Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan jantung peradaban bangsa. Bangsa yang besar

memulai pembangunannya melalui pendidikan. Berawal dari pendidikan,

anak dapat meningkatkan ilmu pengetahuan, jasmani dan akhlak sehingga

secara perlahan bisa mengantarkan anak kepada tujuan dan cita-citanya yang

paling tinggi. Hasilnya mereka dapat memperoleh kehidupan yang bahagia

dan apa yang dilakukanya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri,

masyarakat, bangsa, negara dan agamanya (Yunus, 2015).

Salah satu tempat untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas

adalah sekolah. Upaya melakukan pendidikan di sekolah, diperlukan

beberapa faktor pendukung. Salah satu faktor pendukung yang penting

adalah suasana yang kondusif. Kondusif disini mengandung arti secara fisik

dan non fisik. Secara fisik, kondusif berarti memenuhi kebutuhan yang

meliputi bangunan sekolah, fasilitas, dan lingkungan yang mendukung

proses belajar mengajar. Adapun secara non fisik, kondusif dapat diartikan

sebagai terjaganya suasana sekolah, seperti terciptanya ketenangan dan

kedamaian di dalam sekolah (Bibit, Darmalina, 2014).

Terciptanya suasana sekolah yang kondusif dapat terhambat karena

adanya perilaku bullying. Bullying adalah sebuah hasrat untuk menyakiti,

hasrat ini diperlihatkan ke dalam aksi secara fisik, psikis atau verbal, yang
menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh

seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab,

berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang (Arya, 2018). Bullying

merupakan suatu aksi atau serangkaian aksi negatif yang seringkali agresif

dan manipulatif, dilakukan oleh satu atau lebih orang terhadap orang lain

atau beberapa orang selama kurun waktu tertentu, bermuatan kekerasan baik

verbal maupun fisik, dan melibatkan ketidakseimbangan kekuatan. Pelaku

biasanya mencuri-curi kesempatan dalam melakukan aksinya, dan

bermaksud membuat orang lain merasa tidak nyaman atau terganggu,

sedangkan korban biasanya juga menyadari bahwa aksi itu akan berulang

menimpanya (Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron, 2015).

Kasus bullying yang awalnya hanya secara verbal dapat pula

menyebabkan munculnya perlakuan yang lebih berbahaya, seperti pelecehan

secara fisik. Penelitian yang dilakukan Fitria (2015) menunjukkan hasil

bullying tinggi sebanyak 58,5% dan bullying rendah sebanyak 41,5%.

Perilaku bullying dengan intensitas rendah adalah sebanyak 23 orang

(32,3%) (Pratama, 2016). Hasil penelitian lainnya menunjukan bahwa

perempuan memiliki sifat sekunderis pada perasaan bukan berdasarkan

intelektualnya. Perempuan lebih emosional daripada laki-laki karena

perempuan sangat peka dan mudah meluapkan perasaan, sementara itu laki-

laki lebih bersikap objektif dan rasional sehingga mampu berfikir dan tidak

mengedepankan emosionalnya, karena itu perempuan lebih cepat bereaksi

dengan hati, bingung, takut, dan cemas (Putri, Kristiyawati & Arif, 2014).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden lebih banyak

memiliki perilaku bullying verbal sebanyak 56,1% dibandingan dengan

perilaku bullying fisik 15,7% dan perilaku bullying relasional 29,2%.

Mereka cenderung suka mengejek, menertawakan teman dan mencacimaki

teman. Mereka mengatakan tidak setuju jika tidak pernah memberikan nama

ejekan kepada teman-temannya. Sebanyak 56,1% dari mereka pernah

memberikan nama ejekan kepada teman-temannya, 43,9% juga mengatakan

bahwa setuju jika mereka senang menertawakan kebodohan orang yang

mereka anggap aneh. Perilaku bullying fisik sebanyak 15,7% menyatakan

bahwa mereka tidak tega jika memukul orang lain walaupun mereka diejek

lebih lanjut responden juga mengatakan tidak akan menggunakan kekerasan

pada temannya walaupun mereka sedang bertengkar. Perilaku bullying

relasional sebanyak 29,2% tidak setuju jika mereka mencibir perkataan

teman yang mereka tidak sukai dan sebanyak 43,5% menyatakan bahwa

mereka setuju jika mereka tidak pernah meneror teman dengan alasan

apapun. (Dalam Jurnal Pratama, 2016).

Menurut National Center for Educational Statistics (NCES, 2015)

mengatakan satu dari lima siswa di U.S yang berusia 12 – 18 tahun

melaporkan pernah di bully (20,8 %). Sementara kasus bullying di Indonesia

pun sering kali terjadi, hal ini dibuktikan dengan data dari Komisi Nasional

Perlidungan Anak Indonesia (KPAI), jumlah kasus pendidikan per tanggal

30 Mei 2018, berjumlah 161 kasus, adapun rinciannya untuk anak korban

kekerasan dan bullying sebanyak 36 kasus atau (22,4%), anak pelaku


kekerasan dan bullying sebanyak 41 kasus atau (25,5%). Kasus pengaduan

kekerasan dan bullying terbanyak berasal dari jenjang SD sebanyak 13 kasus

atau (50%), sedangkan SMP sebanyak 5 kasus atau (19,3%) dan SMA/SMK

sebanyak sembilan kasus atau (34,7%). Pengaduan terbanyak dari daerah

Jabodetabek sebanyak (21 %). Wilayah asal pengaduan selain Jabodetabek

adalah Bandung, Bali, Yogjakarta, Lombok Timur, dan Palu.

Fenomena bullying yang terjadi di lingkungan sekolah diperkuat dengan

bukti dari penelitian menurut Arofa, (2018), fenomena yang menyita

perhatian di dunia pendidikan adalah penindasan di sekolah, baik yang

dilakukan oleh guru terhadap siswa, maupun oleh siswa terhadap siswa

lainnya. Bullying di sekolah adalah masalah seluruh dunia yang dapat

memiliki konsekuensi negatif seumur hidup bagi siswa. Maraknya aksi

kekerasan (bullying) yang dilakukan oleh siswa di sekolah yang semakin

banyak menghiasi deretan berita di halaman media cetak maupun elektronik

menjadi bukti telah tercabutnya nilai - nilai kemanusiaan. Tentunya kasus -

kasus kekerasan tersebut tidak saja mencoreng citra pendidikan yang selama

ini dipercayai oleh banyak kalangan sebagai sebuah tempat dimana proses

humanisasi berlangsung, tetapi juga menimbulkan sejumlah pertanyaan dan

bahkan gugatan dari berbagai pihak yang semakin kritis mempertanyakan

esensi pendidikan disekolah. Salah satu faktor yang menyebabkan bullying

adalah faktor kelompok teman sebaya.

Menurut penelitian yang dilakukan Saifullah, (2016), faktor yang

menyebabkan bullying seperti faktor kelompok teman sebaya, hal ini


dinyatakan siswa-siswa pengaruh ikut-ikutan kelompok/grup pertemanan

untuk berbuat usil dan mengolok-olok. Selanjutnya karena faktor pola asuh

orang tua yang kurang berperan ini dinyatakan para siswa disebabkan

kurangnya attention (perhatian) orang tua dilingkungan keluarga dalam

membentuk tingkah laku yang baik dan terakhir karena faktor iklim sekolah

yang kurang mendukung, para siswa-siswi menyatakan bahwa sekolah

banyak melakukan pembiaran dan kurang menindaklanjuti, dalam hal ini

disiplin sekolah masih bersifat lemah yang menyebabkan bullying ini dapat

terjadi. Salah satu dampak dari perilaku bullying menyebabkan menurunnya

motivasi belajar. (Saifullah, 2016; & Tumon, 2014).

Salah satu indikator keberhasilan suatu pendidikan dapat dilihat dari

motivasi belajar siswa. Motivasi belajar merupakan kekuatan (power

motivation), daya pendorong (driving force), atau alat pembangun kesediaan

dan keinginan yang kuat dalam diri peserta didik untuk belajar secara aktif,

kreatif, efektif, inovatif, dan menyenangkan dalam rangka perubahan

perilaku baik dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Motivasi belajar

berkaitan erat dengan perilaku bullying. Suatu pendidikan bisa menciptakan

budaya anti bullying dengan cara memberikan sanksi tegas pada pelaku

bullying, akan tetapi masih banyak sekolah-sekolah yang masih

mengabaikan adanya perilaku bullying, sehingga tidak adanya efek jera bagi

pelaku bullying. (Suhana, 2014:24).

