(GEGER CILEGON)
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Studi Ke-Bantenan
Oleh :
Kelas 3B
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT. yang Maha
Pengasih lagi Maha Panyayang, karena berkat limpahan dan rahmat karunian-Nya
sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini. Makalah ini akan
membahas tentang Pemberontakan Petani Banten 1888 (Geger Cilegon).
Kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Terutama kepada Dosen Mata
Kuliah Studi Ke-Bantenan, yaitu bapak M. Ilham Gilang, M.Pd. yang telah
membimbing kami agar dapat mengerti tentang materi yang dibahas.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca, walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Dalam penulisan
makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan
maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Oleh karena itu kami
mengharapkan dukungan, saran, dan kritik dari pembaca sekalian demi memperbaiki
tugas makalah berikutnya. Terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
tradisional meliputi suatu kombinasi tugas spesifik pada suatu spesialisasi
tingkat rendah dan latihan suatu kebebasan. Dampak alam yang secara
terbatas penting bagi mata pencarian dari unit produksi kecil dengan
sumber daya terbatas.
3. Budaya tradisional yang khusus berhubungan dengan cara hidup
masyarakat kecil. Corak budaya petani yang spesifik telah dicatat oleh
berbagai peneliti. Sebagai contoh, keunggulan sikap kompromis dan
tradisional, yaitu, pertimbangan tindakan individu dalam hal pengalaman
masa lalu dan kehendak masyarakat. Sedikit bagian dari pola budaya ini
berhubungan dengan karakteristik masyarakat kecil, suatu tambahan
mendeskripsikan masyarakat petani.
4. Posisi kaum tani tidak pernah diperhitungkan, hidup kaum tani didominasi
oleh orang luar. Pokok permasalahan politis mereka adalah antar
hubungan dengan budaya subordinat dan ekploitasi ekonomi melalui
pajak, sewa, kepentingan dan pola perdagangan yang tidak disukai kaum
tani. Namun dalam beberapa kondisi, mereka dapat berubah menjadi kaum
proletariat yang revolusioner dalam perubahan waktu.
4
karena dianggap mengancam keamanan subsistensi mereka. Modernisasi
pertanian terjadi seiring dengan proses penetrasi kapitalisme pada masyarakat
petani akan ditentang keras karena mengancam kepentingan ekonomi mereka.
Oleh karena pemberontakan petani hampir seluruhnya merupakan satu fenomena
pedesaan, maka pertanyaannya adalah sampai sejauh mana ada korelasi antara
penetrasi sistem ekonomi Barat dan ketidakstabilan situasi sosial yang
berkecenderungan untuk meletus menjadi pemberontakan.
5
Di dalam rangka kontak antara kebudayaan Barat dan kebudayaan
Indonesia, pemberontakan-pemberontakan petani dapat dipandang sebagai
gerakan-gerakan protes terhadap masuknya perekonomian Barat yang tidak
diinginkan dan terhadap pengawasan politik, dua hal yang merongrong tatanan
masyarakat tradisional. Dengan mulai berlakunya perekonomian uang, timbulnya
buruh upahan dan ditegakkannya administrasi pusat, maka terjadilah keruntuhan
umum struktur ekonomi dan politik yang tradisional. Di daerah-daerah, di mana
agama memainkan peranan yang dominan, pemimpin-pemimpin agama dengan
mudah menempati kedudukan sebagai pernimpin dalam gerakan-gerakan rakyat
dengan jalan membungkus pesan milenari mereka itu dengan istilah-istilah
keagamaan. Oleh karena itu, gerakan-gerakan pemberontakan yang mereka
lancarkan itu juga dapat dianggap sebagai gerakan keagamaan dan gerakan
milenaris.
Salah satu ciri dari gerakan perlawanan petani radikal adalah tujuan
gerakan perlawanan tersebut untuk mengubah tatanan sosial politik tertentu yang
dianggap tidak benar atau merupakan kaum tani atau subyek pelaku gerakan
tersebut (Giddens, 1994: 1-2). Sedangkan Calhoun (1999: 663-664) menyebutkan,
bahwa gerakan radikal bertujuan mengubah struktur sosial yang sudah ada yang
dianggap merugikan, upaya itu biasanya disertai dengan pemaksaan kehendak.
Dalam kasus pemberontakan petani Banten 1888, para kyai dan guru tarekat
membangun kerangka penafsiran, bahwa pemerintahan kolonial Belanda adalah
pemerintahan orang asing, sekuler dan kafir. Bagi setiap anggota jamaah
dihembuskan semangat jihad, berperang di jalan Allah, untuk menumbangkan
pemerintahan kafir dan menata kembali kehidupan sosial politik di Banten yang
diridhoi Tuhan seperti sistem kesultanan pada masa lalu.
6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
7
DAFTAR PUSTAKA