Anda di halaman 1dari 11

PEMBERONTAKAN PETANI BANTEN 1888

(GEGER CILEGON)
MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Studi Ke-Bantenan

Dosen Pengampu : M. Ilham Gilang , M.Pd.

Oleh :

Ghojali Ahmad Sidik (2225180036)

Liana Widya Astuti (2225180069)

Erlinda Fitriani (2225180070)

Kelas 3B

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT. yang Maha
Pengasih lagi Maha Panyayang, karena berkat limpahan dan rahmat karunian-Nya
sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini. Makalah ini akan
membahas tentang Pemberontakan Petani Banten 1888 (Geger Cilegon).
Kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Terutama kepada Dosen Mata
Kuliah Studi Ke-Bantenan, yaitu bapak M. Ilham Gilang, M.Pd. yang telah
membimbing kami agar dapat mengerti tentang materi yang dibahas.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca, walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Dalam penulisan
makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan
maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Oleh karena itu kami
mengharapkan dukungan, saran, dan kritik dari pembaca sekalian demi memperbaiki
tugas makalah berikutnya. Terima kasih.

Serang, September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................................... 1


1.2 Perumusan Masalah............................................................................................. 1
1.3 Tujuan Penulisan Makalah .................................................................................. 2
1.4 Manfaat Penulisan Makalah ................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3

2.1 Pengertian Petani ................................................................................................. 3


2.2 Hubungan Belanda dan Banten ........................................................................... 4
2.3 Terjadinya Pemberontakan Petani Banten .......................................................... 5
BAB III PENUTUP ............................................................................................... 7

3.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 7


3.2 Saran.................................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sangat penting belajar sejarah karena sejarah mengajarkan pengalaman


dan kebaikan pada umat manusia. Dengan belajar sejarah kita dapat mengetahui
kesalahan-kesalahan manusia di masa lalu dan juga mengetahui kelemahan serta
kekurangan di masa lampau agar tidak terjadi kesalahan yang sama di masa yang
akan datang. Di Indonesia banyak sekali sejarah yang harus diketahui dan
dipelajari seperti sejarah Banten.

Dalam proses perkembangannya, sejarah Banten berjalan sangat erat


dengan Sejarah Jawa Barat pada khususnya, dan Sejarah Kepulauan dan Bangsa
Indonesia pada umumnya. Kerajaan Banten mrupakan sebuah kerajaan Islam yang
bentuk pemerintahannya adalah Kesultanan. Kerajaan Banten dinagi menjadi 2
bagian, yakni Banten utara dan Banten Selatan. Seiring berjalannya waktu
pengaruh kedatangan bangsa Belanda membawa pengaruh buruk bagi rakyat
Banten, hak rakyat sepenuhnya dikuasai oleh Belanda, sehingga rakyat Banten
melakukan perlawanan.

1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana penyebab terjadinya pemberontakan petani Banten 1888


(Geger Cilegon)?
2. Siapa penyebab terjadinya pemberontakan petani Banten 1888 (Geger
Cilegon)?
3. Dimana letak terjadinya pemberontakan petani Banten 1888 (Geger
Cilegon)?

1
1.3 Tujuan Penulisan Makalah

1. Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui penyebab


terjadinya pemberontakan petani Banten 1888 (Geger Cilegon).
2. Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui tokoh yang
menyebabkan terjadinya pemberontakan petani Banten 1888.
3. Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui tempat terjadinya
pemberontakan petani Banten 1888 (Geger Banten).

