Anda di halaman 1dari 30

Laboratorium Sedimentologi

2018

BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Ekskursi sedimentologi di daerah Tegalrejo ini merupakan lokasi yang
dipilih menjadi tempat kegiatan karena singkapan batuan yang nampak memiliki
Point of Interest, diantaranya keterdapatan Slump Structure dan Bouma Turbidite
Sequence. Daerah kegiatan ekskursi ini merupakan formasi Kebo-butak. Pada
ekskursi lapangan profil ini, kami melakukan pengamatan langsung pada
kenampakan singkapan-singkapan batuan secara megaskopis serta melakukan
pengukuran sepanjang 100 meter jarak terukur. Kegiatan ekskursi lapangan profil
ini bertujuan untuk melatih kami sehingga dapat mengetahui tahapan
pendeskripsian di lapangan. Serta juga untuk mengaplikasikan ilmu yang telah
dipelajari pada literatur, baik secara stratigrafi, lingkungan pengendapan, serta
fenomena geologi yang berkembang di daerah tersebut. Selain tujuan-tujuan diatas,
goal terbesar dari kegiatan ini ialah kami dapat melakukan pembuatan profil kasar
dan halus, serta data hasil tersebut diteliti lebih lanjut untuk menentukan sekuen
dari endapan-endapan yang ditemukan di lokasi.

I.2. MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud penyusunan tugas ini adalah sebagai salah satu penilaian mengikuti
Lapangan Profil. Laporan dari kegiatan Studi Lapangan ini dilakukan secara
berkelompok, dimana disini kami sebagai kelompok 16 B, yang mana bertujuan
untuk memahami sejarah maupun kondisi geologi yang pernah terjadi, serta
pembuatan profil serta pengaplikasiannya dalam penentuan sekuen Bouma. Selain
itu, studi lapangan ini membahas mengenai formasi pegunungan selatan.

Adapun tujuan yang lebih spesifik dari diselenggarakannya kegiatan lapangan


profil ini, yaitu:

1. Dapat mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari di Mata Kuliah maupun


Praktikum Sedimentologi.
2. Dapat mendeskripsikan batuan sedimen di lapangan dengan mengamati struktur
dan tekstur nya.

Kelompok 16 B
Laboratorium Sedimentologi
2018

3. Dapat melakukan penamaan terhadap batuan sedimenyang diamati, serta


mengetahui genesa nya.
4. Untuk mengetahui tebal dan pembuatan lintasan.
5. Dapat menentukan sekuen Bouma dari lapisan-lapisan yang ditemukan.
6. Fasies , lingkungan pengendapan, variasi litoogi, ketebalan lapisan

I.3 WAKTU PELAKSANAAN


Pelaksanaan kegiatan pada hari Sabtu tanggal 04 November 2018. Waktu
keberangkatan dari kampus UPN “Veteran” Yogyakarta pukul 07.45 WIB sampai
dilokasi pada pukul 09.30. WIB. Lokasi kegiatan bertempat di sebelah timur kota
Yogyakarta. Kegiatan berlokasi di Tegalrejo, Kecamatan Panggang, Kabupaten
Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

I.4 PENCAPAIAN LOKASI PENELITIAN

lokasi profil

lokasi profil

Gambar 1.1 Denah Lokasi Penelitian


Sumber : Google Earth
Lokasi Kegiatan berada di desa Tegalrejo, Gunungkidul , Yogyakarta.
Kami berangkat dari kampus UPN “Veteran” Yogyakarta sekitar pukul 07.45 WIB
dengan menggunakan bus. Perjalanan untuk mencapai lokasi kegiatan
membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam.

Kelompok 16 B
Laboratorium Sedimentologi
2018

I.5 DASAR TEORI


I.5.1 GEOLOGI REGIONAL PEGUNUNGAN SELATAN
Yogyakarta termasuk ke dalam wilayah Pegunungan Selatan bagian barat.

