Anda di halaman 1dari 22

HUKUM MILITER

1. Pihak-pihak dalam peradialn militer

a. Oditur : adalah pejabat yang diberi wewenang untuk bertindak sebagai penuntut umum,

sebagai pelaksana putusan atau penetapan Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer

atau Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dalam perkara pidana, dan sebagai

penyidik sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini.Atasan yang berhak menghukum :

atasan langsung yang mempunyai wewenang untuk menjatuhkan hukuman disiplin

menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berwenang

melakukan penyidikan berdasarkan Undang-undang ini1. Oditur memiliki yugas dan

wewenang 2:

*Melakukan penuntutan yang terdakwanya adalah prajurit, pihak yang dipersamakan

dengan prajurit, seseorang yang atas keputusan panglima dengan persetujuan menteri

kehakiman ( sekarangn menteri hukum dan ham ) harus diadili dalam lingkup peradilan

militer

*Melaksanakan penetapan Hakim atau putusan pengadilan dalam lingkungan peradilan

militer atau pengadilan dalam lingkup peradilan umum

*Melakukan Penyidikan

b. Perwira Penyerah Perkara : perwira yang oleh atau atas dasar Undang-undang ini

mempunyai wewenang untuk menentukan suatu perkara pidana yang dilakukan oleh

Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang berada di bawah wewenang

komandonya diserahkan kepada atau diselesaikan di luar Pengadilan dalam lingkungan

1
Pasal 1 ayat (8) Undang-undang nomor 31 Tahun 1997
2
Pasal 64 UU 31 1997
peradilan militer atau Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum 3. Perwira Penyerah

Perkara memiliki kewenangan4 :

*memerintahkan penyidik untuk melakukan penyidikan

*Menerima laporan tentang pelaksanaan penyidikan

*Memerintahkan dilakukannya upaya paksa

*Memperpanjang penahanan

*Meminta atau menerima pendapat hukum dari oditur tentang penyelasaian suatu perkara

*Menyerahkan perkara kepada pengadilan yang berwenang untuk memeriksa dan

mengadili

*Menentukan perkara untuk diselesaikan menurut hukum disiplin prajurit

*Menutup perkara demi kepentingan hukum atau kepentingan umum/militer

c. Polisi Militer : adalah penyidik angkatan bersenjata republik Indonesia

d. Atasan yang berhak menghukum : adalah Atasan yang diberi wewenang menjatuhkan

Hukuman Disiplin Militer kepada Bawahan yang berada di bawah wewenang

komandonya5

e. Hakim Militer : adalah pejabat yang masing-masing melaksanakan kekuasaan kehakiman

pada pengadilan.6

2. Prinsip pemeriksan koneksitas dalam hukum acara peradilan militer

3
Pasal 1 ayat (10) Undang-undang nomor 31 Tahun 1997
4
Pasal 123 UU 31 1997
5
Pasal 1 ayat (12) Undang-undang nomor 25 Tahun 2014
6
Pasal 1 ayat (4) Undang-undang nomor 31 Tahun 1997
Pemeriksaan koneksitas adalah sebuah prinsip yang menyatakan bahwa apabila seorang

tentara melakukan tindak pidana secara bersama-bersama yang mana apabila tentara

tersebut melakukan tindak pidana dan tindak pidana militer, maka tentara tersebut dapat

diadili dalam lingkup peradilan umum7, dalam menentukan dimanakah militer tersebut

akan diadili maka harus diadakan penelitian bersama jaksa dan oditur terlebih dahulu

perihal titik berat kerugian yang ditimbulkan dalam suatu tindak pidana tersebut, apabila

dalam hasil penelitian tersebut mendapatkan hasil bahwa titik kerugian yang ditimbulkan

dalam tindak pidana tersebut lebih berat kepada kepentingan umum maka militer tersebut

akan diadili dalam lingkup peradilan umum, namun apabila hasil penilitian tersebut

mendapatkan hasil bahwa titik kerugian yang ditimbulkan dalam tindak pidana tersebut

lebih berat kepada kepentingan militer maka militer tersebut akan diadili dalam lingkup

peradilan militer 8. Kemudian dalam prinsip pemeriksaan koneksitas juga mengatur

bahwa apabila sebuah tindak pidana dialkukan oleh seorang atau lebih militer bersama

dengan warga sipil, maka untuk melakukan penyidikan akan dibentuk sebuah tim yang

berisikan Polisi Militer, Oditur, dan penyidik dalam lingkup peradilan umum.

