Anda di halaman 1dari 10

3

TINJAUAN PUSTAKA

Susu Sapi Segar


Menurut SNI (1998), susu segar merupakan cairan yang berasal dari sapi
sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar,
kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum
mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi
kemurniannya. Secara kimia susu adalah emulsi lemak dalam air yang
mengandung gula, garam-garam mineral, dan protein dalam bentuk suspensi
koloidal (Rahman et al. 1989). Susu terdiri atas komponen yang bermanfaat bagi
manusia seperti protein, karbohidrat, lemak, air, vitamin B kompleks, vitamin A
dan D, kalsium, dan fosfor. Protein terpenting pada susu adalah kasein yang
jumlahnya 80% dari keseluruhan protein susu. Sisanya adalah whey yang
jumlahnya 20% dari protein susu. Whey terdiri atas globulin dan albumin dan
mempunyai nilai gizi yang sangat tinggi. Kualitas protein susu tergolong tinggi
sehingga tubuh manusia dapat menggunakan sebagian besar protein secara
efisien (Ebing & Rutgers 2006).
Komponen utama susu adalah air, lemak, dan protein (kasein dan
albumin), laktosa (gula susu) dan abu. Komponen susu tanpa air merupakan total
padatan. Susu segar mempunyai pH sekitar 6,6. Apabila pH susu diturunkan
sampai pada pH 4,7, susu akan membentuk curd (gumpalan). Lemak pada susu
merupakan komponen yang penting dalam susu. Aroma susu dari sebagian
besar produk olahan ditimbulkan oleh lemak susu. Lemak-lemak yang terbentuk
dari asam-asam lemak yang mudah menguap bersifat tidak stabil dan mudah
terurai dan mempengaruhi aroma produk susu. Laktosa merupakan komponen
penting pada susu untuk proses fermentasi (Rahman et al. 1989).
Susu merupakan sumber pangan hewani yang memiliki peranan strategis
dalam kehidupan manusia karena komponen gizi yang lengkap serta kompleks.
Penanganan susu bukan hanya pada produk saja tetapi juga mulai dari proses
pemerahan, distribusi, dan produk olahannya (Mugen 1987). Terdapat beberapa
alasan untuk memproses susu menjadi produk olahan susu, diantaranya yaitu
produk olahan susu dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama daripada susu
segar dan produk dapat dijual di pasar yang jaraknya jauh. Hal ini dikarenakan
susu mengandung bakteri yang bersifat merusak. Sebagian besar bakteri
perusak akan mati bila dilakukan pemanasan. Teknik pengolahan susu
4

menentukan umur simpan produk olahan susu. Salah satu teknik pengolahan
yang sering digunakan adalah pasteurisasi.
Pasteurisasi dilakukan dengan 2 cara yaitu memanaskan susu pada suhu
63 C selama 30 menit atau suhu 820C selama 2 menit. (Ebing & Rutgers 2006).
0

Menurut Fernandes (2009), pasteurisasi mempunyai dua jenis, yaitu temperatur


rendah waktu lama (63-65 0C selama 30 menit) dan temperatur tinggi waktu
singkat (71,7-72 0C selama 15 detik).

Susu Fermentasi
Banyak orang tidak suka mengkonsumsi susu dalam bentuk cair, oleh
karena itu terdapat beberapa jenis produk olahan susu dengan mempertahankan
nilai-nilai gizi susu dan membuatnya mudah diterima konsumen. Salah satu
contoh produk olahan susu adalah produk susu fermentasi (Kumbhar et al.
2009). Fermentasi susu juga dapat memperpanjang daya tahan simpan dan
meningkatkan nilai ekonomi susu (Widodo 2002).
Menurut FAO (2007) di dalam Codex Alimentarius, susu fermentasi
adalah produk susu yang diperoleh dengan cara fermentasi susu, dimana produk
yang diperoleh dari susu dengan dibuat dengan atau tanpa modifikasi komposisi
yang dibatasi oleh ketentuan yang ditetapkan dengan perlakuan yang cocok dari
mikroorganisme sehingga mengakibatkan penurunan pH dengan atau tanpa
koagulasi. Menurut Darwis dan Sukara (1989), fermentasi ialah proses baik
secara aerob maupun anaerob yang menghasilkan berbagai produk yang
melibatkan aktivitas mikroba atau ekstraknya dengan aktivitas terkontrol.
Widowati dan Misgiyarta (2009) menjelaskan bahwa fermentasi memiliki
berbagai manfaat, antara lain untuk mengawetkan produk pangan, memberi cita
rasa atau aroma terhadap produk pangan tertentu, memberikan tekstur tertentu
pada produk pangan. Proses fermentasi oleh mikroba tertentu dapat
meningkatkan nilai gizi yang ada pada produk fermentasi. Perbaikan mutu
produk pangan meningkatkan nilai terima produk oleh konsumen, dengan kata
lain, meningkatkan permintaan terhadap produk susu fermentasi. Panesar (2011)
menjelaskan bahwa keinginan konsumen terhadap produk susu fermentasi
merupakan saat yang tepat karena perkembangan teknologi pengolahan pangan
yang pesat, perubahan pada gaya hidup, dan manfaat kesehatan dari bukti-
bukti ilmiah.
Produk susu fermentasi merupakan komponen penting dari makanan
manusia di dunia yang tersebar di setiap daerah. Produk fermentasi susu yang
5

paling terkenal adalah yogurt. Yogurt sudah lama dikonsumsi oleh masyarakat
sejak Elie Metchnikov mengisolasi bakteri asam laktat yang bermanfaat bagi
kesehatan usus manusia pada tahun 1908 (Widodo 2002). Menurut Panesar
(2011), bakteri asam laktat secara alami dapat diterima dan umumnya dianggap
aman. Selama fermentasi berbagai perubahan fisik dan kimia terjadi karena
aktivitas fermentasi bakteri asam laktat yang digunakan sebagai kultur starter.
Produk susu fermentasi merupakan agen perantara penyampaian bakteri
probiotik.
Pembuatan produk susu fermentasi kering mengadopsi teknologi
fermentasi dari negara timur tengah. Jandal (1996) membuat susu fermentasi
kering berbahan baku susu domba. Komposisi kimia susu fermentasi kering
berbahan baku susu domba pada tabel 1.

Tabel 1 Hasil penelitian terhadap komposisi kimia susu fermentasi kering.

Konstituen (%) Rentang


Total asam tertitrasi 1,18-2,32
Kadar air 1,37-4,24
Total padatan 95,77-98,62
Lemak 31,46-31,79
Total protein 26,70-31,91
Laktosa 34,57-38,92
Kadar abu 3,11-3,32
Ca 0,21-0,28
P 0,16-0,21

Sumber: Jandal (1996)

Sifat-sifat fisik dan sensori produk susu fermentasi (yogurt) dipengaruhi


oleh jumlah total solid khususnya jumlah protein. Peningkatan kekentalan dan
kepadatan produk dicapai ketika total solid susu meningkat. Penggunaan
pemanis susu fermentasi dapat meningkatkan kepadatan gel. Suhu inkubasi juga
mempengaruhi tingkat kepadatan produk. Suhu inkubasi dibawah 400C dapat
meningkatkan kepadatan dan kekentalan produk dibandingkan dengan suhu
inkubasi di atas 400 C (Lee & Lucey 2010)
Laktosa yang tersedia dalam susu menyebabkan susu mudah
difermentasi. Secara sederhana, fermentasi adalah proses pengolahan pangan
dengan menggunakan jasa mikroorganisme untuk menghasilkan sifat-sifat
produk sesuai yang diharapkan. Pada proses fermentasi, susu akan berubah
6

menjadi asam dengan pH yang rendah. Pada titik isoelektrik protein yaitu dengan
nilai pH sekitar 4,6, kasein akan mengendap dikarenakan kondisi yang asam.
Produk kasein dapat menyerap sejumlah besar air sehingga mereka dapat
memodifikasi tekstur produk dan meningkatkan konsistensi (Southward 2001).

Bakteri Asam Laktat (BAL) dan Probiotik

A. Bakteri Asam Laktat


Bakteri asam laktat sering digunakan sebagai kultur starter dalam susu
fermentasi dan berpotensi sebagai antikolesterol karena adanya
eksopolisakarida/EPS (Malaka & Laga 2005). Kultur starter adalah setiap
mikroba yang sengaja ditambahkan saat persiapan dan dimaksudkan untuk
memulai perubahan yang diinginkan selama pembuatan produk fermentasi
(Hassan & Frank 2001). Rahman et al. (1992) mengemukakan bahwa mikroba
yang memegang peranan penting dalam proses fermentasi susu adalah
golongan bakteri asam laktat, yaitu spesies dari Streptococcus dan Lactobacillus.
Peranan bakteri ini diantaranya memproduksi asam laktat dan menghasilkan
metabolit yang erat hubungannya dengan flavor khas untuk produk tertentu.
Selain itu fermentasi akan mengakibatkan pembentukan asam, produksi gas,
proteolisis, pembentukan lendir, perubahan lemak susu, perubahan warna, dan
perubahan cita rasa.
Mikroba yang digunakan sebagai starter terdiri atas bakteri asam laktat,
propionibacteria, ragi, dan jamur. Kultur starter memiliki peran multifungsi dalam
susu fermentasi. Kemampuan mereka untuk menghasilkan asam dengan cepat
dan membantu dalam pemisahan curd dari whey selama pembuatan produk
fermentasi dan memodifikasi teksturnya (Hassan & Frank 2001).
Rahman et al. (1992) menjelaskan bahwa BAL dipakai sebagai kultur
awal, baik kultur tunggal maupun campuran. Kultur campuran sering dipakai
untuk menghasilkan produk tertentu. Komposisi kultur laktat tidak hanya terdiri
atas bakteri pembentuk asam tetapi merupakan campuran bakteri pembentuk
cita rasa. Komponen cita rasa tersebut terutama adalah diasetil dan asam-asam
volatil, yang berasal dari asam sitrat di dalam susu. Saat ini ada empat jenis BAL
yang sering dipakai sebagai kultur starter pada susu, yaitu Lactobacillus,
Streptococcus, Lactococcus, dan Leuconostoc (Hassan & Frank 2001).
Tamime dan Robinson (2007) menjelaskan bahwa alasan pemilihan
kombinasi kultur awal yang digunakan selama pembuatan yoghurt dan produk-
7

produk terkait susu fermentasi adalah untuk mencapai karakteristik rasa produk
yang diinginkan, terutama laktat, komponen pembentuk aroma dan
eksopolisakarida, sehingga dapat menyediakan berbagai pilihan produk kepada
konsumen. Komponen pembentuk aroma dan rasa ini terdiri atas empat kategori
antara lain: (1) asam-asam non volatil yaitu laktat, piruvat, oksalat, dan suksinat;
(2) asam-asam volatil yaitu format, asetat, propionat, dan butirat; (3) komponen
karbonil yaitu asetaldehid, aseton, asetoin, dan diasetil; (4) komponen lain yaitu
asam amino tertentu dan atau pembentuk konstituen hasil degradasi protein,
lemak, atau laktosa.
Pada proses fermentasi susu, BAL homofermentatif memproduksi asam
laktat sebagai hasil akhir utama sedangkan pada BAL heterofermentatif selain
memproduksi asam laktat, bakteri ini juga memproduksi asam asetat dan etanol,
senyawa asetaldehid, peptoglikan, peptida, vitamin dan antimikroba yang
berperan dalam pembentukan rasa, tekstur, dan manfaat kesehatan produk.
Selama dikonsumsi, susu fermentasi menyalurkan sejumlah besar BAL ke
saluran pencernaan. Sebagian mikroorganisme ini mampu menahan asam
lambung dan empedu (Djouzi et al. 1997)

1. Streptococcus lactis (Lactococcus lactis subsp. lactis)


Lactococcus lactis semula diberi nama Streptococcus lactis. Menurut
Martinko dan Madigan (2005), Lac. lactis merupakan bakteri Gram positif
yang digunakan secara luas dalam produksi mentega dan keju. Lactococcus
lactis tidak menghasilkan spora (nonsporulatif) dan tidak bersifat motil.
Bakteri ini termasuk ke dalam genus Lactococcus dan digolongkan sebagai
bakteri mesofilik yang dapat hidup antara suhu 10-45 0C. Bakteri ini memiliki
metabolisme homofermentatif dan khusus menghasilkan L (+) asam laktat
saja (Roissart & Luquet 1994). Selain itu, bakteri ini dapat berkembang pada
pH antara 4,4 sampai 9,6 (Axelsson 2004). Menurut Presscott et al. (2002),
untuk hidup bakteri ini membutuhkan oksigen tapi bersifat fakultatif tentu dan
membutuhkan media yang bernutrisi kompleks.
Lactococcus lactis merupakan salah satu mikroorganisme yang
penting dalam industri pengolahan susu. Ketika Lac. lactis ditambahkan ke
dalam susu, bakteri menggunakan enzim untuk menghasilkan molekul
energi (ATP) dari laktosa. Produk sampingan dari produksi energi ATP
adalah asam laktat. Asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri akan
menggumpalkan susu kemudian memisahkan antara whey dengan
8