Gambar 1.2 Daerah Pegunungan Selatan

Menurut Harsolumekso dkk. (1997) Zona Pegunungan Selatan dapat dibagi


menjadi tiga subzona, yaitu:

1. Subzona Baturagung
Ditandai oleh perbukitan terjal di bagian utara, yang disusun oleh
batuan vulkanik, baik intrusi, breksi, sedimen vulkanik klastik dan
karbonat. Kemiringan lapisan pada umumnya ke arah selatan
2. Subzona Wonosari
Merupakan dataran tinggi di daerah Wonosari dan
sekitarnya.Dataran Tinggi inimerupakan cekungan sedimen kuarter yang
terdiri dari lempung hitam endapan danau purba.
3. Subzona Gunung Sewu
Merupakan perbukitan karst, dicirikan oleh adanya morfologi karst
dengan bukit-bukit gamping berbentuk kerucut yang membentang dari

Kelompok 16 B
Laboratorium Sedimentologi
2018

Parangtritis di bagian barat hingga Pacitan di bagian Timur, dengan jumlah


bukit ribuan (Pegunungan Seribu).

Pegunungan Selatan bagian barat secara umum tersusun oleh batuan


sedimen volkaniklastik dan batuan karbonat. Batuan volkanik klastiknya sebagian
besar terbentuk oleh pengendapan gaya berat (gravity depositional process) yang
menghasilkan endapan kurang lebih setebal 4000 meter. Hampir seluruh batuan
sedimen tersebut mempunyai kemiringan ke selatan. Urutan stratigrafi penyusun
Pegunungan Selatan bagian barat dari tua ke muda adalah :
- Formasi Kebo-Butak
- Formasi Semilir
- Formasi Nglanggran
- Formasi Sambipitu
- Formasi Oyo-Wonosari
- Endapan Kuarter

Tabel 1.1 Tatanan Stratigrafi Pegunungan Selatan menurut beberapa para ahli

1. Formasi Kebo-Butak

Kelompok 16 B
Laboratorium Sedimentologi
2018

Formasi ini secara umum terdiri dari konglomerat, batupasir dan batulempung
yang menunjukkan kenampakan pengendapan arus turbid maupun pengendapan
gaya berat yang lain. Di bagian bawah, yang oleh Bothe disebut sebagai Kebo beds
tersusun atas perselang selingan antara batupasir, batulanau dan batulempung yang
khas menunjukkan struktur turbidit, dengan perselingan batupasir konglomeratan
yang mengandung klastika lempung. Bagian bawah ini diterobos oleh sill batuan
beku.
Bagian atas dari Formasi ini, yang disebut sebagai Anggota Butak, tersusun
oleh perulangan batupasir konglomeratan yang bergradasi menjadi lempung atau
lanau, ketebalan total dari Formasi iin kurang lebih 800 meter. Urutan batuan yang
membentuk Formasi ini ditafsirkan terbentuk pada lingkungan lower submarine
fan dengan beberapa interupsi pengendapan tipe mid fan (Rahardjo, 1983), yang
terbentuk pada akhir Oligosen (N2-N3) (Sumarso & Ismoyowati, 1975; van Gorsel
et al., 1987).

2. Formasi Semilir
Secara umum Formasi ini tersusun oleh batupasir dan batulanau yang bersifat
tufan, ringan, kadang-kadang dijumpai selaan breksi vulkanik. Fragmen yang
membentuk breksi maupun batupasir pada umumnya berupa fragmen batuapung
yang bersifat asam. Di lapangan pada umumnya menunjukkan perlapisan yang
baik, struktur-struktur yang mencirikan turbidit banyak dijumpai. Langkanya
kandungan fosil pada formasi ini menunjukkan bahwa pengendapanyya
berlangsung secara cepat atau pengendapan tersebut terjadi pada lingkungan yang
sangat dalam, berada di bawah ambang kompensasi karbonat (CCD), sehingga fosil
gampingan sudah mengalami korosi sebelum dapat mencapai dasar pengendapan.
Umur dari Formasi ini diduga adalah awal dari Miosen (N4) berdasar atas
terdapatnya Globigerinoides primordiuspada bagian yang bersifat lempungan dari
formasi ini di dekat Piyungan (van Gorsel, 1987). Formasi Semilir ini menumpang
secara selaras di atas Anggota Butak dari Formasi Kebo-Butak. Tersingkap secara
baik di wilayah tipenya yaitu di tebing gawir baturagung di bawah puncak Semilir.

