Anda di halaman 1dari 26

REFLEKSI KASUS

Perioral Dermatitis

Pembimbing :

dr. Dono Utoro, Sp.KK

Penulis :

Victor Morando Nainggolan

112018038

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN


KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UKRIDA
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. I. R. SAID SUKANTO
PERIODE 30 SEPTEMBER – 02 NOVEMBER 2019
BAB I
PENDAHULUAN

Perioral dermatitis adalah bentuk lesi kulit yang tampak sebagai


papuloeritema dan pustul yang timbul disekitar mulut. Perioral dermatitis sering
tampak seperti akne vulgaris, rosasea dan dermatitis seboroik. Penyebab perioral
dermatitis hingga kini masih belum diketahui dengan jelas, namun terdapat
beberapa faktor penting yang telah diketahui berhubungan erat dengan timbulnya
perioral dermatitis antara lain organisme patogenik infeksius, faktor hormonal,
penggunaan obat-obatan steroid topikal dan paparan zat kimia seperti pasta gigi
yang mengandung fluor.
Perioral dermatitis pertama kali didefinisikan pada sekitar akhir 1950-1960.
Pada era tersebut penggunaan pasta gigi berfluoride dan kortikosteroid topical
mulai tersedia dan digunakan secara luas. Pada saat itu banyak dokter meresepkan
obat kortikosteroid topical kuat yang digunakan pada kulit wajah sedangkan efek
samping dari obat tersebut belum diketahui. Perioral dermatitis sering terjadi pada
dua kelompok usia antara lain anak-anak berusia 6 bulan sampai 16 tahun baik laki-
laki maupun perempuan dan wanita berusia 17 tahun sampai 45 tahun. Dalam
sebuah studi didapatkan bahwa 71 dari 73 pasien telah menggunakan kortikosteroid
dengan fluorin sebelum timbulnya onset perioral dermatitis. Dalam studi lainnya
pada anak-anak maupun dewasa juga didapatkan adanya riwayat penggunaan
kortikosteroid topical sebanyak 72% dari total kasus perioral dermatitis. Adanya
kandungan fluoride juga diketahui mempunyai keterlibatan dalam timbulnya
perioral dermatitis. Dalam suatu penelitian yang melibatkan 65 pasien penderita
perioral dermatitis dimana kesemuanya merupakan pengguna pasta gigi berfluoride
dilakukan penggantian dengan pasta gigi tanpa fluoride dan hasilnya setengah dari
jumlah pasien tersebut mengalami perbaikan. Definisi perioral dermatitis kini
diperluas menjadi periofisial dermatitis seiring banyaknya juga lesi kulit pada area
perinasal dan periorbital.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Dermatitis perioral adalah penyakit inflamasi dan papulopustular kronik dan
vesikel dermatitis wajah. Biasanya terjadi pada anak-anak dan wanita pertengahan
umur. Gejala klinis dan gambaran histologi dari lesinya itu mirip dengan penyakit
rosasea. Pasien dengan penyakit seperti ini memerlukan pengobatan sistemik atau
topikal, atau keduanya, kemudian evaluasi faktor yang mendasari penyakitnya.
Dermatitis perioral adalah erupsi eritematosa yang persisten yang terdiri dari papul
kecil dan jerawat dengan distribusi pertama kali di sekitar mulut.

2. Etiologi
Penyebab pasti dari dermatitis perioral belum diketahui. Namun penyebab
paling umum yang telah diidentifikasi adalah penggunaan kortikosteroid topikal
pada daerah wajah. Dermatitis perioral dapat terjadi oleh karena penggunaaan
kortikosteroid inhaler terutama disekitar hidung. Pasien yang memiliki riwayat
atopik sangat rentan terhadap dermatitis perioral melalui cahaya ultraviolet, panas,
dan angin yang dapat memperburuk dermatitis perioral. Di sisi lain, tabir surya fisik
dengan SPF (sun protection factor) yang tinggi juga dapat menyebabkan perioral
dermatitis. Faktor atau agen yang mungkin menjadi penyebab lainnya adalah kulit
kering, tungau Demodex folliculorum wajah, fusobakteria, kosmetik, berat krim
pelembab (terutama yang dengan petrolatum atau paraffin base), propil gallate
(aditif makanan antioksidan), fluorinated dan pasta gigi tartar - kontrol, kontrasepsi
oral, propolis (produk lebah madu), dan merkuri yang terkandung dalam fillings
amalgam. Kondisi ini lebih sering terjadi pada anak-anak dengan imunodefisiensi,
terutama pada mereka dengan leukemia.
Pengunaan flourinated steroid topikal merupakan penyebab paling sering,
baik itu dari penggunaan krim, salep, atau inhaler. Selain itu, meskipun agen infeksi
seperti Candida spp, Demodex, dan bakteri fusiform telah dicurigai namun tidak
ada satupun yang dapat medukung teori tersebut. Berbagai iritasi primer dan faktor
kontak alergi dapat di curigai namun belum dapat dibuktikan, seperti pasta gigi dan
adanya kontak intim dengan jenggot dari pasangan. Produk kosmetik terutama
pengalas bedak memungkinkan timbulnya efek.
Meskipun terdapat laporan didapatkan dari saudara kandung yang terkena,
belum ada catatan yang spesifik mengenai kecenderungan genetik dari penyakit ini,
juga tidak adanya catatan yang jelas mengenai pemaparan lingkungan yang spesifik
secara konsisten. Dari catatan penyakit ini lebih dominan pada wanita muda, namun
tidak ada bukti yang membuktikan bahwa penyakit ini dapat disebabkan oleh
hormonal. Dari sekian banyak etiologi dapat ditentukan penyebab kemungkinan
dari dermatitis perioral dalam tabel 1.
Penyebab perioral dermatitis secara ringkas dapat dilihat dari tabel berikut:
 Steroid topikal
Obat-obatan
 Steroid inhaler
 Fluorinated pada pasta gigi
Kosmetik
 Salep dan krim perawatan kulit
 Sinar UV
Faktor fisik  Panas
 Angin
 Bakteri fusiform spirilla
Faktor mikrobiiologi
 Spesies candida
 Faktor hormonal (kontrasepsi oral)
Faktor lain  Gangguan gastrointestinal (malabsorpsi)
 Stres emosional
Tabel 1. Etiologi dermatitis perioral

3. Epidemiologi
Insidensi dermatitis perioral terhitung mencapai 0,5 – 1% di negara industri,
tergantung dari faktor geografis yang ada. Di Jerman didapatkan 6% wanita yang
berkunjung untuk melakukan pemeriksaan kesehatan kulit mengalami dermatitis
perioral, sedangkan hanya 0,3% laki-laki saja yang mengalami dermatitis perioral.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, pada anak-anak yang menderita asma
angka kejadian dari dermatitis perioral ini tercatat sebanyak 3% berasal dari
kelompok umur 6 bulan – 18 tahun. Selain itu, menurut hasil penelitian terhadap
lokasi lesi dermatitis perioral didapatkan sekitar 39% dari kasus terjadi pada
perioral (tabel 2).

Gambar 1. Lokasi dermatitis pada perinasal dan periorbital

Tabel 2. Distribusi lokasi lesi dermatitis perioral


Perioral 39%
Perinasal 13%
Periokular 1%
Perioral dan perinasal 14%
Perioral dan periokular 6%
Perinasal dan periokular 6%
Perioral, perinasal, dan periokular 10%
4. