Anda di halaman 1dari 52

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Blok Tumbuh kembang dan Geriatri adalah Blok XXI pada Semester
VII dari sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Salah satu
strategi pembelajaran sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) ini
adalah problem based learning (PBL). Tutorial merupakan
pengimplementasian dari metode Problem Based Learning (PBL). Dalam
tutorial mahasiswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dan setiap
kelompok dibimbing oleh seorang tutor/dosen sebagai fasilitator untuk
memecahkan kasus yang ada. Pada kesempatan ini dilaksanakan studi kasus
skenario C yang memaparkan Tn. Tua, usia 75 tahun, dibawa keluarga ke
IGD RSMP karena meracau sejak 1 hari yang lalu. Tiga hari yang lalu
pasien tidak mau makan dan cenderung lebih baik banyak tidur. Menurut
keluarganya, Tn. Tua mengeluh batuk yang tidak terlalu sering kadang-
kadang berdahak berwarna kuning yang susah dikeluarkan, demam yang
tidak terlalu tinggi dan tidak mengeluh sesak. Tn. Tua sebelumnya masih
dapat melakukan aktivitas mandiri, namun terkadang lupa dimana telah
meletakkan barang seperti kaca mata dan kunci rumah. Tn. Tua juga lupa
mengingat hal-hal yang baru terjadi. Keluhan ini dirasakan sejak 2 tahun
dan makin sering dirasakan sejak 1 tahun terakhir. Satu tahun terakhir, Tn.
Tua sering mengeluh BAK tidak lampias dan didiagnosis Dokter mengalami
pembesaran prostat. Dokter menyarankan untuk dilakukan operasi, namun
Tn. Tua menolak. Enam bulan terakhir, Tn. Tua sering mengeluh tidak bisa
BAK dan dibawa ke UGD untuk dilakukan pemasangan kateter. Tn.Tua
merasa lega setelah pemasangan kateter. Tn.Tua merasa lega setelah
pemasangan kateter. Tn.Tua mengeluh BAK keluar sendiri sehingga celana
Tn. Tua sering basah.

1
2

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan studi kasus ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari
sistem pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan
metode analisis dan pembelajaran studi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari pembelajaran tutorial berdasarkan seven
jumps.

2
3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial


Tutor : dr. Indriyani, M. Biomed
Moderator : Bella Juni Safira
Sekretaris : Ghea Lingga Septiareni
Notulen : Windi Ulfa Gialini
Hari/Tanggal : Selasa, 02 Oktober 2018
Kamis, 04 Oktober 2018

Peraturan Tutorial :
1. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat.
2. Mengacungkan tangan jika ingin memberipendapat.
3. Berbicara dengan sopan dan penuh tata krama.
4. Izin bila ingin keluar ruangan.

2.2 Skenario Kasus


“Ketika Tn. Tua mulai menua”
Tn. Tua, usia 75 tahun, dibawa keluarga ke IGD RSMP karena
meracau sejak 1 hari yang lalu. Tiga hari yang lalu pasien tidak mau makan
dan cenderung lebih baik banyak tidur. Menurut keluarganya, Tn. Tua
mengeluh batuk yang tidak terlalu sering kadang-kadang berdahak berwarna
kuning yang susah dikeluarkan, demam yang tidak terlalu tinggi dan tidak
mengeluh sesak.
Tn. Tua sebelumnya masih dapat melakukan aktivitas mandiri,
namun terkadang lupa dimana telah meletakkan barang seperti kaca mata
dan kunci rumah. Tn. Tua juga lupa mengingat hal-hal yang baru terjadi.
Keluhan ini dirasakan sejak 2 tahun dan makin sering dirasakan sejak 1
tahun terakhir.
Satu tahun terakhir, Tn. Tua sering mengeluh BAK tidak lampias
dan didiagnosis Dokter mengalami pembesaran prostat. Dokter

3
4

menyarankan untuk dilakukan operasi, namun Tn. Tua menolak. Enam


bulan terakhir, Tn. Tua sering mengeluh tidak bisa BAK dan dibawa ke
UGD untuk dilakukan pemasangan kateter. Tn.Tua merasa lega setelah
pemasangan kateter. Tn.Tua merasa lega setelah pemasangan kateter. Tn.
Tua mengeluh BAK keluar sendiri sehingga celana Tn. Tua sering basah.
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: delirium
Vital sign: TD: 130/80 mmHg; RR: 26 x/menit, Temp: 37,6oC, HR: 96
x/menit reguler
Pemeriksaan khusus:
Kepala: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Thoraks: Simetris, retraksi tidak ada, batas jantung kiri 3 jari mid clavicula
sinistra ICS V dan terdengar ronki basah di basal paru kanan, slem (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba
Genital: terpasang kateter
Ekstremitas: kekuatan motorik (5)
Pemeriksaan Laboratorium:
Hb : 11 gr% Leukosit: 12.000/mm3
Diff Count : 0/1/2/75/20/2
Urin rutin : Leukosit 1-2, eritrosit (-)
Kimia darah :GDS 132 mg/dl, albumin 2,8 gr/dl, ureum 20 mg/dl,
creatinin 0.8 mg/dl, asam urat 4 mg/dl
Pemeriksaan Rontgen Thorak: Terdapat infiltrat di basal pulmo dextra.
Pemeriksaan MMSE (Mini Mental Stase Examination) : 2
MMSE setelah kondisi pasien membaik: 26
Skor indikator Malnutrisi: Skor Mini Nutritional Assesment (MNA): 16
ADL saat ini: 5

4
5

2.3 Klarifikasi Istilah


Klarifikasi Istilah Pengertian
Delirium Gangguan mental yang berlangsung singkat,
biasanya biasanya ditandai dengan keadaan ilusi,
halusinasi, delusi, kegirangan dan kegelisahan,
gangguan memori dan inkoheren.
Slem Mukus kental di paru-paru

Infiltrat Difusi atau penimbunan patologis substansi di suatu


jaringan yang normalnya tidak terdapat pada jaringan
tersebut.
Ronki basah kasar Suara nafas tambahan seperti seperti suara
gelembung udara besar terdengar pada saluran nafas
bila terisi banyak sekret.
Prostat Kelenjar yang mengelilingi leher kandung kemih dan
urethra pada laki-laki
Dahak berwarna Bahan yang dikeluarkan lewat mulut berasal dari
kuning trakea, bronkus dan paru-paru.
Demam Peningkatan temperatur >37,4oC

(Dorland, 2012)
2.4 Identifikasi Masalah
1. Tn. Tua, usia 75 tahun, dibawa keluarga ke IGD RSMP karena meracau
sejak 1 hari yang lalu. Tiga hari yang lalu pasien tidak mau makan dan
cenderung lebih baik banyak tidur.
2. Menurut keluarganya, Tn. Tua mengeluh batuk yang tidak terlalu sering
kadang-kadang berdahak berwarna kuning yang susah dikeluarkan,
demam yang tidak terlalu tinggi dan tidak mengeluh sesak.
3. Tn. Tua sebelumnya masih dapat melakukan aktivitas mandiri, namun
terkadang lupa dimana telah meletakkan barang seperti kaca mata dan
kunci rumah. Tn. Tua juga lupa mengingat hal-hal yang baru terjadi.
Keluhan ini dirasakan sejak 2 tahun dan makin sering dirasakan sejak 1
tahun terakhir.

5
6

4. Satu tahun terakhir, Tn. Tua sering mengeluh BAK tidak lampias dan
didiagnosis Dokter mengalami pembesaran prostat. Dokter
menyarankan untuk dilakukan operasi, namun Tn. Tua menolak. Enam
bulan terakhir, Tn. Tua sering mengeluh tidak bisa BAK dan dibawa ke
UGD untuk dilakukan pemasangan kateter. Tn.Tua merasa lega setelah
pemasangan kateter. Tn.Tua merasa lega setelah pemasangan kateter.
Tn. Tua mengeluh BAK keluar sendiri sehingga celana Tn. Tua sering
basah
5. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: delirium
Vital sign: TD: 130/80 mmHg; RR: 26 x/menit, Temp: 37,6oC, HR: 96
x/menit reguler
Pemeriksaan khusus:
Kepala: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Thoraks: Simetris, retraksi tidak ada, batas jantung kiri 3 jari mid
clavicula sinistra ICS V dan terdengar ronki basah di basal paru kanan,
slem (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba
Genital: terpasang kateter
Ekstremitas: kekuatan motorik (5)
6. Pemeriksaan Laboratorium:
Hb : 11 gr% Leukosit: 12.000/mm3
Diff Count : 0/1/2/75/20/2
Urin rutin : Leukosit 1-2, eritrosit (-)
Kimia darah : GDS 132 mg/dl, albumin 2,8 gr/dl, ureum 20
mg/dl, creatinin 0.8 mg/dl, asam urat 4 mg/dl
7. Pemeriksaan Rontgen Thorak: Terdapat infiltrat di basal pulmo dextra.
8. Pemeriksaan MMSE (Mini Mental Stase Examination) : 2
MMSE setelah kondisi pasien membaik: 26
Skor indikator Malnutrisi: Skor Mini Nutritional Assesment (MNA): 16
ADL saat ini: 5

6
7

2.5 Analisis Masalah


1 Tn.Tua, usia 75 tahun, dibawa keluarga ke IGD RSMP karena
meracau sejak 1 hari yang lalu. Tiga hari yang lalu pasien tidak mau
makan dan cenderung lebih baik banyak tidur.

a. Apa kemungkinan penyebab keluhan meracau sejak 1 hari yang


lalu?.
Jawab:
1. Penyebab Serebral
2. Penyebab Ekstra Serebral
3. Penyebab Iatrogenik
Sintesis
1. Penyebab Serebral
A. Penyebab intra serebral terdiri atas:
 Ensefalopati hipertensi
 Oedema serebral
 Serangan iskemik otak
 Defisiensi vitamin B12
 Meningitis/ensefalitis
 Penggunan sedatif/hipnotik/tranquilizer berlebihan
B. Akibat penurunan pasokan nutrisi serebral:
 Penyakit kardiovaskular
- Infark miokard
- Iskemik koroner akut
- Gagal jantung
- Lain-lain: endokarditis
 Penyebab respiratorik
- Infeksi paru
- Emboli paru
- PPOK
- Lain-lain: Bronkiektasis, abses paru

7
8

 Iatrigenik dan sebab lain


- Obat hipotensif poten
- Perdarahan dan anemia
- Keracunan
2. Penyebab ekstra serebral dapat dibagi menjadi
A. Penyebab toksik
- Infeksi, misalnya infeksi paru, ISK
- Septikemia dan toksemia
- Alkoholisme
B. Kegagalan mekanisme homeostatik
- Diabetes mellitus
- Gagal hati
- Dehidrasi
- Gangguan Elektrolit
C. Lain-lain
- Retensi urin
- Nyeri hebat
- Depresi
- Insomnia
- Obat-obatan
3. Penyebab Iatrogenik
Penggunaan obat-obatan seperti antihipertensif,
antiparkinsonimse, antidepresan, kortikosteroid
(Martono, 2015).

b. Apa makna keluhan meracau sejak 1 hari yang lalu?


Jawab:
Mengalami sindrom delirium akut. Keluhan meracau sejak
1 hari yang lalu menunjukkan progresifitas dari keadaan
sindrom delirium akut yang terjadi.

8
9

Sintesis :
Delirium didefinisikan sebagai penyebab disfungsi mental
yang sementara, biasanya reversibel, dan bermanifestasi secara
klinis dengan berbagai kelainan neuropsikiatrik. Penyakit ini
dapat terjadi pada semua usia, tetapi lebih sering terjadi pada
pasien yang sudah lanjut usia dan memiliki status mental yang
sebelumnya terganggu.
Berbagai gejala dan tanda pada sindrom delirium akan
berfluktuasi dari waktu ke waktu. Pasien dengan sindrom
delirium bisa muncul dengan gejala seperti psikosis yakni
terdapat delusi, halusinasi, serta pola pikir yang tidak
teorganisasi.
Diagnostik dan Statistik Manual Gangguan Mental, Edisi
Kelima (DSM-5) kriteria diagnostik untuk delirium adalah
sebagai berikut:
1. Gangguan dalam perhatian (yaitu, kemampuan yang
berkurang untuk fokus, mempertahankan, dan mengalihkan
perhatian) dan kesadaran.
2. Perubahan kognisi (misalnya, defisit memori, disorientasi,
gangguan bahasa, gangguan persepsi) yang tidak lebih baik
dicatat oleh demensia yang sudah ada sebelumnya, mapan,
atau berkembang.
3. Gangguan berkembang dalam waktu yang singkat (biasanya
jam hingga hari) dan cenderung berfluktuasi selama hari.
4. terdapat riwayat, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratorium bahwa gangguan tersebut disebabkan oleh
konsekuensi fisiologis langsung dari kondisi medis umum,
zat memabukkan, penggunaan obat-obatan, atau lebih dari
satu penyebab (Budiman, 2013).

9
10

c. Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan meracau?


Jawab:
Prevalensi delirium pada satu titik populasi waktu pada
populasi umum adalah 1,1 persen pada usia 55 tahun ke atas,
lebih tinggi dibandingkan pada orang berusia 18 tahun ke atas
yang hanya 0,4 persen. Usia lanjut adalah faktor risiko utama
timbulnya delirium. Jenis kelamin pria merupakan faktor risiko
independen untuk terjadinya delirium menurut DSM-IV-TR
(Sadock, 2010).

d. Bagaimana mekanisme keluhan meracau sejak 1 hari yang lalu?


Jawab:

Hipoksemia, Inflamasi sistemik


gangguan metabolik

Gangguan global Aktivasi


metabolisme otak Obat-obatan microglia

Penurunan sintesis Peningkatan


dan pelepasan kadar sitokin
neurotransmitter di otak

Ketidakseimbangan
neurotransmitter,
gangguan komunikasi
di sinaps

Delirium

Meracau

10
11

Sintesis:
Delirium merupakan fenomena kompleks, multifaktorial, dan
mempengaruhi berbagai bagian sistem saraf pusat. Hingga saat
ini, patofisiologi terjadinya delirium masih belum diketahui
dengan jelas. Setidaknya ada enam mekanisme yang
diperkirakan terlibat.
1. Neuroinflamasi
Inflamasi perifer (akibat infeksi, operasi, atau trauma)
dapat menginduksi sel parenkim otak untuk melepaskan
sitokin inflamasi. Akibatnya, terjadi disfungsi neuron dan
sinaps. Pada pasien delirium, ditemukan peningkatan
kadar CRP, IL-6, TNF-α, IL-1RA, IL-10, dan IL-8.
2. Neuronal Aging
Proses penuaan menyebabkan berbagai perubahan pada
otak, yaitu penurunan aliran darah dan densitas vaskular;
berkurangnya neuron; perubahan pada sistem transduksi
sinyal; serta perubahan neurotransmiter pengatur stres
(stress-regulating neurotransmitters). Perubahan ini dapat
menyebabkan defisit kognitif, termasuk delirium.
Hipotesis ini juga menjelaskan kerentanan kelompok
lansia mengalami delirium saat mengalami distres.
3. Stres Oksidatif
Distres pada tubuh (misalnya: infeksi, sakit berat, atau
kerusakan jaringan) akan meningkatkan konsumsi oksigen
sehingga ketersediaan oksigen dalam darah menurun.
Tubuh melakukan kompensasi dengan menurunkan
metabolisme oksidatif di otak. Akibatnya, terjadi disfungsi
otak yang menimbulkan gejala delirium. Kondisi ini juga
memicu terbentuknya oksigen dan nitrogen reaktif yang
memperparah kerusakan jaringan otak. Kerusakan ini
bersifat menetap dan menyebabkan komplikasi berupa
penurunan kognitif permanen.

11
12

4. Perubahan Neurotransmiter
Hipotesis ini menyatakan bahwa delirium disebabkan oleh
ketidakseimbangan neurotransmiter, terutama asetilkolin
dan dopamin.
A. Asetilkolin
Kadar asetilkolin ditemukan menurun pada pasien
delirium. Kadar ini kembali normal setelah pasien
tidak lagi delirium. Selain itu, obat-obatan
antikolinergik (penghambat asetilkolin) terbukti
dapat menyebabkan delirium.
B. Dopamin
Dopamin dan asetilkolin memiliki hubungan
resiprokal (berlawanan). Terjadi peningkatan kadar
dopamin pada delirium. Pemberian obat golongan
penghambat dopamin juga dapat mengurangi
gejala delirium..
5. Neuroendokrin
Hipotesis ini menyatakan bahwa delirium merupakan
reaksi stres akut akibat kadar kortisol yang tinggi. Hormon
ini berhubungan dengan peningkatan sitokin proinflamasi
di otak dan kerusakan neuron. Hipotesis neuroendokrin
juga menjelaskan timbulnya delirium pada pasien yang
mendapat glukokortikoid eksogen.
6. Disregulasi Diurnal
Gangguan siklus sirkadian dapat memengaruhi kualitas
dan fisiologi tidur. Kekurangan tidur dapat memicu
munculnya delirium, defisit memori, dan psikosis.
(Inouye, 2014; Alagiakrishnan, 2017).

12
13

e. Apa makna 3 hari yang lalu pasien tidak mau makan dan
cenderung lebih baik banyak tidur?
Jawab:
 Tidak mau makan, maknanya pasien mengalami inanisi
yang merupakan salah satu bagian dari sindrom geriatri
yang dapat menyebabkan pasien kekurangan asupan nutrisi
yang akan berdampak malnutrisi.
 Cenderung lebih baik banyak tidur, maknanya pasien
mengalami imobilisasi yang merupakan salah satu bagian
dari sindrom geriatri.
Sintesis:
Imobilisasi didefinisikan sebagai keadaan tidak
bergerak/tirah baring selama 3 hari atau lebih, dengan gerak
anatomi tubuh menghilang akibat perubahan fungsi
fisiologis. Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan
dapat menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut. Penyebab
utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah,
kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis
(Kane, 2008).

f. Apa kemungkinan penyebab pasien tidak mau makan dan lebih


banyak tidur?
Jawab:
 Penyebab Pasien Lansia Tidak Mau Makan
1. Jumlah Gigi
2. Penggunaan Obat
3. Kurangnya Dukungan Sosial
4. Depresi
5. Delirium
 Penyebab Pasien Lansia Lebih Banyak Tidur :
1. Kelainan Postur
2. Gangguan Perkembangan Otot

13
14

3. Trauma Langsung Pada System Musculoskeletal dan


Neuromuscular
4. Kekakuan Otot
5. Masalah Psikologis (Depresi)