3. Formasi Nglanggran

Kelompok 16 B
Laboratorium Sedimentologi
2018

Berbeda dengan formasi yang sebelumnya, formasi Nglanggran ini tercirikan


oleh penyusun utama berupa breksi dengan penyusun material vulkanik, tidak
menunjukkan perlapisan yang baik dengan ketebalan yang cukup besar. Bagian
yang terkasar dari breksinya hampir seluruhnya tersusun oleh bongkah-bongkah
lava andesit dan juga bom andesit. Diantara masa breksi tersebut ditemukan sisipan
lava yang sebagian besar telah mengalami breksiasi.
Formasi ini ditafsirkan sebagai hasil pengendapan aliran rombakan yang
berasal dari gunung api bawah laut, dalam lingkungan laut dan proses pengendapan
berjalan cepat, yaitu hanya selama awal Miosen (N4).
Singkapan utama dari Formasi ini ada di gunung Nglanggranpada perbukitan
Baturagung. Kontaknya dengan Formasi Semilir di bawahnya berupa kontak tajam.
Hal ini berakibat bahwa formasi Nglanggran sering dianggap tidak selaras di atas
Semilir, namun harus diperhatikan bahwa kontak tajam tersebut dapat terjadi akibat
berubahnya mekanisme pengendapan akibat gayaberat. Van Gorsel (1987)
menganggap bahwa pengandapan Nglanggran ini dapat diibaratkan sebagai proses
runtunhnya gunungapi semacam Krakatau yang berada di lingkungan laut.
Ke arah atas yaitu ke arah Formasi Sambipitu, Formasi Nglanggran berubah
secara bergradasi, seperti yang terlihat di singkapan di Sungai Putat. Lokasi yang
diamati untuk EGR tahun 2002 berada pada sisi lain sungai Putat, dimana kontak
kedua formasi ini ditunjukkan oleh kontak struktural.

4. Formasi Sambipitu
Di atas Formasi Nglanggran terdapat formasi batuan yang menunjukkan ciri-
ciri terbidit, yaitu Formasi Sambipitu. Formasi ini tersusun terutama oleh batupasir
yang bergradasi menjadi batulanau atau batulempung. Di bagian bawah,
batupasirnyamasih menunjukkan sifat vulkanik sedang ke atas sifat vulkanik ini
berubah menjadi batupair yang bersifat gampingan. Pada batupasir gampingan ini
sering dijumpai fragmen dari koral dan forminifera besar yang berasal dari
lingkungan terumbu laut dangkal, yang terseret masuk ke dalam lingkungan yang
lebih dalam akibat pengaruh arus turbid.
Ke arah atas, Formasi Sambipitu berubah secara gradasional menjadi Formasi
Wonosari (Anggota Oyo) seperti yang terlihat pada singkapan pada sungai Widoro

Kelompok 16 B
Laboratorium Sedimentologi
2018

di dekat Bunder. Formasi Sambipitu terbentuk selama jaman Miosen, yaitu antara
N4-N8 (Kadar, 1986) atau NN2-NN5 (Kadar, 1990).

5. Formasi Oyo-Wonosari
Selaras di atas formasi Sambipitu terdapat Formasi Oyo-Wonosari. Formasi
ini terdiri terutama dari batugamping dan napal. Penyebarannya meluas hampir
setengah bagian selatan dari Pegunungan Selatan memanjang ke arah timur,
membelok ke arah utara di sebelah timur perbukitan Panggung hingga mencapai
bagian barat dari daearh depresi Wonogiri-Baturetno.
Bagian terbawah dari Formasi Oyo-Wonosari terutama terdiri dari
batugamping berlapis yang menunjukkan gejala turbidit karbonat yang diendapkan
pada kondisi laut yang lebih dalam, seperti yang terlihat pada singkapan pada
daerah dekat muara sungai batugamping berlapis, menunjukkan gradasi butir dan
pada bagian yang halus banyak dijumpai fosil jejak tipe burrow yang terdapat pada
bidang permukaan perlapisan ataupun memotong sejajar dengan perlapisan.
Batugamping kelompok ini disebut sebagai Anggota Oyo dari Formasi Wonosari
(Bothe, 1929) atau Formasi Oyo (Rahardjo dkk, 1977 dalam Toha dkk,1994).
Ke arah lebih muda, Anggota Oyo ini bergradasi menjadio dua Fasies yang
berbeda. Di daerah Wonosari, batugamping ini makin ke arah selatan semakin
berubah menjadi batugamping terumbu yang berupa rudstone,
framestone, dan floatstone, bersifat lebih keras dan dinamakan sebagai Anggota
Wonosari dari Formasi Oyo-Wonosari (Bothe, 1929) atau Formasi Wonosari
(Rahardjo dkk, 1977 dalam Toha dkk, 1994). Sedangkan di baratdaya kota
Wonosari, batugamping terumbu ini berubah fasies menjadi batugamping berlapis
yang bergradasi menjadi napal, dan disebut sebagai Anggota Kepek dari Formasi
Wonosari. Anggota Kepek ini juga tersingkap di bagian timur, yaitu di daerah
depresi Wonogiri-Baturetno, di bawah endapan Kuarter seperti yang terdapat di
daerah Erokomo. Secara keseluruhan, Formasi Wonosari ini terbentuk selama
Miosen Akhir (N9-N18).

6. Endapan Kuarter

Kelompok 16 B
Laboratorium Sedimentologi
2018

Di atas seri batuan sedimen Tersier seperti tersebut di depan terdapat suatu
kelompok sedimen yang sudah agak mengeras sehingga masih lepas. Karena
kelompok sedimen ini berada di atas bidang erosi, serta proises pembentukannya
masih berlanjut hingg saat ini, maka secara keseluruhan sedimen ini disebut sebagai
Endapan Kuarter. Penyebarannya meluas mulai dari daerah timurlaut Wonosari
hingga daerah depresi Wonogiri-Baturetno. Singkapan yang baik dari endapan
kuarter ini terdapat di daerah Erokomo sekitar waduk Gadjah Mungkur, namun
pada EGR ini tidak dilewati.
Secara stratigrafis endapan kuarter di daearh Eropkromo, Wonogriri terletak
tidak selaras di atas sedimen Tersier yang berupa batugamping berlapis dari
Formasi Wonosari atau breksi polimik dari formasi Nglanggran. Ketebalan
tersingkap dari endapan Kuarter tersebut berkisar dari 10 meter hingga 14 meter.
Umur endapan Kuarter tersebut diperkirakan Plistosen Bawah.
Stratigrafi endapan kuarter di daerah Erokomo, Wonogiri secara vertikal
tersusun dari perulangan antara tuf halus putih kekuningan dengan perulangan
gradasi batuipasir kasar ke batupasir sedang dengan lensa-lensa konglomerat.
Batupasir tersebut berstruktur silangsiur tipe palung, sedangkan lapisan tuf terdapat
di bagian bawah tengah dan atas. Pada saat lapisan tuf terbentuk, terjadi juga
aktivitas sungai yang menghasilkan konglomerat.

