Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan teknologi yang berkembang pesat saat ini juga berimbas pada kemajuan
di bidang medis salah satunya terkait pain management. Proses pembedahan merupakan
proses yang melibatkan penanganan rasa sakit dengan tepat untuk mempermudah akses
pembedahan. Salah satu cara yang bertujuan menghilangkan rasa nyeri saat prosedur
pembedahan yaitu dengan melakukan anestesi. Anestesi merupakan keadaan hilangnya
rasa nyeri ataupun kesadaran yang bersifat sementara yang dihasilkan oleh penekanan
sistem saraf pusat akibat induksi secara farmakologis.
Anestesi yang umum dilakukan dalam dunia kedokteran hewan yaitu anestesi
secara injeksi baik intramuscular maupun intravena. Umumnya teknik anestesi ini
digunakan pada anestesi dengan durasi singkat. Namun, kekurangan dari teknik anestesi
injeksi tidak dapat memprediksi kedalaman anestesi sehingga sulit untuk dikontrol serta
proses recovery pasien juga harus menunggu proses metabolisme agen anestesi.
Prosedur anestesi lain yang dikenal yakni anestesi inhalasi, pada proses anestesi
inhalasi harus menggunakan mesin anestesi sehingga dianggap kurang praktis. Selain itu,
biaya yang dibutuhkan lebih mahal serta dapat menghasilkan tekanan intracranial pada
hewan. Namun anestesi ini memiliki keunggulan yaitu dokter dapat mengontrol stadium
anestesi melalui mesin dengan titrasi dan dosis untuk menghasilkan respon sesuai
keinginan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan praktikum ini, antara lain:
1. Mengetahui cara pemasangan ETT dengan tepat
2. Mengetahui cara melalukan Anestesi Inhalasi pada Hewan
1.3 Manfaat Praktikum
Manfaat yang akan diperoleh yaitu:
1. Mahasiswa mampu memasang ETT dengan tepat
2. Mahasiswa mampu melakukan teknik anestesi inhalasi dengan tepat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anestesi Inhalasi
Anestesi inhalasi adalah teknik pemberian obat yang berupa gas ataupun cairan yang
mudah menguap dan diberikan melalui sistem respirasi pasien. Indeks dari anestesi jenis
ini cukup sempit sehingga mampu menghasilkan efek toksik pada beberapa organ, salah
satunya jantung. Cara kerja obat anestesi jenis ini terhadap jantung yaitu secara langsung
mengubah laju depolarisasi SA node atau dengan menggeser keseimbangan aktivitas saraf
otonom (Fatimah, 2012).
Agen anestesi inhalasi yang umum digunakan pada hewan yakni Isofluran dan
sevofluran. Perbedaan Isofluran dan sevofluran terletak pada durasi obat. Isofluran
tergolong long-acting dibandingkan sevoflura (Shelby & McKune, 2014)
2.2 Komponen Alat Anesthesi Inhalasi
Komponen yang dibutuhkan dalam pelaksanaan anestesi inhalasi diantaranya, pipa
dan tangki oksigen, oksigen flowmeter, vaporizer, rebreathing circuit, CO2 absorbent,
reservoir bag, dan breathing hose. Proses anestesi inhalasi diawali dengan oksigen yang
berasal dari tangki oksigen (1) melewati oxygen flowmeter (2) menuju ke vaporizer (3) dan
membawa agen anestesi inhalasi dengan konsentrasi yang telah ditentukan untuk menuju
ke rebreathing circuit (4) dengan menggunakan CO2 absorbent reservoir bag dan
breathing hose (5) sebelum memasuki ETT (Endotracheal Tube) (6) dan paru – paru (7)
dimana terjadi absorbsi agen ke darah sehingga mencapai otak dan tercipta keadaan
anestesi. Sisa agen anestesi yang tidak terpakai beserta oksigen dan CO 2 dapat dibuang
melalui sistem pernafasan ekspirasi dari breathing hose (selang pernafasan) (8) dan masuk
ke reservoir bag (kantung penyimpanan) (9) Gas yang tersisa dieliminasi melalui tempat
pembuangan (10), sedangkan CO2 dihilangkan dengan CO2 absorbent (Ko, 2013).
2.3 Agen Anestesi Inhalasi
Agen anestesi inhalasi yang masih disarankan digunakan hingga saat ini yaitu,
Isoflurane, Sevofluran dan Desfluran.
2.3.1 Isoflurane
Isoflurane merupakan agen anestesi inhalasi yang paling mudah ditemukan.
Harganya pun relatif lebih murah dibanding sevofluran (Ko, 2013). Sifat – sifat yang
dimiliki oleh isofluran yakni, tidak mengandung bahan pengawet, tidak rusak jika terkena
matahari, memiliki bau yang menyengat, menekan sistem kardiovaskuler (menyebabkan
pengurangan curah jantung dan mampu menginduksi vasodilatasai) serta dalam sistem
respirasi (mengurangi laju respirasi dan volume tidal), kurang aritmogenik dibandingkan
haloten, minimal dimetabolisme <1% dan dapat meringankan beban metabolisme hati.