14
15

Sintesis:
Penyebab pasien lansia tidak mau makan, yaitu :
1. Jumlah Gigi
Kehilangan gigi dapat mengganggu usila ketika makan
sehingga mengurangi selera makan
2. Penggunaan Obat
Penggunaan berbagai macam obat mengakibatkan besar
kemungkinan efek samping seperti kelemahan, pusing,
diare, perubahan rasa, dan nafsu makan, mual, serta
sembelit
3. Kurangnya Dukungan Sosial
Dukungan sosial berkaitan dengan kesendirian yang
mempunyai efek negative pada semangat kerja,
kesejateraan, selera makan
4. Depresi
Konflik dengan keluarga atau anak dan tidak mempunyai
keturunan yang dapat memicu terjadinya depresi.
Penelitian diketahui bahwa usia lanjut yang mempunyai
depresi berat memiliki penurunan asupan makan
5. Delirium
Suatu kondisi gelisah disertai dengan gangguan kesadaran.
Biasanya pasien yang mengalami delirium tidak
menyadari apa yang terjadi dan apa yang dilakukan.
Faktor pencetus paling sering adalah infeksi terutama
infeksi pada paru dan seluran kemih, kekurangan cairan,
gangguan elektrolit, dan perubahan lingkungan.
(Harimurti. & Roosheroe, 2014)
16

g. Bagaimana mekanisme keluhan pasien tidak mau makan


Jawab:
 Mekanisme Keluhan Pasien Tidak Mau Makan
Pada lansia terdapat berbagai perubahan morfologik
karena proses degeneratif, perubahan yang bersifat
degeneratif ini bersifat anatomik dan fungsional. Pada lansia ,
sistem gastro-intestinal mulai dari gigi sampai anus terjadi
perubahan morfologik degeneratif, antara lain perubahan
atrofik pada rahang, pada mukos, kelenjar, dan otot-otot
pencernaan. Berbagai perubahan morfologik akan
menyebabkan perubahan fungsional sampai perubahan
patologik diantaranya perubahan nafsu makan (Martono,
2015).

2 Menurut keluarganya, Tn.Tua mengeluh batuk yang tidak terlalu


sering kadang-kadang berdahak berwarna kuning yang susah
dikeluarkan, demam yang tidak terlalu tinggi dan tidak mengeluh
sesak
a. Apa penyebab keluhan batuk yang tidak terlalu sering kadang-
kadang berdahak berwarna kuning yang susah dikeluarkan,
demam yang tidak terlalu tinggi dan tidak mengeluh sesak?
Jawab:
Keluhan disebabkan oleh infeksi saluran nafas bagian bawah
yaitu pneumonia, kejadian pneumonia, pada usia lanjut
tergantung pada tiga hal, ialah:
 Kondisi fisik penderita (umumnya daya tahan tubuh
rendah atau immunocompromised conditions)
 Lingkungan dimana penderita berada (komunitas atau
lingkungan rumah sakit)
 Kuman penyebabnya virulensi.
Penyebab pneumonia pada usia lanjut dapat bermacam-
macam yang paling sering penyebabnya adalah
17

kombinasi beberapa kuman. Pada usia lanjut pneumonia


komunitas sering diseabkan oleh bakteri gram positif,
sebagian besar oleh kuman melalui droplet sering
disebabkan streptococcus pneumoniae, melalui selang
infus oleh staphylococcus aureus , sedangkan infeksi
pada pemakaian ventilator oleh P. Aeruginosa dan
enterobacter. Penyebab pneumonia nosokomia pada usia
lanjut kebanyakan adalah bakteri gram negatif (Dahlan,
2014).

Sintesis:
Terdapat beberapa faktor predisposisi terjadinya
pneumonia yaitu kebiasaan merokok, pasca infeksi virus,
diabetes melitus (DM), payah jantung, penyakit arteri
koroner, keganasan, kelainan atau kelemahan struktur
organ dada dan penurunan kesadaran juga adanya
tindakan invasif seperti infus, intubasi, trakeostomi, atau
pemasangan ventilator. Perlu diperhatikan juga faktor
lingkungan misalnya rumah jompo, penggunaan
antibiotik (AB) dan obat suntik IV, serta keadaan
alkoholik yang meningkatkan kemungkinan terinfeksi
kuman gram negatif. Pada masa kini terlihat perubahan
pola mikroorganisme penyebab infeksi saluran nafas
bawah akut (ISNBA) akibat adanya perubahan keadaan
pasien seperti gangguan kekebalan dan penyakit kronik,
polusi lingkungan dan penggunaan antibiotik yang tidak
tepat yang menimbulkan karakteristik kuman (Dahlan,
2014).
18

b. Apa makna Tn.Tua mengeluh batuk yang tidak terlalu sering


kadang-kadang berdahak berwarna kuning yang susah
dikeluarkan, demam yang tidak terlalu tinggi dan tidak
mengeluh sesak?
Jawab:
Tn. Tua terkena penyakit infeksi saluran nafas bagian
bawah (ISNBA), yaitu pneumonia. Secara kinis pneumonia
didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pada usia
lanjut, gejala klinik pneumonia yaitu demam ringan, batuk
dengan produksi sputum pada 60% kasus. Gambaran klinik
pneumonia terkadang memberi gambaran tidak khas, seperti
tidak ada sesak.
Temperatur tubuh lansia dalam keadaan basal memang
sudah rendah, sehingga dalam keadaan infeksi kenaikan
temperatur tubuh tidak akan tinggi (Rahmatullah, 2015).

c. Bagaimana patofisiologi keluhan batuk yang tidak terlalu sering


kadang-kadang berdahak berwarna kuning yang susah
dikeluarkan, demam yang tidak terlalu tinggi?
Jawab:
 Patofisiologi batuk pada kasus :
Mikroorganisme masuk → MO berada di saluran
pernapasan → MO menempel pada mukosa salura nnafas
→ MO yang berada di saluran pernapasan atas menyebar
dan berkolonisasi → terjadi peradangan pada epitel
saluran pernapasan → Mekanisme pertahanan saluran
napas subglotis terdiri dari anatomik, mekanik, humoral
dan komponen seluler→ mekanisme penutupan dan
refleks batuk dari glotis sebagai pertahanan utama
terhadap aspirat dari orofaring→Batuk
19

 Patofisiologi batuk pada kasus :


Mikroorganisme masuk → MO berada di saluran
pernapasan → MO menempel pada mukosa salura nnafas
→ MO yang berada di saluran pernapasan atas menyebar
dan berkolonisasi → terjadi aspirasi ke saluran napas
bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme di parenkim
paru → aktivasi makrofag (fagositosis) → mengeluarkan
TNFα , IL-1, IL-6 → menginduksi prostalglandin →
meningkatkan termostat di hipotalamus → meningkatkan
set point → suhu tubuh meningkat → demam yang tidak
terlalu tinggi (Price dan Wilson, 2006).

Sintesis :
Patogenesis Pneumonia
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan
mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkankan oleh
mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh,
mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan
penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada
kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak
permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara
mikroorganisme mencapai permukaan :
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah
secara Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi
virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.
Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui
udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan
20

selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi


pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian
terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi
inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan
infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Sekresi orofaring
mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml,
sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1
ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi
dan terjadi pneumonia. Pada pneumonia mikroorganisme
biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya
mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas
sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi
pada beberapa penelitian tidak di temukan jenis
mikroorganisme yang sama. (PDPI, 2003).

d. Apa hubungan keluhan batuk yang tidak terlalu sering kadang-


kadang berdahak berwarna kuning yang susah dikeluarkan,
demam yang tidak terlalu tinggi dan tidak mengeluh sesak dengan
keluhan utama?
Jawab:
Tn. Tua mengalami infeksi saluran nafas bagian bawah
(pneumonia) yang menjadi faktor pencetus sindrom delirium akut
yang dialaminya.

Sintesis:
Proses menua menyebabkan individu menjadi lebih rentah
terhadap berbagai penyakit. Salah satu hal yang berkontribusi
terhadap peningkatan risiko infeksi, yaitu imunosenesens,
terjadinya disregulasi sistem imun yang terjadi seiring proses
menua. Pengaruh proses menua pada sistem imun terutama
berupa penurunan respon imun spesifik dengan perubahan yang
minimal pada sistem imun non spesifik. Secara umum terjadi
21

penurunan jumlah sel B, sel T CD4+, CD8+ dengan peningkatan


relatif sel natural killer (NK) sehingga jumlah limfosit
keseluruhan tidak menurun. Berbagai perubahan yang terjadi ini
dikaitkan dengan peningkatan kadar sitokin inflamasi, dan bisa
berlanjut lebih berat salah satunya menjadi penyebab mendasar
terjadinya sindrom delirium akut. Delirium dapat terjadi akibat
gangguan primer dari luar otak, seperti penyakit inflamasi,
trauma, atau prosedur bedah. Pada beberapa kasus, respon
inflamasi sistemik menyebabkan peningkatan produksi sitokin,
yang dapat mengaktivasi mikroglia untuk memproduksi reaksi
inflamasi pada otak. Sejalan dengan efeknya merusak neuron,
sitokin juga menggangu pembentukan dan pelepasan
neurotransmiter. Proses inflamasi berperan menyebabkan
delirium pada pasien dengan penyakit utama di otak (terutama
penyakit neurodegeneratif) (Wibisono & Hadisaputro, 2015)

3 Tn. Tua sebelumnya masih dapat melakukan aktivitas mandiri,


namun terkadang lupa dimana telah meletakkan barang seperti kaca
mata dan kunci rumah. Tn. Tua juga lupa mengingat hal-hal yang
baru terjadi. Keluhan ini dirasakan sejak 2 tahun dan makin sering
dirasakan sejak 1 tahun terakhir.
a. Apa makna Tn.Tua sebelumnya masih dapat melakukan aktivitas
mandiri?
Jawab:
Maknanya tidak ada gangguan activity daily living (ADL)

