Torch by II
Torch by II
PengertianTORCH
TORCH adalah sebuah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis
penyakit infeksi yang menyebabkan kelainan bawaan, yaitu Toxoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis penyakit infeksi ini sama-sama berbahaya bagi
janin bila infeksi diderita oleh ibu hamil.
Prinsip dari pemeriksaan ini adalah deteksi adanya zat anti (antibodi) yang spesifik
taerhadap kuman penyebab infeksi tersebut sebagai respon tubuh terhadap adanya benda asing
(kuman. Antibodi yang terburuk dapat berupa Imunoglobulin M (IgM) dan Imunoglobulin G
(IgG).
Penyakit TORCH ini dikenal karena menyebabkan kelainan dan berbagai keluhan yang
bisa menyerang siapa saja, mulai anak-anak sampai orang dewasa, baik pria maupun wanita.
Bagi ibu yang terinfeksi saat hamil dapat menyebabkan kelainan pertumbuhan pada bayinya,
yaitu cacat fisik dan mental yang beraneka ragam.
a. Toxoplasma
Toxoplasmosis penyakit zoonosis yaitu penyakit pada hewan yang dapat ditularkan
ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh sporozoa yang dikenal dengan nama
Toxoplasma gondii. Toxoplasma gondii yaitu suatu parasit intraselluler yang menginfeksi
pada manusia dan hewan. Tboxoplasma gondii termasuk spesies dari kelas sporozoa
(Cocidia), pertama kali ditemukan pada binatang pengerat Ctenodactylus gundi di Afrika
Utara (Tunisia) oleh Nicolle dan Manceaux tahun 1908. Tahun 1928 Toxoplasma gondii
ditemukan pada manusia pertama kali oleh Castellani
b. Rubella
Penyakit ini disebabkan oleh virus Rubella yang termasuk famili Togaviridae dan
genus Rubivirus, infeksi virus ini terjadi karena adanya kontak dengan sekret orang yang
terinfeksi; pada wanita hamil penularan ke janin secara intrauterin. Masa inkubasinya
rata-rata 16-18 hari. Periode prodromal dapattanpa gejala (asimtomatis), dapat juga badan
terasa lemah,demam ringan, nyeri kepala, dan iritasi konjungtiva. Penyakit ini agak
berbeda dari toksoplasmosis karena rubela hanya mengancam janin.
Penyakit yang juga disebabkan oleh virus yang menimbulkan demam ringan
dengan ruam yang menyebar dan kadang-kadang mirip dengan campak. Rubella menjadi
penting karena penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan pada janin. Sindroma rubella
congenital terjadi pada 90% bayi yang dilahirkan oleh wanita yang terinfeksi rubella
selama trimester pertama kehamilan, resiko kecacatan ini menurun hinggga kira-kira 10-
20% pada minggu ke 16 dan lebih jarang terjadi bila ibu terkena infeksi pada usia
kehamilan 20 minggu.
c. Cyto Megalo Virus (CMV)
Penyakit ini disebabkan oleh Human cytomegalovirus, subfamili betaherpesvirus,
famili herpesviridae. Penularannya lewat paparan jaringan, sekresi maupun ekskresi
tubuh yangterinfeksi (urine, ludah, air susu ibu, cairan vagina, dan lainlain). Masa
inkubasi penyakit ini antara 3-8 minggu. Pada kehamilan infeksi pada janin terjadi secara
intrauterin. Pada bayi, infeksi yang didapat saat kelahiran akan menampakkan gejalanya
pada minggu ke tiga hingga ke dua belas; jika didapat pada masa perinatal akan
mengakibatkan gejala yang berat.
Infeksi virus ini dapat ditemukan secara luas di masyarakat; sebagian besar wanita
telah terinfeksi virus ini selama masa anak-anak dan tidak mengakibatkan gejala yang
berarti. Tetapi bila seorang wanita baru terinfeksi pada masa kehamilan maka infeksi
primer ini akan menyebabkan manifestasi gejala klinik infeksi janin bawaan sebagai
berikut: hepatosplenomegali, ikterus, petekie, meningoensefalitis, khorioretinitis dan
optic atrophy, mikrosefali, letargia, kejang, hepatitis dan jaundice, infiltrasi pulmonal
dengan berbagai tingkatan, dan kalsifikasi intrakranial. Jika bayi dapat bertahan hidup
akan disertai retardasi psikomotor maupun kehilangan pendengaran..