Berdasarkan permasalahan diatas maka perlu diketahui tentang adanya

perilaku bullying verbal dan motivasi belajar siswa. Hal ini disebabkan
bullying merupakan perilaku yang tidak sesuai dengan norma – norma dalam

pendidikan yang bisa menurunkan motivasi belajar, jika tidak diatasi akan

menyebabkan dampak negatif jangka panjang. Peneliti tertarik untuk

meneliti tentang hubungan bullying verbal dengan motivasi belajar pada

remaja di Pondok Pesantren At – Taqwa Pusat Putri Bekasi Tahun 2019.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan bullying ini telah dikenal secara luas baik di dunia

maupun di Indonesia. Permasalahan bullying ini banyak terjadi di sekolah

menengah pertama. Salah satu hasil penelitian ini dibuktikan dengan data

dari Komisi Nasional Perlidungan Anak Indonesia (KPAI), jumlah kasus

pendidikan per tanggal 30 Mei 2018, berjumlah 161 kasus. Dampak yang

timbul akibat perilaku bullying dapat mempengaruhi kehidupan remaja pada

tahap perkembangan selanjutnya. Dampak ini dapat terjadi baik pada korban

maupun pelaku bullying.

Berdasarkan uraian penjelasan diatas peneliti tertarik untuk meneliti

“Hubungan Bullying verbal dengan motivasi belajar pada remaja di Pondok

Pesantren At-Taqwa Pusat Putri Bekasi Tahun 2019” mengingat dampak

yang timbul dari perilaku bullying tersebut akan mempengaruhi tahap

perkembangan remaja selanjutnya.


C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui “Hubungan bullying verbal dengan motivasi belajar

pada remaja di Pondok Pesantren At-Taqwa Bekasi Pusat Putri Tahun

2019”.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan

usia, kelas, dan kecenderungan berkelompok pada remaja di Pondok

Pesantren At-Taqwa Pusat Putri Bekasi Tahun 2019.

b. Mengetahui distribusi frekuensi kejadian bullying verbal pada remaja

di Pondok Pesantren At-Taqwa Pusat Putri Bekasi Tahun 2019.

c. Mengetahui distribusi frekuensi motivasi belajar pada remaja di

Pondok Pesantren At-Taqwa Pusat Putri Bekasi Tahun 2019.

d. Mengetahui hubungan bullying verbal dengan motivasi belajar pada

remaja di Pondok Pesantren At-Taqwa Pusat Putri Bekasi Tahun

2019.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk

mengembangkan dan mengaplikasikan penatalaksanaan bullying

pada remaja dan mengembangkan riset-riset lain terkait bullying.


Dianjurkan Penelitian berikutnya dapat melakukan penelitian lebih

lanjut ditinjau dari aspek-aspek lain yang dapat mempengaruhi

motivasi belajar seperti pola asuh orang tua, jenis kelamin,

lingkungan social, peer group, kecerdasan emosi, intelegensi dan

metode pembelajaran disekolah.

2. Manfaat Teoritis

a. Bagi Pondok Pesantren

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pelaksanaan

kegiatan pembinaan, serta pengawasan terhadap adanya perilaku

bullying yang lebih membahayakan dan menjadikan kegiatan-

kegiatan konseling disekolah untuk memfasilitasi pengembangan

kemampuan diri yang lebih baik bagi Pondok Pesantren At-Taqwa

Pusat Putri Bekasi.