Sintesis :
Activity of Daily Living (ADL) ada 2 yaitu, ADL standar
dan ADL instrumental. ADL standar meliputi kemampuan
merawat diri seperti makan, berpakaian, buang air besar/kecil,
dan mandi. Sedangkan ADL instrumental meliputi aktivitas yang
kompleks seperti memasak, mencuci, menggunakan telepon, dan
22

menggunakan uang. Penentuan kemandirian fungsional dapat


mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien sehingga
memudahkan pemilihan intervensi yang tepat. Kemandirian
berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan pribadi yang
masih aktif. Seseorang lansia yang menolak untuk melakukan
fungsi dianggap sebagai tidak melakukan fungsi, meskipun
dianggap mampu. Kemandirian adalah kemampuan atau keadaan
dimana individu mampu mengurus atau mengatasi
kepentingannya sendiri tanpa bergantung dengan orang lain
(Maryam, 2008).

b. Apa makna Tn.Tua terkadang lupa dimana telah meletakkan


barang seperti kaca mata dan kunci rumah dan lupa mengingat
hal-hal yang baru terjadi?
Jawab:
Tn. Tua mengalami Mild Cognitive Impairment (MCI)

Sintesis:
Mild Cognitive Impairment (MCI) merupakan stadium
gangguan kognitif yang melebihi perubahan normal yang terkait
dengan penambahan usia, akan tetapi aktivitas fungsional masih
normal dan belum memenuhi kriteria demensia dimana defisit
kognitif pada demensia lebih parah dan luas serta berdampak
besar pada aktivitas harian.
Mild Cognitive Impairment (MCI) yang Berdampak pada
Memori disebut Amnestic MCI, penderita amnestic MCI,
biasanya melupakan informasi penting yang seharusnya dapat
diingat dengan mudah, seperti pertemuan, percakapan, dan
kejadian yang baru berlalu. Namun, kapasitas kognitif lainnya
seperti fungsi eksekutif, bahasa, dan kemampuan visuospasial
masih baik, dan aktivitas fungsional masih normal. Amnestic
MCI mungkin pertanda penyakit Alzheimer, karena banyak
23

penderita amnestic MCI menjadi penderita Alzheimer dalam 6


tahun (Kusumoputro, 2013).

c. Apa makna keluhan tambahan dirasakan sejak 2 tahun dan makin


sering dirasakan sejak 1 tahun terakhir?
Jawab:
Menunjukkan progresivitas dari mild cognitive impairment
yang terjadi pada Tn Tua. Mild cognitive impairment yang terjadi
pada Tn Tua adalah akibat degeneratif karena memberikan gejala
klinis yang sifatnya bertahap dan progresif.

Sintesis:
Kebanyakan pasien MCI dapat menjalani hidup normal. Secara
umum tidak ada kesulitan dalam berpikir dan dapat
berkomunikasi dengan normal. Keluhan paling umum adalah
mudah lupa. Keluhan yang lebih jarang termasuk gangguan
berbahasa (kesulitan menemu kan kata-kata), gangguan perhatian
(kesulitan untuk memfokuskan percakapan), penurunan
kemampuan visuospasial (disorientasi keadaan lingkungan yang
familiar). Tidak semua penderita MCI mengalami perburukan,
sebagian dapat mengalami perbaikan. Akan tetapi, dari seluruh
pasien MCI, 80 % akan berkembang menjadi demensia dalam
waktu 6 tahun diketahui bahwa individu dengan MCI memiliki
peningkatan risiko untuk menjadi Alzheimer, terutama jika
masalah utama adalah memori (Anderson, 2014).
24

d. Bagaimana patofisiologi keluhan Tn. Tua terkadang lupa dimana


telah meletakkan barang seperti kaca mata dan kunci rumah. Tn.
Tua juga lupa mengingat hal-hal yang baru terjadi?
Jawab:
Peningkatan jumlah beta amyloid yang bersifat
neurotoksikpembentukan plak senilis yang bersifat
neurotoksikmenstimulasi mikroglia (sel-sel imun yang berada
pada system saraf pusat)sel-sel imun mengeluarkan bahan-
bahan yang bersifat toksikmerusak neuron
disekitarnyaproses peradangan dan plak senilis menimbulkan
perubahan pada sitoskeleton neuronterbentuknya
neurofibrillare tangles penyumbat sel saraf tidak dapat
terhubung ke neuron lainneuron-neuron pada hipokampus
disfungsi-gangguan memori lupa (Mila, 2010).

Sintesis:
Menurut Mila (2010) secara anatomi, disfungsi memori pada MCI
berkaitan dengan deteriorasi, disfungsi atau atrofi struktural
mikro &/ makrodiantaranya (yang banyak dilaporkan) di lobus
temporal medial (regio yang terkait dengan pembentukan dan
konsolidasi memori jangka panjang), area midbrain (hipokampus
dan parahipokampus), lobus parietal (terutama bagian inferior dan
medial), serta frontolimbik termasuk frontal, insular, amigdala,
singulat (dikaitkan dengan agresi dan agitasi). Terdapat salah satu
model patofisiologi yaitu adalah kombinasi berbagai faktor yang
mengakibatkan akumulasi amiloid β (Aβ) di otak, mengakibatkan
disfungsi sinaps, pembentukan tangle, dan kematian sel. Proses
ini berlangsung bertahun–tahun sampai beberapa dekade, dimana
stadium preklinis Alzheimer dapat terlihat sebagai MCI. .Menurut
hipotesis ini, gangguan kognitif disebabkan deposisi amiloid–β
yang pelan-pelan menghancurkan neuron secara difus.
Pembentukan plak amiloid mencetuskan inflamasi, aktivasi
25

mikroglia dan astrosit serta pelepasan substansi toksik seperti


sitokin dan radikal bebas, selanjutnya mencetuskan pembentukan
tangles didalam neuron dengan cara perubahan beragam ‘kinase’
dan ‘fosfatase’, mengakibatkan hiper-fosforilasi protein tau, dan
mengubah mikrotubulus neuronal menjadi tangle. Akhirnya,
disfungsi sinaps berskala luas, disfungsi dan kematian neuronal
mengakibatkan kematian neuronal difus dan menjadi penurunan
fungsi kognitif progresif.

e. Apa saja penyebab sindrom geriatri?


Jawab:
1. Imobility (Imobilisasi)
Penyebab imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah,
kekuatan otot, ketidaksembangan dan masalah psikologis.
2. Instability (Instabilitas dan jatuh)
Penyebab instability adalah kecelakaan, nyeri kepala dan/atau
vertigo, hipotensiorthostatik, obat-obat, proses penyakit yang
spesifik, misalnya stroke, idiopatik (tidak jelas sebabnya) dan
sinkope (kehilangan kesadaran)
3. Intelektual Impairment (Gangguan Kognitif)
Keadaan yang terutama menyebabkan gangguan intelektual
pada pasien lanjut usia adalah delirium dan demensia.
4. Incontinence (Inkontinensia Urin dan alvi)
Melemahnya otot dasar panggul yang menjaga kandung kemih
dan pintu saluran kemih dan hipertrofi prostat.
5. Isolation (Depresi)
Faktor yang memperberat depresi adalah kehilangan orang
yang dicintai, kehilangan rasa aman, taraf kesehatan menurun
6. Impotence (impotensi)
Impotensi dapat terjadi akibat menurunnya kadar hormon atau
efek mengkonsumsi obat-obatan,
26

7. Immunodeficiency (penurunan imunitas)


Perubahan yang dapat terjadi dari proses menua adalah:
berkurangnya imunitas yang dimediasi oleh sel, rendahnya
afinitas produksi antibodi, meningkatnya autoantibodi,
terganggunya fungsi makrofag, berkurangnya hipersensitivitas
tipe lambat, atrofi timus, hilangnya hormon timus,
berkurangnya produksi sel B oleh sel-sel sumsum tulang
8. Infection (infeksi)
Infeksi sangat erat kaitannya dengan penurunan fungsi sistem
imun pada usia lanjut.Kondisi lain seperti kurang gizi,
multipatologi, dan faktor lingkungan memudahkan usia lanjut
terkenaa infeks.
9. Inanitation (malnutrisi)
Faktor predisposisi malnutrisi adlah: pancaindra untuk rasa dan
bau berkurang, kehilangan gigi alamiah, gangguan motilitas
usus akibat tonus otot menurun, penurunan produksi asam
lambung.
10. Impaction (konstipasi)
Faktor resiko yang menyebabkan konstipasi adalah: obat-
obatan (narkotik golongan NSAID , antasid aluminium,
diuretik, analgeti), kondisi neurologis, gangguan metabolik,
psikologis, penyakit saluran cerna, lain-lain (diet rendah serat,
kurang olahraga, kurnag cairan)
11. Insomnia (gangguan tidur)
Faktor yang menyebabkan insomnia: perubahan irama
sirkadian, gangguan tidur primer, penyakit fiisik (hipertiroid,
arteritis), penyakit jiwa, pengobatan polifarmasi, demensia
12. Iatrogenik disorder (gangguan latrogenik)
Karakteristik yang khas dari pasien geriatri yaitupengoba
multipatologik, sering kali menyebabkan pasien
mengkonsumsi obat yang tidak sedikit jumlahnya.
27

13. Gangguan pendengaran, penglihatan dan penciuman


Proses degenerasi yang mempunyai hubungan dengan faktor-
faktor herediter, pola makanan, metabolisme, arteriosklerosis,
infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat multifaktor
(Maryam, 2008).
f. Apa kemungkinan sindrom geriatri pada kasus ?
Jawab:
 Intelectual impairment
 Incontinence
 Infection.
 Immobility
 Inanition (malnutrition)

Sintesis :
Masalah-masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda
dari orang dewasa, yang sering disebut dengan sindroma geriatri yaitu
kumpulan gejala-gejala mengenai kesehatan yang sering dikeluhkan
oleh para lanjut usia dan atau keluarganya (istilah 14 I), yaitu:
1. Immobility 11. Iatrogenesis
2. Instability (falls) 12. Insomnia
3. Intelectual impairment 13. Impairment of ;
(demensia)  Vision
4. Isolation (depresion)  Hearing
5. Incontinence  Taste
6. Impotence  Smell
7. Immuno-deficiency  Comunication
8. Infection  Convalescense
9. Inanition (malnutrition)  Skin integrity
10.Impaction(constipation) 14. Infortunity

(Kemenkes, 2018)
28

g. Apa saja macam-macam gangguan kognitif ?


Jawab:
1. Gangguan kognitif demensia
1. Demensia Vaskular
2. Demensia Alzhemier
3. Demensia Lewy Body
4. Demensia frontotemporal
2. Gangguan kognitif non demensia
 Mild Cognitive Impairment (MCI)
(Martono, 2015).

h. Bagaimana pencegahan gangguan kognitif ?


Jawab:
 Secara teratur memeriksakan tekanan darah dan
mengupayakan agar tekanan darah yang tinggi dan risiko
vaskular lain dikendalikan dengan baik.
 Pencegahan dan perlindungan terhadap terjadinya cedera
kepala, terutama yang berat.
 Tetap melakukan kegiatan yang merangsang intelek dan
mengupayakan aktivitas social dan aktivitas hiburan
(leisureactivity).
 Mengupayakn diet yang cukup vitamin E.
 Mengupayakan makanan yang sehat, jangan terlalu banyak
lemak.
 Mengupayakan asupan vitamin B12 dan asam folat yang
cukup.
 Tidak merokok
 Agar selalu tetap aktif secara fisik dan mengupayakan tidur
yang cukup (Martono, 2015)

Skenario C Blok XXI


29

i. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan


kognitif?
Jawab:
Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan
kognitif yaitu faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor
yang dapat dimodifikasi.
A. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Genetik
B. Faktor yang yang dapat dimodifikasi
1. Diabetes
2. Dislipidemia
3. Depresi
4. Hipertensi
5. Kurang aktivitas fisik
6. Kurang rangsangan mental & kurang aktivitas social
(Mila, 2010).

4 Satu tahun terakhir, Tn. Tua sering mengeluh BAK tidak lampias
dan didiagnosis Dokter mengalami pembesaran prostat. Dokter
menyarankan untuk dilakukan operasi, namun Tn. Tua menolak.
Enam bulan terakhir, Tn. Tua sering mengeluh tidak bisa BAK dan
dibawa ke UGD untuk dilakukan pemasangan kateter. Tn.Tua
merasa lega setelah pemasangan kateter. Tn.Tua merasa lega setelah
pemasangan kateter. Tn. Tua mengeluh BAK keluar sendiri sehingga
celana Tn. Tua sering basah

Skenario C Blok XXI


30

a. Bagaimana perubahan anatomi dan fisiologi traktus urinarius


terkait proses menua pada lansia?
Jawab:
Tabel. 2.1 Perubahan-Perubahan Fisiologik Terkait Proses Menua Pada
Saluran Kemih Bawah.
Organ Perubahan
Kandung Kemih Perubahan Morfologis
 Trabekulasimeningkat
 Fibrosis meningkat
 Saraf autonomy menurun
 Pembentukan diverticula

Perubahan Fisiologis
 Kapasitas menurun
 Kemampuan menahan miksi menurun
 Kontraksi involunter meningkat
 Volume residu pasca berkemihmeningkat

Uretra Perubahan Morfologis


 Komponen Selular Menurun
 Deposit Kolagen meningkat

Perubahan Fisiologis
 Tekanan penutupan menurun
 Tekanan akhiran keluar menurun
Prostat Hiperplasia dan membesar
Vagina  Komponen seluler menurun
 Mukosa Atrofi
Dasar Panggul  Deposit Kolagen Meningkat
 Rasio Jaringan Ikat Otot Meningkat
 Otot Melemah
(Setiati, 2014).

Skenario C Blok XXI


31

b. Bagaimana fisiologi miksi ?


Jawab:
Miksi merupakan suatu kerja refleks yang pada orang
dewasa normal dikendalikan oleh pusat yang lebih tinggi di otak.
Refleks ini mulai bila volume urine mencapai kurang lebih 300 ml.
Reseptor regangan di dalam dinding vesica urinaria terangsang dan
impuls tersebut diteruskan ke susunan saraf pusat dan orang itu
mempunyai kesadaran ingin miksi. Sebagaian besar impuls naik ke
atas mellaui nervi splanchnici pelvici dan masuk ke medulla
spinalis segmen sacralis 2, 3, dan 4 medulla spinalis. Sebagian
impuls aferen berjalan bersama dengan saraf simpatis yang
membentuk plexus hypogastricus dan masuk segmen lumbalis 1
dan 2 medulla spinalis.
Impuls eferen parasimpatis meninggalkan medulla spinalis
dari segmen sacralis 2,3, dan 4 lalu berjalan melalui serabut
pregenglionik parasimpatis dengan perantaraan nervi splanchnici
pelvici dan plexus hypogastricus inferior ke dinding vesica
urinaria, tempat saraf-saraf tersebut bersinaps dengan neuron
postganglionik. Melalui lintasan saraf ini, otot polos dinding vesica
urinaria (musculus detrusor vesicae) berkontraksi dan musculus
sphincter vesicae dibuat relaksasi. Impuls eferen juga berjalan ke
musculus sphincter urethrae melalui nervus pudendus (S2, 3, dan
4) dan menyebabkan relaksasi. Bila urine masuk ke urethra, impuls
aferen tambahan berjalan ke medulla spinalis dari urethra dan
memperkuat refleks. Miksi dapat dibantu oleh kontraksi otot
abdomen dan meningkatkan tekanan intrabdominal dan tekanan
pelvicus sehingga timbul tekanan dari luar pada dinding vesica
urinaria (Snell, 2014).

Skenario C Blok XXI


32

c. Apa penyebab keluhan BAK tidak lampias?


Jawab:
1. Infeksi saluran kemih.
Keluhan ini biasanya disertai dengan nyeri saat buang air kecil,
buang air kecil tidak lampias, atau buang air kecil yang sering
namun hanya sedikit-sedikit.
2. Gangguan pada persarafan.
Gangguan pada persarafan kandung kemih dapat menyebabkan
gangguan buang air kecil. Hal ini biasanya terjadi pada pasien
dengan riwayat stroke.
3. Overactive Bladder (OAB).
OAB ditandai dengan berkemih minimal 3x dalam semalam dan
jumlah berkemih mencapai minimal 8x/hari, urinary
urgency (keinginan untuk segera berkemih), dan urinary
incontinence (tidak dapat menahan berkemih). OAB sendiri
memang lebih sering terjadi pada wanita. Faktor risikonya adalah
sering melahirkan dan berat badan berlebih.
4. Pembesaran Prostat
(Purnomo, 2011).

d. Apa saja klasifikasi inkontinensia urin ?


Jawab:
1. Inkontinensia Urin Akut
2. Inkontinensia Urin Persisten
- Inkontinensia urin tipe urgensi
- Inkontinensia urin tipe stres
- Inkontinensia urin tipe overflow
- Inkontinensia urin fungsional
- Inkontinensia urin tipe campuran

Skenario C Blok XXI


33

Sintesis
1. Inkontinensia Urine Akut (Transient incontinence)
Inkontinensia Urin Transien ini sering disingkat DIAPPERS, yaitu:
 Delirium atau kebingungan - pada kondisi berkurangnya
kesadaran baik karena pengaruh dari obat atau operasi,
kejadian inkontinensia dapat dihilangkan dengan
mengidentifikasi dan menterapi penyebab delirium.
 Infection – infeksi saluran kemih seperti urethritis dapat
menyebabkan iritasi kandung kemih dan timbul frekuensi,
disuria dan urgensi yang menyebabkan seseorang tidak
mampu mencapai toilet untuk berkemih.
 Atrophic Uretritis atau Vaginitis – jaringan teriritasi dapat
menyebabkan timbulnya urgensi yang sangat berespon
terhadap pemberian terapi estrogen.
 Pharmaceuticals –dapat karena obat-obatan, seperti terapi
diuretik yang meningkatkan pembebanan urin di kandung
kemih.
 Psychological Disorder – seperti stres, depresi, dan anxietas.
 Excessive Urin Output– karena intake cairan, alkoholisme
diuretik, pengaruh kafein.
 Restricted Mobility – dapat penurunan kondisi fisik lain yang
mengganggu mobilitas untuk mencapai toilet.
 Stool Impaction – dapat pengaruh tekanan feses pada kondisi
konstipasi akan mengubah posisi pada kandung kemih dan
menekan saraf.
2. Inkontinensia urin kronik (persisten)
Inkontinensia urin kronik (persisten) yaitu: menurunnya kapasitas
kandung kemih akibat hiperaktif dan karena kegagalan
pengosongan kandung kemih akibat lemahnya kontraksi otot
detrusor.
 Inkontinensia urin tipe urgensi :tipe ini disebut juga overaktif
vesika Urinaria. Inkontinensia urin tipe Urgensi dicirikan

Skenario C Blok XXI


34

dengan berkemih dengan frekuensi lebih dari 8 kali, tidak


tertahankan, nokturia (sering kencing malam hari), keluarnya
urin tidak terkontrol didahului keinginan kencing yang tak
tertahankan.
 Inkontinensia urin tipe fungsional: dapat terjadi akibat
penurunan yang berat dari fungsi fisik dan kognitif sehingga
pasien tidak dapat mencapai ketoilet pada saat yang tepat. Hal
ini terjadi pada demensia berat, gangguan neurologic,
gangguan mobilitas dan psikologik
 Inkontinensia urin tipe stress: Inkontinensia urin terjadi apabila
urin dengan secara tidak terkontrol keluar akibat peningkatan
tekanan di dalam perut, melemahnya otot dasar panggul,
operasi dan penurunan estrogen. Pada gejalanya antara lain
kencing sewaktu batuk, mengedan, tertawa, bersin, berlari,
atau hal yang lain yang meningkatkan tekanan pada rongga
perut. Pengobatan dapat dilakukan dengan tanpa operasi
(misalnya dengan Kegel exercises, dan beberapa jenis obat-
obatan), maupun dengan operasi.
 Inkontinensi obstruktif
dapat terjadi akibat pembesaran prostat, stritura uretra, kanker
prostat dimana urin terlihat menetes saat berkemih.
 Inkontinensia urin tipe overflow
keadaan ini urin mengalir keluar dengan akibat isinya yang
sudah terlalu banyak di dalam kandung kemih, pada umumnya
akibat otot detrusor kandung kemih yang lemah. Biasanya hal
ini bisa dijumpai pada gangguan saraf akibat dari penyakit
diabetes, cedera pada sumsum tulang belakang, dan saluran
kencing yang tersumbut. Gejalanya berupa rasanya tidak puas
setelah kencing (merasa urin masih tersisa di dalam kandung
kemih), urin yang keluar sedikit dan pancarannya lemah
(Cameron, 2013).

Skenario C Blok XXI


35

e. Bagaimana patofisiologi inkontinensia urin pada kasus ?


Jawab:
Pada kasus ini kemungkinan inkontinensia yang dialami Tn. Tua
adalah tipe overflow. Penyebab secara anatomis menurut Bhagwath
(2001) yaitu kelemahan musculus detrusor menyebabkan atoni
besar pada vesica urinaria, kondisi ini menyebabkan vesica urinaria
tidak mampu menghasilkan tekanan intravesikular yang diperlukan
untuk proses miksi. Hal ini menyebabkan vesica urinaria membesar
terkadang secara masif hingga tekanan intravesikular melebihi
tekanan dari sphincter urethra yang akan menyebabkan urin akan
keluar sedikit-sedikit biasanya tanpa disadari hingga volume
intravesica turun dan sedikit lebih rendah dari tekanan sphincter
urethra.

Sintesis:
Inkontinensia urin bisa terjadi karena adanya gangguan atau
malfungsi dari setiap komponen yang terlibat pada proses miksi.
Secara patogenesis salah satu penyebab dari inkontinensia yaitu
penyebab secara anatomi (Bhagwath, 2001). Pada titik ini, proses
miksi akan berhenti meskipun vesica urinaria masih penuh (Vogel,
2001). Selain itu, obstruksi sphincter urethra dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intravesikular yang terlalu berlebihan pada
vesica urinaria dimana salah satu penyebab dari obstruksi tersebut
adalah hipertrofi dari prostat seperti yang terjadi pada kasus
ini.Inkontinensia tipe overflow biasanya berhubungan dengan
obstruksi sphincter urethra atau kontraktilitas musculus detrusor
yang buruk serta pengosongan vesica urinaria yang tidak optimal.
Pada pria, benign prostate hyperplasia (BPH) dapat menyebabkan
obstruksi dari sphincter urethra dan menyebabkan inkontinensia
tipe overflow (Griebling, 2009).

Skenario C Blok XXI


36

f. Apa penyebab pembesaran prostat?


Jawab:
Faktor risiko yang paling berperan dalam BPH adalah usia,
selain adanya testis yang fungsional sejak pubertas (faktor
hormonal). Dari berbagai studi terakhir ditemukan hubungan
positif antara BPH dengan riwayat BPH dalam keluarga,
kurangnya aktivitas fisik, diet rendah serat, konsumsi vitamin E,
konsumsi daging merah, obesitas, sindrom metabolik, inflamasi
kronik pada prostat, dan penyakit jantung. Di samping itu,
pengaruh hormon lain (estrogen, prolaktin), pola diet,
mikrotrauma, inflamasi, obesitas, dan aktivitas fisik diduga
berhubungan dengan proliferasi sel kelenjar prostat secara tidak
langsung. Faktor‐faktor tersebut mampu memengaruhi sel prostat
untuk menyintesis growth factor, yang selanjutnya berperan dalam
memacu terjadinya proliferasi sel kelenjar prostat (IAUI, 2000).

g. Apa makna Tn. Tua sering mengeluh BAK tidak lampias dan
didiagnosis Dokter mengalami pembesaran prostat?
Jawab:
Terdapat obstruksi pada leher kandung kemih karena
pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra
prostatika dan menghambat aliran urin

Sintesis:
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra
prostatika dan menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine,
buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.
Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomi
buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya
selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada
buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada

Skenario C Blok XXI


37

saluran kemih sebelah bawah atau LUTS yang dahulu dikenal


dengan gejala prostatismus (Purnomo, 2011).

h. Bagaimana patofisiologi pembesaran prostat ?


Jawab:
Menurut Purnomo (2011) hingga sekarang masih belum
diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat,
tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat
erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT)
dan proses aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga
sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah:
(1) Teori Dihidrotestosteron
(2) Adanya Ketidakseimbangan antara Estrogen-Testosteron
(3) Interaksi Antara Sel Stroma dan Sel Epitel Prostat,
(4) Berkurangnya Kematian Sel (Apoptosis)
(5) Teori Stem Sel

i. Apa resiko pemasangan kateter pada lansia ?


Jawab:
Penggunaan kateter urin dapat mengakibatkan resiko:
- Infeksi saluran kemih
- Trauma pada uretra
- Blokade katerisasi dari enkrustasi atau penumpukan kalsium
(Hooton, 2010).
Sintesis:
Komplikasi yang paling sering terjadi pada pasien yang
menggunakan kateter ialah infeksi pada saluran kemih, urin yang
keruh, penyempitan saluran kemih, demam, sakit kepala, perasaan
terbakar diarea kelamin, darah dlam urin, berbau dan dapat
menimbulkan sakit pada pinggang. Apabila kateter dibutuhkan
untuk waktu yang cukup lama, maka perlu diperiksa secara berkala
oleh para ahli medis. Hal ini dapat mencegah komplikasi lain dan

Skenario C Blok XXI


38

mencegah kerusakan di ginjal. Oleh sebab itu, baik pasien ataupun


keluarga pasien agar lebih bisa memperhatikan perawatan kateter
dengan baik dan benar. Pastikan membersihkan kedua keteter dan
daerah dimana kateter dimasukan kedalam tubuh dengan cairan
khusus atau air, untuk mengurangi resiko infeksi saluran kemih
(Hooton, 2010).

j. Apa makna keluhan BAK keluar sendiri sehingga celana Tn. Tua
sering basah?
Jawab:
Mengalami inkontinensia urin

Sintesis:
Inkontinensia urin merupakan salah satu keluhan utama pada
penderita lanjut usia. Batasan inkontinensia adalah pengeluaran
urin tanpa disadari, dalam jumlah dan frekuensi yang cukup
sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan sosial.
Variasi dari inkontinensia urin meliputi dari kadang-kadang keluar
hanya beberapa tetes urin saja, sampai benar-benar banyak
(Pranarka, 2014).

5. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: delirium
Vital sign: TD: 130/80 mmHg; RR: 26 x/menit, Temp: 37,6oC, HR: 96
x/menit reguler
Pemeriksaan khusus:
Kepala: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Thoraks: Simetris, retraksi tidak ada, batas jantung kiri 3 jari mid
clavicula sinistra ICS V dan terdengar ronki basah di basal paru kanan,
slem (-)
Abdomen: Datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba
Genital: terpasang kateter

Skenario C Blok XXI


39

Ekstremitas: kekuatan motorik (5)

a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik ?


Jawab:
Pemeriksaan (Kasus) Keadaan Normal Interpretasi
Delirium Compos mentis Penurunan Kesadaran
TD: 130/80 mmHg 120/80 mmHg Normal
RR : 26 x/menit 14-20 x/menit Takipnea
HR :96 x/menit regular HR:60-100 x/menit Normal
regular
Temp : 37,6oC 36,5°C - 37,5°C. Sub Febris

Pemeriksaan (Kasus) Keadaan Normal Interpretasi


Kepala : Kepala : Normal
Konjungtiva tidak Konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak anemis, sklera tidak
ikterik. ikterik.
Thoraks : Thoraks : Infeksi saluran nafas
Simetris, retraksi tidak simetris, retraksi tidak bawah
ada, batas jantung kiri 3 ada, jantung dan paru
jari mid clavicula dalam batas normal,
sinistra ICS V dan slem (-)
terdengar ronki basah di
basal paru kanan, slem
(-)

Abdomen : Abdomen : Normal


datar, lemas, hepar dan datar, lemas, hepar dan
lien tidak teraba. lien tidak teraba.
Genital: terpasang Tidak terpasang kateter Gangguan proses miksi
kateter fisiologis
Ekstremitas: kekuatan Ekstremitas : Normal
motorik (5) Pasien menggerakkan

Skenario C Blok XXI


40

tubuh (misal
ekstremitas) sesuai
perintah

b. Bagaimana mekanisme dari hasil pemeriksaan fisik abnormal?