d. Herpes Simplek
Penyakit ini disebabkan infeksi Herpes simplex virus (HSV); ada 2 tipe HSV yaitu
tipe 1 dan 2. Tipe 1 biasanya mempunyai gejala ringan dan hanya terjadi pada bayi karena
adanya kontak dengan lesi genital yang infektif; sedangkan HSV tipe 2 merupakan herpes
genitalis yang menular lewat hubungan seksual. HSV tipe 1 dan 2 dapat dibedakan secara
imunologi. Masa inkubasi antara 2 hingga 12 hari.
Infeksi herpes superfisial biasanya mudah dikenali misalnya pada kulit dan
membran mukosa juga pada mata.
Penyakit infeksi virus yang ditandai dengan lesi primer terlokalisir, laten dan
adanya kecenderungan untuk kambuh kembali. Ada 2 jenis virus yaitu virus herpes
simpleks (HSV) tipe 1 dan 2 pada umumnya menimbulkan gejala klinis yang berbeda,
tergantung pada jalan masuknya. Dapat menyerang alat-alat genital atau mukosa mulut.
B. Penyebab TORCH
Penyebab utama dari virus dan parasit TORCH (Toxoplasma, Rubella, CMV, dan Herpes)
adalah hewan yang ada di sekitar kita, seperti ayam, kucing, burung, tikus, merpati, kambing,
sapi, anjing, babi dan lainnya. Meskipun tidak secara langsung sebagai penyebab
terjangkitnya penyakit yang berasal dari virus ini adalah hewan, namun juga bisa disebabkan
oleh karena perantara (tidak langsung) seperti memakan sayuran, daging setengah matang dan
lainnya.
a. Toxoplasma Gondii
Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondi.
Pada umumnya infeksi Toxoplasma terjadi tanpa disertai gejala yang spesifik. Kira-kira
hanya 10-20% kasus infeksi Toxoplasma yang disertai gejala ringan, mirip gejala
influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise, demam, dan umumnya tidak menimbulkan
masalah.
b. Rubella
Infeksi Rubella ditandai dengan demam akut, ruam pada kulit dan pembesaran
kelenjar getah bening. Infeksi ini disebabkan oleh virus Rubella, dapat menyerang anak-
anak dan dewasa muda.
c. Cyto Megalo Virus (CMV)
Infeksi CMV disebabkan oleh virus Cytomegalo, dan virus ini temasuk golongan
virus keluarga Herpes. Seperti halnya keluarga herpes lainnya, virus CMV dapat tinggal
secara laten dalam tubuh dan CMV merupakan salah satu penyebab infeksi yang
berbahaya bagi janin bila infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi terjadi saat ibu
sedang hamil.
d. Herpes Simplek
Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks
tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten, menjalar melalui serabut
syaraf sensorik dan berdiam diganglion sistem syaraf otonom.
C. Etiologi TORCH
a. Toxoplasma Gondii
Infeksi Toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau pada orang
dengan sistem kekebalan tubuh terganggu (misalnya penderita AIDS, pasien transpalasi
organ yang mendapatkan obat penekan respon imun).
Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus
spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis
bawaan. pada Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya
kelinan mata dan telinga, retardasi mental, kejang-kejang dn ensefalitis.
b. Rubella
Infeksi Rubella berbahaya bila tejadi pada wanita hamil muda, karena dapat
menyebabkan kelainan pada bayinya. Jika infeksi terjadi pada bulan pertama kehamilan
maka risiko terjadinya kelainan adalah 50%, sedangkan jika infeksi tejadi trimester
pertama maka risikonya menjadi 25% (menurut America College of Obstatrician and
Gynecologists, 1981).
c. Cyto Megalo Virus (CMV)
Jika ibu hamil terinfeksi. maka janin yang dikandung mempunyai risiko tertular
sehingga mengalami gangguan misalnya pembesaran hati, kuning, pekapuran otak,
ketulian, retardasi mental, dan lain-lain.
d. Herpes Simplek
Infeksi TORCH yang terjadi pada ibu hamil dapt membahayakan janin yang
dikandungnya. Pada infeksi TORCH, gejala klinis yang ada searing sulit dibedakan dari
penyakit lain karena gejalanya tidak spesifik. Walaupun ada yang memberi gejala ini
tidak muncul sehingga menyulitkan dokter untuk melakukan diagnosis. Oleh karena itu,
pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan untuk membantu mengetahui infeksi
TORCH agar dokter dapat memberikan penanganan atau terapi yang tepat.
E. Patofisiologi TORCH
a. Toxoplasma
Toxoplasma gondii adalah parasit protozoa yang merupakan salah satu penyebab
kelainan kongenital yang cukup dominan dibandingkan penyebab lainnya yang tergolong
dalam TORCH. Hospes primernya adalah kucing. Kucing ini telah mempunyai imunitas,
tetapi pada saat reinfeksi mereka dapat menyebarkan kembali sejumlah kecil ookista.
Ookista ini dapat menginfeksi manusia dengan cara memakan daging, buah-buahan, atau
sayuran yang terkontaminasi atau karena kontak dengan faeces kucing. Dalam sel–sel
jaringan tubuh manusia, akan terjadi proliferasi trophozoit sehingga sel–sel tersebut akan
membesar. Trophozoit akan berkembang dan terbentuk satu kista dalam sel, yang di
dalamnya terdapat merozoit. Kista biasanya didapatkan di jaringan otak, retina, hati, dan
lain-lain yang dapat menyebabkan kelainan pada organ-organ tersebut, seperti
microcephali, cerebral kalsifikasi, chorioretinitis, dll. Kista toksoplasma ditemukan
dalam daging babi atau daging kambing. Sementara itu, sangat jarang pada daging sapi
atau daging ayam. Kista toksoplasma yang berada dalam daging dapat dihancurkan
dengan pembekuan atau dimasak sampai dagingnya berubah warna. Buah atau sayuran
yang tidak dicuci juga dapat menstranmisikan parasit yang dapat dihancurkan dengan
pembekuan atau pendidihan. Infeksi T.gondii biasanya tanpa gejala dan berlalu begitu
saja. Setelah masa inkubasi selama lebih kurang 9 hari, muncul gejala flu seperti lelah,
sakit kepala, dan demam yang dapat muncul hampir bersamaan dengan limpadenopati,
terutama di daerah serviks posterior.
b. Rubella
Kematian pada post natal rubella biasanya disebabkan oleh enchepalitis. Pada
infeksi awal, virus akan masuk melalui traktus respiratorius yang kemudian akan
menyebar ke kelenjar limfe sekitar dan mengalami multiplikasi serta mengawali
terjadinya viremia dalam waktu 7 hari. Janin dapat terinfeksi selama terjadinya viremia
maternal. Saat ini, telah diketahui bahwa infeksi plasenta terjadi pada 80% kasus dan
risiko kerusakan jantung, mata, atau telinga janin sangat tinggi pada trisemester pertama.
Jika infeksi maternal terjadi sebelum usia kehamilan 12 minggu, 60% bayi akan
terinfeksi. Kemudian, risiko akan menurun menjadi 17% pada minggu ke-14 dan
selanjutnya menjadi 6% setelah usia kehamilan 20 minggu. Akan tetapi, plasenta biasanya
terinfeksi dan virus dapat menjadi laten pada bayi yang terinfeksi kongenital selama
bertahun-tahun.
c. Cytomegalovirus (CMV)
Penyakit yang disebabkan oleh Cytomegalovirus dapat terjadi secara kongenital
saat bayi atau infeksi pada usia anak. Kadang-kadang, CMV juga dapat menyebabkan
infeksi primer pada dewasa, tetapi sebagian besar infeksi pada usia dewasa disebabkan
reaktivasi virus yang telah didapat sebelumnya. Infeksi kongenital biasanya disebabkan
oleh reaktivasi CMV selama kehamilan. Di negara berkembang, jarang terjadi infeksi
primer selama kehamilan, karena sebagian besar orang telah terinfeksi dengan virus ini
sebelumnya. Bila infeksi primer terjadi pada ibu, maka bayi akan dapat lahir dengan
kerusakan otak, ikterus dengan pembesaran hepar dan lien, trombositopenia, serta dapat
menyebabkan retardasi mental. Bayi juga dapat terinfeksi selama proses kelahiran karena
terdapatnya CMV yang banyak dalam serviks. Penderita dengan infeksi CMV aktif dapat
mengekskresikan virus dalam urin, sekret traktus respiratorius, saliva, semen, dan serviks.
