Khulafaur Rasyidin
Khulafaur Rasyidin
Disusun oleh :
Intar Prakasita Nuraga (K4418035)
Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahkan rahmat
dan karunianya sehingga dapat terselesaikannya makalah berjudul “Khulafaur
Rasyidin Kekhalifahan Awal Islam” dengan lancar. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas individu mata kuliah Sejarah Islam. Dengan terselesaikannya
makalah ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang
telah memberikan bantuan.
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
Khulafaur Rasyidin adalah kekhalifahan awal Islam yang didirikan oleh para
sahabat terdekat Nabi Muhammad SAW yang sebagaimana arti kata Rasyidin
yaitu sahabat terdekat. Sahabat yang pada akhirnya menjadi Khalifah atau
pemipin berjumlah empat orang, yaitu sahabat Abu Bakar As-Shidiq, Umar Bin
Khattab, Utsman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib. Khulafaur Rasyidin
melanjutkan tata kenegaraan dan keagamaan yang telah diatur oleh Nabi
Muhammad SAW, dengan menjalankan segala prinsip pemerintahan islam yang
murni, yaitu menerapkan hukum islam yang konsekuen.
Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
Ketika Nabi Muhammad SAW meninggal dunia, beliau tidak secara jelas
meninggalkan instruksi untuk siapa yang menggantikannya sebagai Khalifah.
Maka setelah Nabi Muhammad SAW wafat, pemuka-pemuka Islam segera
bermusyawarah untuk mencari pengganti Rasulullah SAW. Setelah terjadi
perdebatan sengit antara kaum Anshar dan kaum Muhajirin, akhirnya terpilihlah
sahabat Abu Bakar sebagai Khalifah. Terpilihnya Abu Bakar sebagai Khalifah
yang pertama dalam ketatanegaraan Islam pada saat keadaan krisis dan gawat
dimana terdapat timbulnya perpecahan, munculnya para nabi palsu dan
terjadinya berbagai pemberontakan yang mengancam kekhalifahan Islam yang
masih baru. Memang pengangkatan Abu Bakar berdasarkan keputusan bersama
setelah bermusyawarah di balai Tsaqifah Bani Sa’idah, namun yang menyebabkan
kekacauan ialah wafatnya nabi dianggap sebagai terputusnya ikatan dengan Islam,
bahkan dijadikan persepsi bahwa Islam telah berakhir.
Ali bin Abi Thalib sebagai kepala negara, senantiasa mengajak para
pegawainya untuk hidup Zuhud, berhemat atau sederhana dan tidak berfoya-foya
dalam kehidupan sehari-hari, begitu juga untuk selalu memperhatikan dan
berbelas kasihan terhadap kehidupan rakyatnya. Beliau juga menerapkan sistem
pemerintahan yang efektif dan efisien dengan mengadakan perombakan para
gubernur dan pejabat yang tidak bisa bekerja dengan baik yaitu tidak menunjukan
prestasi, tidak adil, dan berakhlak culas (terutama pejabat dari zaman Khalifah
Utsman).
Kebijakan Ali untuk mencopot gubernur dan pejabat yang tidak disenangi
rakyat mengakibatkan timbulnya perlawanan dari gubernur di Damaskus,
Mu’awiyah yang di dukung oleh sejumlah bekas jajahan tinggi yang merasa
kehilangan kedudukan dan kejayaan. Akhirnya terjadi pertempuran di kota Siffin
di Iraq pada tahun 657 M. Perang ini diakhiri dengan Tahkim, tetapi Tahkim
ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan
baru, yaitu Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisannya. Pada akhir
kepemimpnan Khalifah Ali, umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik
yaitu Mu’awiyah, Syiah (pengikut Ali), dan Khawarij. Pada tahun 660 M, Ali bin
Abi Thalib terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij. Lalu Hasan, putera Ali
bi Abi Thalib, menggantikannya sebagai Khalifah selama beberapa bulan. Namun,
karena kepemimpinan Hasan dirasa lemah, Mu’awiyah mengambil alih posisi itu
dan menjadi penguasa absolut di Kekhalifahan.
2. PENCAPAIAN-PENCAPAIAN KHULAFAUR RASYIDIN
Ekspansi wilayah yang sangat jauh dari pusat kekusaan, dari Afrika Utara
hingga Persia, memakan waktu tidak lebih dari setengah abad yang berarti
merupakan kemenangan menakjubkan dari suatu bangsa yang sebelumnya tidak
pernah memiliki pengalaman politik yang memadai dan sudah lama terpecah-
pecah. Hal ini tidak lepas dari semangat para Khalifah, dan simpatiknya Islam
terhadap daerah-daerah yang sedang menghadapi ketidak adilan. Wilayah
Khulafaur Rasyidin inilah, yang nantinya menjadi pondasi wilayah Kekhalifan-
Kekhalifahan selanjutnya, yang bahkan akan lebih luas hingga mencapai Iberia,
Anatolia dan India.
Dalam masa Khulafaur Rasyidin ini pula, awal arsitektur Islam dimulai.
Arsitektur Islam dimulai dari masjid-masjid. Masjid al-Haram yang sebelumnya
sangat sederhana diperluas dan diperindah pada masa Khalifah Ustman,
sedangkan Masjid Nabawi diperluas, dibuat mihrab, dibangun pintu masuk pada
masa Khalifah Umar. Unsur-unsur estetis mulai diletakkan disini, dan pada
perkembangannya kelak akan menjadi pondasi arsitektur Islam yang menyebar ke
berbagai wilayah Kekhalifahan.
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993
Amin Samsul Munir, Sejarah Perkembangan Islam, Jakarta : Amzah, 2009.