Jawab:
 Mikroorganisme masuk → MO berada di saluran pernapasan →
MO menempel pada mukosa salura nnafas → MO yang berada di
saluran pernapasan atas menyebar dan berkolonisasi → terjadi
aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi
mikroorganisme di parenkim paru → aktivasi makrofag (fagositosis)
→ mengeluarkan TNFα , IL-1, IL-6 → menginduksi prostalglandin
→ meningkatkan termostat di hipotalamus → meningkatkan set
point → suhu tubuh meningkat → sub febris (Price dan Wilson,
2006).

 Mikroorganisme masuk → MO berada di saluran pernapasan →


MO menempel pada mukosa salura nnafas → MO yang berada di
saluran pernapasan atas menyebar dan berkolonisasi → terjadi
aspirasi ke saluran napas bawah→ ketika udara masuk suara
dihasilkan saat udara dipaksa untuk melewati saluran bronkus yang
dipersempit oleh adanya cairan, mukus, atau pus atau dapat juga
terjadi dengan cara membuka alveolus yang sebelumnya tidak
mengembang → ronki basah di basal paru kanan dan takipnea
 Pembesaran prostat → penyempitan lumen uretra prostatika→
obstruksi pada leher kandung kemih →menghambat aliran urin →
gangguan proses miksi

Skenario C Blok XXI


41

6. Pemeriksaan Laboratorium:
Hb : 11 gr%
Leukosit: 12.000/mm3
Diff Count : 0/1/2/75/20/2
Urin rutin : Leukosit 1-2, eritrosit (-)
Kimia darah : GDS 132 mg/dl, albumin 2,8 gr/dl, ureum 20
mg/dl, creatinin 0,8 mg/dl, asam urat 4 mg/dl

a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan laboratorium ?


Jawab:
Pemeriksaan Kasus Normal Interpretasi
Hb 11 g% 12-16 g% Anemia
Leukosit 12.000/m3 5000-10.000 Leukositosis
Diff Count 0/1/2/75/20/2 Basofil : 0-1 Neutrofil segmen
Eosinofil : 1-3 meningkat: Shift to
Batang : 2-6 the right  infeksi
Segmen : 40-70 bersifat kronis
Limfosit : 20-40
Monosit : 2-8
Leukosit 1-2 0-4 Normal
Eritrosit 0 0-3 Normal
GDS 132 mg/dl 80-180 mg/dl Normal
Ureum 20 mg/dl 20-40 mg/dl Normal
Creatinin 0,8 mg/dl 0,5-1,5 mg/dl Normal
Albumin 2,8 gr/dl 3,5-5,0 gr/dl Hipoalbumin
Asam Urat 4 mg/dl 2-6 mg/dl Normal

Skenario C Blok XXI


42

b. Bagaimana mekanisme dari hasil pemeriksaan laboratorium abnormal?


Jawab:
 Anemia : Proses degeneratif → sumsum tulang mengandung
lebih sedikit sel hemopoitik → Anemia

 Leukositosis :
Ketika agen infeksi masuk ke dalam tubuh → peradangan
makrofag yang berasal dari monosit di jaringan yang terinfeksi
→Infiltrasi neutrofil dan monosit → Peningkatan produksi
granulosit dan monosit oleh sumsum tulang dan →leukositosis

 Hipoalbumin :
Menurut Kurniawan, et al (2014), hipoalbuminemia pada kasus
ini kemungkinan disebabkan oleh infeksi dan malnutrisi.
1. Infeksi
Pada kondisi infeksi terjadi penurunan kadar albumin serum
yang dimediasi oleh sitokin-sitokin seperti IL-2, IFN-alfa, dan
IL-6. Faktor-faktor yang berkontribusi dalam penurunan
konsentrasi albumin serum masih menjadi kontroversi.
Terdapat beberapa teori yang berusaha menjelaskan proses
terjadi hipoalbuminemia pada kondisi infeksi seperti adanya
gangguan sintesis albumin saat inflamasi, sekuestrasi albumin
ke ruang ekstravaskular, dan peningkatan katabolisme
albumin.
2. Malnutrisi
Albumin juga merupakan penanda biokimia yang paling sering
digunakan untuk kondisi malnutrisi. Pada keadaan malnutrisi
energi protein yang ringan, terjadi adaptasi tubuh untuk
mempertahankan kadar albumin serum yang normal dengan
jalan mengurangi proses katabolisme dan kembalinya albumin
di jaringan interstisial ke ruang intravaskular. Pada malnutrisi
energi protein yang sudah lanjut, proses adaptasi ini dapat

Skenario C Blok XXI


43

mengimbangi penurunan proses sintesis yang berhubungan


dengan asupan nutrisi sehingga terjadilah hipoalbuminemia.

7. Pemeriksaan Rontgen Thorak: Terdapat infiltrat di basal pulmo


dextra
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan Rontgen Thorak ?
Jawab:
Infeksi saluran nafas bawah yaitu pada bagian parenkim paru
(pneumonia)

b. Bagaimana mekanisme dari hasil pemeriksaan Rontgen


Thorak?
Jawab:
Mikroorganisme masuk → MO berada di saluran pernapasan
→ MO menempel pada mukosa salura nnafas → MO yang
berada di saluran pernapasan atas menyebar dan berkolonisasi
→ terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi
mikroorganisme ke dalam alveoli → aktivasi makrofag
(fagositosis) → reaksi radang berupa edema seluruh alveoli
disusul → infiltrasi sel-sel PMN →terdapat infiltrat di basal
pulmo dextra

8. Pemeriksaan MMSE, Skor indikator Malnutrisi, ADL.


 Pemeriksaan MMSE (Mini Mental Stase Examination) : 2
 MMSE setelah kondisi pasien membaik: 26
 Skor indikator Malnutrisi: Skor Mini Nutritional Assesment
(MNA): 16
 ADL saat ini: 5

Skenario C Blok XXI


44

a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan MMSE (Mini


Mental Stase Examination) : 2 dan MMSE setelah kondisi
pasien membaik: 26
Jawab:
 MMSE (Mini Mental Stase Examination) : 2
Abnormal, increased odds of dementia dan gangguan
kognitif berat.
 MMSE setelah kondisi pasien membaik: 26
Normal, decreased odds of dementia dan tidak ada
gangguan kognitif.

Sintesis:
MMSE didesain untuk mendeteksi dan menjajaki
kemungkinan gangguan kognitif yang terkait dengan
gangguan neurodegeneratif.
Tabel. 2.2 Interpretasi MMSE
Metode Skor Interpretasi
Penilaian < 24 Abnormal
cepat
Range < 21 Increased odds of dementia
> 25 Decreased odds of dementia
Pendidikan 21 Abnormal untuk tingkat pendidikan
SMP ke bawah
< 23 Abnormal untuk tingkat pendidikan
SMA
< 24 Abnormal untuk tingkat pendidikan
tinggi (D3/S1/S2/S3)
Tingkat 24-30 Tidak ada gangguan kognitif
Keparahan 18-23 Gangguan kognitif ringan
0-17 Gangguan kognitif berat

Skenario C Blok XXI


45

b. Bagaimana interpretasi dari Skor indikator Malnutrisi: Skor Mini


Nutritional Assesment (MNA): 16 ?
Jawab:
Pasien Mengalami Malnutrisi
Sintesis:
Penilaian Nutrisi Mini MNA yaitu:
 Skor Skrining (Skor Maksimal 14)
 Skor 12-14: Status Gizi Normal
 Skor 8-11: Berisiko Malnutrisi
 Skor 0-7: Malnutrisi

c. Bagaimana interpretasi dari ADL saat ini 5 ?


Berdasarkan penilaian ADL menggunakan indeks Bartel yaitu
Ketergantungan Berat
Sintesis:
Hasil dari pemeriksaan Indeks Bartel di kategorikan menjadi 5
kategori dengan rentang nilai berikut ini :
Skor 20 : Mandiri
Skor 12-19 : Ketergantungan Ringan
Skor 9-11 : Ketergantungan Sedang
Skor 5-8 : Ketergantungan Berat
Skor 0-4 : Ketergantungan Total

9. Bagaimana diagnosis banding pada kasus ini?


Jawab:
1. Keluhan Meracau
 Sindrom Delirium Akut
 Depresi
2. Keluhan batuk tidak terlalu sering kadang-kadang berdahak berwarna
kuning yang susah dikeluarkan, demam.
 Pneumonia
 TB paru

Skenario C Blok XXI


46

3. Keluhan Mudah Lupa


 Mild Cognitive Impairment (MCI)
 Demensia Alzheimer
4. Keluhan BAK keluar sendiri
 Inkontinensi urin tipe overflow
 Inkontinensia urin tipe urgensi

10. Apa pemeriksaan penunjang pada kasus ini?


Jawab:
a. Delirium Rating Scale
b. Kultur Sputum
c. Pemeriksaan pencitraan prostat merupakan pemeriksaan rutin yang
bertujuan untuk menilai bentuk dan besar prostat, dengan
menggunakan ultrasonografi transabdominal (TAUS) atau
ultrasonografi transrektal (TRUS).
d. CT Scan

11. Apa diagnosis kerja pada kasus ini?


Jawab:
Sindrom Delirium Akut et causa pneumonia dengan Mild
Cognitive Impairment (MCI) dan inkontinensi urin tipe overflow et
causa hiperplasia prostat.