Virus juga didapatkan pada leukosit dan dapat menular melalui tranfusi.
d. Herpes Simpleks (HSV)
HSV merupakan virus DNA yang dapat diklasifikasikan ke dalam HSV 1 dan 2.
HSV 1 biasanya menyebabkan lesi di wajah, bibir, dan mata, sedangkan HSV 2 dapat
menyebabkan lesi genital. Virus ditransmisikan dengan cara berhubungan seksual atau
kontak fisik lainnya. Melalui inokulasi pada kulit dan membran mukosa, HSV akan
mengadakan replikasi pada sel epitel, dengan waktu inkubasi 4 sampai 6 hari. Replikasi
akan berlangsung terus sehingga sel akan menjadi lisis serta terjadi inflamasi lokal.
Selanjutnya, akan terjadi viremia di mana virus akan menyebar ke saraf sensoris perifer.
Di sini virus akan mengadakan replikasi yang diikuti penyebarannya ke daerah mukosa
dan kulit yang lain2,4,9,10.
Dalam tahun-tahun terakhir ini, herpes genital telah mengalami peningkatan. Akan tetapi,
untungnya herpes neonatal agak jarang terjadi, bervariasi dari 1 dalam 2.000 sampai 1
dalam 60.000 bayi baru lahir. Tranmisi terjadi dari kontak langsung dengan HSV pada
saat melahirkan. Risiko infeksi perinatal adalah 35--40% jika ibu yang melahirkan
terinfeksi herpes genital primer pada akhir kehamilannya.
I. Pengobatan TORCH
Adanya infeksi-infeksi ini dapat dideteksi dari pemeriksaan darah. Biasanya ada 2
petanda yang diperiksa untuk tiap infeksi yaitu Imunoglobulin G (IgG) dan Imunoglobulin M
(IgM). Normalnya keduanya negatif.
Jika IgG positif dan IgMnya negatif,artinya infeksi terjadi dimasa lampau dan tubuh
sudah membentuk antibodi. Pada keadaan ini tidak perlu diobati. Namun, jika IgG negatif dan
Ig M positif, artinya infeksi baru terjadi dan harus diobati. Selama pengobatan tidak
dianjurkan untuk hamil karena ada kemungkinan infeksi ditularkan ke janin. Kehamilan
ditunda sampai 1 bulan setelah pengobatan selesai (umumnya pengobatan memerlukan waktu
1 bulan). Jika IgG positif dan IgM juga positif,maka perlu pemeriksaan lanjutan yaitu IgG
Aviditas. Jika hasilnya tinggi,maka tidak perlu pengobatan, namun jika hasilnya rendah maka
perlu pengobatan seperti di atas dan tunda kehamilan. Pada infeksi Toksoplasma,jika dalam
pengobatan terjadi kehamilan, teruskan kehamilan dan lanjutkan terapi sampai
melahirkan.Untuk Rubella dan CMV, jika terjadi kehamilan saat terapi, pertimbangkan untuk
menghentikan kehamilan dengan konsultasi kondisi kehamilan bersama dokter kandungan
anda.
Pengobatan TORCH secara medis diyakini bisa dengan menggunakan obat-obatan
seperti isoprinocin, repomicine, valtrex, spiromicine, spiradan, acyclovir, azithromisin,
klindamisin, alancicovir, dan lainnya. Namun tentu pengobatannya membutuhkan biaya yang
sangat mahal dan waktu yang cukup lama. Selain itu, terdapat pula cara pengobatan alternatif
yang mampu menyembuhkan penyakit TORCH ini, dengan tingkat kesembuhan mencapai 90
%.
Pengobatan TORCH secara medis pada wanita hamil dengan obat spiramisin
(spiromicine), azithromisin dan klindamisin misalnya bertujuan untuk menurunkan dampak
(resiko) infeksi yang timbul pada janin. Namun sayangnya obat-obatan tersebut seringkali
menimbulkan efek mual, muntah dan nyeri perut. Sehingga perlu disiasati dengan meminum
obat-obatan tersebut sesudah atau pada waktu makan.
Berkaitan dengan pengobatan TORCH ini (terutama pengobatan TORCH untuk menunjang
kehamilan), menurut medis apabila IgG nya saja yang positif sementara IgM negative, maka
tidak perlu diobati. Sebaliknya apabila IgM nya positif (IgG bisa positif atau negative), maka
pasien baru perlu mendapatkan pengobatan.
J. Diagnosa TORCH
Proses diagnosa medis merupakan langkah pertama untuk menangani suatu penyakit.
Tetapi diagnosa berdasarkan pengamatan gejala klinis sering sukar dilaksanakan, maka
dilakukan diagnosa laboratorik dengan memeriksa serum darah, untuk mengukur titer-titer
antibodi IgM atau IgG-nya.
Penderita TORCH kadang tidak menunjukkan gejala klinis yang spesifik, bahkan bisa
jadi sama sekali tidak merasakan sakit. Secara umum keluhan yang dirasakan adalah mudah
pingsan, pusing, vertigo, migran, penglihatan kabur, pendengaran terganggu, radang
tenggorokan, radang sendi, nyeri lambung, lemah lesu, kesemutan, sulit tidur, epilepsi, dan
keluhan lainnya.
Untuk kasus kehamilan: sulit hamil, keguguran, organ tubuh bayi tidak lengkap, cacat
fisik maupun mental, autis, keterlambatan tumbuh kembang anak, dan ketidaksempurnaan
lainnya.
Namun begitu, gejala diatas tentu belum membuktikan adanya penyakit TORCH
sebelum dibuktikan dengan uji laboratorik.
K. Pemeriksaan TORCH
1. Cara Pemeriksaannya
a. Toxoplasma
Tes ini mempergunakan antigen Toxoplasma yang diletakkan pada penyangga
padat, mula-mula di inkubasi dengan serum penderita kemudian dengan antibodi
berlabel enzim. Kadar antibodi dalam serum penderita sebanding dengan intertitas
warna yang timbul setelah ikatan antigen antibodi dicampur dengan substrat. Uji
aviditas pada ELISA bermanfaat untuk determinasi prediktif kapan seseorang atau
individu tersebut diperkirakan terinfeksi Aviditas ELISA juga dapat digunakan untuk
menentukan status infeksi serta kekuatan ikatan intrinsik antara antibodi dengan
antigen. Apabila ikatan intrinsiknya lemah maka daya proteksinya juga lemah
meskipun titernya cukup tinggi. Sebaliknya apabila ikatan intrinsik antigen-
antibodinya cukup tinggi maka daya proteksinya cukup baik meskipun titernya tidak
terlalu tinggi.
Cara Kerja
a) Lokasi Pengambilan Sampel
Vena mediana cubiti ( dewasa )
Vena jugularis superficialis ( bayi )
b) Cara kerja pengambilan sampel :
1. Bersihkan daerah vena mediana cubiti dengan alcohol 70% dan biarkan
menjadi kering kembali
2. Pasang ikatan pembendung/torniquit diatas fossa cubiti.
3. Mintakan pasien yang akan diambil darahnya untuk mengepal dan
membuka tangannya beberapa kali agar vena jelas terlihat.
Pembendungan vena tidak boleh terlalu kuat.
4. Tegangkan kulit diatas vena dengan jari tangan kiri agar vena tidak
bergerak.
5. Tusuk kulit diatas vena dengan jarum/nald dengan tangan kanan
sampai menembus lumen vena.
6. Lepaskan pembendungan dan ambillah darah sesuai yang dibutuhkan.
7. Taruh kapas diatas jarum/nald dan cabut perlahan.
8. Mintakan agar pasien menekan bekas tusukan dengan kapas tadi.
9. Alirkan darah dari syringe kedalam tabung melaluji dinding tabung.
10. Berikan label berisi tanggal pemeriksaan,nama pasien dan jenis
specimen.
11. Sampel dapat di simpan pada suhu 2 - 8 ° C bertahan sampai 7 hari atau
dibekukan sampai 6 bulan.
12. Hindari pembekuan berulang jika untuk pemeriksaan.
c) Cara kerja Toxolisa IgG dan IgM
1. Siapkan pengenceran 1:40 test sampel, negatif control, positif
control dan calibrator dengan jalan menambahkan masing-masing 5 ul
bahan dengan 100 ul sampel diluents, goyang hingga homagen.
2. Ambil 100 ul masing-masing hasil pengenceran, masukkan ke dalam
wells goyang agar tercampur rata, inkubasi selama 30 menit pada suhu
37oC.