I.5.2 ANALISIS PROFIL


Analisis Profil merupakan salah satu metode Analisa dalam cabang ilmu
Sedimentologi yang bertujuan untuk menentukan lingkungan pengendapan dan
mendapatkan gambaran paleografi suatu daerah. Metode ini menggunakan
Stratigrafi Asli, yaitu Analisa urut-urutan vertikal dari suatu sikuen. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada diagram alir analisis facies menurut Anderton 1985;
Reading & Levell 1996

Kelompok 16 B
Laboratorium Sedimentologi
2018

Gambar 1.3 Diagram Alir Analisis Facies (Anderton 1985; Reading & Levell
1996)

Istilah fasies diperkenalkan oleh Gressly (1838), dan dirangkum oleh


Tiechert (1958) serta Krumbein & Sloss (1963). Fasies merupakan tubuh batuan
dengan sifat yang khas. Dalam batuan sedimen ditentukan berdasarkan beberpa hal:
warna, perlapisan, struktur, fosil dan struktur sedimen (Reading, 1978). Moore
(1949), mendefinisikan fasies sebagai istilah yang diterapkan untuk setiap rekaman
yang berada pada suatu lingkungan pengendapan. Istilah fasies banyak pula
digunakan dengan definisi yang berbeda, seperti: Produk batuan, Genesa,
Lingkungan terbentuknya, dan Fasies tektonik.
Menurut Selley (1970), fasies sedimen merupakan suatu massa batuan yang
dapat ditentukan dan dibedakan dengan lainnya berdasarkan geometri, litologi,
struktur sedimen, pola arus purba dan fosilnya.

Hubungan Antara Fasies


Menurut Hukum Walter (1884), yang menyatakan bahwa dalam
sedimentasi urut-urutan fasies vertikal mencerminkan urutan lateral. Hal ini
disebabkan karena lingkungan-lingkungan pengendapan yang dalam suatu satuan
waktu berada berdampingan oleh proses-proses progradasi dan terutama transgresi
dam regresi.

Kelompok 16 B
Laboratorium Sedimentologi
2018

Asosiasi dan Sekuen


Asosiasi fasies merupakan kumpulan fasies yang terbentuk bersama-sama
dan mempunyai hubungan, baik genesa ataupun lingkungannya. Sedangkan fasies
sikuen adalah suatu seri fasies yang berubah secara berangsur ke arah vertikal dari
suatu fasies ke fasies yang lainnya. Sikuen dibatasi di bagian atas dam bawah secara
tegas, erosi, atau hiatus, pecahan-pecahan dan dapat terjadi satu kali atau berulang.

Faktor Pengontrol Fasies

1. Proses Sedimentasi
2. Suplai Material
3. Iklim
4. Tektonik
5. Perubahan Muka Air Laut
6. Aktifitas Biologis
7. Komposisi Kimia Air
8. Vulkanisme

Pada Lokasi Penelitian ekskursi ini, kami menemukan sekuen yang berupa
Sekuen Kipas Bawah Laut dan Sikuen Turbidit.
Adapun bagian-bagian sikuen kipas bawah laut menurut Walker (1984), yaitu:

a. Lower fan
Dicirikan adanya penebalan ke atas, terdiri dari asosiasi fasies-fasies classical
turbidites.
b. Smooth portion of suprafan lobes
Penebalan ke atas, asosiasi classical turbidites, dalam sikuen progradasi bagian
atas sudah terdapat massive sandstone.
c. Channeled portion of suprafan lobes
Penipisan ke atas, asosiasinya adalan konglomeratan atau pebly sandstone pada
bagian bawah dan massive sandstone. Konglomerat umumnya berstruktur
Graded Bedding.
d. Upper fan

Kelompok 16 B
Laboratorium Sedimentologi
2018

Merupakan sikuen dari fasies konglomerat, debris flow dan slump. Sikuen
menipis keatas dan umumnya tidak berlapis baik.