3. Jenis-jenis Pemidanaan dalam peradilan militer

Pidana Pokok :

1. pidana mati;

2. pidana penjara;

7
Pasal 198 Undang-undang nomor 31 Tahun 1997
8
Pasal 200 ayat (1) Undang undang nomor 31 Tahun 1997
3. pidana kurungan;

4. pidana tutupan 9

Pidana Tambahan :

1. Pemecatan dari dinas militer dengan atau tanpa pencabutan haknya untuk memasuki

Angkatan Bersenjata;

2. ke-2, Penurunan pangkat ke tingkat yang lebih rendah;

3. Pencabutan hak-hak yang disebutkan pada Pasal 35 ayat pertama pada nomor-nomor

ke-1,ke2, dan ke-3 Kitab Undang-undang Hukum Pidana10 ( Pencabutan hak-hak

yang dimaksud dalam pasal 35 adalah : 1e. Hak menjabat segala jabatan atau jabatan

yang ditentukan, 2e. Hak masuk pada kekuasaan bersenjata, 3e. Hak memilih dan hak

boleh dipilih pada pemilihan yang dilakukan menurut undang - undang umum)11

4. Kepangkatan pihak-pihak dalam peradilan militer :

1. Hakim Ketua : Berpangkat Paling rendah mayor 12


13
2. Hakim Anggota : Berpangkat paling rendah kapten ( berpangkat setingkat lebih

tinggi dari terdakwa yang diadili ) 14

3. Oditur : Berpangkat paling rendah Kapten 15( berpangkat setingkat lebih tinggi dari

terdakwa yang diadili )16

9
Pasal 6 a Undang-undang nomor 39 Tahun 1947
10
Pasal 6 b Undang-undang nomor 39 Tahun 1947
11
Pasal 35 ayat (1) KUHP
12
Pasal 16 ayat (1) UU 31 97
13
Pasla 16 ayat (1) UU 31 97
14
Pasal 16 ayat (4) UU 31 97
15
Pasal 16 ayat (1) UU 31 97
16
Padal 16 ayat (4) UU 31 97
4. Panitera : Berpangkat paling rendah pembantu letnan dua dan paling tinggi kapten 17

5. Asas dalam hukum militer

5.1 Asas Kesatuan Komando

Dalam kehidupan militer dengan struktur organisasinya, seorang komandan

mempunyai kedudukan sentral dan bertanggung jawab penuh terhadap kesatuan dan

anak buahnya. Oleh karena itu seorang komandan diberi wewenang penyerahan

perkara dalam penyelesaian perkara pidana dan berkewajiban untuk menyelesaikan

sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata yang diajukan oleh anak buahnya melalui

upaya administrasi. Sesuai dengan asas kesatuan komando, dalam Hukum Acara

Pidana Militer tidak dikenal adanya pra peradilan dan pra penuntutan. Namun dalam

Hukum Acara Pidana Militer dan Hukum Acara Tata Usaha Militer dikenal adanya

lembaga ganti rugi dan rehabilitasi.

5.2 Asas Komandan Bertanggung Jawab Terhadap Anak Buahnya

Asas ini merupakan kelanjutan dari asas kesatuan komando yang mana Dalam tata

kehidupan dan ciri-ciri organisasi Angkatan Bersenjata, komandan berfungsia sebagai

pimpinan, guru, bapak, dan pelatih, sehingga seorang komandan harus bertanggung

jawab penuh terhadap kesatuan dan anak buahnya.18

5.3 Asas kepentingan militer

17
Pasal 16 ayat (6) UU 31 97
18
Pasal 42 ayat (1) UU 26 2000
Berdasarkan asas ini maka pihak yang bersengketa dibenarkan menggunakan

kekerasan untuk menundukkan lawan demi tercapainya tujuan dan keberhasilan

perang.

6. Penasihat Hukum lingkup peradilan militer

Secara definitif, yang dimaksud dengan penasihat hukum dalam undang-undang ini

adalah seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, memenuhi persyaratan untuk memberikan bantuan hukum menurut cara yang

diatur dalam Undang-undang ini19. Menurut penjelasan dalam undang-undang ini

dinyatakaan bahwa persyaratan untuk menjadi penasihat hukum dalam peradilan

militer tunduk pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku, undang-undang

yang berlaku dalam hal persyaratan tersebut adalah undang-undang nomor 18 tahun

2003 tentang advokat, yang mana syarat-syarat yang harus dipenuhi agar dapat

menjadi penasihat hukum adalah : 20

1. warga negara Republik Indonesia;

2. bertempat tinggal di Indonesia;

3. tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara;

4. berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun;

5. berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1);

19
Pasal 1 ayat (30)
20
Pasal 3 ayat (1)
6. lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat;

7. magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus menerus pada kantor Advokat;

8. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

9. berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas yang
tinggi.

Namun persyaratan tersebut

Kemudian bantuan hukum memiliki arti jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi

Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum 21. Namun

dalam undang-undang ini dijelaskan bahwa penerima bantuan hukum hanyalah untuk

orang miskin saja 22( tidak ada penjelasan bahwa militer adalah orang yang berhak

menerima bantuan hukum dalam undang-undang ini)

Dalam uu peradilan militer memang tidak ada ketentuan yang melarang bahwa

terdakwa untuk menunjuk penasihat hukum dari luar lingkum angkatan bersenjata,

namun, sama halnya dalam uu advokat yang mana tidak ada larangan yang mengatur

bahwa advokat dapat bertindak membela kliennya yang merupakan anggota militer

namun kebebasan anggota militer serta tugas advokat tersebut seolah dibatasi dalam

peradilan militer yang mana berdasarkan uu peradilan militer yang menyatakan

bahwa tersangka atau terdakwa harus mendapatkan penasihat hukum yang

diutamakan dari dinas bantuan hukum yang ada dalam lingkup angkatan

21
Pasal 1 ayat (1) Undang-undang nomor 16 Tahun 2011 tentang bantuan hukum
22
Pasal 1 aya (2) Undang-undang 16 2011
bersenjata.23 , namun ketentuan ini tidak menutup kemungkinan bagi tersangka atau

terdakwa yang ingin menggunakan penasihat hukum dari luar dinas angkatan

bersenjata, hal ini dapat dilihat dari Pasal 216 ayat (1) yang berbunyi :

“Penasihat Hukum yang mendampingi Tersangka di tingkat penyidikan atau

Terdakwa di tingkat pemeriksaan di sidang Pengadilan harus atas perintah atau seizin

Perwira Penyerah Perkara atau pejabat lain yang ditunjuknya”

Berdasarkan penjelasan pasal 216 ayat (!) terdapat perbedaan pengertian mengenai

frasa “perintah” dan frasa “seizing” yang mana frasa “perintah” memiliki makna "

adalah bantuan hukum yang diberikan oleh dinas bantuan hukum yang ada di

lingkungan Angkatan Bersenjata sedangkan frasa “seizing” memiliki makna bantuan

hukum yang disediakan oleh Terdakwa sendiri dari luar dinas bantuan hukum yang

ada di lingkungan Angkatan Bersenjata24

6.1 Peran & Tugas penasihat hukum dalam peradilan militer

Dalam menjalankan tugasnya Penasihat hukum dalam peradilan militer mulai

berperan dari tahap pemeriksaan oleh penyidik25, peran penasihat hukum dalam tahap

ini hanyalah sebatas melihat dan mendengar serta memperhatikan apakah penyidik

melakukan tindakan pemeriksaan sesuai dengan undang-undang yang berlaku

23
Pasal 215 ayat (2)
24
Bagian Penjelasan Pasal 216 ayat (1)
25
Pasal 106 ayat (1)
7. Peran Militer dalam hal pengamanan

7,1 OMSP ( Dalam UU TNI)

Operasi Militer Selain Perang adalah sebuah rangkaian tindakan yang dilakukan oleh

tentara dalam keadaan damai ( bukan dalam keadaan perang ). Berdasarkan Pasal 7

ayat (2) huruf b undang-undang nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI terdapat 14 jenis

operasi militer selain perang yaitu :

1. mengatasi gerakan separatisme bersenjata;

2. mengatasi pemberontakan bersenjata;

3. mengatasi aksi terorisme;

4. mengamankan wilayah perbatasan;

5. mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis;

6. melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri;

7. mengamankan Presiden dan wakil presiden beserta keluarganya;

8. memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini

sesuai dengan sistem pertahanan semesta;

9. membantu tugas pemerintahan di daerah;

10. membantu kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan

dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang;

Dalam hal TNI membantu kepolisian Negara Republik Indonesia pada konteks
keamanan, TNI dan POLRI telah membuat sebuah memorandum of understanding
(nota kesepahaman) Tahun 2018 tentang Perbantuan TNI kepada Kepolisian Negara
Republik Indonesia dalam rangka memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.
11. membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala dan perwakilan
pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia;
12. membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian
bantuan kemanusiaan;
13. membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue); serta
14. membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap
pembajakan, perompakan, dan penyelundupan.