gumpalan (curd) yang digunakan untuk menghasilkan keju (Ghosh J &


Rajorhia 1989). Selain itu, Dahhan et al. (1984) merekomendasikan
penggunaan Lac. lactis dalam pembuatan produk yogurt karena memiliki
kesamaan dengan produk komersial yang terdapat di pasar.

2. Streptococcus thermophilus
Streptococcus merupakan bakteri Gram positif dan tumbuh baik pada
suhu 37-400C. Bakteri ini bersifat homofermentatif, fakultatif anaerob dan
memproduksi asam laktat. Streptococcus memfermentasi fruktosa,
mannosa, dan laktosa. Streptococcus memproduksi asam format dari piruvat
oleh enzim format liase. Enzim B-galaktosidae pada S. thermophilus
mempolimerisasi glukosa untuk memproduksi oligosakarida dan glikan yang
memberikan tekstur padat pada yogurt (Ray 2004).
Yogurt merupakan produk fermentasi susu dengan memakai kultur
bakteri S. thermophilus dan L. bulgaricus. Peran utama bakteri ini dalam
pembuatan yogurt adalah mengasamkan susu dengan memproduksi
sejumlah besar asam laktat dari laktosa. Asam laktat menurunkan pH susu
dan menyebabkan solubilisasi misel kalsium fosfat dengan cepat. Hal ini
menyebabkan demineralisasi misel-misel kasein dan menghasilkan
pengendapan kasein pada pH 4,6-4,7. Asam laktat juga berkontribusi
terhadap rasa yang asam yang tajam (Zourari et al. 1992). Pada awalnya L.
bulgaricus menghidrolisis protein susu oleh proteinase ekstraseluler
menghasilkan asam-asam amino yang diperlukan oleh S. thermophilus untuk
tumbuh baik. Streptococcus thermophilus pada gilirannya akan
menghasilkan asam format yang merangsang pertumbuhan L. bulgaricus.
Apabila kedua bakteri ini ditumbuhkan bersama pada susu jumlah
asetaldehid yang dihasilkan lebih tinggi (Ray 2004).

3. Lactobacillus bulgaricus
Lactobacillus bulgaricus merupakan bakteri asam laktat yang
bersifat homofermentatif dan memproduksi asam laktat dari glukosa.
Bakteri ini berbentuk batang dan fakultatif anaerob. (Ray 2004). Bakteri ini
termasuk bakteri Gram positif, sel berbentuk batang tunggal dan dalam
rantai, bersifat non motil. Bakteri ini memerlukan kebutuhan gizi yang
sangat kompleks untuk tumbuh termasuk karbohidrat, pepton, vitamin, dan
lain-lain. Bakteri ini memproduksi asam laktat dan asetaldehid dimana
9

sebelumnya bakteri ini mengubah protein menjadi asam-asam amino dan


peptida dan menstimulasi pertumbuhan S. thermophilus. S. thermophilus
lalu memproduksi asam format dan menstimulasi pertumbuhan L.
bulgaricus (Singleton & Sainsbury 2006). Kultur bakteri L. bulgaricus sering
dipakai dengan S. thermophilus dalam memproduksi produk yogurt
tradisional. Bakteri ini tidak dapat bertahan dibawah kondisi yang asam dan
konsentrasi garam empedu pada saat memasuki saluran pencernaan
(Fuquay et al. 2011)

