A. PENDAHULUAN
Seorang perempuan menjadi subur dan dapat melahirkan segera setelah ia
mendapatkan haid yang pertamanya (menarke), dan kesuburan perempuan akan
terus berlangsung sampai pada fase berhentinya haid (menopause). Kehamilan dan
kelahiran yang terbaik, yaitu memberikan risiko yang paling rendah untuk ibu dan
anak, antara 20-35 tahun, sedangkan persalinan pertama dan kedua paling rendah
risikonya bila jarak antara dua kelahiran adalah 2-4 tahun. Dari data WHO (1990)
didapatkan bahwa di seluruh dunia terjadi 1 juta kelahiran bary per hari, dimana
50% diantaranya tidak direncanakan dan 25% tidak diharapkan. Dari 150.000
kasus abortus provokatus yang terjadi per hari, 50.000 diantaranya abortus illegal
dan lebih dari 500 perempuan meninggal akibat komplikasi abortus tiap harinya.
Berdasarkan kondisi tersebut, dibuatlah suatu program perencanaan keluarga (1).
Program keluarga berencana memiliki makna yang sangat strategis,
komprehensif dan fundamental dalam mewujudkan manusia Indonesia yang sehat
dan sejahtera. UU Nomor 52 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan
dan pembangunan keluarga menyebutkan bahwa keluarga berencana adalah upaya
untuk mengatur kelahiran anak, jarak, dan usia ideal melahirkan, mengatur
kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai hak reproduksi
untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas (2).
Terdapat tiga indikator tambahan yang berkaitan dengan KB dalam Millenium
Development Goals (MDGs) 2015 target 5b (Akses Universal terhadap Kesehatan
Reproduksi) yang diharapkan akan memberikan kontribusi dalam upaya
peningkatan kesehatan ibu. Indikator tersebut adalah Contraceptive Prevalence
Rate (CPR), Age Specific Fertility Rate (ASFR), dan unmet need. Target nasional
indikator tersebut pada tahun 2015 adalah CPR sebesar 65%, ASFR usia 15-19
tahun sebesar 30/1000 perempuan usia 15-19 tahun dan unmet need 5% (2).
B. DEFINISI
Kontrasepsi merupakan salah satu upaya pelayanan kesehatan preventif yang
paling dasar dan utama. Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah dan
konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma yang
mengakibatkan terjadinya kehamilan (3).
C. EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan 222 juta perempuan di negara berkembang menunda atau
berhenti melahirkan anak, tetapi mereka tidak menggunakan metode kontrasepsi
apapun. Penggunaan kontrasepsi mencegah 218 juta kehamilan yang tidak
diinginkan di negara-negara berkembang pada tahun 2012 dan mencegah 55 juta
kelahiran yang tidak direncanakan, 138 juta aborsi (40 juta diantaranya tidak
aman), 25 juta keguguran dan 118.000 kematian maternal (4).
Di Indonesia, keberhasilan pelayanan Keluarga Berencana dalam satu dekade
terakhir mengalami suatu keadaan stagnan yang ditandai dengan kurangnya
perbaikan beberapa indikator KB yaitu CPR, unmet need dan Total Fertility Rate
(TFR). Adapun kondisi KB di Indonesia dibandingkan dengan Negara-Negara
ASEAN dapat dilihat pada grafik di bawah ini :
Gambar : Jumlah WUS Indonesai dibandingkan dengan Negara-Negara Anggota
ASEAN pada tahun 2008 (2).
Keterangan : Jumlah dalam jutaan
b) Kontrasepsi Sederhana
1) Kondom Pria
Penggunaan kondom untuk tujuan perlindungan terhadap
penyakit kelamin telah dikenal sejak zaman Mesir Kuno, yaitu pada
tahun 1553, Gabriele Fallopi melukiskan tentang penggunaan
kantong sutera yang diolesi minyak dan dipasang menyelubungi
penis sebelum koitus dengan tujuan untuk melindungi laki-laki
terhadap penyakit kelamin. Prinsip umum penggunaan kondom
adalah sebagai perisai penis sewaktu melakukan koitus dan
mencegah pengumpulan sperma dalam vagina. Kelebihan kondom,
yaitu 82%-98% efektif, mencegah kehamilan, melindungi dari
infeksi kelamin dan HIV, tersedia dimana-mana, tidak memerlukan
resep dari dokter untuk memperolehnya.
2) Diafragma Vaginal
Pada tahun 1881 Mensinga dari Flensburg (Belanda) untuk
pertama kalinya telah menciptakan diafragma vagina guna mencegah
kehamilan yang terbuat dari cincin karet yang tebal. Diafragma
dimasukan kedalam vaginal sebelum koitus untuk menjaga agar
sperma tidak masuk ke dalam uterus. Untuk memperkuat khasiat
diafragma, obat spermisida dimasukan ke dalam mangkuk dan
dioleskan pada pinggirnya.
2. KONTRASEPSI HORMONAL
a) Pil Kontrasepsi Kombinasi
Pil kontrasepsi kombinasi yang sekarang digunakan tidak berisi
estrogen dan progestron alamiah, melainkan steroid sintetik. Ada dua
jenis steroid sitetik yang digunakan, yaitu yang berasal dari 19 nor-
testosteron dan yang berasal dari 17 alfa asetoksi-progestron. Pil yang
bersal dari 17 alfa -asetoksi-progestron akhir akhir ini sudah tidak
digunaka di Amerika Serikat, oleh karena dari hasil percobaan pada
hewan (Anjng), penggunaan pil ini dalam jangka Panjang dapat
menyebabkan tumor mammae. Sekarang, derivat dari 19 nor-testosteron
yang banyak digunakan untuk kontrasepsi pil, ialah noretynodrel,
norethindrone asetat, etinodiol diasetat dan norgestrel (1).
Estrogen yang banyak digunakan untuk pil kontrasepsi ialah etinil
estradiol dan mestranol. Masing-masing dari zat ini mempunyai ethynyl
group pada atom C 17. Dengan adanya ethynyl group C 17 menyebabkan
kasiatnya meninggi jika dikonsumsi per os oleh karena zat-zat tersebut
tidak mudah atau tidak cebat diubah sewaktu melalui sistem portal,
berbeda dengan steroid alamiah. Jadi, steroid sintetik mempunyai potensi
yang lebih tinggi per unit dibandingkan dengan steroid alamiah kalua
ditelan per os (1).
Mekanisme kerja pil kombinasi, yaitu komponen estrogen yang
terdapat di dalam pil menekan sekresi FSH menghalangi maturase folikel
dalam ovarium. Karena pengaruh estrogen dari ovarium terhadap
hipofisis tidak ada, maka tidak terjadi peningkatan kadar LH. Pada
pertengahan siklus haid, kadar FSH rendah dan tidak terjadi peningkatan
kadar LH, sehingga menyebabkan ovulasi terganggu. Komponen
progestron dalam pil kombinasi memperkuat khasiat estrogen untuk
mencegah ovulasi, sehingga dalam 95-98% tidak terjadi ovulasi.
Selanjutnya, estrogen dalam dosis tinggi dapat pula mempercepat
perjalanan ovum yang akan menyulitkan terjadinya implantasi dalam
endometrium dari ovum yang sudah dibuahi. Progestron dalam dosis
tinggi menghambat ovulasi, tetapi tidak dalam dosis rendah. Selanjutnya,
progestron memberikan efek :
Lendir serviks uteri menjadi lebih kental, sehingga mengahalangi
penetrasi spermatozoon untuk masuk dalam uterus
Kapasitas spermatozoon yang perlu untuk memasuki ovum
terganggu
Beberapa progestron tertentu, seperti noretinodrel, mempunyai efek
antiestrogenik terhadap endometrium, sehingga meyulitkan
implantasi ovum yang telah dibuahi (1,8,10).
b) Pil Sekuensil
Di Indonesia, pil sekuensial tidak diedarkan. Pil sekuensial tidak
seefektif pil kombinasi dan pemakaiannya hanya dianjurkan pada hal-hal
tertentu saja. Pil diminum hanya mengandung estrogen saja untuk 14-16
hari, diusul dengan pil yang mengandung estrogen dan progestron untuk
5-7 hari (1).
c) Mini-Pil (Continous Low-dose Progestrone atau Prostagen Only Pill)
Disebut sebagai mini-pil karena hanya mengandung progestin. Pada
tahun 1965 Rudell dan kawan-kawan menemukan bahwa pemberian
progestogen (klormadinon asetat) dalam dosis kecil (0,5 mg per hari)
menyebabkan perempuan tersebut menjadi infertile. Mini pil bukan
merupakan penghambat ovulasi, oleh karena selama memakai pil mini
terkadang ovulasi masih dapat terjadi. Efek utamanya ialah pada lendir
serviks, dan juga terhadap endometrium, sehingga nidasi blastokista tidak
dapat terjadi. Kelebihan mini pil adalah efeknya minimal, sering menjadi
pilihan untuk ibu menyusui dan efektivitasnya 100% sampai 6 bulan dan
tidak mengganggu produksi ASI. Mini pil ini dikontraindikasikan pada
wanita yang mengalami perdarahan uterus yang tidak jelas, menderita
kanker payudara, tumor hati jinak atau ganas, kehamilan (1,8).
a) Cooper T-380
Cooper T-380 mengandung polietilen dengan tembaga sepanjang
batang vertical dan lengan horizontal. Terdapat tali polietilen pada
perangkatnya yang dapat digunakan untuk memudahkan dalam
melepaskan AKDR tersebut. AKDR jenis Cooper T-380 dapat digunakan
sampai 10 tahun, walaupun berbagai penelitian menyebutkan bahwa alat
ini aman digunakan hingga 20 tahun. Mekanisme kerja dari AKDR jenis
ini adalah memicu terjadinya repson imunitas, sehingga mengganggu
lingkungan untuk sperma dan mencegah terjadinya pembuahan sel telur.
Di dalam uterus terjadi respon inflamasi endometrial lokal yang hebat
terutama oleh alat yang mengandung tembaga. Komponen seluler dan
humoral inflamasi ini terlihat pada jaringan endometrium dan cairan yang
terdapat pada rongga uterus dan tuba uterinea. Kondisi ini menyebabkan
menurunhya viabilitas sperma dan sel telur. Jika fertilitas terjadi pada
keadaan yang tidak memungkinkan, maka terjadi proses inflamasi yang
sama pada blastokista, dan endometrium berubah menjadi tempat yang
tidak mendukung terjadinya implantasi (6,8,11).
b) Levonorgestronal
Alat ini dipasang di dalam uterus dan setelah itu akan melepaskan
Levonorgestronal20 mcg/hari dan kadarnya menurun secara progresif
sampai 10 mcg/hari setelah 5 tahun. AKDR jenis ini bekerja dengan cara
mengentalkan lendir serviks uteri dan menghambat motilitas dan fungsi
sperma. Selain itu, dapat terjadi atrofi endometrium akibat tingginya
kadar Levonorgestronal. Pada penggunaan LNG tidak didapatkan adanya
perdarahan pada beberapa wanita (6,8,11).