Anda di halaman 1dari 3

MEA DI INDONESIA

(sumber: www.ilmuekonomi123.com)

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) telah resmi dimulai sejak Desember 2015
yang lalu. Tujuan utama MEA adalah untuk menjadikan kawasan ASEAN sebagai
pasar dan basis produksi tunggal, kawasan ekonomi yang kompetitif (bersaing),
kawasan pembangunan ekonomi yang adil dan kawasan yang tergabung ke dalam
ekonomi global. Untuk itu, negara-negara ASEAN menyepakati untuk melakukan
liberalisasi pada lima aspek ekonomi yaitu barang, jasa, investasi, modal dan tenaga
kerja terampil.
Liberalisasi perdagangan barang ditandai dengan penghapusan berbagai
hambatan tarif dan nontarif. Sejak tahun 2015 lalu, 96% dari total barang yang
diperdagangkan antar negara ASEAN tarif bea masuk impornya telah nol persen.
Berbagai hambatan nontarif terus dipangkas, baik yang bersifat teknis (seperti
kebijakan perlindungan makhluk hidup dari penyakit, penetapan standar pada label,
kemaan dan bahan) maupun yang bersifat nonteknis (seperti lisensi impor dari instansi
tertentu, penetapan kuota, larangan terbatas dsb). Akibatnya, barang-barang dari luar
akan lebih mudah masuk ke negeri ini. Ini akan mengancam produsen dalam negeri,
termasuk di sektor pertanian dan manufaktur terutama yang memiliki daya saing
rendah. Mereka mungkin akan terdorong meningkatkan daya saing. Namun tak jarang
kebijakan pemerintah justru malah mempengaruhi rendahnya daya saing produk
mereka dikarenakan harga bahan yang mahal, modal sulit, tingginya pajak dan
infrastruktur yang kurang memadai. Sebaliknya, produsen luar mempunyai daya saing
tingi sebab mereka ditopang oleh kuatnya dukungan pemerintah mereka.
Sebagai konsekuensi adanya pasar pasar bebas, semua pihak akan diberi peluang
yang sama, semua diberi kebebasan masuk persaingan. Siapa yang kuat, dialah yang
aka menang. Pasar bebas akan benar-benar menguntungkan pihak kuat. Sebaliknya,
pihak yang daya saingnya lemah akan tertindas.
Negeri ini kaya akan sumber energi, sumberdaya mineral, sumberdaya nabati da
SDA lainnya. Dengan adanya pasar bebas di bidang perdagangan, investasi, energi
dan sektor lainnya kekayaan itu akan leih menjadi jarahan, sumber bahan baku, dan
sumber keuntungan bagi pihak luar.
(sumber: Buletin Al-Islam edisi 8 Januari 2016)

Fakta Hukum di Indonesia

Semestinya hukum di Indonesia sebagaimana yang telah diatur pada Undang-undang sudah
secara tegas mengatur hukuman untuk para pelaku tindak kejahatan. Akan tetapi, faktanya
kerap kali terjadi ketidakadilan hukum yang dapat merugikan banyak orang. Hukum bsa saja
tegas, namun menjadi mendadak tumpul ketika dihadapkan dengan koruptor, itulah yang
terjadi saat ini.

Bukan menjadi rahasia umum lagi bahwa para koruptor di Indonesia menerima hukuman
yang tingkatannya masih terbilang ringan, bahkan ada koruptor yang mendapatkan tunjangan
fasilitas mewah padahal sudah dianggap merugikan negara.

Seringkali kita melihat berita bahwa seorang maling, pencopet dan penjambret dihajar massa
hingga tewas. Namun, belum pernah kita mengetahui koruptor di Indonesia dikeroyok massa
sampai tewas.

Hukum di Indonesia bisa dibilang hanya tegas di hadapan rakyat kecil. Contohnya kasus yang
pernah menimpa Nenek Asyani. Kasusnya hanya karena diduga mencuri kayu, ia terancam
dengan hukuman selama lima tahun penjara. Sungguh ironis dan tidak adil memang, apabila
dibandingkan dengan hukuman yang akan diterima oleh koruptor.

(Sumber: https://notepam.com dengan perubahan)


Penindasan

Penindasan atau bullying adalah suatu tindakan sewenang-wenang antara


pihak yang lebih kuat kepada pihak yang lemah. Tindakan tersebut bisa berupa
kekerasan, ancaman, atau paksaan yang bersifat memaksa dan mengintimidasi.
Budaya penindasan dapat berkembang dimana saja dan bisa menimbulkan
ketidakseimbangan kekuasaan sosial atau fisik.

Perilaku penindasan atau bully sudah muncul di usia sekolah. Biasanya pelaku
memiliki ciri tidak mudah takut dan memiliki motif tertentu. Umumnya motif
perilaku penindasan ini karena sikap agresifitas.

Namun bisa juga karena perasaan rendah diri yang kemudian ditutupi dengan
sikap perilaku penindasan sebagai bentuk pertahanan diri. Yang biasanya terjadi,
korban penindasan ini kelak menyimpan dendam dan menjadi pelaku penindasan
kepada kelompok lain.

Tindakan penindasan bisa terjadi karena kurang terbukanya seseorang


terhadap masalah yang sedang dihadapi sehingga melampiaskannya dengan cara
yang salah. Hal tersebut bisa karena ia malu atau karena tidak ada orang yang
bersedia mendengarkannya. Entah karena terlalu sibuk atau memang tidak mau
peduli.

Anda mungkin juga menyukai