B. Probiotik
Probiotik adalah mikroba hidup yang menempel pada dinding usus dan
bersifat menguntungkan bagi kesehatan inangnya (Salminen et al. 1999), Hull et
al. (1992) menyatakan probiotik sebagai suplemen makanan yang
menguntungkan bagi manusia atau hewan dengan cara menjaga keseimbangan
mikroba indigenus.
Bakteri probiotik menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam
Burn et al. (2008) adalah mikroorganisme hidup yang bila diberikan dalam jumlah
yang cukup akan memberikan manfaat kesehatan bagi penggunanya. Salah satu
karakteristik terpenting yang diperlukan untuk pemilihan kandidiat probiotik
adalah ketahanan terhadap keasaman asam lambung dan garam empedu
(Hattingh & Viljoen 2001)
Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh bakteri asam laktat yang
berfungsi sebagai probiotik antara lain: (1) stabil terhadap asam (terutama asam
lambung) (2) stabil terhadap garam empedu dan mampu bertahan hidup selama
berada pada bagian atas usus kecil (3) memproduksi senyawa antimikroba
antara lain asam-asam organik, hidrogen peroksida dan bakteriosin (4) mampu
menempel dan mengkolonisasi sel usus manusia (5) tumbuh baik dan
berkembang dalam saluran pencernaan (6) aman digunakan oleh manusia (7)
koagregasi membentuk lingkungan mikroflora yang normal dan seimbang
(Salminen et al. 1998). Keberadaan bifidobakteri dan laktobasili dalam saluran
pencernaan penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem mikroflora dalam
usus (Bernet et al. 1993). Bakteri-bakteri ini menunjukkan aktivitas
penghambatan terhadap bakteri patogen Listeria monocytogenes, E. Coli, dan
Salmonella sp. (Jenie 2003). Bakteri asam laktat menghasilkan asam organik,
hidrogen peroksida, bakteriosin untuk menghambat pertumbuhan bakteri
patogen.
10

Jumlah sel mikroba hidup yang harus terdapat pada produk probiotik
masih menjadi perdebatan, akan tetapi umumnya adalah sebesar 106-108
cfu/gram (Tannock 1999) dimana jumlah (viabilitas) mikroorganisme setelah
melalui saluran pencernaan adalah sekitar 106-107 cfu/gram mukosa (Charterist
et al. 1998). Charterist et al. (1998) juga menyatakan bahwa jumlah minimal
mikroorganisme probiotik dalam bioproduk untuk dapat memberikan manfaat
kesehatan adalah 107-108 cfu/gram produk. Codex standar:243 (2003),
menguatkan bahwa jumlah mikroba hidup yang diinginkan dalam suatu produk
susu fermentasi yaitu minimal 106 cfu/g.
Jenie (2003) menyatakan bahwa permasalahan yang dihadapi oleh kultur
probiotik adalah pertumbuhannya yang lambat, serta sifat sensori seperti flavour
yang kurang baik. Permasalahan ini dapat diatasi dengan penggunaan kultur
starter campuran sehingga lama fermentasi dapat direduksi serta menghasilkan
sifat sensori dan tekstur yang lebih baik.

1. Lactobacillus casei
Lactobacillus casei merupakan bakteri Gram positif, anaerob
fakultatif, non-motil, tidak membentuk spora, dan berbentuk batang. Bakteri
ini sama seperti bakteri asam laktat lainnya, L. casei bersifat toleran
terhadap asam, tidak dapat mensistesis porfirin, dan menghasilkan asam
laktat sebagai produk akhir metabolisme. Bakteri ini termasuk ke dalam
genus Lactobacillus yang bersifat fakultatif hetero fermentatif (Axelsson
1998).
Lactobacillus casei dapat tumbuh antara suhu 15 – 45 0C dan
membutuhkan riboflavin, asam folat, kalsium pantotenat, dan niasin. Bakteri
ini termasuk spesies yang adaptif dan dapat diisolasi dari susu yang mentah
dan yang telah difermentasi, usus manusia dan hewan lainnya (Kandler &
Weiss 1986). Pada industri makanan, L. casei digunakan sebagai kultur awal
untuk fermentasi susu, mempercepat dan memperbesar pembentukan rasa
pada varietas keju tertentu, dan saat ini juga digunakan sebagai probiotik
(Fonden et al. 2000).
Hutkins (2006) menegaskan bahwa L. casei sering digunakan
sebagai kultur pembuatan keju dan produk-produk fermentasi susu lainnya.
Lactobacillus casei menghasilkan peptidase dan enzim hidrolase protein
lainnya yang diperlukan untuk membentuk rasa dan tekstur produk yang
tepat. Selain itu, L. casei menghasilkan asam sitrat, komponen diasetil rasa,
11

dan gas karbon dioksida. Proses pengasaman susu yang dilakukan oleh
bakteri ini lambat sehingga membantu mengurangi pengendapan protein
pada produk (Kang & Lee 1985). Menurut Mitsuoka (1990), L. casei diisolasi
dari keju dan merupakan flavor utama keju. Nama pertama yang diberikan
adalah Bacillus casei, “casei” adalah nama latin untuk keju.
Sebagai mikroorganisme yang meningkatkan kesehatan,
Lactobacillus casei telah digunakan pada kombinasi yang berbeda dengan
kultur bakteri asam laktat lainnya untuk memproduksi produk-produk
fermentasi. (Tamime & Robinson 2007).