7.2 MOU TNI & POLRI 2018

Kesepakatan atau kesepahaman kerjasama yang melibatkan TNI dan POLRI


dalam melaksanakan ketertiban dan keamanan masyarakat. Untuk tahun 2018 kali ini
perpanjangan MOU dilakukan karena pihak keamanan akan bekerja ekstra keras
dalam mengawal 3 event besar dan Internasional. Pertama adalah pilkada serentak
yang dilaksanakan 27 Juni 2018 di 171 daerah Provinsi, Kabupaten, maupun kota.
Kemudian 18 Agustus 2018 mendatang terdapat Asean Games yang melibatkan
seluruh negara Asia dengan mendatangkan para atlet-atlet terbaiknya untuk bertarung
di event olahraga tersebut. Kemudian yang terakhir adalah pertemuan tahunan World
Bank yang diadakan di Bali kira-kira akan dihadiri oleh 189 negara. Hal ini tentunya
membutuhkan porsi pembagian tugas dari pihak polri dan TNI yang sama rata
mengingatkan untuk bisa mengawasi dan mensukseskan Indonesia sebagai negara
tuan rumah yang baik dalam penyelenggaraan berbagai acara baik itu event nasional
maupun Internasional.

8. Tindak Pidana Militer

8.1 Tindak Pidana Militer Murni :

Tindak pidana militer murni adalah tindakan-tindakan yang dilarang dan


diharuskan yang pada prinsipsnya hanya mungkin dilanggar oleh seorang
militer,k a r e n a k e a d a n n y a y a n g b e r s i f a t k h u s u s a t a u k a r e n a s u a t u k e p e n t i n g a n
m i l i t e r menghendaki tindak tersebut ditentukan sebagai tindak pidana.29Terdapat empat contoh
yang digolongkan di dalam tindak pidana militer murni yaitu :
1. Militer yang pergi dengan maksud untuk menarik diri dari kewajiban-
kewajibandinasnya pada saat damai ( Pasal 87 ayat (2) KUHPM);
2. Militer yang pergi dengan maksud untuk menarik diri dari kewajiban-
kewajibandinasnya pada saat perang (Pasal 87 ayat (3) KUHPM);
3. Militer yang pergi dengan maksud menyebrang ke musuh (Pasal 89 KUHPM);8)Militer
yang pergi dengan maksud untuk memasuki dinas militer pada suatu negara
atau kekuasaan lain tanpa dibenarkan untuk itu (Pasal 87
ayat(1) KUHPM).

8.2 Tindak Pidana Militer campuran

Tindak pidana militer campuran ialah tindakan yang dilarang atau diharuskan
yangsudah ditentukan atau diatur dalam peraturan perundang-undangan lain,
sedangkanancaman hukumannya dirasakan terlalu ringan apabila perbuatan itu
dilakukan olehseorang militer. Oleh karena itu perbuatan yang telah diatur dalam
KUHPM disertaiancaman yang lebih berat. Sebagai contoh adalah adalah tindak pidana
pencurian yang diatur dalam Pasal 362Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
diatur pula apabila seorang anggotamiliter melakukan pencurian diatur dalam pasal 140
KUHPM dengan sanksi yang lebihberat.

9. Keadaan sidang dalam peradilan militer :

1. Terdakwa masuk ke ruang sidang dihadapkan dengan pengawalan 26


2. Hakim ketua menanyakan kepada terdakwa perihal nama lengkap, pangkat, nomor
registrasi pusat, jabatan, kesatuan, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin,

26
Pasal 142 ayat (1)
kewarganegaraam, agama, dan tempat tinggal, kemudian mengingatkan agar terdakwa
memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya dalam sidang27
3. Hakim Ketua menanyakan kepada Terdakwa tentang Penasihat Hukum yang akan
mendampinginya dan apabila ada, Hakim Ketua meminta surat perintah atau surat izin
tentang penunjukan Penasihat Hukumnya dan surat kuasa dari Terdakwa kepada
Penasihat Hukumnya supaya diserahkan dan apabila Penasihat Hukum ditunjuk oleh
Pengadilan, Hakim Ketua menanyakan kepada Terdakwa tentang kesediaannya
didampingi oleh Penasihat Hukum tersebut di persidangan.
4. Hakim Ketua memerintahkan Oditur supaya membacakan surat dakwaan dengan berdiri
dan memerintahkan Terdakwa supaya berdiri dalam keadaan sikap sempurna.28
5. Hakim Ketua menanyakan kepada Terdakwa apakah ia benar-benar mengerti isi surat
dakwaan itu, dan apabila Terdakwa belum mengerti atau kurang jelas, Hakim Ketua
memerintahkan supaya Oditur memberi penjelasan.29
6. Penasehat hukum dapat memberikan keberatan atas dakwaan yang dibacakan oleh
oditur30
7. Majelis hakim kemudian melakukan musyawah guna mempertimbangkan keberatan
tersebut31
8. Saksi dipanggil kedalam ruang persidangan dengan pengawalan32, saksi dipanggil
kedalam ruangan satu demi satu33
9. Hakim Ketua menanyakan kepada Saksi tentang nama lengkap, pangkat, nomor registrasi
pusat, jabatan, kesatuan, tempat dan tanggal lahir/umur, jenis kelamin, kewarganegaraan,
agama, dan tempat tinggal, selanjutnya apakah ia kenal dengan Terdakwa sebelum
Terdakwa melakukan perbuatan yang menjadi dasar dakwaan dan apakah ia terikat
hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat keberapa dengan Terdakwa, dan
apakah ia ada hubungan suami atau istri dengan Terdakwa meskipun sudah bercerai atau
terikat hubungan kerja dengannya.34

27
Pasal 144 ayat (1)
28
Pasal 144 ayat (3)
29
Pasal 144 ayat (4)
30
Pasal 145 ayat (1)
31
Pasal 145 ayat (1)
32
Pasal 154 ayat (1) a
33
Pasal 154 ayat (1) b
34
Pasal 154 ayat (2)
10. Saksi mengucapkan janji atau sumpah sebelum memberikan keterangan 35
11. Oditur, Terdakwa, danPenasehat hukum dapat mengajukan pertanyaan kepada saksi
dengan perantara hakim ketua36, namun pertanyaan tersebut dapat saja ditolak oleh hakim
ketua37
12. Setelah saksi memberikan keterangan, hakim ketua menanyakan pendapat terdakwa
mengnai keterangaan yang diberikan saksi tersebut38
13. Setelah saksi memberikan keterangan, saksi tetap tinggal di persidangan kecuali hakim
memberikan izin untuk menninggalkannya39

Skema peradilan militer

Oditur membuat dan


Penyidik menyerahkan berkas menyampaikan pendapat hukum
Oditur sesudah menerima hasil
Perkara kepada Ankum kepada Perwira Penyerah
Penyidik yang menerima penyidikan dari Penyidik
( Atasan yang berhak Perkara yang dapat berupa
pengaduan melakukan proses segera mempelajari dan
menghukum ) , Perwira permintaan agar perkara
penyidikan meneliti apakah hasil
35
Pasal 154 ayat (3) Penyerah Perkara, dan berkas diserahkan kepada Pengadilan
penyidikan sudah lengkap atau
36 aslinya kepada Oditur yang
( Pasal 99 ayatPasal
(1) ) 157 ayat (2) belum atau diselesaikan menurut
37
Pasal 157 ayat (3) bersangkutan. Hukum Disiplin Prajurit, atau
38
Pasal 157 ayat (4) ( Pasal 124 ) ditutup demi kepentingan
(Pasal 101 ayat (1) )
39
Pasal 158 ayat (1) hukum, kepentingan umum, H

(Pasa; 125 ayat (1) )


Hakim ketua yang
ditunjuk sesudah Sesudah Pengadilan
Militer/Pengadilan Militer
mempelajari berkas
Jika Pengadilan berpendapat Tinggi menerima pelimpahan
perkara menetapkan bahwa suatu perkara termasuk berkas perkara dari Oditurat
hari siding dan wewenangnya, Kepala Militer/Oditurat Militer
Pengadilan tersebut menunjuk Tinggi, Kepala Pengadilan
memirntahkan kepada
Majelis Hakim yang akan Militer/Kepala Pengadilan
oditur untuk memanggil menyidangkan perkara yang Militer Tinggi segera
terdakwa dan saksi bersangkutan mempelajarinya, apakah perk
Apabila disesuaikan meuurut
ara itutermasuk wewenang
hukum Disiplin Prajurit maka
(Pasal 136 ayat (2) ) Pengadilan yang dipimpinnya
berlaih ke Undang-undang
( Pasal 136 ayat (1) ) ( Pasal 132 ) nomor 25 Tahun 2014 tentang
hukum disiplin militer