1.4 Manfaat Penulisan Makalah

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah memberikan pengetahuan


mengenai peristiwa pemberontakan petani Banten tahun 1888 agar pembaca tidak
melupakan sejarah yang terjadi di Provinsi Banten.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Petani

Pengertian petani dibedakan antara farmer dan peasant. Farmer adalah


petani yang menguasai faktor produksi secara memadai, tanah pertanian yang
relatif luas, mampu mengakumulasi surplus usaha taninya. Mereka memiliki
modal usaha dan jaringan sosial yang kuat dengan tokohtokoh dari kelas sosial
atas, seperti elite politik dan elite ekonomi. Farmer ini juga digolongan sebagai
kelompok petani lapisan atas yang mengadopsi budaya kelas dominan dalam
struktur negara, sehingga kebudayaan farmer dalam terminologi Redfield dan
Singer (1971) disebut Great Tradition. Berbeda dengan farmer, petani yang
termasuk dalam pengertian peasant adalah petani yang menguasai sedikit sumber
daya alam. Mereka sering disebut petani gurem, dan termasuk buruh tani yang
tidak memiliki tanah dan meng-gantungkan hidupnya pada kerja bagi hasil.
Peasant ini memiliki pandangan dan gaya hidup yang berbeda dengan farmer.
Mereka ini disebut mengembangkan budaya kecil, atau budaya marginal yang
berbeda dengan budaya yang dikembangkan oleh lapisan penguasa.
Menurut Shanin (1971: 14-15), batasan terhadap masyarakat petani secara
umum meliputi empat hal utama, yakni:
1. Kebun keluarga petani merupakan unit dasar dari organisasi sosial yang
multi-dimensional. Hanyalah keluarga yang menyediakan tenaga kerja
pada kebun, dan hanyalah kebun yang menyediakan kebutuhan konsumsi
keluarga dan pembayaran kewajiban-kewajibannya kepada pemilik atau
penguasa ekonomi dan politik. Tindakan ekonomi melekat dengan
hubungan keluarga, dan alasan maksimalisasi laba dalam terminologi uang
jarang nampak secara tegas atau eksplisit. Produksi kebun keluarga
sebagai unit utama bagi sosialisasi, kemampuan membangun hubungan
sosial dan kesejahteraan.
2. Lahan pertanian merupakan alat utama mata pencarian yang secara
langsung menyediakan bagian terbesar kebutuhan konsumsi. Pertanian

3
tradisional meliputi suatu kombinasi tugas spesifik pada suatu spesialisasi
tingkat rendah dan latihan suatu kebebasan. Dampak alam yang secara
terbatas penting bagi mata pencarian dari unit produksi kecil dengan
sumber daya terbatas.
3. Budaya tradisional yang khusus berhubungan dengan cara hidup
masyarakat kecil. Corak budaya petani yang spesifik telah dicatat oleh
berbagai peneliti. Sebagai contoh, keunggulan sikap kompromis dan
tradisional, yaitu, pertimbangan tindakan individu dalam hal pengalaman
masa lalu dan kehendak masyarakat. Sedikit bagian dari pola budaya ini
berhubungan dengan karakteristik masyarakat kecil, suatu tambahan
mendeskripsikan masyarakat petani.
4. Posisi kaum tani tidak pernah diperhitungkan, hidup kaum tani didominasi
oleh orang luar. Pokok permasalahan politis mereka adalah antar
hubungan dengan budaya subordinat dan ekploitasi ekonomi melalui
pajak, sewa, kepentingan dan pola perdagangan yang tidak disukai kaum
tani. Namun dalam beberapa kondisi, mereka dapat berubah menjadi kaum
proletariat yang revolusioner dalam perubahan waktu.

2.2 Hubungan Belanda dan Banten

Provinsi Banten, seperti halnya di seluruh Indonesia, abad XIX ditandai


oleh kontak yang semakin meningkat dengan dunia Barat. Seperti telah
dikemukakan, perekonomian uang, perpajakan yang seragam, administrasi yang
terpusat dan sarana-sarana komunikasi yang modern merupakan gejala-gejala
yang menyertai penetrasi kekuasaan kolonial yang berlangsung secara berangsur-
angsur. Kebijaksanaan fiskai, administratif dan peradilan yang telah dirumuskan
oleh pemerintah pusat harus dilaksanakan oleh pejabat-pejabat pribumi baik di
tingkat regional maupun di tingkat lokal. Pelaksanaan pajak kepala, peraturan-
peraturan tentang rodi, dan vaksinasi tak disangsikan lagi sangat mempengaruhi
kehidupan kaum petani dan karenanya menyebabkan timbulnya kerusuhan di
daerah-daerah pedesaan.
Kebijakan pembangunan pertanian yang mengarah pada modernisasi
sistem pertanian, akan mendapat reaksi negatif dari masyarakat petani (peasant)

4
karena dianggap mengancam keamanan subsistensi mereka. Modernisasi
pertanian terjadi seiring dengan proses penetrasi kapitalisme pada masyarakat
petani akan ditentang keras karena mengancam kepentingan ekonomi mereka.
Oleh karena pemberontakan petani hampir seluruhnya merupakan satu fenomena
pedesaan, maka pertanyaannya adalah sampai sejauh mana ada korelasi antara
penetrasi sistem ekonomi Barat dan ketidakstabilan situasi sosial yang
berkecenderungan untuk meletus menjadi pemberontakan.

2.3 Terjadinya Pemberontakan Petani Banten

Adanya kekuasaan Belanda secara berdampingan inilah yang telah


menimbulkan suatu situasi politik yang semakin tidak stabil. Situasi ini tercemin
dalam pemberontakan-pemberontakan yang silih berganti. Pemerintah kolonial
secara berangsur-angsur membangun suatu sistem birokrasi yang memaksakan
peraturan-peraturan legal-rasional kepada rakyat. Kaum bangsawan yang sudah
menjadi miskin dan pemimpin-pemimpin agama merupakan kekuatan-kekuatan
untuk melawan penguasa-penguasa kolonial.
Ketegangan antara aristokrasi tradisional dan elite agama di satu pihak
jauh lebih kentara. Selama beberapa dasawarsa persekutuan-persekutuan yang
rapuh sering terjadi, sementara proses peleburan golongan yang terakhir itu ke
dalam sistem administratif kolonial berlangsung, permusuhan terbuka terus
meningkat. Kegiatan-kegiatan agitasi dari pihak pemimpin-pemimpin agama
ditujukan terhadap elite baru dan penguasa-penguasa kolonial. Mereka
menggunakan gerakan-gerakan milenari dan kekerasan, sementara elite baru pada
akhimya bersedia menyesuaikan diri kepada unsur yang dominan dalam
masyarakat Banten, yakni penguasa kolonial. Lalu akan ditunjukkan bahwa
golongan-golongan sosial yang berbeda-beda dalam masyarakat Banten
dipengaruhi secara oleh proses westernisasi. Karenanya, orang-orang dari
berbagai golongan terlibat dengan cara yang berbeda dalam konflik institusional
itu. Elite agama dan sebagian dari aristrokrasi lama tetap berorientasi kepada
tradisionalitas, sementara elite baru lebih cenderung untuk menerima baik
modernisasi, meskipun masih terdapat kesetiaan institusional yang dualistis.

