Anda di halaman 1dari 7

BRONKITIS

Bronkitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi (ektasis) bronkus lokal
yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Perubahan bronkus tersebut disebabkan oleh
perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan otot-
otot polos bronkus. Bronkus yang terkena umumnya bronkus kecil (medium size), sedangkan
bronkus besar jarang terjadi. Hal ini dapat memblok aliran udara ke paru-paru dan dapat
merusaknya.

Bronkitis kronik merupakan penyakit saluran napas yang sering didapat di masyarakat.
Penyakit ini menjadi masalah kesehatan oleh karena sifatnya yang kronik, persisten dan
progresif. Infeksi saluran napas merupakan masalah klinis yang sering dijumpai pada penderita
bronkitis kronik yang dapat memperberat penyakitnya. Eksaserbasi infeksi akut akan bronkitis
kronik yang dapat memperberat penyakitnya. Eksaserbasi infeksi akut akan mempercepat
kerusakan yang telah terjadi, disamping itu kuman yang menyebabkan eksaserbasi juga
berpengaruh terhadap morbiditas penyakit ini. Penyakit ini berlangsung lebih lama
dibandingkan bronkitis akut, yaitu berlangsung selama 1 tahun dengan frekuensi batu produktif
3 bulan selam 2 tahun berturut-turut.

Gambar. Menunjukkan perbedaan bronkus normal dan bronkitis Sumber:


http//www.medicastore.com/penyakit/14/bronkitis.html
Epidemiologi

1. Distribusi dan Frekuensi

a. Orang

Hasil penelitian mengenai penyakit bronkitis di India, data yang diperoleh untuk usia
penderita ( ≥ 60 tahun) sekitar 7,5%, untuk yang berusia (≥ 30-40 tahun) sekitar 5,7% dan
untuk yang berusia (≥ 15-20 tahun) sekitar 3,6%. Selain itu penderita bronkitis ini juga
cenderung kasusnya lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan pada perempuan, hal ini dipicu
dengan keaktivitasan merokok yang lebih cenderung banyak dilakukan oleh kaum laki-laki.24

b. Tempat dan Waktu

Penduduk di kota sebagian besar sudah terpajan dengan berbagai zat-zat polutan di
udara, seperti asap pabrik, asap kendaraan bermotor, asap pembakaran dan asap rokok, hal ini
dapat memberikan dampak terhadap terjadinya bronchitis.

Etiologi

Secara umum penyebab bronkitis dibagi berdasarkan faktor lingkungan dan faktor
host/penderita. Penyebab bronkitis berdasarkan faktor lingkungan meliputi polusi udara,
merokok dan infeksi. Infeksi sendiri terbagi menjadi infeksi bakteri (Staphylococcus, Pertusis,
Tuberculosis, mikroplasma), infeksi virus (RSV, Parainfluenza, Influenza, Adeno) dan infeksi
fungi (monilia). Faktor polusi udara meliputi polusi asap rokok atau uap/gas yang memicu
terjadinya bronkitis. Sedangkan faktor penderita meliputi usia, jenis kelamin, kondisi alergi
dan riwayat penyakit paru yang sudah ada.

Patofisiologi Bronkitis

Kelainan utama pada bronkus adalah hipertensi kelenjar mukus dan menyebabkan
penyempitan pada saluran bronkus, yang mengakibatkan diameter bronkus menebal lebih dari
30-40% dari tebalnya didinding bronkus normal, dan akan terjadi sekresi mukus yang
berlebihan dan kental. Sekresi mukus menutupi cilia, karena lapisan dahak menutupi cilia,
sehingga cilia tidak mampu lagi mendorong dahak keatas, satu-satunya cara mengeluarkan
dahak dari bronki adalah dengan batuk.
Temuan utama pada bronkitis adalah hipertropi kelenjar mukosa bronkus dan peningkatan
jumlah sel goblet dengan infiltasi sel-sel radang dan edema pada mukosa sel bronkus.
Pembentukan mukosa yang terus menerus mengakibatkan melemahnya aktifitas silia dan
faktor fagositosis dan melemahkan mekanisme pertahananya sendiri. Pada penyempitan
bronkial lebih lanjut terjadi akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam saluran napas.

Gejala Klinis

Gejala umum bronkitis akut maupun bronkitis kronik adalah:

1. Batuk dan produksi sputum adalah gejala yang paling umum biasanya terjadi setiap hari.
Intensitas batuk, jumlah dan frekuensi produksi sputum bervariasi dari pasien ke pasien.
Dahak berwarna yang bening, putih atau hijau-kekuningan.
2. Dyspnea (sesak napas) secara bertahap meningkat dengan tingkat keparahan penyakit.
Biasanya, orang dengan bronkitis kronik mendapatkan sesak napas dengan aktivitas dan
mulai batuk.
3. Gejala kelelaha, sakit tenggorokan , nyeri otot, hidung tersumbat, dan sakit kepala dapat
menyertai gejala utama.
4. Demam dapat mengindikasikan infeksi paru-paru sekunder virus atau bakteri.

Pencegahan

1. Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat
agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat agar tidak sakit.30 Menurut Soegito
(2007), untuk mengurangi gangguan tersebut perlu diusahakan agar batuk tidak bertambah
parah.
a. Membatasi aktifitas/kegiatan yang memerlukan tenaga yang banyak
b. Tidak tidur di kamar yang ber AC dan menggunakan baju hangat kalau bisa
hingga sampe leher
c. Hindari makanan yang merangsang batuk seperti: gorengan, minuman dingin
(es), dll.
d. Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu sore, dan memandikan anak
dengan air hangat
e. Jaga kebersihan makanan dan biasakan cuci tangan sebelum makan
f. Menciptakan lingkungan udara yang bebas polusi

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder merupakan upaya untuk membantu orang yang telah sakit agar sembuh,
menghambat progresifitas penyakit, menghindarkan komplikasi, dan mengurangi
ketidakmampuan.30 Pencegahan ini dapat dilakukan dengan:

a. Diagnosis
Diagnosis dari bronkitis dapat ditegakkan bila pada anamnesa pasien mempunyai gejala
batuk yang timbul tiba-tiba dengan atau tanpa sputum dan tanpa adanya bukti pasien
menderita pneumonia, common cold, asma akut dan eksaserbasi akut. Pada pemeriksaan
fisik pada stadium awal biasanya tidak khas. Dapat ditemukan adanya demam, gejala
rinitis sebagai manifestasi pengiring, atau faring hiperemis. Sejalan dengan perkembangan
serta progresivitas batuk, pada auskultasi dapat terdengar ronki, wheezing, ekspirium
diperpanjang atau tanda obstruksi lainnya. Bila lendir banyak dan tidak terlalu lengket
akan terdengar ronki basah. Dalam suatu penelitian terdapat metode untuk menyingkirkan
kemungkinan pneumonia pada pasien dengan batuk disertai dengan produksi sputum yang
dicurigai menderita bronkitis, yang antara lain bila tidak ditemukan keadaan sebagai
berikut:
1. Denyut jantung > 100 kali per menit
2. Frekuensi napas > 24 kali per menit
3. Suhu badan > 380 C
4. Pada pemeriksaan fisik paru tidak terdapat focal konsolidasi dan peningkatan suara
napas.

b. Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum baik: tidak tampak sakit berat dan kemungkinan ada nasofaringitis.

2. Keadaan paru : ronki basah kasar yang tidak tetap (dapat hilang atau pindah setelah batuk,
wheezing dan krepitasi)

c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan dahak dan rontgen dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa dan
untuk menyingkirkan diagnosa penyakit lain. Bila penyebabnya bakteri, sputumnya akan
seperti nanah. Untuk pasien anak yang diopname, dilakukan dengan tes C-reactive protein,
kultur pernapasan, kultur darah, kultur sputum, dan tes serum aglutinin untuk membantu
mengklasifikasikan penyebab infeksi apakah dari bakteri atau virus. Jumlah leukositnya berada
> 17.500 dan pemeriksaan lainnya dilakukan dengan cara tes fungsi paru-paru dan gas darah
arteri.

d. Pengobatan

1. Antibiotika

a. Penisilin

Mekanisme kerja antibiotik golongan penisilin adalah dengan perlekatan pada protein
pengikat penisilin yang spesifik (PBPs) yang berlaku sebagai reseptor pada bakteri,
penghambat sintesis dinding sel dengan menghambat transpeptidasi dari peptidoglikan, dan
pengaktifan enzim autolitik di dalam dinding sel, yang menghasilkan kerusakan sehingga
akibatnya bakteri mati. Antibiotik golongan penisilin yang biasa digunakan adalah amoksisilin.

