prognosis
2. Beri dukungan kepada pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan
dan berduka, jika perlu
3. Bantu pasien dan keluaga untuk mengidentifikasi dan menggunakan
mekanisme koping
4. Hati-hati dengan ekspresi wajah anda ketika merawat pasien denagn cacat
tubuh, pertahankan ekspresi netral(Wilkinson, 2016, hal. 45)

1. Imobilitas fisik

Keterbatasanaktivitasberhubungandenganimobilisasi

 Tujuan

Memperlihatkanmobilitas, yang dibuktikanoleh indicator berikut( sebutkan 1-5 :


gangguamekstrem,berat,ringan, atautidakmengalamigangguan)

 Kriteria evaluasi
1. Memintabantuanuntukaktivitasmobilisasi, jikadiperlukan
2. Melakukanaktivitassehari-harisecaramandiridenganalat bantu

Aktivitaskeperawatan

1. Kajikebutuhanterhadapbantuanpelayanankesehatandirumahdankebutuhanterh
adapperalatanpengobatan yang tahan lama.
2. Ajarkanpasiententangdanpantaupenggunaanalat bantu mobilitas
(mis.tongkat,walker,kruk,ataukursiroda )
3. Ajarkandan bantu pasiendalam proses berpindah (mis.daritempattidurkekursi )
4. Ajarkanpasienbagaimanamenggunakanposturdanmekanikatubuh yang
benarsaatmelakukanaktivitas.

Aktivitas keperawtan tingkat 2

1. Kaji kebutuhan belajar pasien


2. Awasi seluruh upaya mobilitas dan bantu pasien, jika diperlukan

Aktivitas keperawatan tingkat 3 dan 4

1. Dukung pasien dan keluarga untuk memandang keterbatasan dengan realitas.


2. Berikan penguatan positif dalam selama beraktivitas.(Wilkinson, 2016, hal. 268)

Anda mungkin juga menyukai