Jika Kepala Pengadilan


Pembacaan surat Jika terdapat keberatan atas Militer/Pengadilan Militer Tinggi
Oditur mengirimkan surat dakwaan (Pasal 144 dakwaan maka diadakan berpendapat bahwa perkara pidana
panggilan kepada terdakwa & ayat (3) ) & keberatan musyawarah untuk itu tidak termasuk wewenang dari
saksi mempertimbangkan Pengadilan yang dipimpinnya, ia
atas dakwaan (jika membuat penetapan yang memuat
(Pasal 139 ayat (1) ) keberatan tersebut alasannya dan segera
ada) mengembalikan berkas perkara
(Surat tsb harus diterima Pasal 145 ayat (1) tersebut kepada Oditurat
selambat-lambatnya 3 hari Pasal 145 yat (1) Militer/Oditurat Militer Tinggi
sblm sidang dilaksanakan) yang bersangkutan untuk
dilimpahkan kepada Pengadilan
Militer/ Pengadilan Militer Tinggi
lain yang berwenang.

( Pasal 133 ayat (1) )


Pembelaan oleh Penuntutan oleh oditur ( Pemeriksaan saksi &
Penasihat Hukum terdakwa di persidengan )
(Pasal 182 ayat (1) )
(Pasal 182 ayat (2) (Pasal 153)
)
Penutupan pemeriksaan
Jawaban atas 40
Format Putusan pembelaan
Pengadilan(jika
Militer
ada) : (Pasal 182 ayat (5)

a. kepala putusan yang dituliskan berbunyi: Dilanjutkan dengan


(Pasal 182 ayat (2) ) musyawarah hakim (Pasal
188)
"DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA";

40
Pasal 194 ayat (1)
b. nama lengkap Terdakwa, pangkat, nomor registrasi pusat, jabatan, kesatuan, tempat dan
tanggal lahir/umur, jenis kelamin, kewarganegaraan, agama, dan tempat tinggal;

c. dakwaan sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;

d. pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat
pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan
Terdakwa;

e. tuntutan pidana sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;

f. pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal
peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang
memberatkan dan yang meringankan Terdakwa;

g. hari dan tanggal diadakannya musyawarah Hakim, kecuali perkara diperiksa oleh Hakim
tunggal;

h. pernyataan kesalahan Terdakwa, pernyataan sudah terpenuhi semua unsur dalam rumusan
tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan;

i. ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti
dan ketentuan mengenai barang bukti;

j. keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana letaknya kepalsuan itu,
apabila terdapat surat autentik dianggap palsu;

k. perintah supaya Terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan;

l. hari dan tanggal putusan, nama Hakim yang memutuskan, nama Oditur, dan nama Panitera.

Perbandingan KUHAP dan KUHAPM41

N UU No 8 tahun 1981 Tentang UU No 31 tahun 1997 tentang

41
https://forumkomunikasifhunpas.blogspot.com/2015/04/perbandingan-kuhapidana-dan-kuhap.html
O KUHAP Peradilan Militer / KUHAP MIL
1 Kewenangan mengadili Terhadap Kewenanga mengadili :
warga sipil - Prajurit
- Dipersamakan dengan prajurit
- Anggota statu gol, jwatan atau
dipersamakn atau yang di samakan
dengan prajurit
2 Objek sengketa : Objek sengketa :
Tindak pidana umum & tindak pidana Tindak pidana umum & militer
khusus yg tidak diatur oleh UU tipi
khusus
3 Penyelidik : Penyelidik :
Setiap pejabat POLRI Komandan satuan (ANKUM)
4 Penyidik : Penyidik :
POLRI & PPNS tertentu - ANKUM
- PM ( polisi militer )
- Oditur Militer
5 Penahanan : Penahanan :
- paling lama 20 hari ( penyidik ) ANKUM ( 20 hari )
- paling lama 40 hari ( penuntut ) Perwira penyerah perkara / PAPERA
(30 hari & paling lama 180 hari)
6 Jenis penahanan : Jenis penahanan :