b. Quinolon
Golongan quinolon merupakan antimikrobial oral memberikan pengaruh yang
dramatis dalam terapi infeksi. Dari prototipe awal yaitu asam nalidiksat berkembang
menjadi asam pipemidat, asam oksolinat, cinoksacin, norfloksacin. Generasi awal
mempunyai peran dalam terapi gram-negatif infeksi saluran kencing. Generasi
berikutnya yaitu generasi kedua terdiri dari pefloksasin, enoksasin, ciprofloksasin,
sparfloksasin, lemofloksasin, fleroksasin dengan spektrum aktifitas yang lebih luas
untuk terapi infeksi community-acquired maupun infeksi nosokomial. Lebih jauh lagi
ciprofloksasin, ofloksasin, peflokasin tersedia sebagai preparatparenteral yang
memungkinkan penggunaanya secara luas baik tunggal maupun kombinasi dengan
agen lain.
2. Mukolitik dan Ekspektoran
Bronkitis dapat menyebabkan produksi mukus berlebih. Kondisi ini menyebabkan
peningkatan penebalan mukus. Perubahan dan banyaknya mukus sukar dikeluarkan secara
alamiah, sehingga diperlukan obat yang dapat memudahkan pengeluaran mukus. Mukus
mengandung glikoprotein, polisakarida, debris sel, dan cairan/eksudat infeksi. Mukolitik
bekerja dengan cara memecah glikoprotein menjadi molekul-molekul yang lebih kecil
sehingga menjadi encer. Mukus yang encer akan mendesak dikeluarkan pada saat batuk,
contoh mukolitik adalah asetilsistein.
a. Ekspektoran
Ekspektoran bekerja dengan cara mengencerkan muku dalam bronkus sehingga mudah
dikeluarkan, salah satu contoh ekspektoran adalah guaifenesin. Guaifenesin bekerja
dengan cara mengurangi viskositas dan adhesivitas sputum sehingga meningkatkan
efektivitas mukociliar dalam mengeluarkan sputum dari saluran pernapasan.

3. Pencegahan Tersier

Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan penderita bronkitis dengan


terapi-terapi yang dapat membantu pernapasan. Pencegahan tersier untuk penderita bronkitis
dapat ditolong dengan terapi farmakologi dan terapi non-farmakologi yaitu:

a. Terapi Farmakologi

1. Bronkodilatori

Bronkodilator mempunyai aksi merelaksasi otot-otot polos pada saluran pernapasan. Ada tiga
jenis bronkodilator yaitu : Simpatomimetika, metilsantin, dan antikolinergik.

a. Beta-2 agonis (Simpatomimetika)


Obat-obat simpatomimetika merupakan obat yang mempunyai aksi serupa dengan
aktifitas simpatis. Sistem saraf simaptis memgang peranan penting dalam menentukan
ukuran diameter bronkus. Ujung saraf simpatis yang menghasilkan norephinepherin,
epinefrin dan isoproterenol disebut adrenergik (Dipiro, et al., 2008).
Adrenergik memiliki dua reseptor yaitu alfa dan beta. Reseptor beta terdiri beta 1 dan
beta 2. Beta 1 adrenergik terdapat pada jantung, beta 2 adrenergik terdapat pada kelenjar
dan otot halus bronkus. Adrenergik menstimulasi reseptor beta 2 sehingga terjadi
bronkodilatasi.
b. Metilxantin
Teofilin merupakan golongan metil santin yang banyak digunakan, disamping kafein
dan dyphylline. Kafein dan dyphylline kurang paten dibandingkan dengan teofilin.
Obat golongan ini menghambat produksi fosfodiesterase. Dengan penghambatan ini
penguraian cAMP menjadi AMP tidak terjadi sehingga kadat cAMP seluler meningkat.
Peningkatan ini menyebabkan bronkodilatasi. Obat-obat metilsantin antara lain
aminofilin dan teofilin.

b. Terapi Non-farmakologi.

Terapi non-farmakologi dapat dilakukan dengan cara :


1. Pasien harus berhenti merokok
2. Kalau timbul kesulitan dalam pernapasan atau dadanya bagian tengah sangat sesak, biarlah
dia menghirup uap air tiga kali sehari.
3. Taruhlah kompres uap di atas dada pasien dua kali sehari, dan taruhlah kompres lembab
diatas dada sepanjang malam sambil menjaga tubuhnya jangan sampai kedinginan.
4. Rehabilitasi paru-paru secara komprehensif dengan olahraga dan latihan pernapasan sesuai
yang diajarkan tenaga medis.
5. Istirahat yang cukup.

Anda mungkin juga menyukai