Perioral Dermatitis
Pembimbing :
Penulis :
112018038
1. Definisi
Dermatitis perioral adalah penyakit inflamasi dan papulopustular kronik dan
vesikel dermatitis wajah. Biasanya terjadi pada anak-anak dan wanita pertengahan
umur. Gejala klinis dan gambaran histologi dari lesinya itu mirip dengan penyakit
rosasea. Pasien dengan penyakit seperti ini memerlukan pengobatan sistemik atau
topikal, atau keduanya, kemudian evaluasi faktor yang mendasari penyakitnya.
Dermatitis perioral adalah erupsi eritematosa yang persisten yang terdiri dari papul
kecil dan jerawat dengan distribusi pertama kali di sekitar mulut.
2. Etiologi
Penyebab pasti dari dermatitis perioral belum diketahui. Namun penyebab
paling umum yang telah diidentifikasi adalah penggunaan kortikosteroid topikal
pada daerah wajah. Dermatitis perioral dapat terjadi oleh karena penggunaaan
kortikosteroid inhaler terutama disekitar hidung. Pasien yang memiliki riwayat
atopik sangat rentan terhadap dermatitis perioral melalui cahaya ultraviolet, panas,
dan angin yang dapat memperburuk dermatitis perioral. Di sisi lain, tabir surya fisik
dengan SPF (sun protection factor) yang tinggi juga dapat menyebabkan perioral
dermatitis. Faktor atau agen yang mungkin menjadi penyebab lainnya adalah kulit
kering, tungau Demodex folliculorum wajah, fusobakteria, kosmetik, berat krim
pelembab (terutama yang dengan petrolatum atau paraffin base), propil gallate
(aditif makanan antioksidan), fluorinated dan pasta gigi tartar - kontrol, kontrasepsi
oral, propolis (produk lebah madu), dan merkuri yang terkandung dalam fillings
amalgam. Kondisi ini lebih sering terjadi pada anak-anak dengan imunodefisiensi,
terutama pada mereka dengan leukemia.
Pengunaan flourinated steroid topikal merupakan penyebab paling sering,
baik itu dari penggunaan krim, salep, atau inhaler. Selain itu, meskipun agen infeksi
seperti Candida spp, Demodex, dan bakteri fusiform telah dicurigai namun tidak
ada satupun yang dapat medukung teori tersebut. Berbagai iritasi primer dan faktor
kontak alergi dapat di curigai namun belum dapat dibuktikan, seperti pasta gigi dan
adanya kontak intim dengan jenggot dari pasangan. Produk kosmetik terutama
pengalas bedak memungkinkan timbulnya efek.
Meskipun terdapat laporan didapatkan dari saudara kandung yang terkena,
belum ada catatan yang spesifik mengenai kecenderungan genetik dari penyakit ini,
juga tidak adanya catatan yang jelas mengenai pemaparan lingkungan yang spesifik
secara konsisten. Dari catatan penyakit ini lebih dominan pada wanita muda, namun
tidak ada bukti yang membuktikan bahwa penyakit ini dapat disebabkan oleh
hormonal. Dari sekian banyak etiologi dapat ditentukan penyebab kemungkinan
dari dermatitis perioral dalam tabel 1.
Penyebab perioral dermatitis secara ringkas dapat dilihat dari tabel berikut:
Steroid topikal
Obat-obatan
Steroid inhaler
Fluorinated pada pasta gigi
Kosmetik
Salep dan krim perawatan kulit
Sinar UV
Faktor fisik Panas
Angin
Bakteri fusiform spirilla
Faktor mikrobiiologi
Spesies candida
Faktor hormonal (kontrasepsi oral)
Faktor lain Gangguan gastrointestinal (malabsorpsi)
Stres emosional
Tabel 1. Etiologi dermatitis perioral
3. Epidemiologi
Insidensi dermatitis perioral terhitung mencapai 0,5 – 1% di negara industri,
tergantung dari faktor geografis yang ada. Di Jerman didapatkan 6% wanita yang
berkunjung untuk melakukan pemeriksaan kesehatan kulit mengalami dermatitis
perioral, sedangkan hanya 0,3% laki-laki saja yang mengalami dermatitis perioral.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, pada anak-anak yang menderita asma
angka kejadian dari dermatitis perioral ini tercatat sebanyak 3% berasal dari
kelompok umur 6 bulan – 18 tahun. Selain itu, menurut hasil penelitian terhadap
lokasi lesi dermatitis perioral didapatkan sekitar 39% dari kasus terjadi pada
perioral (tabel 2).
6
papul eritematous dan pustula ditemukan sirkuler, dengan zona normal dari 3
sampai 5 mm di bawah bibir bawah.
Karakteristik dari dermatitis perioral yaitu erupsi dimulai secara tiba-tiba
didaerah nasolabial kemudian menyebar secara cepat ke perioral tetapi hanya di
sepanjang garis bibir, kondisi ini akan berlangsung secara terus menerus secara
berselang atau langsung. Biasanya bisa menyebar ke bagian kepala, kelopak mata,
dahi, dan dibagian bawah alis mata, kadang sering muncul lesi periokular. Pruritus,
nyeri serta rasa terbakar merupakan salah satu gejala yang menonjol. Lesi terdiri
dari monoformik papul dan jerawat kecil kemerahan dan skala variabel. Sabun yang
keras, sinar matahari serta kontak dengan air menyebabkan ketidaknyamanan.
Lesi kulitnya berupa papulopustul eritematous dengan dasar eritematous dengan
ukuran 1-2 mm, berkelompok tidak teratur. Lesi meningkat dan membentuk satelit,
lesi yang muncul juga bisa berubah plak eksematous dengan skala yang kecil, tidak
didapatkan komedo.
Gambar 2. Makula eritema, papul dan dan skuama disekitar area perioral.
7
Gambar 3. Papul-papul kecil disekitar mata. Predileksi dermatitis perioral biasanya
pada dagu namun dapat pula berada dibagian bawah mata pada wanita umur 64
tahun.
Dermatitis perioral derajat ringan terhitung dengan skor 0,5 – 2,5; derajat sedang
3,0 – 5,5; dan derajat berat 6,0 – 9,0. PODSI biasanya digunakan untuk evaluasi
objektif dari hasil pengobatan ataupun menentukan terapi, tapi dapat juga
digunakan untuk pemeriksaan rutin.
8
Tabel 2 Perioral dermatitis severity index
Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3
Kemerahan Ringan, merah jambu, Sedang, merah jelas, Berat, merah gelap,
pucar, diskret belang tersebar, konfluen
e. Eritema 2,5; papul 3,0; skuama 1,5; PODSI 7,0 (= PODSI berat)
f. Eritema 3,0; papul 3,0; skuama 3,0; PODSI 9,0 (=PODSI berat)
9
b. Diagnosis Laboratorium
Tidak ada kelainan yang dapat diharapkan dari pemeriksaan laboratorium. Tes
Prick dan tes imunoglobulin E disangka gabungan dari acrolergen telah digunakan
sebagai tes untuk disfungsi sawar kulit. Dari hasil penelitian di Jerman, pasien-
pasien dengan dermatitis perioral akan mengalami kehilangan cairan pada lapisan
transdermal yang signifikan dibandingkan dengan pasien yng mengalami peyakit
rosasea dan kelompok kontrol yang terindikasi mengalami gangguan sawar darah
kulit. Jenis tes seperti ini tidak rutin digunakan.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan yaitu kultur untuk mengetahui
apakah ada infeksi dari Staphylococcus aureus.
c. Histologi
Dari pemeriksaan histologi dari lesi papul terlihat perubahan eksematous
menjadi akantosis, edema epidermal, dan parakeratosis. Terdapat pembuluh darah
yang ektatik dan limfosit, sedikit edema, dan jarang terjadi infiltrasi limfatik
perivaskuler. Daerah pinggiran folikel rambut biasanya edema dan banyak terdapat
sel inflamasi. Kadang-kadang abses folikel dapat dilihat. Pada abses mengandung
banyak leukosit polimorfonuklear. Adanya serat elastis menandakan adanya
degenerasi elastis. Tungau Demodex kadang-kadang dapat ditunjukkan namun yang
tak terduga.
Pemeriksaan lesi papular kemudian memperlihatkan adanya difus hipertrofi dari
jaringan ikat disertai dengan hiperplasia folikel sebaceous. Kadang-kadang di
dermis, ada diskrit granuloma sel epiteloid dari jenis non-kaseosa dengan dominasi
perifollicular dan sel giant Langerhans. Kaseosa granulomata adalah karakteristik
dari perioral granulomatosa dermatitis.
10
Gambar 5. Diskrit granuloma sel epiteloid dari jenis nonkaseosa dengan dominasi
perifollicular dan sel giant Langerhans.
11
Gambar 7. Rosasea.
b. Akne Vulgaris
Akne vulgaris merupakan penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea
yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran
klinis akne vulgaris sering polimorf, terdiri atas berbagai kelainan kulit berupa
komedo, papul, pustul, nodul, dan jaringan parut yang terjadi akibat kelainan aktif
tersebut, baik jaringan parut yang hipotrofik maupun yang hipertrofik. Predileksi
dari akne vulgaris itu sendiri adalah muka, bahu, dada bagian atas,dan punggug
bagian atas, lokasi lain juga bisa misalnya leher, lengan atas, dan glutea kadang-
kadang terkena.
12
dapat terlihat di alis, dengan kulit dibawahnya eritematosa dan gatal. Selain itu,
dermatitis seborik juga bisa mengenai liang telinga luar, lipatan nasolabial, daerah
sternal, areola mammae, lipatan dibawah mammae, interskapular, umbilikus,
lipatan paha dan daerah anogenital. Pada daerah pipi dan hidung serta dahi dapat
berupa papul-papul.
13
Acrodermatitis enterohepatica Infant dengan akral dan/atau dermatitis
popok
Granuloma dermatitis perioral
Tersering
Flushing telangiektasis, pustula dan
Granulomatous rosasea edema; jelas pada pemeriksaan
histopatologi
Diagnosis banding lain
Blau syndrome Kista sinovial, uveitis, arthritis
granuloma, camptodactyl, papula
Benign cephalic histiocytosis Distribusi diffus pada wajah
9. Tatalaksana
Jika pasien menggunakan steroidm maka langkah pertama pengobatan adalah
segera hentikan pemakaian steroid. Pasien harus diperingatkan untuk tidak
menggunakan steroid karena akan menyebabkan dermatitis perioral. Edukasi pasien
untuk menghentikan pemakaian krim pelembab, krim malam, make-up serta pasta
gigi berfluoride.
14
Algoritma Terapi
Ringan Sedang Berat
Antibiotik sistemik
Sembuh
2. Terapi topikal
Berbeda dengan rosasea, tidak ada gold standard dalam pemberian terapi
topikal, namun berdasarkan beberapa hasil penelitian ada terapi topikal yang
apat memberikan perbaikan klinis selain dengan pemberian zero terapi yaitu,
adapalene, asam azelaic, eritromisin topikal, ichthyol, metronidazole,
pimecrolimus, takrolimus, terapi fotodinamik.
15
3. Terapi sistemik
9. Komplikasi
Kebanyakan dari kasus dermatitis perioral, non-granuloma ataupun granuloma,
dapat sembuh tanpa ada gejala sisa ataupun kambuh. Meskipun, ada juga laporan
mengenai komplikasi luka akibat garukan yang jarang dilaporkan.
16
10. Prognosis
Prognosis sangat baik bila dilakukan tatalaksana dengan tepat.
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanactionam : bonam
17
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. RL
Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat :-
Suku :-
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 22 Oktober 2019
II. Anamnesis
Keluhan Utama
Kulit disekitar mulut memerah sejak ± 2 hari yang lalu
Keluhan Tambahan
Terasa gatal.
18
Riwayat Pengobatan
Pasien pernah berobat ke dokter sebelumnya, dan minum cetirizine.
Status Generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis
THT : Tidak dilakukan
Toraks : Tidak dilakukan
Pulmo : Tidak dilakukan
Abdomen : Tidak dilakukan
Ekstremitas : Tidak dilakukan
19
Status Dermatologi dan Venerologi
1. Lokasi : Perioral
2. Effloresensi :
V. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
20
VII. Resume
Pasien, Laki-laki 34 tahun, datang ke poliklinik kulit dan kelamin RS
Bhayangkara Tk. I. R. Said Sukanto (22 Oktober 2019) dengan keluhan kulit
disekitar mulut memerah terasa gatal, dan nyeri. OS mengaku sakitnya sudah
berulang sejak 3 tahun ini dan sembuh sendiri. OS mengatakan sedang banyak
pikiran. OS mengaku sudah minum cetirizin.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan Regio perioral ditemukan lesi makula
hiperpigmentosa berbatas tegas berbentuk oval ukuran ±1x0,5 dengan terdapat
skuama halus diatasnya.