- RUTAN KUHAP MIL tidak mengenal adanya


- RUMAH jenis penahanan
- KOTA
7 Prapenuntutan : Prapenuntutan :
- penyidik menyerahkan berkas perkara - penyidik menyerahkan berkas perkara
kpd penuntut umum kepada PAPERA, ANKUM, Oditur
- jka masih kurang PU mengembalikan Militer sebagai PU
berkas perkara kpd penyidik disertai - penyerahan berkas perkara kepada
petunjuk Oditur di sertai penyerahan tersangka
- penyidik wajib melakukan penyidikan & barang bukti
tambahan sesuai dengan petunjuk PU
- Penyidikan dianggap selesai dalam
waktu 14 hari PU tidak
mengembalikan hasil penyidikan atau
apabial sebelum batas waktu tersebut
berakhir telah ada pemberitahuan dari
PU kepada penyidik dilanjutkan
dengan penyerahan tersangka &
barang bukti
8 Mengenai strata mengadili : Mengenai strata mengadili :
Tidak mengenal srata kewenangan Dikenal strata kewenangan mengadili
mengadili terdakwa terdakwa :
- pengadilan militer utk terdakwa
kapten kebawah
- pengadilan militer tinggi untuk mayor
ke atas
- pengadilan militer utama mengenai
banding TUN TNI
- pengadilan militer pertempuran mrpkn
pengadilan pertaama & terakhir
dilingkungan peradilan
9 Lembaga penyerah perkara : Lembaga penyerah perkara :
mengenal lembaga penyerah perkara
Tidak mengenal lembaga penyerah oleh PAPERA atau seorang oditur
perkara militer
10 Lembaga praperadilan : tidak mengenal lembaga praperadilan
Mengenal
PN, berwenang untuk memeriksa ttg
sah tidaknya penangkapan, penahanan,
penuntutan, penghentian penyidikan,
pengehentian penuntutan
11 Putusan Putusan :
Tidak mengenal putusan menurut Mengenal putusan diselesaikan
disiplin atau administrasi menurut saluran hukum berupa
hanya mengenal sanksi pidana disiplin prajurit, administrasi.
Ket :
putusan hukum berupa putusan
bebasa dari segala dakwaan / dilepas
dari segala tuntutan hukum, dapat
diselesaikan menurut saluran hukum
disiplin prajurit
12 Sistem peradilan : Sistem peradilan :
Mengenal peradilan In Absensia Mengenal peradilan In Absensia
(terdakwa tidak hadir pada saat Ket :
persidangan) Terhadap tindak militer tertentu disersi
( melalaikan tugas )
, hukum acara pidana militer mengenal
peradilan In Absensia.
13 Penyidikan & penuntutan Ada juga mengenal penghentian
Adanya penghentian penyidikan & penyidikan & penuntutan karena :
penuntutan tidak terdapat cukup bukti
bukan merupakan tindak pidana
Asas-Asas dalam Hukum Pidana pada umumnya :

1. Asas Legalitas : “Tiada suatu perbuatan yang dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan

pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan.”

Berdasarkan pasal 1 ayat (1) KUHD. Dengan demikian berlaku asas legalitas dan tidak

berlaku surut kemudian menimbulkan adanya kepastian hukum. Lalu pasal 1 ayat (2) : Jika

sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam perundang-undangan dipakai aturan yang

paling ringan bagi terdakwa.”

2. Asas Teritorial  Pasal 2 KUHP : ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia

berlaku bagi setiap orang yang melakukan suatu tindak pidana di wilayah Indonesia.”

Pengecualian bagi; (a) para kepala negara asing yang berkunjung ke Indonesia dengan

sepengetahuan pemerintah RI, (b) korps Diplomatik negara asing seperti : Ambassador, Duta,

Istimewa, dsb, (c) Para konsul apabila antara pemerintah RI dan negara tsb ada perjanjian.

(d) Para wakil dari badan-badan organisasi Internasional.

3. Asas Nasional Aktif  Pasal 5 KUHP : (1) Aturan pidana dalam perundangan-undangan

Indonesia berlaku bagi warga negara negara yang dilakukan di luar Indonesia melakukan :

a. Salah satu kegiatan tersebut dalam Bab 1 dan 2, Buku kedua dan Pasal-pasal :

160,161, 240, 279, 450, dan 451.

b. Salah satu perbuatan yang oleh suatu aturan pidana dalam perundang-undangan

Indonesia dipandang sebagai kejahatan sedangkan menurut perundang-undangan

negara dimana perbuatan itu dilakukan, diancam dengan pidana.

4. Asas Perlindungan (Nasional Pasif)  Pasal 4 KUHP : “Ketentuan pidana dalam peundang-

undangan RI berlaku bagi setiap orang yang melakukan di luar wilayah Indonesia. Dalam

hukum Internasional, suatu negara memiliki yurisdiksi atas orang yang bukan
warganegaranya yang melakukan tindakan merugikan negara. Ketentuan hukum pidana

Indonesia berlaku bagi semua tindak pidana yang merugikan kepentingan negara (Pasal 4

KUHP).

5. Asas Universal : Di dalam hukum Internasional, suatu negara disebut memiliki yurisdiksi

universal. Yurisdiksi universal  suatu negara memiliki yurisdiksi atas pelaku kejahatan

tertentu, dimanapun dan kapanpun kejahatan itu dilakukan siapapun pelakunya, ataupun

siapapun korbannya.