12. Apa tatalaksana pada kasus ini?


Jawab:
A. Non Farmakoterapi
1. Bladder training yaitu terapi non farmakologis pada
inkontinensia urin tipe overflow yang bertujuan
memperpanjang interval berkemih yang normal dengan
teknik relaksasi sehingga frekuensi berkemih hanya 6-7 kali
per hari atau 3-4 jam sekali. Pasien diharapkan dapat
menahan sensasi berkemih (Setiati, 2014).

Skenario C Blok XXI


47

2. Stimulasi fungsi kognitif dan aktivitas olahraga ringan


Sintesis:
Latihan dan aktivitas fisik dihubungkan dengan rendahnya
risiko demensia. Hubungan tersebut tampaknya terkait tidak
hanya dengan jumlah kalori yang dikeluarkan saat latihan,
tetapi juga dengan jumlah kegiatan, yang menunjukkan
bahwa ada sinergi antara latihan dan stimulasi kognitif
(Langa, 2014)
B. Farmakoterapi
1. Antikolinesterase (Donepezil) 10 mg per hari
Sintesis:
Sampai saat ini belum ada pengobatan yang disetujui oleh Food
and Drug Administration (FDA). Beberapa uji klinis terkontrol
dengan plasebo atas pengobatan yang biasa digunakan pada
Alzheimer (donepezil, galantamine, rivastigmine) tidak
menunjukkan penurunan signifikan progresivitas MCI. Akan
tetapi donepezil dapat mengurangi perkembangan MCI menjadi
alzheimer pada 2 tahun pertama. Dosis 10 mg Donepezil setiap
hari dapat mengurangi risiko amnestic MCI menjadi Alzheimer
selama satu tahu (Eshkoor et al, 2014).
2. Psikoterapi
Haloperidol 2-10 mg intramuskular dan dapat diulang satu jam
kemudian dilanjutkan dengan 5- 50 mg per oral.
Sintesis :
Dua gejala utama delirium yang memerlukan terapi obat yaitu
psikosis dan insomnia. Obat yang dianggap cocok untuk
psikosis adalah haloperidol (Budiman, 2013)
3. Diberikan penjelasan agar pasien mau dilakukan operasi sebagai
tindakan mengurangi obstruksi atau sumbatan karena
pembesaran prostat (BPH). Indikasi tindakan pembedahan,
yaitu pada BPH yang sudah menimbulkan komplikasi
seperti retensi urin akut (IAUI, 2000)

Skenario C Blok XXI


48

13. Apa komplikasi pada kasus ini?


Jawab:
 Depresi
 Infeksi Saluran Kemih
 Demensia
 Penurunan kualitas hidup

14. Bagaimana prognosis pada kasus ini?


Jawab:
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad malam

15. Apa kompetensi dokter umum pada kasus ini?


Jawab:
 Sindrom Delirium Akut 4A
 Inkontinensia urine  4A
 Mild Cognitive Impairment (MCI) 4A
 Pneumonia  4A
 Hiperplasia prostat (Benign Prostatic Hiperplasia) 4A

16. Apa pandangan islam pada kasus ini?


Jawab:
Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah meletakkan sebuah penyakit
melainkan meletakkan pula obatnya, kecuali satu penyakit.” Mereka
bertanya: “Penyakit apa itu?” Beliau menjawab: “Penyakit tua.” (HR.
Ahmad)

Skenario C Blok XXI


49

2.6 Kesimpulan
Tn. Tua, usia 75 tahun, dengan keluhan meracau, batuk berdahak, demam
yang tidak terlalu tinggi dan tidak mengeluh sesak, terkadang lupa dan BAK
keluar sendiri karena mengalami sindroma geriatri.

2.7 Kerangka Konsep

Usia Lanjut (75 th)

Penurunan fungsi anatomi dan fisiologis tubuh

Penurunan
Penurunan
Mudah Gangguan Fungsi
Traktus
terkena Saluran Otak
Urinarius
Infeksi Gastrointestinal

Mild
Inanition
Pneumonia Cognitive
(Malnutrisi) Impairment
(Infeksi) (MCI)
Inkontinensia
Urin Tipe
Delirium Overflow

Sindrom Geriatri

Skenario C Blok XXI


50

DAFTAR PUSTAKA

Alagiakrishnan, Delirium, , 2017.J. R. Maldonado, Am J. Geriatri Psychiatry,


2013, 21 (12) 1190-1222. (diakses 05 Oktober 2018)
Diunduh dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24206937
Anderson.,H.,S. Mild Cognitive Impairment. 2014. (diakses 03 Oktober
2018) Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/1136393- overview
Budiman., R. 2013. Delirium. Dalam Elvira, Sylvia D & Hadisukanto, Gitayanti
2013. Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua. Jakarta: Badan Penerbit FK UI.
Cameron.,A. Joel.,J Heidelbaugh.J. 2013. Diagnosis And Office- Based Treatment
Of Urinary Incontinence In Adults. (diakses 03 Oktober 2018) Diunduh
dari http://journals.sagepub.com/doi/abs/10.1177/1756287213495100
Dahlan Z. Pneumonia. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo Aw, Simadibrata M,
Setyohadi B, Syam Af, Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Ke-
6. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2014.P.1608-
19
Eshkoor.,A., Hamid.,C. 2015. Mild Cognitive Impairment And Its Management
In Older People. (diakses 03 Oktober 2018).Diunduh dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4401355/pdf/cia-10-pdf
Griebling, T.L. 2009. Urinary Incontinence in the Elderly. Clinics in Geriatric
Medicine. 25, Issue 3: 447. https://doi.org/10.1016/j.cger.2009.06.004
Harimurti.,S dan Roosheroe. 2014. Proses Menua Dan Implikasi Kliniknya.
Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Iv. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Hooton.,T., 2010. Diagnosis, Prevention, and Treatment of CatheterAssociated
Urinary Tract Infection in Adults: 2009 International Clinical Practice
Guidelines from the Infectious Diseases Society of America : Clinical
Infectious Diseases

Skenario C Blok XXI


51

Ikatan Ahli Urologi Indonesia(IAUI). 2000. Konsensus Benigna Prostatic


Hiperplasia di Indonesia. (diakses 03 Oktober 2018). Diunduh dari
http://iaui.or.id/ast/file/bph. pdf
Inouye, R. G. J.2014, Delirium In Elderly People. 383 (9920) 911- 922. (diakses
05 Oktober 2018). Diunduh dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/pmc4120864/
Kane R.,L, Ouslander J.,G, Abrass I.,B, Resnick .,B. 2008. Essentials Of Clinical
Geriatris. 6th Ed. New York, Ny: Mcgraw-Hill.
Kemenkes. 2018. Masalah Kesehatan Pada Lansia. (diakses 03 Oktober 2018)
Diunduh dari http://Yankes.Kemkes.Go.Id/Read-Masalah-Kesehatan-
Pada-Lansia-4884.html
Kurniawan., et al. 2014. Hipoalbuminemia pada Pasien Usia Lanjut dengan
Pneumonia Komunitas: Prevalensi dan Pengaruhnya Terhadap Kesintasan.
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. 1(2): 84
Kusumoputro,.S..2013.Otak Menua dan Alzheimer Stadium Ringan.Jakarta:
Bagian Neurologi FKUI/ RSUPNCM
Langa.,K.M. 2014. The Diagnosis and Management of Mild Cognitive
Impairment: A Clinical Review. (diakses 05 Oktober 2018). Diunduh
dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4269302/
Martono.,H. 2015. Aspek Fisiologik Dan Patologik Akibat Proses Menua. Dalam
Darmojo.,B. Buku Ajar Geriatri. Jakarta. :Balai Penerbit FK UI.
Martono., H., 2015. Gangguan Kesadaran Dan Kognitif Pada Usia Lanjut. Dalam
Darmojo.,B.Buku Ajar Geriatri. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Maryam.,S.. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Penanganannya. Jakarta:
Salemba Medika
Mila.C., 2010. Mild Cognitive Impairment And Intellectual Activity In The
Elderly. Eur Psychiatry.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2003. Pneumonia Komuniti
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. (diakses 03 Oktober
2018).Diunduh dari https://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-
pneumoniakom.pdf

Skenario C Blok XXI


52

Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson, 2006, Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit, Edisi 6, (terjemahan), Peter Anugrah. Jakarta:
EGC.
Pranarka., K. 2014. Inkontinensia. Dalam; Darmojo .Geriatri Ilmu Kesehatan
Usia Lanjut.Edisi 5.Jakarta : FKUI
Purnomo., B. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: CV.Sagung Seto.
Rahmatullah., P. 2015. Penyakit Paru Pada Usia Lanjut. Dalam: Martono, H &
Pranaka, K(Eds), Buku Ajar Boedhidarmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan
Usia Lanjut).Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Setiati.,S. 2014. Inkontinensia Urin. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Edisi Iv. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Snell.,R.. 2014. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6.
Jakarta: EGC.Sadock.,B.,J Dan Alcott.V., 2010. Buku Ajar Psikiatri
Klinis. Ed Ke- 2. Egc :Jakarta.
Vogel, S.L. 2001. Urinary Incontinence in the Elderly. The Ochsner Journal. 3(4):
215-6.
Wibisono.,H.,B dan Hadisaputro.,S. 2015. Dalam Darmojo.,B. Buku Ajar
Geriatri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
.

Skenario C Blok XXI

Anda mungkin juga menyukai