IX. Penatalaksanaan
Farmakoterapi
Sistemik: Doksisiklin 100mg (7 hari) S2 dd tab I
Loratadin 1x10mg (7 hari)
Topikal: metronidazole cream 0,75 % S2ddue
Non Farmakoterapi
Menjaga kebersihan (saat gosok gigi)
Hindari garukan
Mengelola stress
X. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanactionam : bonam
21
ANALISIS KASUS DAN TEORI
Kasus Teori
22
Pasien berusia 34 Steroid topikal
Obat-obatan
tahun, dikeluarga tidak Steroid inhaler
ada yang mengalami Fluorinated pada pasta gigi
Kosmetik
keluhan serupa. Pasien Salep dan krim perawatan kulit
merupakan seorang
Sinar UV
anggota kepolisian,
Faktor fisik Panas
tinggal di pemukiman
Angin
Etiolog yang sanitasinya cukup.
i dan Faktor Bakteri fusiform spirilla
Pasien mengatakan
Faktor mikrobiiolo
Risiko keluhan ini sering timbul Spesies candida
gi
terutama saat sudah
Faktor hormonal (kontrasepsi oral)
banyak pikiran (tingkat
Faktor lain Gangguan gastrointestinal (malabsorpsi)
stressnya tingg)
Stres emosional
Adanya riwayat
alergi maupun stress
disangkal pasien.
Regio perioral Penyakit ini terbatas hanya pada kulit. Lesinya berupa kelompok
ditemukan lesi makula papulovesikel, papulopustul dengan dasar eritem, dan kumpulan
hiperpigmentosa folikuler disertai papul yang kemerahan. Papul dan pustul
berbatas tegas berbentuk biasanya didapatkan di daerah perioral. Daerah yang dominan
Manife oval ukuran ±1x0,5 terdapat lesi perioral adalah area perioral, lipatan nasolabial,
stasi
Klinis dengan terdapat skuama bagian lateral dibawah kelopak mata. Pada varian yang ekstrim,
halus diatasnya. Dermatitis perioral bisa menyerupai penyakit lupus, infiltrat
granulomatous memiliki yellowish. Yang sering dilihat pada
dermatitis perioral adalah adanya perbatasan kulit normal yang
berbatasan dengan lesi kulit di bibir.
23
Anamnesis : Lepuhan di Anamnesis : Pruritus, nyeri serta rasa terbakar merupakan salah
daerah jari kaki dan satu gejala yang menonjol. Lesi terdiri dari monoformik papul dan
telapak kaki. Bekas jerawat kecil kemerahan dan skala variabel
lepuhan yang pecah
Pemeriksaan Fisik :
membuat kulit
Penyakit ini terbatas hanya pada kulit. Lesinya berupa kelompok
diterkelupas. Rasa gatal
papulovesikel, papulopustul dengan dasar eritem, dan kumpulan
dikatakan tidak menentu
folikuler disertai papul yang kemerahan. Papul dan pustul
waktunya. Pasien
biasanya didapatkan di daerah perioral. Daerah yang dominan
sebelumnya pernah
terdapat lesi perioral adalah area perioral, lipatan nasolabial,
mengalami keluhan
Diagno bagian lateral dibawah kelopak mata
seperti ini, namun
sis
sembuh sendiri. Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan
Penunjang: tidak
dilakukan
metronidazole cream
0,75 % 2x1
Doksisiklin 100mg
Tatala
ksana (7 hari) 2x1
- Loratadin 1x10mg (7
hari)
24
Quo ad vitam : Prognosis sangat baik bila dilakukan tatalaksana dengan
bonam tepat.
Quo ad
functionam :
Progno bonam
sis
Quo ad
sanactionam :
bonam
25
DAFTAR PUSTAKA
Wolff, K., Johnsun, RA., Perioral Dermatitis, in Fitzpatrick’s Color Atlas & Synoppsis
of Clliinical Dermatology. 2009, McGraw-Hill: New York. p.14-15.
James, W.D., P.R. Gross, and T.G. Berger, ACNE : Perioral Dermatitis, in Andrew's
Disease of The Skin : Clinical Dermatology. 2006, Elsevier: Philadephia. p. 249.
26