Delik  menurut KBBI : perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan

pelanggaran terhadap undang-undang; tindak pidana.”

Delik adalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun

tidak sengaja oleh seseorang yang tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan oleh

undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.

Pembagian Delik

a. Delik yang dilakukan dengan sengaja, misalnya sengaja merampas jiwa orang lain (Pasal

338 KUHP) dan delik yang disebabkan karena kurang hati-hati, misalnya karena

kesalahannya telah menimbulkan matinya orang lain dalam lalul lintas di Jalan (Pasal 359

KUHP)

b. Menjalankan hal-hal yang dilarang oleh Undang-undang, misalnya, melakukan pencurian

atau penipuan (Pasal 362 dan 378 KUHP) dan tidak menjalankan hal-hal yang seharusnya

dilakukan menurut undang-undang, misalnya tidak melapor adanya komplotan yang

merencanakan makar.
c. Kejahatan (Buku II KUHP), merupakan perbuatan yang sangat tercela, terlepas dari ada

atau tidaknya larangan dalam undang-undang. Delik hukum

d. Pelanggaran (Buku III KUHP), merupakan perbuatan yang dianggap salah satu justru

karena adanya larangan dalam undang-undang. Karena itu juga disebut delik undang-

undang.

Macam-Macam Delik

1) Delik Kejahatan adalah rumusan delik yang biasanya disebut delik Hukuman, ancaman

hukumannya lebih berat;

2) Delik Pelanggaran adalah biasanya disebut delik undang-undang yang ancaman

hukumannya memberi alternatif bagi setiap pelanggarnya.

3) Delik formil yaitu delik yang selesai, jika perbuatan yang dirumuskan dalam peraturan

pidana itu telah dilakukan tanpa melihat akibatnya

4) Delik Materiil adalah jika yang dilarang itu selalu justru akibatnya yang menjadi tujuan si

pembuat delik.

5) Delik umum adalah delik yang dapat dilakukan oleh siapa saja dan diberlakukan secarfa

umum

6) Delik khusus atau tindak pidana khusus hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu dalam

kualitas tertentu, misalnya tindak pidana korupsi, ekonomi, subversi dan lain-lain;

7) Delik biasa adalah terjadinya suatu perbuatan yang tidak perlu ada pengaduan, tetapi

justru laporan atau karena kewajiban aparat negara untuk melakukan tindakan,

8) Delik dolus adalah suatu delik yang dirumuskan dilakukan dengan sengaja. Contoh :

Pasal-pasal pembunuhan, penganiayaan, dll.


9) Delik kulpa yakni perbuatan tersebut dilakukan karena kelalaiannya, kealpaannya atau

kurang hati-hatinya atau karena salahnya seseorang yang mengakibatkan orang lain

menjadi korban.

10) Delik berkualifikasi adalah penerapan delik yang diperberat karena suatu keadaan

tertentu yang menyertai perbuatan itu.

11) Delik sederhana adalah suatu delik yang berbentuk biasa tanpa unsur dan keadaan yang

memberatkan. Contoh pasal 362 KUHP, delik pencurian biasa;

12) Delik berdiri sendiri (Zelfstanding Delict) adalah terjadinya delik hanya satu perbuatan

saja tanpa ada kelanjutan perbuatan tersebut dan tidak ada perbuatan lain lagi.

13) Delik berlanjut (Voortgezettelijke Handeling) adalah suatu perbuatan yang dilakukan

secara berlanjut, sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan yang dilanjutkan;

14) Delik komisionis adalah delik yang karena rumusan undang-undang bersifat larangan

untuk dilakukan. Contoh : Perbuatan mencuri, yang dilarang adalah mencuri atau

mengambil barang orang lain secara tidak sah diatur dalam pasal 362 KUHP;

15) Delik omisionis adalah delik yang mengetahui ada komplotan jahat tetapi orang itu tidak

melaporkan kepada yang berwajib, maka dikenakan Pasal 164 KUHP jadi sama dengan

mengabaikan suatu keharusan

16) Delik aduan adalah delik yang dapat dilakukan penuntutan. Delik sebagai syarat

penyidikan dan penuntutan apabila ada pengaduan dari pihak yang

dirugikan/korban/pihak yang berhak mengadu. Aparat penegak hukum tidak memiliki

wewenang apabila tidak adanya aduan dari korban.

17) Delik laporan : delik yang aparat keamanan dapat melangsungkan penyelidikan,

penyidikan tanpa perlu ada syarat tertentu seperti mendapatkan laporan, dsb.

Anda mungkin juga menyukai