Isofluran 7-8 kali lebih murah dibanding sevofluran (Ko, 2013).
2.3.2 Sevofluran
Sevofluran memiliki kelarutan gas darah yang lebih rendah dari Isofluran, serta
lebih cepat dalam menghasilkan induksi anestesi, perubahan kedalaman anestesi dan
pemulihan pasca anestesi. Depresi pada ventilasi lebih sedikit dibandingkan isofluran.
Metabilisme dalam hati dan ginjal kurang kuat jika dibandingkan isofluran. Harga lebih
mahal jika dibandingkan dengan Isoflurane (Ko, 2013).
2.3.2 Desflurane
Desflurane memiliki tekanan uap yang sangat tinggi sehingga memerlukan
pengontrol suhu bertekanan khusus yang dapat dikontrol. Sejauh ini desflurane memiliki
efek anestesi paling kuat dibanding yang lainnya, serta memiliki efek kardiovaskuler yang
mirip dengan isoflurane (Ko, 2013).
2.4 Stadiun Anestesi
Stadium anestesi terbagi menjadi 4 stadium, terdiri dari:
I. Stadium I (Analgesia)
Stadium analgesia dimulai sejak saat pemberian anestetik sampai hilangnya
kesadaran. Pada stadium ini pasien tidak lagi merasakan nyeri (analgesia),
tetapi masih tetap sadar dan dapat mengikuti perintah. Pada
stadium ini dapat dilakukan tindakan pembedahan ringan.
II. Stadium II (Eksitasi)
Stadium ini dimulai sejak hilangnya kesadaran sampai munculnya
pernapasan yang teratur yang merupakan tanda dimulainya stadium
pembedahan. Pada stadium ini pasien tampak mengalami delirium dan
eksitasi dengan gerakan-gerakan diluar kehendak. Pernapasan tidak teratur
baik iramanya maupun amplitudonya, kadan-kadang cepat, pelan atau
berhenti sebentar, kadang-kadang apnea dan hiperapnea, tonus otot rangka
meninggi, bola mata masih bergerak, pupil melebar, pasien meronta-ronta,
kadang sampai mengalami inkontinesia, dan muntah. Hal ini terjadi karena
hambatan pada pusat inhibisi. Pada stadium ini dapat terjadi kematian,
maka stadium ini harus diusahakan cepat dilalui
III. Stadium III (Pembedahan)
Stadium III dimulai dengan timbulnya kembali pernapasan yang teratur dan
berlangsung sampai pernapasan spontan hilang. Ciri umum dari tahap III ini
ialah:
1.Napas jadi teratur
2.Reflek bulu mata negatif
3.Otot-otot jadi lemas
Keempat tingkat dalam stadium pembedahan ini dibedakan dari perubahan
pada gerakan bola mata, refleks bulu mata dan konjungtiva, tonus otot, dan
lebar pupil yang menggambarkan semakin dalamnya pembiusan.
1.Plane I
Pernapasan teratur, spontan, dan seimbang, antara pernapasan dada dan
perut, gerakan bola mata terjadi diluar kehendak, miosis, sedangkan tonus
otot rangka masih ada.
2.Plane II
Pernapasan teratur tetapi frekuensinya lebih kecil, bola mata tidak bergerak,
pupil mata melebar, otot rangka mulai melemas, dan refleks laring hilang
sehingga pada tingkat ini dapat dilakukan inkubasi.
3.Plane III
Pernapasan perut lebih nyata daripada pernapasan dada karena otot
interkostal mulai lumpuh, relaksasi otot rangka sempurna, pupil lebih lebar
tetapi belum maksimal.
4.Plane IV
Pernapasan perut sempurna karena otot interkostal lumpuh total, tekanan
darah mulai menurun, pupil sangat lebar dan refleks cahaya hilang.
Pembiusan hendaknya jangan sampai ke tingkat IV ini karena pasien akan
mudah sekali masuk ke dalam stadium IV yaitu ketika pernapasan spontan
melemah. Untuk mencegah ini, harus diperhatikan benar sifat dan dalamnya
pernapasan, lebar pupil dibandingkan dengan keadaan normal, dan
turunnya tekanan darah.
IV. Stadium IV
Stadium IV dimulai dengan melemahnya pernapasan perut dibandingkan
stadium III plane IV, tekanan darah tidak dapat diukur karena pembuluh
darah kolaps, jantung berhenti berdenyut, pupil melebar hampir maximum,
reflek cahaya negatif. Keadaan ini dapat segera disusul kematian,
kelumpuhan napas disini tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan, bila
tidak didukung oleh alat bantu napas dan sirkulasi. Selain dari kesadaran,
relaksasi otot, dan tanda-tanda di atas, ahli anestesia menilai dalam
anestesinya dari respons terhadap rangsangan nyeri yang ringan sampai
yang kuat. Rangsangan yang kuat terjadi sewaktu pemotongan kulit,
manipulasi peritonium, kornea, mukosa uretra terutama bila ada
peradangan. Nyeri sedang terasa ketika terjadi manipulasi pada fasia, otot
dan jaringan lemak, sedangkan nyeri ringan terasa ketika terjadi
pemotongan dan penjahitan usus, atau pemotongan jaringan otak
(Ratnasari, 2016)
BAB III
METODOLOGI
3.1 Metode Anestesi Inhalasi

3.2 Metode Intubasi ETT


BAB IV
HASIL
IV.1 Tabel Monitoring
Parameter Pre- 0’ 5’ 10’ 15’ 20’ 25’ 30’ 35’ 40
Anestes
i
Respirasi 64 60 40 56 28 24 36 36
(x/menit)
Denyut 88 140 52 64 108 68 112 68
Jantung
(x/menit)
Temperatur 38.7 38.7 38.8 38.1 38.2 38.3 38 38.5
ºC
Konjungtiv norma norma Norma Norma Norma Norma Norma Norma
a Mata l l l l l l l l
Mukosa pucat pucat pucat pucat pucat pucat pucat pucat
Gusi
CRT (detik) <2 <2 <2 >2 dtk >2 dtk >2 dtk >2 dtk >2 dtk
Turgor <2 <2 <2 <2 <2 <2 <2 <2
(detik)
Vomit √ X X X X X X X
Urinasi X X X X X √ X √
Defekasi X X X X X X X X
Parameter 45’ 50’ 55’ 60’

Respirasi 28 28 32 40
(x/menit)
Denyut 68 92 104 100
Jantung
(x/menit)
Temperatur 38 37.9 37.9 38.8
ºC
Konjungtiv Norma norma norma Norma
a Mata l l l l
Mukosa pucat pucat pucat pucat
Gusi
CRT (detik) >2 dtk 2dtk <2 <2
Turgor <2 <2 <2 <2
(detik)
Vomit X X X X
Urinasi √ X √ X
Defekasi X X X X
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Analisa Hasil
Teknik anestesi inhalasi adalah teknik yang menggunakan gas volatile sebagai agen
utama untuk melakukan anestesi umum. Efek anestesi inhalasi yaitu mampu mengurangi
cardiac output dan menyebabkan hipotensi. Anestesi volatile meningkatkan GABAA
(Gamma-aminobutyric acid) dan saluran klorida inhibisi glycine yang dihasilkan dari aplikasi
GABA atau glycine. Aksi ini akan menurunkan eksitasi dari saraf dan bisa memberikan
kontribusi terhadap aksi depresi dari anestesi. Isofluran merupakan halogenasi eter dan secara
kimia sangat mirip dengan metoksifluran dan sevofluran. Rentang keamanan isofluran lebih
lebar dibandingkan halotan dan metoksifluran, sehingga sangat umum digunakan pada hewan
terutama anjing dan kuda walaupun dengan harga yang lebih mahal. Penggunaaan isofluran
pada dosis anestesi atau subanestesi menurunkan metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi
akan meningkatkan aliran darah di otak dan tekanan intrakranial, sehingga menjadi pilihan
pada pembedahan otak. Pengaruh terhadap jantung dan curah jantung (cardiac output) sangat
minimal, sehingga dapat digunakan pada pasien dengan kelainan jantung(Miller, 2014) .
5.2 Analisa Prosedur ETT
Sebelum dilakukan pemasangan ETT, harus dilakukan pemilihan ukuran ET Tube yang
sesuai. Penentuan ukuran ini dapat dilakukan dengan palpasi trakea menggunakan ibu jari
dan telunjuk pada sisi lateral untuk mengukur lebar ET Tube, kucing biasanya menggunakan
ET Tube dengan diameter 3.5- 5.5mm. Prosedur pemasangan ETT dimulai dengan pemberian
gel lubrikan pada tube dan dibantu laringoskop untuk diarahkan ke trachea (Robertson et al.,
2018).
ETT harus masuk kedalam thorax inlet, anestesi topikal (lidokain tanpa epineprin)
dapat diberikan untuk menghindari terjadinya kerusakan mukosa, kapas dapat digunakan
untuk membersihkan area mukosa. Jika ET Tube terlalu panjang maka dapat dipotong sesuai