b. Bagi Kampus Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu bagi

institusi pendidikan terutama dibidang kesehatan keperawatan jiwa,

anak dan keluarga agar dapat terus mengembangkan penelitian

tentang aspek psikologis pada remaja, membentuk kegiatan terkait

upaya preventif perilaku bullying dan perilaku kenakalan ramaja

lainnya.
E. Keaslian Penelitian

No Pengarang Judul Tahun Hasil


1 Isnaini Zakiyyah Pengaruh Perilaku 2018 Berdasarkan Penelitian ini menunjukan
Bullying terhadap adanya perbedaan perilku bullying
Arofa
Empati Ditinjau dari ditinjau tipe sekolah setelah dikendalikan
Tipe Sekolah oleh empati. Hal ini dibuktikan adanya
perbedaan perilaku bullying ketika tidak
dikaitakan dengan empati, dan perilaku
bullying dikaitkan dengan empati. Hal ini
berdasarkan uji beda anova.
2 Aprilia Eunike Hubungan Bullying 2018 Berdasarkan penelitian didapatkan hasil
dengan Kepercayaan bullying pada remaja di SMP Negeri 10
Tawalujan
Diri pada Remaja di Manado mengalami bullying berat.
Smp Negeri 10 Kepercayaan diri pada remaja di SMP
Manado Negeri 10 Manado memiliki kepercayaan
diri tinggi. Ada hubungan antara bullying
dengan kepercayaan diri pada remaja di
SMP Negeri 10 Manado.
3 Rinda Fithriyana Hubungan Bullying 2017 Berdasarkan hasil penelitian dan
dengan Lingkungan, pembahasan sebelumnya, maka dapat
Sosial Ekonomi dan disimpulkan sebagai berikut:
Prestasi pada Siswa 1. Bullying yang terjadi sekolah
SDN 006 Langgini berdampak negatif terhadap
perkembangan anak.
2. Tidak adanya hubungan antara tindakan
bullying dengan prestasi belajar anak
korban bullying pada tingkat Sekolah
Dasar.
3. Pelaku bullying merupakan siswa yang
memiliki kekuatan baik fisik ataupun
sosial yang lebih dibanding teman yang
lain, memiliki tempramen tinggi, dan rasa
empati yang rendah.
4. kebanyakan dari korban bullying
tunduk kepada perintah pelaku dan tidak
berani melapor pada guru.
5. Tayangan yang sering dinikmati oleh
pelaku di dalamnya banyak mengandung
unsur-unsur kekerasan sehingga
mempengaruhi perilaku si anak.
4 Ahmad Salman Pengaruh 2017 Berdasarkan hasil penelitian terbuki
lingkungan keluarga bahwa ada pengaruh lingkungan keluarga
Alparizi
terhadap pelaku terhadap pelaku bullying siswa kelas IX di
bullying siswa kelas SMPN 2 Praya Timur. Berdasarkan
ix di SMPN 2 Praya kriteria di atas maka pengaruh lingkungan
Timur. keluarga terhadap pelaku bullying siswa
kelas IX di SMPN 2 Praya Timur
termasuk dalam kategori sedang.
5 Hertika Nanda Putri Faktor–Faktor yang 2015 Hasil penelitian diperoleh data statistik
Berhubungan pada faktor eksternal individu antara lain;
dengan Perilaku pada faktor iklim sekolah diperoleh p
Bullying pada value= 0,036 (p<α) dengan makna
Remaja terdapat hubungan antara iklim sekolah
dengan perilaku bullying dan pada faktor
dukungan sosial teman sebaya diperoleh p
value= 0,000 (p<α), dengan makna
terdapat hubungan antara dukungan sosial
teman sebaya dengan perilaku bullying.
6 Hairani Irma Penyebab Verbal 2015 Hasil penelitian diperoleh bahwa
Bullying di penyebab dilakukannya verbal bullying
Suryani Nasution
Kalangan Siswa adalah karena factor keluarga (kurang
SMP IT Ulil Albab perhatian, efek dari perceraian orang tua),
Batam teman sebaya (apapun yang dilakukan
teman sebayanya dianggap benar karena
teman membuatnya senang dan terhibur
dan yang terakhir adalah media sosial
(pengaruh media sosial sangat luar biasa,
responden dengan leluasa menggunakan
media sosial dan menggunakannya untuk
melakukan verbal bullying.
7 Ida Ayu Surya Hubungan Antara 2014 Berdasarkan hasil analisis hubungan
Tindakan Bullying dengan menggunakan uji regresi linier
Dwipayanti
dengan Prestasi sederhana yang dilakukan dalam
Belajar Anak penelitian ini memberikan hasil yaitu nilai
Korban Bullying signifikansi (P lebih kecil dari 0.05) dan
pada Tingkat ttabel lebih besar dari t hitung (16.388
Sekolah Dasar lebih besar dari ± 1.645), hal ini
menunjukkan bahwa terdapat antara
tindakan bullying dengan prestasi belajar
anak korban bullying dapat diterima atau
dapat disimpulkan bahwa hipotesis
alternatif (Ha) yang diajukan dalam
penelitian ini dapat diterima. Nilai rata-
rata kelompok kelas dari semua sekolah
yang digunakan dalam penelitian terkait
dengan prestasi belajar menunjukkan
angka yaitu 856.827, sedangkan nilai rata-
rata prestasi belajar subjek dalam
penelitian ini adalah sebesar 849.300.
Dapat dilihat bahwa nilai rata-rata
kelompok lebih besar dari pada nilai rata-
rata subjek penelitian, sehingga dapat
dikatakan bahwa nilai rata-rata subjek
penelitian tergolong rendah jika
dibandingkan dengan nilai rata-rata
kelompok. Jadi memang terlihat anak
yang menjadi korban bullying memiliki
prestasi belajar yang rendah jika
dibandingkan dengan anak yang tidak
menjadi korban bullying.

Anda mungkin juga menyukai