Anda di halaman 1dari 21

KELUARGA BERENCANA (KB)

Sahrial Fauzi, Lianawati

A. PENDAHULUAN
Seorang perempuan menjadi subur dan dapat melahirkan segera setelah ia
mendapatkan haid yang pertamanya (menarke), dan kesuburan perempuan akan
terus berlangsung sampai pada fase berhentinya haid (menopause). Kehamilan dan
kelahiran yang terbaik, yaitu memberikan risiko yang paling rendah untuk ibu dan
anak, antara 20-35 tahun, sedangkan persalinan pertama dan kedua paling rendah
risikonya bila jarak antara dua kelahiran adalah 2-4 tahun. Dari data WHO (1990)
didapatkan bahwa di seluruh dunia terjadi 1 juta kelahiran bary per hari, dimana
50% diantaranya tidak direncanakan dan 25% tidak diharapkan. Dari 150.000
kasus abortus provokatus yang terjadi per hari, 50.000 diantaranya abortus illegal
dan lebih dari 500 perempuan meninggal akibat komplikasi abortus tiap harinya.
Berdasarkan kondisi tersebut, dibuatlah suatu program perencanaan keluarga (1).
Program keluarga berencana memiliki makna yang sangat strategis,
komprehensif dan fundamental dalam mewujudkan manusia Indonesia yang sehat
dan sejahtera. UU Nomor 52 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan
dan pembangunan keluarga menyebutkan bahwa keluarga berencana adalah upaya
untuk mengatur kelahiran anak, jarak, dan usia ideal melahirkan, mengatur
kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai hak reproduksi
untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas (2).
Terdapat tiga indikator tambahan yang berkaitan dengan KB dalam Millenium
Development Goals (MDGs) 2015 target 5b (Akses Universal terhadap Kesehatan
Reproduksi) yang diharapkan akan memberikan kontribusi dalam upaya
peningkatan kesehatan ibu. Indikator tersebut adalah Contraceptive Prevalence
Rate (CPR), Age Specific Fertility Rate (ASFR), dan unmet need. Target nasional
indikator tersebut pada tahun 2015 adalah CPR sebesar 65%, ASFR usia 15-19
tahun sebesar 30/1000 perempuan usia 15-19 tahun dan unmet need 5% (2).

B. DEFINISI
Kontrasepsi merupakan salah satu upaya pelayanan kesehatan preventif yang
paling dasar dan utama. Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah dan
konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma yang
mengakibatkan terjadinya kehamilan (3).

C. EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan 222 juta perempuan di negara berkembang menunda atau
berhenti melahirkan anak, tetapi mereka tidak menggunakan metode kontrasepsi
apapun. Penggunaan kontrasepsi mencegah 218 juta kehamilan yang tidak
diinginkan di negara-negara berkembang pada tahun 2012 dan mencegah 55 juta
kelahiran yang tidak direncanakan, 138 juta aborsi (40 juta diantaranya tidak
aman), 25 juta keguguran dan 118.000 kematian maternal (4).
Di Indonesia, keberhasilan pelayanan Keluarga Berencana dalam satu dekade
terakhir mengalami suatu keadaan stagnan yang ditandai dengan kurangnya
perbaikan beberapa indikator KB yaitu CPR, unmet need dan Total Fertility Rate
(TFR). Adapun kondisi KB di Indonesia dibandingkan dengan Negara-Negara
ASEAN dapat dilihat pada grafik di bawah ini :
Gambar : Jumlah WUS Indonesai dibandingkan dengan Negara-Negara Anggota
ASEAN pada tahun 2008 (2).
Keterangan : Jumlah dalam jutaan

Sementara untuk tingkat penggunaan kontrasepsi di Indonesia melebihi nilai


rata-rata dbandingkan dengan Negara-Negara ASEAN lainnya.

Gambar : Penggunaan Kontrasepsi di Indonesia Dibandingkan dengan Negara-


negara Anggota ASEAN Tahun 2013 (2).
D. TUJUAN KONTRASEPSI
Penggunaan kontrasepsi dimaksudkan sebagai cara yang paling efektif untuk
mengurangi risiko mengalami kehamilan yang tidak diinginkan, membuat
perencanaan akan kehamilan dalam keluarga, dan mencegah terjadinya infeksi
menular seksual (1,5).

E. PEMILIHAN KONTRASEPSI YANG RASIONAL


Fase Menunda Fase Menjarangkan Fase Tidak Hamil
Kehamilan (<20 Tahun) Kehamilan (20-35 Tahun) Lagi (>35 Tahun)
IUD
Steril
Pil Suntikan
IUD
IUD Minipil
Implan
Sederhana Pil
Suntikan
Suntikan Implan
Sederhana
Implan Sederhana
Pil
Steril
Gambar : Urutan Penggunaan Kontrasepsi yang rasional (1).
F. JENIS-JENIS KONTRASEPSI
1. KONTRASEPSI NON-HORMONAL
a) Kontrasepsi Tanpa Menggunakan Alat/Obat
1) Senggama Terputus (Koitus Interuptus)
Cara ini merupakan kontrasepsi tertua yang dikenal manusia,
dan mungkin masih merupakan cara terbanyak yang digunakan.
Senggama terputus ialah penarikan penis dari vagina sebelum
terjadinya ejakulasi. Keuntungan cara ini, yaitu tidak membutuhkan
biaya, alat-alat ataupun persiapan, tetapi kekurangannya adalah
tingkat kegagalan dapat terjadi. Metode ini juga dapat menimbulkan
terjadinya neurasteni. Efektivitas cara in umumnya dianggap kurang
berhasil.
Penelitian yang dilakukan di Amerika dan Inggris membuktikan
bahwa angka kehamilan dengan cara ini hanya sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan cara mempergunakan kontrasepsi mekanis
ataupun kimiawi. Kegagalan cara ini dapat disebabkan oleh : (1)
Adanya pengeluaran air mani sebelum ejakulasi (preejaculatory
fluid), yang dapat mengandung sperma, apalagi pada koitus berulang
(repeated coitus), (2) Terlambatnya pengeluaran penis dari vagina,
dan (3) Pengeluaran semen dekat dengan vulva, oleh karena adanya
hubungan antara vulva dan kanalis servikalis uteri melalui benang
lendir serviks uteri yang pada masa ovulasi mempunyai spinnbarkeit
yang tinggi (1,6).
2) Pembilasan Paska Senggama (Postcoital Douche)
Pembilasan vagina dengan air biasa dengan atau tanpa tambahan
larutan obat (cuka atau obat lain) segera setelah koitus merupakan
suatu cara yang telah lama dilakukan untuk tujuan kontrasepsi.
Tujuannya adalah mengeluarkan sperma secara mekanik dari vagina.
Penambahan cuka dimaksudkan untuk memperoleh efek spermisida
serta menjaga asiditas vagina. Efektivitas cara ini dalam mengurangi
kemungkinan terjadinya konsepsi hanya dalam batas-batas tertentu,
karena sebelum dilakukannya pembilasan, spermatozoa dalam
jumlah besar sudah memasuki serviks uteri (1).
3) Perpanjangan Masa Menyusui Anak (Prolonged Lactation)
Memperpanjang masa menyusui sering dilakukan untuk
mencegah kehamilan. Efektivitas menyusui anak dapat mencegah
ovulasi dan meperpanjang amenorea postpartum. Akan tetapi,
ovulasi pada suatu saat akan terjadi lagi dan akan mendahului haid
pertama setelah partus. Bila hal ini terjadi, konsepsi dapat terjadi
selagi perempuan tersebut masih dalam keadaan amenorea dan
terjadilah kehamilan kembali setelah melahirkan sebelum
mendapatkan haid (1).
4) Pantang Berkala (Rhytm Method)
Pengetahuan bahwa ovulasi terjadi pada kira-kira 14 hari
sebelum siklus menstruasi berikutnya dan bahwa sperma hanya dapat
membuahi sel telur dalam waktu 48 jam, telah memungkinkan
beberapa pengembangan metode kontrasepsi. Salah satunya, yaitu
sistem kalender (Metode Pantang Berkala) yang juga disebut sebagai
(7)
Metode Lendir . Cara ini diperkenalkan oleh Kyusaku Ogino dari
Jepang dan Herman Knaus dari German sekitar tahun 1931.
Kesulitan cara ini adalah menentukan waktu yang tepat dari
ovulasi, dimana ovulasi umumnya terjadi pada 14 + 2 hari sebelum
hari pertama haid yang akan datang. Dengan demikian, pada
perempuan dengan haid yang tidak teratur, sangat sulit atau sama
sekali tidak dapat diperhitungkan saat terjadinya ovulasi. Pada
perempuan dengan daur haid yang tidak teratur, akan tetapi dengan
variasi yang tidak jauh berbeda, dapat ditetapkan masa subur dengan
suatu perhitungan, yaitu daur hari terpendek dikurangi dengan 18 hari
dan daur haid terpanjang dikurangi dengan 11 hari. Masa aman ialah
sebelum daur haid terpendek yang telah dikurangi (1).

b) Kontrasepsi Sederhana
1) Kondom Pria
Penggunaan kondom untuk tujuan perlindungan terhadap
penyakit kelamin telah dikenal sejak zaman Mesir Kuno, yaitu pada
tahun 1553, Gabriele Fallopi melukiskan tentang penggunaan
kantong sutera yang diolesi minyak dan dipasang menyelubungi
penis sebelum koitus dengan tujuan untuk melindungi laki-laki
terhadap penyakit kelamin. Prinsip umum penggunaan kondom
adalah sebagai perisai penis sewaktu melakukan koitus dan
mencegah pengumpulan sperma dalam vagina. Kelebihan kondom,
yaitu 82%-98% efektif, mencegah kehamilan, melindungi dari
infeksi kelamin dan HIV, tersedia dimana-mana, tidak memerlukan
resep dari dokter untuk memperolehnya.

Gambar : Kondom Pria (6).


Kekurangannya adalah, banyak dari pria-pria muda
mempercayai bahwa pengguaan kondom mengurangi kenikmatan
seksual dan dapat pecah selama menggunakannya. Angka kegagalan
penggunaan kondom sangat rendah, yaitu 3 sampai 4 per 100
pasangan per tahun (Vessey dkk, 1982). Penyebab terjadinya
kegagalan memakai kondom, yaitu kondom bocor atau koyaknya alat
tersebut ataupun tumpahnya sperma yang disebabkan oleh tidak
dikeluarkannya penis segera setelah terjadinya ejakulasi. Efek
samping penggunaan kondom tidak ada, kecuali jika adanya riwayat
alergi terhadap bahan kondom itu sendiri (1,7,8,9,10).

2) Diafragma Vaginal
Pada tahun 1881 Mensinga dari Flensburg (Belanda) untuk
pertama kalinya telah menciptakan diafragma vagina guna mencegah
kehamilan yang terbuat dari cincin karet yang tebal. Diafragma
dimasukan kedalam vaginal sebelum koitus untuk menjaga agar
sperma tidak masuk ke dalam uterus. Untuk memperkuat khasiat
diafragma, obat spermisida dimasukan ke dalam mangkuk dan
dioleskan pada pinggirnya.

Gambar : Diafragma Vaginal

Kelemahan dari diafragma vaginal adalah (1) diperlukan


motivasi yang kuat, (2) umumnya hanya cocok pada perempuan
terpelajar, (3) pemakaian yang tidak teratur dapat menyebabkan
kegagalan, (4) tingkat kegagalan lebih tinggi dari pada pil atau IUD.
Keuntungan cari ini adalah (1) tidak ada efek samping, (2) dengan
penggunaan yang baik memberikan hasil yang baik, (3) dapat dipakai
sebagai pengganti pil (1,7).

Gambar : Langkah-langkah Pemasangan Diafragma Vagina

2. KONTRASEPSI HORMONAL
a) Pil Kontrasepsi Kombinasi
Pil kontrasepsi kombinasi yang sekarang digunakan tidak berisi
estrogen dan progestron alamiah, melainkan steroid sintetik. Ada dua
jenis steroid sitetik yang digunakan, yaitu yang berasal dari 19 nor-
testosteron dan yang berasal dari 17 alfa asetoksi-progestron. Pil yang
bersal dari 17 alfa -asetoksi-progestron akhir akhir ini sudah tidak
digunaka di Amerika Serikat, oleh karena dari hasil percobaan pada
hewan (Anjng), penggunaan pil ini dalam jangka Panjang dapat
menyebabkan tumor mammae. Sekarang, derivat dari 19 nor-testosteron
yang banyak digunakan untuk kontrasepsi pil, ialah noretynodrel,
norethindrone asetat, etinodiol diasetat dan norgestrel (1).
Estrogen yang banyak digunakan untuk pil kontrasepsi ialah etinil
estradiol dan mestranol. Masing-masing dari zat ini mempunyai ethynyl
group pada atom C 17. Dengan adanya ethynyl group C 17 menyebabkan
kasiatnya meninggi jika dikonsumsi per os oleh karena zat-zat tersebut
tidak mudah atau tidak cebat diubah sewaktu melalui sistem portal,
berbeda dengan steroid alamiah. Jadi, steroid sintetik mempunyai potensi
yang lebih tinggi per unit dibandingkan dengan steroid alamiah kalua
ditelan per os (1).
Mekanisme kerja pil kombinasi, yaitu komponen estrogen yang
terdapat di dalam pil menekan sekresi FSH menghalangi maturase folikel
dalam ovarium. Karena pengaruh estrogen dari ovarium terhadap
hipofisis tidak ada, maka tidak terjadi peningkatan kadar LH. Pada
pertengahan siklus haid, kadar FSH rendah dan tidak terjadi peningkatan
kadar LH, sehingga menyebabkan ovulasi terganggu. Komponen
progestron dalam pil kombinasi memperkuat khasiat estrogen untuk
mencegah ovulasi, sehingga dalam 95-98% tidak terjadi ovulasi.
Selanjutnya, estrogen dalam dosis tinggi dapat pula mempercepat
perjalanan ovum yang akan menyulitkan terjadinya implantasi dalam
endometrium dari ovum yang sudah dibuahi. Progestron dalam dosis
tinggi menghambat ovulasi, tetapi tidak dalam dosis rendah. Selanjutnya,
progestron memberikan efek :
 Lendir serviks uteri menjadi lebih kental, sehingga mengahalangi
penetrasi spermatozoon untuk masuk dalam uterus
 Kapasitas spermatozoon yang perlu untuk memasuki ovum
terganggu
 Beberapa progestron tertentu, seperti noretinodrel, mempunyai efek
antiestrogenik terhadap endometrium, sehingga meyulitkan
implantasi ovum yang telah dibuahi (1,8,10).

Tabel dibawah ini menjelaskan tentang mekanisme kerja pilpil dan


suntikan untuk kontrasepsi :
Mekanisme Kerja
Pengaruh
Jenis Penghambat Pengaruh terhadap
terhadap lendir
Ovulasi endometrium
serviks uteri
Pil Kombinasi +++ + +
Pil Sekuensial + + 0
Mini-Pil + + +++
Depo Provera (Suntikan) + + +++

Efek kelebihan estrogen berupa rasa mual, terjadinya retensi cairan,


sakit kepala, nyeri pada mamma atau flour albus. Rasa mual disertai
muntah, diare dan perut kembung. Retensi cairan disebabkan karena
kurangnya pengeluaran air dan natrium sehingga menyebabkan
peningkatan berat badan. Efek kelebihan progestron dapat berupa
perdarahan tidak teratur, bertambahnya nafsu makan disertai
pertambahan berat badan, akne, alopesia, flour albus dan hipomenorea.
Tidak semua perempuan dapat menggunakan kontrasepsi pil, oleh
karena pada keadaan tertentu, penggunaan kontrasepsi pil menjadi
kontraindikasi, yaitu :
 Kontraindikasi mutlak : Adanya tumor yang dipengaruhi estrogen,
penyakit hati yang aktif, baik akut atau menahun, pernah mengalami
trombo-flebitis, trombo-emboli, kelainan serebrovaskular, diabetes
melitus dan kehamilan.
 Kontraindikasi relatif : depresi, migrain, hipertensi, oligomenorea
dan amenorea.

Kelebihan penggunan pil kontrasepsi, yaitu efektivitasnya tinggi (91-


99 %), frekuensi koitus tidak perlu diatur, siklus haid jadi teratur,
keluhan-keluhan dismenorea yang primer menjadi berkurang atau hilang
sama sekali. Kekurangan penggunaan pil kombinasi, yaitu tidak dapat
melindungi dari penyakit menular seksual ataupun HIV, pil harus
diminum setiap hari, adanya efek samping yang sifatnya sementara,
kadang-kadang setelah berhenti minum pil timbul amenore persisten
(1,6,9,10)
.
Pil kombinasi yang tersedia ada beberapa, yaitu dalam satu bungkus
berisi 21 atau 22 pil dan ada yang berisi 28 pil. Pil yang berjumlah 21-22
diminum mulai hari ke-5 haid tiap hari satu tablet terus-menerus dan
kemudian berhenti apabila habis, sebaiknya pil diminum pada waktu
tertentu. Beberapa hari setelah berhenti, biasanya timbul withdrawal
bleeding, dan pil dalam bungkus kedua dimulai pada hari ke-5 dari
permulaan perdarahan. Apabila tidak terjadi withdrawal bleeding, maka
pil kedua diminum pada hari ke-7 setelah pil dalam bungkus pertama
habis (1,10).

b) Pil Sekuensil
Di Indonesia, pil sekuensial tidak diedarkan. Pil sekuensial tidak
seefektif pil kombinasi dan pemakaiannya hanya dianjurkan pada hal-hal
tertentu saja. Pil diminum hanya mengandung estrogen saja untuk 14-16
hari, diusul dengan pil yang mengandung estrogen dan progestron untuk
5-7 hari (1).
c) Mini-Pil (Continous Low-dose Progestrone atau Prostagen Only Pill)
Disebut sebagai mini-pil karena hanya mengandung progestin. Pada
tahun 1965 Rudell dan kawan-kawan menemukan bahwa pemberian
progestogen (klormadinon asetat) dalam dosis kecil (0,5 mg per hari)
menyebabkan perempuan tersebut menjadi infertile. Mini pil bukan
merupakan penghambat ovulasi, oleh karena selama memakai pil mini
terkadang ovulasi masih dapat terjadi. Efek utamanya ialah pada lendir
serviks, dan juga terhadap endometrium, sehingga nidasi blastokista tidak
dapat terjadi. Kelebihan mini pil adalah efeknya minimal, sering menjadi
pilihan untuk ibu menyusui dan efektivitasnya 100% sampai 6 bulan dan
tidak mengganggu produksi ASI. Mini pil ini dikontraindikasikan pada
wanita yang mengalami perdarahan uterus yang tidak jelas, menderita
kanker payudara, tumor hati jinak atau ganas, kehamilan (1,8).

d) Kontrasepsi Suntikan (Depo-Provera)


1) Suntikan Setiap 3 Bulan (Depo-Provera)
Baik depot intramuskular medroxyprogestrone acetate (Depo-
Provera), 150 mg setiap 3 bulan dan norethisteron enanthate
(Norigest) 200 mg setiap 2 bulan merupakan kontrasepsi progestin
yang telah digunakan secara efektif. Depo medroxyprogestrone
(DMPA) diinjeksikan ke M. Deltoideus atau gluteus tanpa pemijatan
untuk menjamin bahwa obat dilepaskan dengan lambat. Tersedia
alternatifnya versi subkutan, yaitu depo-SubQ provera 104,
dinjeksikan ke jaringan subkutan di paha bagian anterior atau
abdomen setiap 3 bulan. Sediaan subkutan mengandung 104 mg
DMPA yang diserap lebih lambat daripada formula intramuskular.
Kontrasepsi jenis ini menjaga kadar progestron serum yang cukup
untuk menekan ovulasi selama 3 bulan (8).
Mekanisme kerja kontrasepsi injeksi, ialah :
 Obat tersebut menghalangi terjadinya ovulasi dengan jalan
menekan pembentukan gonadotropin releasing hormone dari
hipotalamus
 Lendir serviks bertambah kental sehingga menghambat penetras
sperma melalui serviks uteri
 Implantasi ovum dalam endometrium dihalangi
 Mempengaruhi transport ovum di tuba

Keuntungan metode ini, yaitu efektivitasnya tinggi,


pemakaiannya sederhana, dapat digunakan untuk ibu-ibu menyesui
anak. Kekurangannya adalah dapat terjadi perdarahan yang tidak
teratur (spotting, breaktough bleeding), dapat terjadi amenore (1,8).
2) Suntikan Setiap Bulan (Monthly Injectable)
Suntikan bulanan mengandung 2 macam hormone progestin dan
estrogen seperti hormone alamiah dalam tubuh wanita. Metode jenis
ini disebut sebagai kontrasepsi suntikan kombinasi. Preparat yang
dipakai ialah medroxyprogestrone acetate (MPA/estradiol
caprionate atau norethisterone enanthate (NET-EN)/estradiol
valerate. Berbagai macam nama yang beredar antara lain Cyclofem,
Cycloporovera, Mesygna dan Noryginom. Mekanisme kerjanya
adalah mencegah keluarnya ovum dari ovarium (ovulasi).
Efektivitasnya tergantung saat kembalinya untuk mendapatkan
suntikan. Bila perempuan mendapatkan suntikan tepat waktu, angka
kehamilannya kurang dari 1 per 100 perempuan yang menggunakan
kontrasepsi bulanan dalam satu tahun pertama (1).
e) Impan Progestin
1) Implan Levonorgestrel
Sistem Norplant menyediakan levonorgestrel di dalam 6 batang
silastik berukuran 30 mm x 2,5 mm dan masing-masing mengandung
36 mg levonorgestrel dimasukkan ke subdermal pada bagian anterior
lengan atas melalui sebuah kanula, setelah membuat insisi sepanjang
2 mm pada kulit. Sama halnya dengan formula progestron lainnya
yang menimbulkan terjadinya perdarahan uterus yang tidak teratur
dan berlangsung lama pada pemakaian tahun pertama pada kira-kira
20% wanita (7,8).
2) Implan Etonogestrel
Implant jenis ini terdiri dari 1 batang yang mengandung 68 mg
progestin etonogestrel (ENG) yang dilapisi kopolimer ethylene vinyl
acetate. Implant ditempatkan di permukaan medial lengan atas 6
sampai 8 cm dari siku pada lekukan biseps dalam 5 hari awitan
mesntruasi. Sediaan ini dapat digunakan sebagai kontrasepsi selama
3 tahun dan kemudian diganti pada lengan yang sama atau lengan
yang lain. Progestin dilepaskan secara terus-menerus untuk menekan
ovulasi sebagai aksi kontraseptif primer, walaupun penebalan mucus
dan atrofi endometrium menambah manfaatnya. Kembalinya ovulasi
setelah pengangkatan impaln terjadi dengan cepat. Efek samping
yang dapat terjadi berupa perdarahan memanjang dan sering.
Kontraindikasinya implant ENG sama dengan DMPA (8).

3. ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR) ATAU INTRA


UTERINE DEVICE (IUD)
Metode kontrasepsi jenis ini dilakukan dengan cara memasukan alat ke
dalam uterus untuk tujuan mencegah terjadinya kehamilan. IUD digunakan
manusia pada tahun terakhir abad ke-19, tetapi mempunyai efek yang buruk,
sehingga ditinggalkan. Pada tahun 1950, dikembangkan IUD polietilen yang
mempunyai bentuk menarik, sehingga minat pemakaiannya kembali. IUD
yang idela harus mudah dipasang, mudah dikeluarkan, sedikit menimbulkan
efek samping, dan mempunyai derajat efisiensi tinggi dalam mencegah
kehamilan (1,7).
Terdapat dua jenis AKDR yang dapat digunakan untuk kontrasepsi, yaitu
Cooper T-380 (ParaGard) dan Levonorgestronal (Mirena). AKDR
menggunakan bahan non-hormonal dan bahan hormone progestron untuk
mencegah terjadinya pembuahan. Sehingga AKDR menjadi pilihan
kontrasepsi yang baik bagi wanita yang tidak dapat menggunakan estrogen (6).

Gambar : Jenis-jenis Alat Kontrasepsi Dalam Rahim

a) Cooper T-380
Cooper T-380 mengandung polietilen dengan tembaga sepanjang
batang vertical dan lengan horizontal. Terdapat tali polietilen pada
perangkatnya yang dapat digunakan untuk memudahkan dalam
melepaskan AKDR tersebut. AKDR jenis Cooper T-380 dapat digunakan
sampai 10 tahun, walaupun berbagai penelitian menyebutkan bahwa alat
ini aman digunakan hingga 20 tahun. Mekanisme kerja dari AKDR jenis
ini adalah memicu terjadinya repson imunitas, sehingga mengganggu
lingkungan untuk sperma dan mencegah terjadinya pembuahan sel telur.
Di dalam uterus terjadi respon inflamasi endometrial lokal yang hebat
terutama oleh alat yang mengandung tembaga. Komponen seluler dan
humoral inflamasi ini terlihat pada jaringan endometrium dan cairan yang
terdapat pada rongga uterus dan tuba uterinea. Kondisi ini menyebabkan
menurunhya viabilitas sperma dan sel telur. Jika fertilitas terjadi pada
keadaan yang tidak memungkinkan, maka terjadi proses inflamasi yang
sama pada blastokista, dan endometrium berubah menjadi tempat yang
tidak mendukung terjadinya implantasi (6,8,11).
b) Levonorgestronal
Alat ini dipasang di dalam uterus dan setelah itu akan melepaskan
Levonorgestronal20 mcg/hari dan kadarnya menurun secara progresif
sampai 10 mcg/hari setelah 5 tahun. AKDR jenis ini bekerja dengan cara
mengentalkan lendir serviks uteri dan menghambat motilitas dan fungsi
sperma. Selain itu, dapat terjadi atrofi endometrium akibat tingginya
kadar Levonorgestronal. Pada penggunaan LNG tidak didapatkan adanya
perdarahan pada beberapa wanita (6,8,11).

Keutungan dari penggunaan AKDR adalah dapat mencegah kehamilan


selama 3-7 tahun (tergatung pada alatnya), umumnya hanya memerlukan satu
kali pemasangan, tidak menimbulkan efek sistemik, alat yang digunkaan
ekonomis dan cocok untuk penggunaan secara massal, efektivitas sangat
tinggi, reversibel. Efek samping yang dapat ditimbulkan pada penggunaannya
berupa perdarahan dan rasa nyeri. Pada beberapa penelitian yang dilakukan
pada remaja yang menggunakan AKDR, tingkat pemberhentiannya lebih
tinggi dibandingkan dengan pengguna dewasa oleh karena efek yang timbul.
Adapun beberapa efek samping yang dapat terjadi (1,7,10,11):
1) Perdarahan
Umumnya setelah pemasangan IUD terjadi perdarahan sedikit-
sedikit yang cepat berhenti. Kalua pemasangan dilakukan sewaktu haid,
perdarahan yang sedikit-sedikit ini tidak akan diketahui oleh pengguna.
Keluhan yang sering terjadi adalah menoragia, spotting, metroragia. Jika
terjadi perdarahan yang banyak dan tidak dapat diatasi, sebaiknya IUD
dikeluarkan dan diganti dengan IUD yang mempunyai ukuran lebih kecil.
Namun apabila tetap terjadi perdarahan, maka dikeluarkan IUD tersebut
dan disarankan menggunakan kontrasepsi jenis lain.
2) Rasa Nyeri dan Kejang di Perut
Rasa nyeri atau kejang diperut dapat terjadi segera setelah
pemasangan IUD. Biasanya rasa nyeri ini berangsur-angsur hilang
dengan sendirinya. Rasa nyeri dapat dikurangi ataupun dihilangkan
dengan pemebrian obat analgetik. Jika keluhan terus berlangsung,
disarankan untuk mengeluarkan IUD dan diganti dengan IUD ukuran
yang lebih kecil.
3) Gangguan Pada Suami
Kadang-kadang suami dapat merasakan adanya benang IUD sewaktu
bersenggama. Ini disebabkan oleh benang IUD yang keluar dari porsio
terlalu pendek atau Panjang. Untuk mengurangi atau menghilangkan
keluhan tersebut, benang IUD yang terlalu Panjang dipotong sampai kira-
kira 2-8 cm dari porsio, sedangkan jika benang IUD terlalu pendek, maka
sebaiknya IUD-nya diganti. Biasanya dengan teknik ini, keluhan dapat
berkurang.
4) Ekspulsi (Pengeluaran Sendiri)
Ekspulsi dapat terjadi untuk sebagian atau seluruhnya. Ekspulsi
biasanya terjadi pada waktu haid dan dipengaruhi oleh hal-hal berikut :
a. Umur dan paritas. Pada paritas yang rendah 1 atau 2, kemungkinan
ekspulsi dua kali lebih besar daripada paritas 5 atau lebih, demikian
pula pada perempuan muda ekspulsi lebih sering terjadi daripada
perempuan yang umurnya lebih tua.
b. Lama pemakaian : Ekspulsi paling sering terjadi pada tiga bulan
pertama setelah pemasangan, setelah itu angka kejadiannya menurun
dengan tajam.
c. Ekspulsi sebelumnya : Pada perempuan yang pernah mengalami
ekspulsi, maka pada pemasangan kedua kalinya, kecenderungan
terjadinya ekspulsi lagi ialah kira-kira 50%. Jika terjadi ekspulsi,
pasangkanlah IUD dari jenis yang sama, tetapi dengan ukuran yang
lebih besar daripada sebelumnya, dapat juga diganti dengan IUD
jenis lain atau dipasang 2 IUD.
d. Jenis dan ukuran : Jenis dan ukuran IUD yang dipasang sangat
mempengaruhi frekuensi ekspulsi. Pada lippes loop, makin besar
ukuran IUD makin kecil kemungkinan terjadinya ekspulsi.
e. Faktor psikis : Oleh karena motilitas uterus dapat dipengaruhi oleh
faktor psikis, maka frekuensi ekspulsi lebih banyak dijumpai pada
perempuan emosional dan ketakutan, dan yang psikisnya labil.

Adapun waktu pemasangan IUD dapat dilakukan pada beberapa kondisi,


yaitu (1):
1) Sewaktu haid sedang berlangsung
Pemasangan IUD pada waktu ini dapat dilakukan pada hari-hari
pertama atau pada hari-hari terakhir haid. Keuntungan pemasangannya
pada kondisi ini, yaitu :
a. Pemasangan lebih mudah karena serviks pada waktu ini agak
membuka dan lembek
b. Tidak terlalu nyeri
c. Perdarahan yang timbul sebagai efek pemasangan tidak terlalu
dirasakan
d. Kemungkinan pemasangan IUD pada uterus yang sedang hamil tidak
ada
2) Sewaktu post partum
a. Secara dini (immediate insertion) yaitu IUD dipasang pada
perempuan yang melahirkan sebelum dipulangkan dari rumah sakit
b. Secara langsung (direct insertion) yaitu IUD dipasang dalam masa
tiga bulan setelah partus dan abortus
c. Secara tidak langsung (indirect insertion) yaitu IUD dipasang
sesudah masa tiga bulan setelah partus atau abortus, atau pemasangan
IUD dilakukan pada saat yang tidak ada hubungan sama sekali
dengan partus atau abortus
3) Sewaktu post abortum
Sebaiknya IUD dipasang segera setelah abortus oleh karena dari segi
fisiologis dan psikologis waktu itu adalah yang paling ideal. Namun, pada
keadaan terjadi septik abortion, maka pemasangan tidak dianjurkan
4) Sewaktu melakukan seksio sesarea
Setelah kandung kemih dikosongkan, akseptor dibaringkan di atas
meja ginekologik dalam posisi litotomi. Kemudian, dilakukan
pemeriksaan bimanual untuk mengetahui letak, bentuk, dan besar uterus.
Speculum dimasukan ke dalam vagina dan serviks uteri dibersihkan
dengan larutan antiseptic (merkurokrom atau tingtura jodii). Sekarang
dengan cunam serviks dijepit bibir depan porsio uteri dan dimasukan
sonde uterus ke dalam uterus untuk menentukan arah poros dan
panjangnya kanalis servikalis serta kavum uteri. IUD dimasukan ke
dalam uterus melalui ostium uteri eksternum sambal mengadakan tarikan
ringan pada cunam serviks. Insertor IUD dimasukan ke dalam uterus
sesuai dengan arah poros kavum uteri sampai tercapai ujung atas kavum
uteri yang telah ditentukan lebih dahulu

Evalusi terhadap IUD yang telah dipasang dapat dilakukan 1 minggu


sesudahnya, evaluasi kedua dilakukan pada 3 bulan kemudian, selanjutnya
tiap 6 bulan. Evaluasi dilakukan terhadap string IUD dan untuk mengecek
apakah terjadi ekspulsi atau tidak, serta menilai apakah terjadi tanda-tanda
infeksi setelah pemasangan IUD. Tidak ada consensus yang mengatakan
berapa lama IUD dapat bertahan dalam uterus, namun sebaiknya IUD diganti
tiap 2 – 3 tahun (1,11).

Anda mungkin juga menyukai