batas yang diinginkan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya dead space (Robertson et
al., 2018).
5.3 Analisa Prosedur Anestesi Inhalasi
Sebelum dilakukan anesthesi, pasien diberikan premedikasi untuk mengurangi dosis
anestesi. Tekanan anestesi ditentukan oleh presentase vaporizer, laju aliran oksigen, total
volume udara, pernafasan pasien. Semakin tinggi tekanan di vaporizer semakin tinggi laju
oksigen. Proses anestesi inhalasi dimulai dari Oksigen yang dialirkan melalui tangki oksigen
menuju flowmeter, dan masuk ke vaporizer isoflurane. Vaporizer membawa uap yang berisi
isofluran menuju rebreathing circuit dengan CO2 absorbent sebelum memasuki ETT dan
paru – paru dimana uap diserap oleh darah hingga mencapai otak. Sisa isoflurane yang tidak
terpakai dikembalikan ke expiratory limb dan masuk ke reservoir bag (Ko, 2013).
5.4 Gambar alat yang digunakan

Proses injeksi premedikasi Pengecekan tanda – tanda vital


Pemberian antibiotik topikal Proses pemasangan ETT

Peralatan anestesi inhalasi Pengecekan TTVmelalui ECG

Ambu bag Proses pemasangan peralatan


anestesi inhalasi
5.5 Monitoring pasien
Hal – hal yang harus diperhatikan saat monitoring pasien antara lain: Suhu udara,
pulsus, frekuensi respirasi, turgor kulit dan CRT.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Anestesi inhalasi adalah teknik pemberian obat yang berupa gas ataupun cairan
yang mudah menguap dan diberikan melalui sistem respirasi pasien. Indeks dari anestesi
jenis ini cukup sempit sehingga mampu menghasilkan efek toksik pada beberapa organ,
salah satunya jantung. Agen anestesi inhalasi yang masih disarankan digunakan hingga
saat ini yaitu, Isoflurane, Sevofluran dan Desfluran.
Anestesi Inhalasi memiliki keunggulan yaitu dokter dapat mengontrol stadium
anestesi melalui mesin dengan titrasi dan dosis untuk menghasilkan respon sesuai
keinginan.
6.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya praktikan lebih tanggap dan cekatan.
DAFTAR PUSTAKA
Fatimah, A. N. (2012). Efek Anestesi Inhalasi Sevofluran dan Isofluran Terhadap Frekuensi
Nadi (Vol. 7). Universitas Sebelas Maret.
Ko, J. (2013). A Color Handbook Small Animal Anesthesia And Pain Management.
https://doi.org/10.1053/j.scrs.2010.05.008
Miller, R. D. (2014). Miller’s Anesthesia. In Miller’s Anesthesia (8th ed.). Philadelphia:
Elsevier Inc.
Ratnasari, D. D. (2016). Studi Penggunaan Propofol Kombinasi pada Induksi Anestesi.
Universitas Airlangga.
Robertson, S. A., Gogolski, S. M., Pascoe, P., Shafford, H. L., Sager, J., & Griffenhagen, G.
M. (2018). AAFP Feline Anesthesia Guidelines. Journal of Feline Medicine and
Surgery, 20(7), 602–634. https://doi.org/10.1177/1098612X18781391
Shelby, A. M., & McKune, C. M. (2014). Small Animal Anesthesia Techniques (Vol. 66). UK:
Wiley-Blackwell.

Anda mungkin juga menyukai