Gambar 1.4 Model Fasies Kipas Bawah Laut Walker (1976)

Adapun bagian-bagian sikuen turbidit menurut Bouma (1962), yaitu:

a. Graded Interval (Ta)


Perlapisan bersusun dan bagian terbawah dari urut-urutan ini: bertekstur pasir
terkadang sampai kerikil atau kerakal. Struktur perlapisan tidak jelas atau hilang
sama sekali apabila batupasir penyusun ini terpilah baik. Tanda-tanda struktur
lainnya tidak tampak.
b. Lower Interval of Parallel Lamination (Tb)
Perselingan antara batupasir dengan serpih atau batulempung, kontak dengan
interval dibawahnya umumnya secara berangsur.
c. Interval of Current Ripple Lamination (Tc)

Kelompok 16 B
Laboratorium Sedimentologi
2018

Struktur berlapisan bergelombang (wavy) dan convolute. Ketebalannya


berkisar antara 5-20 cm, mempunyai besar butir yang lebih halus daripada
kedua interval dibawahnya (Tb dan Ta).
d. Upper Interval of Parallel lamination (Td)
Lapisan sejajar, besar butir berkisar dari pasir sangat halus sampai lempung
lanauan. Interval paralel laminasi bagian atas, tersusun perselingan antara
batupasir halus dan lempung, terkadang lempung pasirannya berkurang ke atas.
Bidang sentuh sangat jelas.
e. Pelitic Interval (Te)
Susunan batuan bersifat lempungan dan tidak menunjukkan struktur yang jelas
ke arah tegak, material pasiran berkurang, ukuran besar butir makin halus,
cangkang foraminifera makin sering ditemukan. Bidang sentuh dengan interval
di bawahnya berangsur. Diatas lapisan ini sering ditemukan lapisan yang
bersifat lempung napalan atau yang disebut lempung pelagik.

Gambar 1.5 Sikuen Bouma dengan 5 interval

Kelompok 16 B
Laboratorium Sedimentologi
2018

BAB II
METODE PENELITIAN

A. DIAGRAM ALUR PENGOLAHAN DATA

MEMPELAJARI PENGAMBILAN DATA


DAERAH PENELITIAN DI LAPANGAN

RESUME MENGENAI PENGUMPULAN DATA


HASIL PENELITIAN LAPANGAN

MENGOLAH DATA PEMBUATAN


YANG DIPEROLEH LAPORAN KEGIATAN

B.

Kelompok 16 B
Laboratorium Sedimentologi
2018

BAB III
PEMBAHASAN
II.I PARAMETER SINGKAPAN 1

Foto 2.1 Foto Singkapan 1


Photo by : Yesica
Keterangan :

- Hari/Tanggal : Minggu, 04 November 2018


- Azimuth : N 140º E
- Cuaca : Cerah Berawan
DESKRIPSI LITOLOGI
LITOLOGI 1

Foto 2.2 Litologi 1


Photo by : Yesica

Kelompok 16 B
Laboratorium Sedimentologi
2018

Calcareous Sandstone, Grey, Very Coarse Sand (1-2mm), Angular, Poorly Sorted,
Matrix Supported. Composed by F : Quartz, Lithic. M : Clay. C : Carbonat.
Lamination.
LITOLOGI 2

Foto 2.3 Litologi 2


Photo by : Yesica
Calcareous Sandstone, Grey, Coarse Sand, (0,5-1mm), Sub-Angular, Poorly
Sorted, Matrix Supported. Composed by F : Quartz, Lithic. M : Clay. C : Carbonate.
Massive
LITOLOGI 3

Foto 2.4 Litologi 3


Photo by : Yesica

Kelompok 16 B
Laboratorium Sedimentologi
2018

Calcareous Sandstone, Grey, Medium Sand (0,25-0,5mm), Sub-Angular, Poorly


Sorted, Grain Supported. Composed by : F : Quartz. M : Clay. C : Carbonate. Paralel
Lamination.
II.I PARAMETER SINGKAPAN 2

Foto 2.5 Foto Singkapan 2


Photo by : Yesica
Keterangan :

- Hari/Tanggal : Minggu, 04 November 2018


- Azimuth : N 140º E
- Cuaca : Cerah Berawan
DESKRIPSI LITOLOGI
INTERCLATION SILTSTONE-SANDSTONE
LITOLOGI 4

Kelompok 16 B
Laboratorium Sedimentologi
2018

Foto 2.6 Litologi 4


Photo by : Yesica
Calcareous Siltstone, Grey, Silt (0,004-0,06mm). Massive
LITOLOGI 5

Foto 2.7 Litologi 5


Photo by : Yesica
Calcareous Sandstone, Grey, Very Fine Sand (0,06-0,125mm). Composed by F : -.
M : Clay. C : Carbonate. Paralel Stratified.
LITOLOGI 6

Foto 2.8 Litologi 6


Photo by : Yesica
Calcareous Siltstone, Grey, Silt (0,004-0,06mm). Massive

Kelompok 16 B
Laboratorium Sedimentologi
2018

LITOLOGI 7

Foto 2.9 Litologi 7


Photo by : Yesica
Calcareous Sandstone, Grey, Very Fine Sand (0,06-0,125mm). Composed by F : -.
M : Clay. C : Carbonate. Paralel Stratified.
INTERCLATION SILTSTONE-CLAYSTONE
LITOLOGI 8 & 9

Foto 2.10 Litologi 8 & 9


Photo by : Yesica
Calcareous Siltstone, Grey, Silt (0,004-0,06mm). Paralel Lamination
Calcareous Claystone, Grey, Clay (<0,004mm). Paralel Lamination

Kelompok 16 B
Laboratorium Sedimentologi
2018

LITOLOGI 10

Foto 2.11 Litologi 10


Photo by : Yesica
Calcareous Sandstone, Grey, Medium Sand, Sub-Angular, Poorly Sorted, Grain
Supported. Composed by F : Quartz. M : Clay. C : Calcareous. Paralel Lamination.
LITOLOGI 11

Foto 2.12 Litologi 11


Photo by : Yesica
Calcareous Claystone, Grey to Black, Clay (<0,004mm). Massive.

Kelompok 16 B
Laboratorium Sedimentologi
2018

LITOLOGI 12
SIQUEN BOUMA

Foto 2.13 Litologi 12


Photo by : Yesica
TA :
Calcareous Sandstone, Grey, Medium Sand, Sub-Angular, Poorly Sorted, Grain
Supported. Composed by F : Quartz. M : Clay. C : Calcareous. Graded Bedding
TB :
Calcareous Sandstone, Grey, Medium Sand, Sub-Angular, Poorly Sorted, Grain
Supported. Composed by F : Quartz. M : Clay. C : Calcareous. Paralel Lamination
TC :
Calcareous Sandstone, Grey, Medium Sand, Sub-Angular, Poorly Sorted, Grain
Supported. Composed by F : Quartz. M : Clay. C : Calcareous. Ripple Mark
TD :
Calcareous Sandstone, Grey, Medium Sand, Sub-Angular, Poorly Sorted, Grain
Supported. Composed by F : Quartz. M : Clay. C : Calcareous. Paralel Lamination
and Load Cast.
TE :
Calcareous Claystone, Grey ,Clay (<0,004mm). Massive.

Kelompok 16 B
Laboratorium Sedimentologi
2018

SINGKAPAN 3

Foto 2.14 Singkapan 3


Photo by : Yesica
Keterangan :

- Hari/Tanggal : Minggu, 04 November 2018


- Azimuth : N 072º E
- Cuaca : Cerah Berawan
LITOLOGI 13

Foto 2.15 Litologi 13


Photo by : Yesica
Calcareous Sandstone, Grey, Coarse Sand, (0,5-1mm), Sub-Angular, Poorly
Sorted, Matrix Supported. Composed by F : Quartz, Lithic. M : Clay. C : Carbonate.
Paralel Lamination.