Cuci 4× dengan diluents Wash Buffer (1×) dilanjutkan cuci 1× dengan
aquabidest Wash buffer (1×) = encerkan volume Wash Buffer (20×)
dengan 19 volume aquabidest contoh : larutkan 50ml Wash Buffer
(20×) kedalam aquabidest untuk membuat 1000ml Wash Buffer (1×).
3. Masukan 100 ul Enzyme Conjugate ke masing-masing well, inkubasi
30 menit pada suhu 37oC.
4. Cuci 4× dengan diluents Wash Buffer (1×) dilanjutkan cuci dengan
aquabidest.
5. Masukan 100 ul TMB ke masing-masing well, goyang hingga merata.
6. Inkubasi 15 menit pada suhu 37oC.
7. Tambahkan 100 ul Stop Solution (1N HCl) ke masing-masing well.
8. Goyang 30 detik agar merata.
9. Baca pada Elisa Reader dengan λ 450nm.
b. Rubella
Dengan tes ELISA, HAI,Pasif HAatau tes LA, atau dengan adanya IgM spesifik
rubella yang mengindikasikan infeksi rubella telah terjadi.
Pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan meliputi pemeriksaan Anti-Rubella
IgG dana IgM. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya kekebalan pada saat sebelum hamil. Jika ternyata belum memiliki kekebalan,
dianjurkan untuk divaksinasi. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dan IgM terutama
sangat berguna untuk diagnosis infeksi akut pada kehamilan < 18 minggu dan risiko
infeksi rubella bawaan.
c. Cyto Megalo Virus
Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk mengetahui infeksi akut atau
infeski berulang, dimana infeksi akut mempunyai risiko yang lebih tinggi.
Pemeriksaan laboratorium yang silakukan meliputi Anti CMV IgG dan IgM, serta
Aviditas Anti-CMV IgG.
d. Herpes Simpleks
Pemeriksaan laboratorium, yaitu Anti-HSV II IgG dan Igm sangat penting untuk
mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan terjadinya infeksi oleh HSV II dan
mencaegah bahaya lebih lanjut pada bayi bila infeksi terjadi pada saat kehamilan
2. Dan cara untuk membaca hasilnya adalah sebagai berikut :
a. Periksalah serum untuk mencari ada tidaknya IgG spesifik untuk parasit/virus
TORCH. Bila hasilnya Negatif, berarti Anda tidak pernah terinfeksi TORCH. Bila
Positif, berarti pernah terinfeksi. Note: [periksa Anti-Toxoplasma IgG, Anti-Rubella
IgG, Anti-CMV IgG, Anti-HSV2 IgG]. Tes IgG itu untuk meriksa apakah pada masa
lalu si pasien pernah kena infeksi.
b. Bila IgG Positif, maka untuk menentukan kapan infeksi tersebut, Anda harus
melakukan pemeriksaan serum untuk mencari ada tidaknya IgM parasit/virus
TORCH. Tes IgM ini fungsinya untuk memeriksa apakah saat ini si pasien terinfeksi
TORCH.
c. Bila IgG Positif dan IgM Negatif : Anda telah terinfeksi lebih dari setahun yang lalu.
Saat ini anda mungkin telah mengembangkan kekebalan terhadap parasit itu. Anda
tidak perlu khawatir untuk hamil.
d. Bila IgG Positif dan IgM juga Positif: Anda tengah mengalami infeksi dalam 2 tahun
terakhir, [mungkin pula ada false pada hasil IgM]. Anda harus catat berapa angka
IgM tersebut.
e. Selanjutnya Anda harus melakukan lagi pemeriksaan IgM [kalau perlu sekalian IgG]
setelah 2 minggu dari pemeriksaan pertama.
f. Bila IgM tetap Positif atau malah naik angkanya, berarti anda sedang terinfeksi
TORCH. Sebaiknya anda sembuhkan dulu infeksi ini baru kemudian mulai hamil.
f. Siapa & kapan perlu melakukan pemeriksaan TORCH yaitu
Wanita yang akan hamil atau merencanakan segera hamil
Wanita yang baru/sedang hamil bila hasil sebelumnya negatif atau belum
diperiksa, idealnya dipantau setiap 3 bulan sekali
Bayi baru lahir yang ibunya terinfeksi pada saat hamil