Anda di halaman 1dari 37

TUGAS

CONGESTIF HEARTH FAILURE(CHF)


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis
Pembimbing: Dewi Prasetyani, M.Kep

Kelompok 3
Disusun Oleh :
1. Khotijah Safinaturrohmah (108116040)

2. Tria Oktaviana Rahajeng (108116045)

3. Mirna (108116052)

4. Sahru Hardianto (108116053)

5. Anjas Upi Rachmawati (108116056)

6. Fidha Fairuz Syafira (108116062)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Congestif Hearth Failure(CHF)” ini, meskipun masih jauh dari kesempurnaan.
Tujuan kami membuat makalah ini adalah untuk melengkapi salah satu tugas pada
mata kuliah Keperawatan Kritis. Dalam kesempatan ini tak lupa kami mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah
ini.
Atas bantuan dan dorongannya, semoga mendapat balasan dari Allah SWT, dan
kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya serta bagi pembaca
pada umumnya.
Karena sifat keterbatasan yang dimiliki, maka saran dan kritik yang membangun
sangat kami harapkan, dan semoga makalah ini dapat menjadi titik sumbangan bagi
pengembangan ilmu pengetahuan .

Cilacap, 25 September 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jantung merupakan salah satu organ penting dalam tubuh manusia dimana

jantung berperan sebagai pompa darah kaya oksigen keseluruh tubuh manusia

maupun mengangkut sisa-sisa makanan dalam jantung (DiGiulio, 2014). Gagal

jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu

memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan (Wijaya, 2013). Gagal

jantung dapat di diagnosis ketika seorang pasien memiliki tanda gejala seperti:

nafas pendek yang tipikal saat istirahat atau saat melakukan aktifitas disertai

kelelahan, tanda- tanda retensi cairan seperti kongesti paru atau edema pergelangan

kaki serta adanya bukti obyektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat

istirahat (Siswanto dkk, 2009).

Penyakit kardiovaskuler merupakan salah satu jenis penyakit yang saat ini

banyak diteliti dan dihubungkan dengan gaya hidup seseorang. Penyakit ini

merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia (WHO, 2013). Kejadian gagal

jantung di Amerika Serikat mempunyai insidensi yang besar dan tetap stabil

selama beberapa decade terakhir, yaitu >650.000 kasus baru didiagnosis setiap

tahunnya. Faktor resiko terjadinya gagal jantung yang paling sering adalah usia

lanjut 75% pasien yang dirawat dengan gagal jantung berusia 65 – 75 (Yancy dkk,

Pravelensi di Indonesia gagal jantung pada umur 15 tahun sebesar 0,13%, atau

diperkirakan sekitar 229.696 orang. Perkiraan jumlah pasien penyakit jantung


terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat sebanyak 96.487 (0,3%) dan jumlah

pasien paling sedikit ditemukan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yaitu

sebanyak 945 orang (0,1%) sedangkan untuk Provinsi Jawa Tengah sebanyak

43.361 orang (0,18%) (Depkes, 2013). Data yang diperoleh dari rekam medik

RSUD Dr. Moewardi penderita Gagagal Jantung pada bulan Januari sampai

November 2012 sebanyak 142 pasien (Austaryani, 2012).

Gagal jantung terjadi karena perubahan fungsi sistolik dan diastolik ventrikel

kiri. Jantung mengalami kegagalan karena efek struktural atau penyakit intrinsik

sehingga jantung tidak dapat menangani jumlah darah yang normal atau tidak

dapat melakukan toleransi peningkatan volume darah (misalnya selama latihan

fisik) (Black & Hawks, 2014). Masalah keperawatan yang muncul pada pasien

gagal jantung adalah gangguan oksigenasi, pola nafas tidak efektif, intoleransi

aktivitas, gangguan kebutuhan istirahat dan tidur, nyeri (Herdman, 2014).

Gangguan oksigenasi adalah suplai darah yang tidak lancar diparu- paru (darah

tidak masuk kejantung) menyebabkan penimbunan cairan


7
diparu-paru yang dapat menurunkan pertukaran O2 dan CO2. Sehingga oksigenasi arteri

berkurang dan terjadi peningkatan CO2 yang membentuk asam di dalam tubuh. Situasi ini akan

memberikan suatu gejala sesak napas (dyspnea) dan ortopnea (dyspnea saa tberbaring) (terjadi

apabila aliran darah dari ekstremitas meningkat aliran balik vena ke jantung dan paru-paru)

(Kasron, 2012).

Pasien dengan Congestive Heart Failure (CHF)

membutuhkan tidur yang cukup dikarenakan dengan kualitas tidur

yang baik akan memperbaiki sel-sel otot jantung. Gangguan tidur

pada penderita gagal jantung sangat mempengaruhi kualitas

hidupnya (Kelana, 2011). Pasien perlu sekali beristirahat baik secara

fisik maupun emosional, istirahat akan mengurangi kerja jantung,

meningkatkan tenaga cadangan jantung dan menurunkan tekanan

darah. Lamanya berbaring juga akan merangsang diure sis karena

berbaring akan memperbaiki perfusi ginjal, istirahat juga mengurangi

kerja otot pernapasan dan penggunaan oksigen (Soekijo, 2013). Frekuensi

jantung menurun yang akan memperpanjang periode diastole pemulihan

sehingga memperbaiki efisiensi kontrak sijantung. Kualitas tidur

merupakan kondisi tidur seseorang yang dapat digambarkan dengan lama

waktu tidur dan keluhan-keluhan yang dirasakan saat tidur maupun saat

bangun tidur seperti merasa letih, pusing, badan pegal-pegal atau

mengantuk berlebihan pada siang hari (Potter & Perry, 2007).

Gagal jantung merupakan patologis yang terus meningkat seiring

dengan bertambahnya usia, secara fisiologis gagal jantung berkaitan

langsung dengan penurunan toleransi aktivitas sebagai akibat dari


8

penurunan curah jantung oleh karena disfungsi ventrikel kiri, peningkatan

neurohormonal dan kongesti pembuluh darah vena sistemik dan pulmoner.

Aktifitas dan latihan diketahui mempengaruhi secara fisiologis nilai fraksi

ejeksi merupakan indikator utama untuk menyatakan pasien menderita

gagal jantung (Duncam & Pozel, 2007).

1.1 Rumusan Masalah


a. Apa yang dimaksud

1.2 Tujuan

1. .
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Gagal Jantung

2.1.1 Definisi

Gagal jantung kongesif adalah keadaan dimana jantung tidak

mampu lagi memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan

sirkulasi badan untuk keperluan metabolisme jaringan tubuh pada keadaan

tertentu, sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung masih cukup

tinggi (hudak & Gallo, 2010). Gagal jantung kongestif adalah ketidak

mampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk

memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrisi (Muttaqin,

2011). Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk

memompa darah ke seluruh tubuh (Kasron, 2012).

Gagal jantung kongestif adalah kumpulan gejala klinis akibat

kelainan struktural ataupun fungsional jantung yang menyebabkan

gangguan kemampuan pengisian ventrikel dan ejeksi darah keseluruh

tubuh (AHA,2012). Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana

jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk

metabolisme jaringan (Wijaya & Yessie, 2013). Gagal jantung

didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi dapat

memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat timbul

dengan atau tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat

berupa gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung,

atau ketidaksesuaian preload dan afterload. Keadaan ini dapat


10

menyebabkan kematian pada pasien (Santoso dkk,2007). Gagal jantung

adalah suatu kegagalan jantung dalam memompa darah untuk memenuhi

kebutuhan tubuh (Padila, 2012)

Etiologi

Penyebab gagal jatung menurut Kasron (2012) dikelompokkan

sebagai berikut:

1. Kelainan otot jantung

Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,

menyebabkan menurunya konraktilitas jantung. Kondisi yang

mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup

aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot

degeneratif atau inflamasi.

2. Aterosklerosis koroner

Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran

darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat

penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung)

biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.

3. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan


afterload)

Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya

mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.

4. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif

berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung


11

merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.

5. Penyakit jantung lain, gagal jantung dapat terjadi sebagai

akibat penyakit jantung yang sebenarnya tidak secara langsung

mempengaruhi jantung.
12

Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah

melalui jantung, ketidakmampuan jantung mengisi darah. Penigkatan

mendadak after load akibat hipertensi maligna dapat menyebabkan gagal

jantung meskipun tidak disertai hipertrofi miokardial.

6. Faktor sistemik

Meningkatnya laju metabolisme (misal: demam), hipoksia dan

anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi

kebutuhan oksigen sistemik. Asidosis respiratorik atau metabolik dan

abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

2.1.2 Klasifikasi

1. Gagal jantung akut-kronik

a. Gagal jantung akut terjadinya secara tiba-tiba, ditandai dengan

penurunan kardiac output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan.

Ini dapat mengakibatkan edema paru dan kolaps pembuluh darah.

b. Gagal jantung kronik terjadi secara perlahan ditandai dengan

penyakit jantung iskemik, penyakit paru kronis. Gagal jantung

kronik terjadi retensi air dan sodium pada ventrikel sehingga

menyebabkan hipervolemia, akibatnya ventrikel dilatasi dan

hipertrofi.

2. Gagal jantung kanan-kiri

a. Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa

darah secara adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal,

hipertensi dan kelainan pada katub aorta/mitral.


13

b. Gagal jantung kanan disebabkan peningkatan tekanan pulmo

akibat gagal jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga

cairan yang terbendung akan berakumulasi secara sistemik di

kaki, asites, hepatomegali, efusi pleura.

3. Gagal jantung sistolik-diastolik

a. Sistolik karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri sehingga

ventrikel kiri tidak mampu memompa darah akibat kardiak output

menurun dan ventrikel hipertrofi.

b. Diastolik karena katidakmampuan ventrikel dalam pengisian

darah akibat stroke volume cardiac output turun.

(Kasron, 2012)

Menurut Wijaya & Yessie (2013), klasifikasi Congestif Heart Failure

(CHF) terbagi menjadi empat kelainan fungsional :

a. Timbul sesak pada aktifitas fisik berat

b. Timbul sesak pada aktifitas fisik sedang

c. Timbul sesak pada aktifitas fisik ringan

d. Timbul sesak pada aktifitas fisik sangat ringan / istirahat

2.1.3 Manifestasi Klinis

Menurut Nurarif & Kusuma (2015), klasifikasi gagal jantung

menurut letaknya yaitu :

1. Gagal jantung kiri

Kongestif paru menonjol pada gagal ventrikel kirikarena vetrikel

kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru, sehingga
14

peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan

terdorong ke jaringan paru.

Manifestasi klinis yang terjadi pada gagal jantung kiri yaitu :

a. Dispnea

b. Batuk

c. Mudah lelah

d. Insomnia

e. Kegelisahan dan kecemasan

2. Gagal jantung kanan

Kongestif jaringan perifer dan viscelar menonjol, karena sisi kanan

jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat

sehingga tidak dapat mengakomondasikan semua darah yang secara

normal kembali dari sirkulasi vena.

Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :

a. Edema ekstremitas bawah

b. Distensi vena leher dan escites

c. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas

abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar.

d. Anorexia dan mual

e. Kelemahan

2.1.4 Patofisiologi

Kekuatan jantung untuk merespon sters tidak mencukupi dalam

memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Jantung akan gagal melakukan

tugasnya sebagai organ pemompa, sehingga terjadi yang namanya gagal


15

jantung. Pada tingkat awal disfungsi komponen pompa dapat

mengakibatkan kegagalan jika cadangan jantung normal mengalami payah

dan kegagalan respon fisiologis tertentu pada penurunan curah jantung.

Semua respon ini menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan

perfusi organ vital normal.

Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme respon

primer yaitu meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya

beban awal akibat aktifitas neurohormon, dan hipertrofi ventrikel. Ketiga

respon ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung.

Mekanisme-mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan

curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung

dini pada keadaan normal (Ardiansyah, 2012).

Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan

kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari

curah jantung normal. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis

akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah

jantung. Bila mekanisme ini gagal, maka volume sekuncup yang harus

menyesuaikan. Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada

setiap kontraksi, yang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu perload (jumlah

darah yang mengisi jantung), kontraktilitas (perubahan kekuatan kontraksi

yang terjadi pada tingkat sel yang berhubungan dengan perubahan panjang

serabut jantung dan kadar kalsium), dan afterload (besarnya tekanan

ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan


16

perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol). Apabila salah

satu komponen itu terganggu maka curah jantung akan menurun.

Kelainan fungsi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis

koroner, hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.

Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena

terganggu alirannya darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis

(akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium biasanya

mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik atau pulmonal

(peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung pada gilirannya

mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi

miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan

meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan tidak jelas,

hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan

akhirnya akan terjadi gagal jantung.

Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan

dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut

jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun. Ventrikel kanan dan kiri

dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling

sering mendahului gagal jantung ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri

murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel

brpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat

mengakibatkan penurunan perfusi jaringan (Oktavianus & Febriana,

2014).
17

2.1.5 Pathway

Disfungsi Miokard Beban Tekanan Beban Sistolik Peningkatan Kebutuhan Beban Volume
(AMI) Miokarditis Berlebih Berlebih Metabolisme Berlebih
  
Kontraktilitas Beban Systole Perload
Menurun Meningkat Meningkat

Kontraktilitas
Menurun

Hambatan
Pengosongan
Ventrikel

COP Menurun

Beban Jantung Gagal Jantung
Meningkat Kanan

CHF

Gagal Pompa Ventrikel Kiri Penurunan Curah Jantung Gagal Pompa Ventrikel Kanan

Forward Failure Backward Tekanan Diastole Naik


   Failur 
Suplai Darah Suplai O2 Otak Renal Flow  Bendungan Atrium Kanan
Jaringan Menurun Menurun  LVED naik 
  KAA  Bendungan Veng Sistemik
Metabolis anaerob Sinkop  Tekanan Vena 

 Aldosteron Pulmonalis  
Penimbunan Asam Penuruna   Lien Hepar
Laktat dan ATP n Perfusi Adit Tekanan Kapiler  
 Jaringan  Paru Splenomegali Hepatomegali

Fatigue Retensi Na + H2O   


  Edema Paru Beban Ventikel 
 Intoleransi Aktifitas Kelebihan Volume  Kanan Mendesak diafrakma

 
Cairan Ronkhi Basah
 Hipirteropy Sesak Nafas
Jaringan Otot
Iskemik Ganguan Ventrikel Kanan 
Jantung Pertukaran Gas Pola Nafas Tidak Efektif


Nyeri

(Ardiyansyah, 2012)

Gambar 2.1 CHF


18

2.1.6 Pemeriksaan penunjang

Menurut Adiansyah (2012) pemeriksaan penunjang ada tiga yaitu:

1. Ekokardiografi

Pemeiksaan ini dapat digunakan untuk memperkirakan ukuran dan

fungsi ventrikel kiri. Dimensi ventrikel kiri pada akhir diastolik dan

sistolik dapat direkam dengan ekokardiografi.

2. Rontgen Dada

Foto sinar X-dada posterior-anterior dapat menunjukkan adanya

hipertensi vena, edema paru, atau kardiomegali. Bukti pertama adanya

peningkatan tekanan vena paru adalah diversi aliran darah ke daerah atas

dan adanya peningkatan ukuran pembuluh darah.

3. Elektrokardiografi

Pada pemeriksaan EKG untuk pasien gagal jantung dapat

ditemukan kelainan EKG seperti berikut :

a. Left bundle brnch block atau kelainan ST/T yang menunjukkan

disfungsi fentrikel kiri kronis.

b. Jika pemeriksaan gelombang Q menunjukkan infark sebelum dan

kelainan pada segmen ST, maka ini merupakan indikasi penyakit

jantung iskemik.

c. Hipertrofi ventrikel kiri dan gelombang T terbalik menunjukkan

stenosis dan penyakit jantung hipertensi.


19

d. Aritmia: deviasi aksis ke kanan, right bundle branch block, dan

hipertrofi ventrikel kanan menunjukkan adanya disfungsi ventrikel

kanan.

Menurut Padila (2012) pemeriksaan penunjang ada tiga :

1. Thorax mengungkapkan adanya pembesaran jantung, oedematau

efusi pleura yang menegaskan diagnosa gagal jantung kongestif

2. EKG dapat mengungkapkan adanya takikardi, hipertrofi bilik

jantung dan iskemia (jika disebabkan AMI), ekokardiogram foto.

3. Pemeriksaan lab meliputi : elektrolit serum yang mengungkapkan

kadar natrium yang rendah sehingga hasil hemodelusi darah dari

adanya kelebihan retensi air, K, Na, Ureum, Gula darah,CKMB,

Trombolitik.

2.1.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan gagal jantung menurut Oktavianus & Febriana

(2014) dibagi menjadi dua penatalaksanaan farmakologi dan non

farmakologi :

1. Medis

Terapi Farmakologi :

a. Glikosida jantung

Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung

dan memperlambat frekuensi jantung. Efek yang dihasilakan:

peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume

darah, peningkatan diuresis, dan mengurangi edema.


20

b. Terapi diuretik

Diberikan untuk memacu sekresi natrium dan air melalui

ginjal penggunaan harus hati-hati karena efek samping

hiponatremia dan hipokalemia.

c. Terapi vasodilator

Obat-obatan fasoaktif digunakan untuk mengurangi

impadansi tekanan terhadap penyembuhan darah oleh ventrikel.

Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan

kapasitas vena sehingga tekanan pengisian ventrkel kiri dapat

diturunkan.

2. Keperawatan

Terapi Nonfarmakologis:

a. Diit rendah garam

b. Pembatasan natrium untuk mencegah, mengontrol, atau

menghilangkan edema.

c. Membatasi cairan

d. Mengurangi beban jantung dan menghindari kelebihan volume

cairan dalam tubuh.

e. Mengurangi berat badan

f. Menghindari alkohol

g. Manajemen stres

Respon psikologi dapat mempengaruhi peningkatan kerja jantung.


21

h. Mengurangi aktifitas fisik

Kelebihan aktifitas fisik mengakibatkan peningkatan kerja jantung

sehingga perlu dibatasi.

Penatalaksanaan berdasarkan kelasNew York Heart Association

(NYHA) menurut kasron (2012), adalah sebagai berikut :

a. Kelas I : Non farmakologi, meliputi diit rendah garam, batasi

cairan, menurunkan berat badan, menghindari alkohol dan

rokok, aktifitas fisik manajemen stres.

b. Kelas II dan III : Terapi pengobatan, meliputi : diuretik,

vasodilator, ace inhibitor, digitalis, dopamineroik, oksigen.

c. Kelas IV : Kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor,

seumur hidup.

2.1.8 Komplikasi

1. Shock Kadiogenik

Shock kardiogenik ditandai dengan adanya gangguan fungsi

ventrikel kiri. Dampaknya adalah terjadi gangguan berat pada perfusi

jaringan dengan penghantaran oksigen ke jaringan. Gejala ini

merupakan gejala yang khas terjadi pada kasus shock kardiogenik

yang disebabkan oleh infark miokardium akut. Gangguan ini

disebabkan oleh hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada ventrikel

kiri dan nekrosis vokal di seluruh ventrikel, karena ketidak

seimbangan antara kebutuhan dan persediaan oksigen miokardium.


22

2. Edema paru-paru

Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema yang

muncul di bagian tubuh mana saja, termasuk faktor apa pun yang

menyebabkan cairan intersitial paru-paru meningkat dari batas negatif

menjadi batas positif.

(Ardiansyah, 2012)

Menurut Kasron (2012) komplikasi dari gagal jantung yaitu :

1. Syok Kardiogenik

2. Edema Paru Akut

3. Efusi dan Tamponade

4. Toksisitas Digitalis

2.2 Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian menurut Padila (2012)

1. Pengkajian

Aktivitas dan istirahat, sirkulasi, eliminasi, nutrisi, hygine

perseorangan, neuro sensori, kenyamanan, respirasi, interaksi sosial,

pengetahuan.

2. Keluhan utama

Keluhan yang paling sering menjadi alasan pasien untuk

meminta pertolongan pada tenaga kesehatan adalah:


23

a. Dispnea

Keluhan dispnea atau sesak nafas merupakan manifestasi

kongesti pulmonalis sekunder akibat kegagalan ventrikel kiri

dalam melakukan kontraktilitas, sehingga akan mengurangi

curah jantung (cardiac output atau banyak darah yang

dikeluarkan ventrikel kiri ke dalam aorta setisp menit)

b. Kelemahan Fisik

Manifestasi utama dari penurunan curah jantung adalah

kelemahan dan kelelahan dalam melakukan aktivitas.

c. Edema sistemik

Tekanan arteri paru dapat maningkat sebagai respon

terhadap peningkatan kronis terhadap tekanan vena paru.

3. Riwayat penyakit sekarang

Pengkajian yang mendukung keluhan utama dilakukan

dengan memberikan serangkaian pertanyaan tentang kronologis

keluhan utama. Pengkajian yang didapat dengan adanya gejala-

gejala kongesti vascular pulmonal, yakni muncul dispnea (yang

ditandai oleh pernapasan cepat, dangkal, dan sensasi sulit dalam

mendapatkan udara yang cukup menekan pasien), tanyakan apakah

gejala-gejala itu mengganggu aktifitas penderita. Tanyakan juga

jika sekiranya muncul keluan-keluhan lain, seperti insomnia,

gelisah, atau kelemahan yang disebabkan oleh dispnea.


24

4. Riwayat penyakit dahulu

Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu, tanyakan

apakah sebelumnya pasien pernah menderita nyeri dada khas infark

miokardium, hipertensi, DM, atau hiperlipidemia. Tanyakan juga

mengeni obat-obatan apa yang biasa diminum oleh pasien pada

masa lalu, yang mungkin masih relevan. Catat jika ada efek

samping yang terjadi di masa lalu. Selain itu, tanyakan pula

sekiranya ada alergi terhadap suatu jenis obat dan tanyakan reaksi

alergi apa yang mungkin timbul.

5. Riwayat keluarga

Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami

oleh keluarga. Bila ada anggota keluarga yang meninggal, maka

penyebab kematian juga perlu ditanyakan. Peyakit jantung iskemik

pada orang tua yang timbul pada usia muda merupakan faktor

resiko utama untuk penyakit jantung iskemik bagi keturunanya.

6. Psikososial

Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan

oksigenasi jaringan, stres akibat kesakitan bernapas, dan

pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.

Penurunan lebih lanjut dari curah jantung dapat disertai insomnia

atau kebingungan.
25

2.2.2 Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan umum terhadap pasien gagal jantung, biasanya

pasien memiliki kesadaran yang baik (composmentis). Namun,

kesadaran ini akan berubah seiring dengan tingkat gangguan yang

melibatkan perfusi sistem saraf pusat (Ardiansyah, 2012).

1. B1 (Breathing)

Pengkajian yang di dapatkan dengan adanya tanda kongsti

vaskuler pulmonal adalah dispnea, ortopnea, batuk, dan edema

pulmonal akut.

2. B2 (Blood)

a. Inspeksi

Pemeriksaan adanya parut pasca pembedahan jantung

dilakukan untuk melihata adanya dampak penurunan curah

jantung. Tekanan darah saat istirahat sistolik arterial dewasa

normalnya <150 mmHg, diastolik <90 mmHg. Pengukuran

tekanan vena jugularis (JVP) dapat dilakukan untuk mengukur

tekanan atrium kanan secara tidak langsung, normalnya 6-8

mmH2O jika kurang dari 5 mmH2O dapat berarti hipovolemik

sementara dan jika lebih dari 9 mmH 2O terdapat gangguan pada

pengisian kardiac.

Pengukuran dengan EKG dapat di lihat pada pasien gagal

jantung kongestif pada segmen ST meninggi, gelombang Q

menunjukkan infak sebelum dan kelainan pada segmen ST.


26

Hipertrofi fentrikel kiri dan gelombang T berbalik menunjukkan

stenosis dan penyakit jantung hipertensi. Aritmia: defiasi aksis

kekanan, reigh bundle branch block dan hipertrofi ventrikel

kanan menunjukkan adanya disfungsi ventrikel kanan.

b. Palpasi

Karena peningkatan frekuensi jantung merupakan respon

awal jantung terhadap stres,irama lain yang berhubungan dengan

kegagalan pompa meliputi kontraksi atrium prematur, takikardi

atrium proksimal, dan denyut ventrikel prematur. Perubahan nadi

selama gagal jantung menunjukkan denyut yang cepat dan lemah.

c. Perkusi

Batas jantung terjadi pergeseran di mana hal ini

menandakan adanya hipertrofi jantung (Cardiomegali).

d. Auskultasi

Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri

dapat dikenali dengan mudah dengan dua cara. Pertama, bunyi

jantung ketiga dan keempat serta bunyi crakles pada paru

mengikuti kontraksi atrium dan terdengar paling baik dengan

menggunakan bel stetoskop yang ditempelkan tepat pada apeks

jantung. Kedua, bunyi jantung pertama tidak selalu tanda pasti

kegagalan kongestif, tetapi dapat menurunkan komplain

(peningkatan kekakuan) miokard.


27

3. B3 (Brain)

Kesadaran penderita biasanya agak terganggu apabila

terjadi gangguan perfusi jaringan dalam skala berat. Pengkajian

terhadap pasien ditandai dengan wajah pasien yang terlihat

meringis, menangis, atau merintih.

4. B4 (Bladder)

Pengukuran volume keluaran urine berhubungan

dengan asupan cairan, karena itu perawat perlu memantau

adanya oliguria sebagai tanda awal dari terjadinya shock

kardiogenik. Adanya edema ekstremitas mendadak terjadi

retensi cairan yang parah.

5. B5 (Bowel)

Pasien biasanya merasakan mual dan muntah,

penurunan nafsu makan akibat pembesaran vena dan stasis vena

di dalam rongga abdomen, serta penurunan berat badan.

6. B6 (Bone)

Hal-hal yang biasanya terjadi dan ditemukan pada

pengkajian B6 adalah sebagai berikut:

a. Kulit dingin

b. Mudah lelah

c. Perubahan bentuk tulang


28

2.2.3 Diagnosis keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon

individu, keluarga, dan masyarakat tentang masalah kesehatan, sebagai

dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan

keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat (Setiadi, 2012).

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan volume

sekuncup.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran

alveolar-kapiler.

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nyeri.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai

oksigen.

5. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan

natrium.

6. Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan menurunnya curah

jantung.

7. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.

(Ardiansyah,2012)

2.2.4 Rencana Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian

dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan

tindakan keperawatan dalam usaha membantu, meringankan,

memecahkan masalah atau untuk memenuhi kebutuhan pasien.


29

Perencanaan yang tertulis dengan baik akan memberi petunjuk dari arti

pada asuhan keperawatan, karena perencanaan adalah sumber informasi

bagi semua yang terlibat dalam asuhan keperawatan pasien. Rencana ini

merupakan sarana komunikasi yang utama, dan memelihara kontinuitas

asuhan keperawatan pasien bagi seluruh anggota tim (Setiadi, 2012).

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan volume

sekuncup

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pompa

jantung efektif

Kriteria hasil :

a) Tanda vital dalam rentang normal

b) Dapat mentoleransi aktivitas

c) Tidak ada edema paru

d) Tidak ada penurunan kesadaran

Rencana tindakan :

a) Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

b) Evaluasi adanya nyeri dada

c) Monitor balance cairan

d) Monitor toleransi aktivitas pasien

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran

alveolar-kapiler

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

ventilasi dan oksigenasi pada jaringan adekuat


30

Kriteria Hasil :

a) Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang

adekuat

b) Bebas dari tanda-tanda distress pernafasan

c) Mendemonstrasikan batuk efektif

d) Mampu bernafas dengan mudah

Rencana tindakan :

a) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

b) Lakukan fisioterapi dada

c) Monitor suara nafas seperti: dengkur

d) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nyeri

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan sesak

nafas berkurang dan tidak ada nyeri

Kriteria Hasil :

a) Mendemonstrasikan batuk efektif

b) Suara nafas bersih

c) Menunjukkan jalan nafas yang paten

d) Tanda-tanda vital dalam rentang normal

Rencana Tindakan :

a) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

b) Keluarkan secret dengan batuk atau suction jika perlu

c) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan


31

d) Monitoring aliran oksigen

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai

oksigen

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan mampu

berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan dan mampu melakukan

perawatan diri sendiri

Kriteria Hasil :

a) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai penigkatan TD,

nadi, dan RR

b) Mampu melakukan aktifitas sehari-hari

c) Mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan

Rencana tindakan :

a) Bantu pasien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu

dilakukan

b) Monitor respon fisik, emosi, sosil, dan spiritual

c) Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai

5. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan asupan

natrium

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan volume

cairan yang stabil dengan keseimbangan antara masukan dan

pengeluaran
32

Kriteria hasil :

a) Terbebas dari edema

b) Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspnue/ortopnue

c) Terbebas dari kelelahan atau kelemahan

Rencana tindakan :

a) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

b) Pasang urin kateter jika diperlukan

c) Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan

6. Resiko penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan menurunya

curah jantung

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status

sirkulasi efektif

Kriteria hasil :

a) Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan

b) JVP dalam batas normal

c) Tidak ada nyeri dada

d) Nadi perifer kuat dan simetris

Rencana tindakan :

a) Evaluasi adanya nyeri dada

b) Monitor status kardiovaskuler

c) Monitor adanya perubahan tekanan darah

d) Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan


7. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

nyeri berkurang

Kriteria Hasil :

a) Nyeri berkurang dari skala 7 menjadi 4

b) Melaporkan bahwa nyeri berkurang

c) Mampu mengenali nyeri (P,Q,R,S,T)

d) Ekspresi wajah rileks

e) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri

berkurang Rencana Tindakan :

a) Kaji skala nyeri

b) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

c) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk

mengetahui pengalaman nyeri

d) Kaji kultur yang mempengaruhi nyeri

e) Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

f) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

g) Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan

nyeri tidak berhasil (Nurarif & Kusuma,

2013)
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah M. 2012. Medikal Bedah untuk Mahasiswa. Diva Press: Yogyakarta.

Austaryani Putri. 2012. Asuhan Keperawatan pada Tn. J dengan Congestif Heart
Failure (CHF) Vascular Care Unit (ICVCU) di Rumah Sakit Dr.
Moewardi Surakarta. Karya Tulis Ilmiah.Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Black & Hawks. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan. Edisi 8.Sounders: Elsevier Philadelphia.

Bulechek, dkk.2015. Nursing Intervensions Classification (NIC). Edisi 6.2016.


Singapore: Elsevier

DiGiulio Mary & Donna Jackson. 2014. Keperawatan Medikal Bedah


DeMYSTiFieD. Yogyakarta: Rapha Publishing.

Heather Heardman & Kamitsuru. 2012. Pedoman Diagnosa Keperawatan


NANDA 2012-2014. Jakarta: EGC.

Heather Heardman & Kamitsuru. 2017. Pedoman Diagnosa Keperawatan


NANDA 2015-2017. Jakarta: EGC

kasron. 2012. Buku Ajar Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Mutaqin, A. 2011. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

PotterA Patricia & Perry A Griffin. 2007. Buku Ajar Fundamental Keperawatan.
Konsep Proses dan Praktik, Alih Bahasa Renata Komalasari, Edisi 4
Volume 2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai