ANOREXIA NERVOSA
KELOMPOK 6
FAKULTAS KEDOKTERAN
2019
1. Anatomi
1. Mulut
Proses pencernaan makanan dimulai sejak makanan masuk ke dalam mulut,
rongga mulut merupakan awal saluran pencernaan. Pada mulut terjadi pencernaan
secara mekanik dan kimiawi. Di dalam mulut terdapat lidah, gigi, dan kelenjar
ludah. Lidah dan gigi berperan dalam pencernaan makanan secara mekanik melalui
kunyahan.
2. Lidah
Lidah (Lingua) berperan dalam pencernaan makanan secara mekanik. Lidah
membantu dalam proses mengunyah, menelan, mengenali rasa, dan mengenali
tekstur makanan. Selain itu, lidah juga berfungsi sebagai alat pengecap yang dapat
merasakan manis, asin, pahit, dan asam. Saraf pada lidah juga sensitif terhadap
panas, dingin, dan tekanan. Bagian-bagian utama lidah adalah radiks, dorsum, dan
apeks.
3. Gigi
Tanpa adanya gigi, manusia akan sulit memakan makanan yang
dimakannya. Gigi tumbuh di dalam lesung pada rahang dan memiliki jaringan
seperti pada tulang, tetapi gigi bukanlah bagian dari kerangka. Menurut
perkembangannya, gigi lebih banyak persamaannya dengan kulit daripada dengan
tulang. Gigi terletak dirahang atas dan bawah, masing-masing
4. Kerongkongan
Makanan setelah dicerna di dalam mulut akan bergerak masuk ke dalam
kerongkongan (esofagus). Kerongkongan memiliki bentuk menyerupai selang air
atau tabung dengan panjang sekitar +25-30 cm. Pangkalnya adalah di leher, di
belakang tenggorok, kemudian di daerah dada di belakang jantung, menembus
sekat rongga badan di depan tulang belakang dan bermuara dalam lambung.
Kerongkongan berfungsi sebagai jalan bagi makanan yang telah dikunyah dari
mulut menuju ke lambung.
5. Lambung
Lambung merupakan saluran pencernaan makanan yang melebar seperti
kantung, terletak di bagian atas rongga perut sebelah kiri, dan sebagian tertutup
oleh hati dan limpa. Lambung berbentuk menyerupai huruf J. Lambung dapat
mencerna makanan secara mekanik karena memiliki lapisan-lapisan otot. Lambung
tersusun atas tiga lapisan otot, yaitu bagian dalam berserabut miring, bagian tengah
berserabut melingkar, dan bagian luar berserabut memanjang. Dengan adanya
ketiga lapisan otot ini, lambung dapat melakukan berbagai gerakan kontraksi.
Gerakan kontraksi tersebut berguna untuk mencerna makanan dan
mencampurkannya dengan enzim sehingga terbentuk bubur atau kim (chyme).
6. Ususu Halus
Makanan setelah dicerna di dalam lambung akan masuk ke dalam usus halus
(intestinum). Usus halus merupakan suatu saluran menyerupai selang dengan
diameter sekitar 2,5 cm. Jika dibentangkan, usus halus dapat mencapai panjang
sekitar 6 meter. Di dalam usus halus terdapat struktur yang disebut dengan vili. Vili
merupakan tonjolantonjolan yang memperluas permukaan usus sehingga
meningkatkan penyerapan. Pada permukaan vili terdapat mikrovili.
7. Usus Besar
Di sebelah kanan dalam rongga perut terdapat usus besar naik, dalam
rongga perut sebelah atas terdapat lanjutannya sebagai usus besar melintang, dan
dalam rongga perut sebelah kiri dijumpai usus besar turun yang berlanjut sebagai
usus besar bentuk “S”. Diameter usus besar dapat mencapai sekitar 6,5 cm,
sedangkan panjangnya sekitar 1,5 m. Pada usus halus terjadi proses penyerapan zat-
zat makanan. Adapun zat yang tidak dapat diserap akan terdorong menuju usus
besar. Di dalam usus besar, sisa makanan akan diuraikan dengan bantuan bakteri
Escherichia coli.