Kelompok 16 B
Laboratorium Sedimentologi
2018

LITOLOGI 14

Foto 2.16 Litologi 14


Photo by : Yesica
Calcareous Claystone, Grey to Black, Clay (<0,004mm). Massive
LITOLOGI 15

Foto 2.29 Litologi 26


Photo by : Yesica
Calcareous Siltstone, Grey, Silt (0,004-0,06mm). Stratified
SINGKAPAN 4

Kelompok 16 B
Laboratorium Sedimentologi
2018

Foto 2.18 Foto Singkapan 4


Photo by : Yesica
Keterangan :

- Hari/Tanggal : Minggu, 04 November 2018


- Azimuth :
- Cuaca : Cerah Berawan
LITOLOGI 16

Foto 2.19 Litologi 16


Photo by : Yesica
Calcareous Sandstone, Grey, Very Fine Sand (0,06-0,125mm). Composed by F : -.
M : Clay. C : Carbonate. Paralel Lamination.
LITOLOGI 17

Kelompok 16 B
Laboratorium Sedimentologi
2018

Foto 2.20 Litologi 17


Photo by : Yesica
Calcareous Siltstone, Grey, Silt (0,004-0,06mm). Massive.
LITOLOGI 18

Foto 2.21 Litologi 18


Photo by : Yesica
Calcareous Sandstone, Grey, Fine Sand (0,125-0,25mm). Composed by F : -. M :
Clay. C : Carbonate. Paralel Stratified.

LITOLOGI 19

Kelompok 16 B
Laboratorium Sedimentologi
2018

Foto 2.22 Litologi 19

Photo by : Yesica

Calcareous Siltstone, Grey to black, Silt (0,004-0,06mm). Wavy

LITOLOGI 20

Foto 2.23 Litologi 20

Photo by : Yesica

Calcareous Siltstone, Grey, Silt (0,004-0,06mm). Massive.

LITOLOGI 21

Kelompok 16 B
Laboratorium Sedimentologi
2018

Foto 2.24 Foto Litologi 21

Photo by : Yesica

Calcareous Sandstone, Grey, Very Coarse Sand - Clay (2-0,004mm). Composed by


F : Lithic, Quartz. M : Clay. C : Carbonate. Ripped up.
LITOLOGI 22

Foto 2.25 Foto litologi 22


Photo by : Yesica
Calcareous Siltstone, Grey, Silt (0,004-0,06mm). Massive.

LITOLOGI 23

Kelompok 16 B
Laboratorium Sedimentologi
2018

Foto 2.26 Litologi 23


Photo by : Yesica
Calcareous Siltstone, Grey, Silt (0,004-0,06mm). Slump.
LITOLOGI 24

Foto 2.27 Litologi 24


Photo by : Yesica
Calcareous Sandstone, Grey, Very Fine Sand (0,125-0,25mm). Composed by F : -.
M : Clay. C : Carbonate. Paralel Lamination.

Kelompok 16 B
Laboratorium Sedimentologi
2018

LITOLOGI 25

Foto 2.28 Litologi 25


Photo by : Yesica
Calcareous Siltstone, Grey, Silt (0,004-0,06mm). Paralel Stratified.

LITOLOGI 26

Foto 2.29 Litologi 26


Photo by : Yesica
Calcareous Siltstone, Grey, Silt (0,004-0,06mm). Paralel Lamination.

Kelompok 16 B
Laboratorium Sedimentologi
2018

LITOLOGI 27

Foto 2.30 Litologi 27


Photo by : Yesica
Calcareous Claystone, Grey, Clay (<0,004mm). Massive.
LITOLOGI 28

Foto 2.31 Litologi 28


Photo by : Yesica
Calcareous Siltstone, Black, Silt (0,004-0,06mm). Massive.

Kelompok 16 B
Laboratorium Sedimentologi
2018

BAB III
PENUTUPAN

A. KESIMPULAN

B. KRITIK & SARAN

Kelompok 16 B

Anda mungkin juga menyukai