5
Di dalam rangka kontak antara kebudayaan Barat dan kebudayaan
Indonesia, pemberontakan-pemberontakan petani dapat dipandang sebagai
gerakan-gerakan protes terhadap masuknya perekonomian Barat yang tidak
diinginkan dan terhadap pengawasan politik, dua hal yang merongrong tatanan
masyarakat tradisional. Dengan mulai berlakunya perekonomian uang, timbulnya
buruh upahan dan ditegakkannya administrasi pusat, maka terjadilah keruntuhan
umum struktur ekonomi dan politik yang tradisional. Di daerah-daerah, di mana
agama memainkan peranan yang dominan, pemimpin-pemimpin agama dengan
mudah menempati kedudukan sebagai pernimpin dalam gerakan-gerakan rakyat
dengan jalan membungkus pesan milenari mereka itu dengan istilah-istilah
keagamaan. Oleh karena itu, gerakan-gerakan pemberontakan yang mereka
lancarkan itu juga dapat dianggap sebagai gerakan keagamaan dan gerakan
milenaris.
Salah satu ciri dari gerakan perlawanan petani radikal adalah tujuan
gerakan perlawanan tersebut untuk mengubah tatanan sosial politik tertentu yang
dianggap tidak benar atau merupakan kaum tani atau subyek pelaku gerakan
tersebut (Giddens, 1994: 1-2). Sedangkan Calhoun (1999: 663-664) menyebutkan,
bahwa gerakan radikal bertujuan mengubah struktur sosial yang sudah ada yang
dianggap merugikan, upaya itu biasanya disertai dengan pemaksaan kehendak.
Dalam kasus pemberontakan petani Banten 1888, para kyai dan guru tarekat
membangun kerangka penafsiran, bahwa pemerintahan kolonial Belanda adalah
pemerintahan orang asing, sekuler dan kafir. Bagi setiap anggota jamaah
dihembuskan semangat jihad, berperang di jalan Allah, untuk menumbangkan
pemerintahan kafir dan menata kembali kehidupan sosial politik di Banten yang
diridhoi Tuhan seperti sistem kesultanan pada masa lalu.

6
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pemberontakan Petani Banten atau biasa yang disebut Geger Cilegon


merupakan peristiwa yang terjadi pada tanggal 22 Juli 1888, yang disebabkan oleh
pemerintahan kolonial Belanda yang sewenang-wenang terhadap rakyat Banten
khususnya para petani Banten. Pemerintahan Kolonial Belanda membuat
kebijakan-kebijakan yang sangat merugikan kaum petani, maka Perlawanan
dikobarkan oleh Ki Wasyid dan para pemuka agama lainnya bersama para tokoh
Banten. Elite agama mendapatkan peran penting untuk memimpin gerakan
pemberontakan 1888, kepribadian mereka yang kharismatik menjadikan mereka
sebagai salah satu unsur penting dalam usaha membina pertumbuhan pergerakan.
Salah satu kekuatan utama gerakan pemberontakan petani 1888 adalah elite
agama, terletak pada fakta bahwa gerakan itu menggunakan tarekat sufi
(Qadiriyah) sebagai landasan organisasinya. Disiplin dari tarekat bukan hanya
mempunyai sifat mengikat terhadap pengikutnya, akan tetapi juga menanamkan
semangat revolusioner dalam diri mereka yang kemudian didakwahkan kepada
masyarakat.

3.2 Saran

Berdasarkan peristiwa pemberontakan petani Banten atau Geger Banten,


maka diperoleh saran dari penulis yaitu :

1. Menjadi pendatang di negeri orang sebaiknya tidak sewenang-wenang


terhadap masyarakatnya.
2. Masyarakat perlu melakukan proteksi diri dari ancaman yang
munculnya dari luar.

7
DAFTAR PUSTAKA

Calhoun, C. 1999. Nasionalisme dan Civil Society: Demokrasi, Keanekaragaman


dan Penentuan Nasib Sendiri. Wacana Jurnal Ilmu Sosial Transformatif
1.
Dewi, Oetami. 2007. Resistensi Petani : Suatu Tinjauan Teoritis. Informasi.
Volume 12, No. 2.
Giddens, Anthony, 1994, Beyond Left and Right: The Future of Radical Politics.
Oxford: Blackwell Publishers.
Kartodirjo, S. (1984). Pemberontakan Petani Banten 1888: Kondisi, Jalan
Peristiwa, dan Kelanjutannya, terj. Hasan Basari, Jakarta: Pustaka Jaya.
Redfield, Robert dan Milton B. Singer, 1971, “City and Countryside: The Cultural
Interdependence”, Teodor Shanin (Editor), Peasant and Peasant Societies.
Middlesex: Penguin Books.
Shanin, Teodor, 1971, “Introduction”, Teodor Shanin (Editor), Peasant and
Peasant Societies. Middlesex: Penguin Books.

Anda mungkin juga menyukai