2. Etiologi
Etiologi gangguan tetap tidak jelas. terdapat komponen pisikologis yang jelas,dan
diagnosis terutama didasarkan pada kriteria pisikologis dan prilaku sepertirigiditas, ritual
risme, kehati-hatian, perfectsionisme serta control infuse yang buruk. )amun demikian,
manisfestasi fisik anoreksia dapat mengarah pada kemungkinan faktor-faktor organik pada
etiologi.
Belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan anoreksia. Namun para ahli
mengaitkan penyakit ini dengan kombinasi faktor lingkungan, psikologis, dan biologis.
3. Patofisiologi
Anoreksia nervosa adalah gangguan makan yang ditandai dengan penolakan untuk
mempertahankan berat badan dalam batas-batas minimal yang normal dari tinggi badan,
berat badan dan kerangka tubuh. Penurunan berat badan yang berlebih disangkal dan
individu memiliki citra tubuh yang menyimpang meskipun kurus individu merasa gemuk
selain itu mereka memfokuskan pada ukuran dan bentuk bagian tubuh tertentu.
Anoreksia nervosa dipengaruhi oleh semua faktor contohnya biologis, faktor sosial budaya,
faktor keluarga, faktor kognitif dan perilaku dan yang terakhir yaitu faktor dinamik.
a. Faktor biologis
Kelainan fisiologis yang ditemukan pada pasien anorektik sebagian besar merupakan
akibat dari semistarvasi dan perilaku pembersihan daripada penyebab gangguan makan.
Pengecualian dapat meningkatkan kadar serotonin. Bahkan setelah restorasi dan pemulihan
berat badan jangka panjang, anorektika telah meningkatkan kadar cairan serebrospinal
(CSI) 5- asam hidroksiindoleacetic (% -HIAA) metabolik utama serotonin (Kaye et al.,
2005). Gangguan pada sistem serotonin berkontribusi pada kerentanan untuk makan
terbatas. Penghambatan perilaku, dan bias terhadap prediksi kecemasan dan kesalahan,
sedangkan gangguan dalam sistem dopamin berkontribusi pada respons yang berubah
terhadap penghargaan (Kaye et al., 2009). Sayangnya, penggunaan inhibitor reuptake
selectiveserotonin (SSRI), yang mengatur tingkat serotonin pada pasien depresi, belum
seefektif mengobati anoreksia seperti dalam mengobati bulimia.
b. Faktor sosial budaya
Meningkatnya kejadian gangguan makan di abad ke-20 telah diakui sesuai dengan cita-cita
kecantikan yang semakin tidak realistis untuk wanita-hampir merupakan budaya ketipisan.
Gambaran ini mendorong diet, yang merupakan faktor predisposising utama pada
anoreksia nervosa dan bulimia nervosa. Kurangnya persetujuan ditafsirkan disebabkan oleh
ukuran tubuh kurang ideal yang menyebabkan anak perempuan, khususnya, untuk mulai
berdiet.
c. Faktor keluarga
Lingkungan keluarga mungkin juga berperan. Pengekangan emosional, hubungan terjalin,
organisasi kaku dalam keluarga, kontrol ketat perilaku chil oleh orang tua, dan
penghindaran konflik adalah etiologi lainnya. Kebiasaan makan yang aneh dan penekanan
pada penampilan dan berat badan oleh anggota keluarga lainnya.
d. Faktor kognitif dan perilaku
Teori perilaku telah mencatat bahwa perilaku anorektik berkembang dan dipertahankan
sebagai fungsi dari kontinjensi lingkungan. Menolak makanan dan menurunkan berat
badan, misalnya, mungkin diperkuat oleh perhatian positif orang lain. Penggunaan
perawatan perilaku seperti latihan asertif dan restrukturisasi kognitif didasarkan pada
faktor-faktor sognitif semacam itu.
