Anda di halaman 1dari 7

Sediaan veteriner adalah sediaan obat yang digunakan dalam kedokteran hewan

atau disebut juga obat veteriner tercantum dalam Indeks Obat Hewan Indonesia oleh
Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) dan Direktorat Jenderal Peternakan
Departemen Pertanian. Obat hewan adalah obat yang khusus dipakai oleh hewan dan
digolongkan ke dalam sediaan biologik, farmasetik dan premix.

A. Dasar Pemilihan Sediaan Veteriner

Tiap spesies hewan peliharaan mempunyai cirri-ciri khusus beberapa diantaranya


memperbesar variasi penanganan suatu obat. Kebiasaan makan merupakan dasar yang
palin memuaskan untuk mengelompokkan spesies-spesies secara umum. Spesies
herbivore terdiri dari kuda dan hewan-hewan pemamah-biak (sapi, domba dan
kambing), spesies omnivore (babi) dan spesies karnivor (anjing dan kucing). Cirri-ciri
khusus lain yang dapat dianggap berkaitan dengan kebiasaan makan adalah aktivitas
enzim mikrosomal hati dan reaksi pH urine.

Faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi suatu obat dalam plasma termasuk


ukran takaran, formulasi sediaan obat, rute pemakaian, luasnya distribusi dan ikatan
protein plasma, serta kecepatan eliminasi.

a. Kebiasaan makan
Tiap spesies hewan berbeda kebiasaan makannya. Maka proses penanganan
obatnya akan berbeda pula. Dalam hubungannya dengan fungsi fisiologik sistem
pencernaan merupakan sifat dasar yang membedakan antara spesies. Ciri khusus
lain yang dapat dianggap berkaitan dengan kebiasaan makan, adalah aktivitas
enzim mikrosomal hati dan reaksi pH urin.Spesies herbivor kelihatannya paling
efisien dalam memetabolisme obat-obat oleh reaksi oksidasi mikrosomal hati.

1
b. Ikatan protein plasma

Proses-proses translokasi untuk obat sama bagi semua mamalia. Kelaruran


lemak dan derajat ionisasi merupakan sifat-sifatutama suatu bahan obat yang
mengatur translokasinya, yaitu ADME. Plasma darah berperan penting dalam
proses ini. Karena peranan pokok plasma dalam proses translokasi maka
konsentrasi plasma suatu obat biasanya berhubungan langsung dengan
konsentrasi dalam lingkungan dekat tempat kerja, yaitu konsentrasi biofasik.
Akibatnya, profil konsentrasi plasma versus waktu untuk obat menggambarkan
suatu jalan sementara dari saat kerjanya.

Senyawa-senyawa dengan suatu ikatan ester cenderung mengalami


hidrolisis ditengahi oleh pseudocholenterase plasma. Karena aktivitas enzim
enzim ini berbeda-beda antara spesies hewan, senyawa-senyawa yang
dinonaktifkan oleh enzim tersebut dapat diharapkan berbeda dalam reaksi
menurut spesiesnya. Jalur metabolik utama menuju inaktivasi suat senyawa dapat
serupa dalam spesies berbeda, tetapi kecepatan terjadinya reaksi tersebut sangat
tidak dapat diperkirakan.

Namun terdapat beberapa perkecualian tertentu, yang paling tampak ialah


pembentukan lambat konjugasi glukoronida dalam kucing. Senyawa seperti
aspirin dan fenol yang mengalami pembentukan glukoronida akan tampak relatif
lebih toksik dalam kucing, tetapi ini dapat merupakan suatu manifestasi takaran
berlebih, menyebabkan konsentrasi plasma yang sangat tinggi dari obat tersebut.

c. pH Urin

Dalam setiap spesies ph urin bergantung pada diet. Hewan yang menyusui
dan diberi minum susu mengeluarkan urin asam. Pengaruh reaksi ph urin atau
sirkulasi enterohepatik pada kecepatan eksresi suatu obat sangat bergantung pada
peranan mekanisme tersebut terhadap proses eksresi obat.

d. Absorpsi Obat

2
Pada umumnya fisiologi pencernaan dan proses absorpsi obat adalah serupa
pada babi, anjing dan kucing, dan tidak berbeda pada manusia. Perut sederhana
manusia dan anjing dilapisi dengan cardiac, gastric (oxyntic), dan pylaric. Perut
babi dilapisi dengan tipe-tipe mukosa yang sama, tetapi berbeda dalam mukosa
cardiac, dimana kelenjar-kelenjarnya mensekresi mucus dan ion bikarbonat,
meliputi daerah yang lebih besar dari dinding perut. Mukosa lambung yang
sebenarnya mengandung kelenjar-kelenjar tubular majemuk yang mensekresi
asam hidroklorida (sel-sel parietal atau oksentrik) yang pepsinogen. Reaksi asam
kuat isi lambung (rentang ph biasa adalah 3 sampai 4) apat menonaktifkan obat-
obat tertentu, seperti penisilin G dan eritromisin. Penonaktifan tipe ini biasanya
dapat diatasi dengan modifikasi bentuk sediaan.

Pengosongan lambung merupakan faktor fisiologik terpenting yang


mengendalikan kecepatan absorpsi obat, karena dalam spesies perut tunggal, usus
halus merupakan tempat absorpsi utam. Suatu obat dalam larutan dapat
diharapkan akan diabsorpsi baik. Dalam usus normal, asam lemah dengan nilai
pka di atas 3 dan basa dengan pkb kurang dari 7,8 telah ditunjukkan diabsorpsi
dengan baik. Perubahanperubahan dalam aliran darah intestinal dapat
mempengaruhi kecepatan absorpsi obat-obat yang larut dalam lemak.

e. Volume Distribusi

Perbedaan spesies dalam volume distribusi, terutama diantara hewan


monogastrik dan pemamah biak, telah didapatkan terutama diantara dengan basa-
basa organik larut lemak. Setelah pemberian parenteral, obat ini berdifusi ke
cairan dalam rumen, disini terperangkap oleh ionisasi, sebagian bagian polar
dapat berperan pada suatu harga Vd di antara yang didapat pada hewan-hewan
kecil dan spesies pemamah biak. Volume yang besar dan reaksi ph dari
kandungan-kandungan bagian saluran gastrointestinal diman terjadi pencernaan
mikroba dalam spesies herbivor dan karnivor. Jika menbandingan respons
farmakologik terhadap satu takaran tetap takaran obat dalam spesies berlainan,

3
hendaklah diingat hubungan terbalik diantara volume distribusi dan konsentrasi
obat plasma.

f. Kecepatan eliminasi

Eliminasi obat berdasarkan dengan kinetika orde nol. Waktu paruh suatu
obat dapat berbeda luas di antara spesies hewan, terutama jika biotransformasi
merupakan proses utama eliminasi. Meskipun tidak mungkin menyusun
peringkat spesies berdasarkan waktu paruh obat spesies herbivor, terutama hewan
pemamah biak, kelihatannya mengeliminasi obat-obat yang mengalami
metabolisme hepatik ekstensif, lebih cepat dari spesies karnivor.

Yang paling mengesankan ialah eliminasi cepat salisilat dalam hewan-


hewan pemamah biak dan kuda, dibandingkan dengan waktu paruh yang panjang
dan dose dependent dari obat tersebut pada kucing. Waktu paruh obat yang
dieliminasi oleh eksresi ginjal, terutama hanya filtratnya saja, dapat lebih pendek
pada anjing daripada spesies herbivor dan konsisten dengan kecepatan yang lebih
tinggi dari filtrasi glomerural pada karnivor. Selain dari kecendrungan ini, satu-
satunya kesimpulan yang dapat ditarik ialah bahwa waktu paruh hendaknya
jangan diekstrapolasi dari suatu spesies ke spesies lainnya.

Waktu paruh mungkin menggambarkan parameter farmakokinetik yang


dihubungkan dengan variasi-variasi terluas diantara spesies dalam disposisi obat-
obat.

B. Pemilihan Sediaan Berdasarkan Kriteria Tertentu


a. Tipe Kulit
Dalam memformulasi suatu obat untuk pemakaian topical atau sistemik,
dapat dihrapkan perbedaan-perbedaan diantara spesies karena sifat dasar kulit
dari hewan-hewan yang berlainan. Manusia dan kuda memiliki kelenjar-kelenjar
keringat yang berkembang sempurna dan efektif. Sapi, babi, domba dan kucing
tidak memiliki kemampuan berkeringat sebanyak-banyaknya. Domba, kambing

4
dan sapi meneteskan banyak bahan-bahan lipoid dari kelenjar-kelenjar sebaseus
untuk melindungi kulitnya. Babi mempunyai suatu lapisan ekstensif keratin, yang
harus dipertimbangkan jika merancang sediaan dermatologik.
b. Endokrinologi
Pengetahuan endokrinologi suatu spesies hewan akan penting dalam
formulasi pengendalian estrus untuk sinkronisasi perkembangiakan dan proses
kelahiran, meningkatkan kecepatan dan keuntungan efisisensi makanan,
kelahiran kembar pada ternak sapi dan domba atau produksi susu atau mencegah
hipokalsemia atau estrus. Variasi spesies dalam fungsi endokrin digambarkan
oleh periode estrus yang berbeda-beda. Misalnya sapi 14-18 jam, kambing 24-35
jam, babi 2-3 hari.
c. Pernafasan
Kebanyakan obat-obat diabsorpsi dari saluran pernafasan, kecepatan dan
luasnya tergantung pada obat, ukuran partikel semprotan, serta volme dan
kecepatan penarikan nafas. Meskipun anatomi dan fisiologi sistempernafasan
pada umumnya sama pada hewan piaraan, system avian (dalam burung) berbeda
dalam beberapa aspek. Paru burung lebh kecil dan terikat pada tulang rusuk.
Kecepatan pernafasan burung dapat berubah-ubah dari 46 sampai 380
pernafasan/menit dibandingkan dengan kira-kira 12/menit untuk kuda, dan
30/menit untuk sapi.
d. Perilaku
Perbedaan-perbedaan perilaku turunan di dalam suatu spesies dapat juga
menimbulkan permasalahan dalam pemilihan obat. Kucing merupakan
“groomers” terus-menerus, kemungkinan setiap obat yang dipakaikan secara
topical akan dicernakan. Juga desinfektan dan bahan-bahan kimia yang
dipakaikan pada kurungan-kurungan, kotak-kotak dan lantai-lantai terpungut
pada cakar kucing dan akhirnya dicernakan. Karena itu suatu desinfektan yang
dipandang aman untuk pemakaian sekitar anjing dapat mengganggu jka
digunakan dekat kucing.
e. Perbandingan spesies memakai konsep-konsep farmakokinetik

5
Farmakokinetik merupakan studi dan karakterisasi dari waktu jalan
absorpsi obat, distribusi, metabolism, ekskresi, dan hubungan proses tersebut
dengan intensitas serta lamanya terapeutik juga efek-efek yang merugikan dari
obat. Ikatan protein plasma dapat mempunyai efek nyata pada distribusi dan
aktivitas suatu obat serta dapat mempengaruhi kecepatan dimana obat dieliminasi
dari tubuh. Pengaruh ikatan protein padawaktu paruh tergantung pada atau hanya
pada fraksi bebas yang tidak terikat dari obat tersirkulasi atau tidak yang tersedia
untuk eliminasi (dalam hali ini metabolisme).

C. Perbedaan-Perbedaan Pada Spesies

6
Meskipun suatu formula obat dapat mengandung batas-batas tertentu jumlah
sama bahan aktif fisiologik, perbedaan kadar darah atau efektivitas terapetik dapat
terjadi jika obat ini diberikan kepada:

 Hewan – hewan yang berlainan dan spesies sama


 Hewan yang sama memakai obat lot berbeda dari pabrik yang sama atau
berbeda.

Perbedaan – perbedaan dalam spesies ini pada umumnya dapat dihubungkan


dengan:

 Perbedaan fisiologik antara hewan-hewan yang diberi takaran


 Perbedaan anatar batch obat dan atau formulasi

Watson dalam suatu tinjauan factor-faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas


obat-obat antimikroba yang diberikan melalui mulut pada hewan-hewan kecil
menyarankan, tak mustahil bahwa penyelidikan lebih lanjut akan menunjukkan bahwa
perbedaan-perbedaan bioavailabilitas diantara sediaan-sediaan obat veteriner adalah
biasa seperti yang terdapat pada obat-obat yang digunakan untuk manusia.

Anda mungkin juga menyukai