2. Bifidobacterium longum
Bifidobacterium longum termasuk ke dalam bakteri Gram positif,
katalase negatif, non motil, non spora, dan berbentuk batang.
Bifidobacterium longum ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada usus
besar. Bifidobacterium longum membantu mencegah kolonisasi bakteri
patogen dengan cara menempel pada dinding usus dan mendesak bakteri
jahat keluar. Bakteri ini menghasilkan asam laktat dan asam asetat sehingga
menurunkan pH usus dan menghalangi bakteri yang tidak diinginkan.
(Wahyudi & Samsundari 2008).
Jenis bakteri Bifidobacterium longum NCC2705 memiliki beberapa
jumlah keistimewaan, yaitu kemampuannya dalam bertahan hidup pada
saluran pencernaan manusia bagian bawah (Schell et al. dalam Tamime
2005). Genus Bifidobacterium memiliki sifat sebagai probiotik yang memiliki
beberapa manfaat bagi inangnya, seperti sistem kekebalan tubuh,
mencegah penyakit diare, menjaga keseimbangan saluran pencernaan, dan
memperbaiki lactose intolerance. Bifidobacterium longum merupakan bakteri
yang memfermentasi secara anaerob dan bersifat heterofermentatif. Produk
metabolit utama B. longum selain asam laktat adalah asam asetat (Tamime
2005).

Proses Pengeringan
Pengeringan merupakan proses penghilangan sejumlah air dari material
tertentu. Air dihilangkan dengan prinsip perbedaan kelembapan antara udara
dengan bahan makanan yang dikeringkan. Pengeringan pangan berarti
pemindahan air dengan sengaja dari bahan pangan. Selama pengeringan terjadi
penguapan air yang terdapat dalam bahan pangan. Oleh sebab itu, makanan
12

yang dikeringkan terjaga keawetannya karena kandungan airnya rendah


sehingga organisme pembusuk tidak dapat tumbuh. (Fellows 2000).
Proses pengeringan mempunyai beberapa metode diantaranya metode
pengeringan kontak langsung, metode pengeringan vakum, dan metode
pengeringan beku (Geankoplis 1993). Pengeringan oven merupakan cara yang
paling sederhana untuk mengeringkan makanan karena tidak memerlukan
peralatan khusus. Metode ini juga lebih cepat daripada metode pengeringan
dengan sinar matahari (penjemuran) ataupun dengan menggunakan pengering
makanan (food dryer) (Fellows 2000).
Pengeringan menggunakan oven terdiri dari dua teknik yaitu pengeringan
menggunakan oven biasa dan oven vakum. Produk akan mengalami penurunan
massa akibat menguapnya air dan semua zat yang udah menguap. Luas
permukaan sampel akan mempengaruhi efisiensi pengeringan dan pembentukan
kekerasan pada produk. Produk yang ditambahkan bahan makanan seperti gula
sebelum proses pengeringan memiliki kecenderungan untuk membentuk
gumpalan yang berakibat timbulnya kerak di permukaan (Hui et al. 2006)
Pengeringan pada produk susu fermentasi dilakukan oleh negara-negara
penghasil produk susu fermentasi. Metode ini ditemukan karena sebagian besar
produk fermentasi mempunyai masa simpan yang terbatas dan viabilitas bakteri
yang singkat walaupun sudah disimpan dalam suhu dingin. Pengeringan produk
susu secara substansial dapat memperpanjang masa simpan produk (Jandal
1996).
Proses pengeringan pada gula juga mempengaruhi karakteristik produk.
Gula akan menentukan karakteristik produk yaitu pada warna permukaan melalui
proses karamelisasi, bertindak juga sebagai perantara proses pengerasan,
menciptakan tekstur renyah. Gula yang berbentuk kasar akan membentuk
granula/gumpalan pada permukaan dan akan menyebabkan keretakan pada
permukaan produk (Hui et al. 2006)

Anda mungkin juga menyukai