e. Faktor dinamik
Anorexia nervosa sebagai obsesi dengan bobot yang berasal dari rasa takut berada di luar
kendali karena kurangnya diri yang didefinisikan dengan baik. Pasien menggunakan
formasi reaksi untuk mengatur hidup mereka dengan seperangkat peraturan dan peraturan
untuk semua hal yang mereka lakukan. Mereka mengalami sejumlah besar kecemasan jika
peraturan mereka dipecahkan dan berusaha untuk mendapatkan kembali kontrol dengan
memperketat peraturan dan menghukum mereka karena kegagalan mereka. Penyebab
anoreksia nervosa bersifat multifaktorial. Faktor biologis, sosiokultural, keluarga, kognitif,
perilaku, dan psikodinamik semua mungkin berkontribusi terhadap penyakit ini. Faktor
yang berkontribusi terhadap pemeliharaan anoreksia mungkin berbeda dari pada yang
mengarah pada perkembangannya. Saat ini, sebagian besar penelitian berfokus pada faktor-
faktor yang berkontribusi terhadap timbulnya pola makan. Penekanan yang lebih besar
pada faktor-faktor yang berkontribusi terhadap pengembangan dan pemeliharaan perilaku
makan yang tidak teratur dapat menghasilkan pemahaman yang lebih baik tentang kelainan
ini dan pencegahan penyakit yang lebih efektif.
4. Manifestasi Klinis
Pengidap anoreksia nervosa umumnya terlihat sangat kurus dan tidak mau makan,
tetapi hal itu tidak bisa dijadikan sebagai indikasi utama akan seseorang mengidap
anoreksia. Berikut ini beberapa gejala dari anoreksia nervosa, yaitu:
Mudah tersinggung;
Dokter juga dapat menjalankan pemeriksaan fisik, meliputi pengukuran tinggi dan
berat badan, serta mengukur tanda vital pasien, seperti tekanan darah dan detak jantung.
6. Pemeriksaan Penunjang
7. Differential Diagnosis
Achalasia
Lupus
Ensefalomiopati Neurogastrointestinal Mitokondria
Addison
Tumor otak
Simmond
Seliaka
Akalasia
Penyebab Akalasia
Akalasia terjadi ketika saraf pada dinding kerongkongan yang menghubungkan mulut
dengan lambung mengalami kerusakan dan berhenti berfungsi secara normal. Umumnya,
otot bagian bawah kerongkongan (lower esophageal sphincter/LES) akan terbuka secara
otomatis agar makanan dapat masuk ke lambung. Namun pada penderita akalasia, LES
tidak membuka dan menutup secara normal, sehingga makanan menumpuk di bagian
bawah kerongkongan atau naik kembali ke pangkal kerongkongan.
Penyebab utama rusaknya LES belum diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa faktor
yang diduga berpotensi meningkatkan risiko terjadinya akalasia, antara lain:
Gangguan sistem imun. Akalasia diduga disebabkan kesalahan sistem imun yang
menyerang sel saraf kerongkongan, sehingga saraf kerongkongan mengalami
penurunan fungsi.
Faktor keturunan. Akalasia diduga diturunkan dari orang tua yang mengalami
akalasia.
Infeksi virus. Misalnya virus herpes.
Gejala Akalasia
Gejala akalasia muncul secara bertahap. Seiring waktu, fungsi kerongkongan akan
semakin lemah dan muncul beberapa gejala sebagai berikut:
Jika gejala akalasia terus dibiarkan tanpa pengobatan, maka akan meningkatkan risiko
terjadinya kanker esofagus.
Diagnosis Akalasia
Akalasia memiliki gejala yang serupa dengan gejala gangguan pencernaan lainnya.
Sebagai langkah awal, dokter akan memeriksa riwayat kesehatan dan gejala yang
pasien rasakan. Kemudian, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik terutama untuk
melihat fungsi menelan penderita.
Esofagografi. Salah satu jenis tes pencitraan untuk mendapatkan gambar detail
kerongkongan. Pasien akan diminta untuk menelan cairan zat pewarna (kontras) yang
mengandung barium, sehingga kerongkongan dapat terlihat jelas saat foto Rontgen.
Normalnya, diameter kerongkongan terlihat cukup lebar dan barium terlihat lancar
memasuki lambung. Namun, tidak demikian pada penderita akalasia.
Manometri. Tabung plastik kecil dan fleksibel akan dimasukkan ke kerongkongan
melalui hidung. Alat ini akan merekam aktivitas dan kekuatan kontraksi otot, serta
memeriksa tekanan yang muncul di LES.
Endoskopi. Sebuah instrumen fleksibel disertai kamera di bagian ujungnya akan
dimasukkan ke bagian bawah kerongkongan agar dokter dapat memeriksa kondisi
dinding kerongkongan dan lambung.
Pengobatan Akalasia
LUPUS
Penyakit lupus adalah suatu gangguan sistem kekebalan yang terjadi di dalam
tubuh. Penyakit ini termasuk ke dalam penyakit autoimun yang menyebabkan sel-sel tubuh
rusak dan mengalami peradangan.
Lupus adalah penyakit yang dikenal sebagai ‘penyakit 1000 wajah’. Sebutan ini
muncul akibat penyakit kronis ini menimbulkan gejala dan tanda yang hampir mirip
dengan penyakit lainnya. Sehingga, penyakit ini cenderung sulit untuk dideteksi dini.
Berikut adalah beberapa gejala dan tanda yang biasanya dialami oleh odapus, menurut
American College of Rheumatology:
Nyeri sendi
Sendi bengkak
Mulut atau hidung mengalami luka yang tak kunjung sembuh berhari-hari hingga
berbulan-bulan.
Di dalam urin terdapat darah atau bahkan protein (proteinuria)
Terdapat ruam-ruam di berbagai permukaan kulit
Rambut rontok
Demam
Kejang-kejang
Dada sakit dan sulit bernapas akibat peradangan pada paru-paru
Bila Anda mengalami setidaknya 4 gejala dan tanda tersebut, maka sebaiknya segera
periksakan diri ke dokter.
8. Perbedaan
1. Nyeri perut + + +
2. Sakit Tenggorokan + - -
3. Nyeri dada + + -
4 Penurunan BB + - +
5 Rambut Menipis + - +
9. Prognosis
Prognosis untuk anoreksia nervosa bervariasi, berdasarkan pada jenis perawatan, lama
penyakit, dan tingkat keparahan penyakit. Anorexia nervosa memiliki tingkat kematian
tertinggi dari semua penyakit mental. Orang dengan anoreksia nervosa lima kali lebih
mungkin meninggal sebelum waktunya dan 18 kali lebih mungkin meninggal karena bunuh
diri.
Anoreksia nervosa, seperti gangguan makan lainnya, semakin buruk semakin lama tidak
diobati. Semakin cepat gangguan didiagnosis dan diobati, semakin baik hasilnya. Namun,
orang-orang dengan anoreksia nervosa sering tidak akan mengakui bahwa mereka mempunyai
masalah dan mungkin menolak pengobatan atau menolak untuk mengikuti rencana perawatan.
Anoreksia nervosa dapat diobati, memungkinkan orang tersebut untuk kembali ke berat
badan yang sehat. Meskipun pengobatan mungkin dilakukan, risiko kambuh tinggi.
Pemulihan dari anoreksia biasanya membutuhkan perawatan jangka panjang serta
komitmen yang kuat oleh individu. Dukungan anggota keluarga dan orang-orang terkasih
lainnya dapat membantu memastikan bahwa orang tersebut menerima.
10.Penatalaksanaan
3. Penyembuhan total
Beberapa upaya yang dilakukan agar pasien kembali stabil, menghilangkan
kebiasaan dan pikiran-pikiran yang dapat menimbulkan gangguan makan kembali
4. Mengurangi atau menghapuskan perilaku atau pemikiran yang awalnya
mengarah ke makan tidak teratur.
Untuk menyembuhkan anoreksia nervosa diperlukan kesabaran. Hal-hal yang
dapat dilakukan adalah konseling bersama dengan anggota keluarga, serta edukasi
tentang nutrisi, psikoterapi, dan kesehatan. Si penderita sangat membutuhkan
dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekat. Jika ada salah satu anggota keluarga
anda yang menderita kelainan ini, jangan berhenti mendukungnya untuk sembuh.
5. Psikofarmakologi
Beberapa kelas obat-obatan telah diteliti, tetapi sedikit yang menunjukkan
keberhasilan secara klinis. Amitriptilin (Elavil) dan siproheptadin antihistamin dalam
dosis tinggi (sampai 28mg/hari). Dapat meningkatkan penambahan berat badan pasien
rawat inap dengan anoreksia nervosa.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution Wahyuni Sri, Hasibuan Astuti Nelly, Ramadhani Putri. 2017. “Sistem Pakar Diagnosa
Anoreksia Nervosa Menerapkan Metode Case Based Reasoning”. KOMIK Vol. 1 No:1, 52-56.
NICE. Eating disorders: Recognition and treatment. London: National Institute for Health and
Care Excellence; 2017.
Hoek HW. Review of the worldwide epidemiology of eating disorders: Current Opinion in
Psychiatry 2016;29:336–9.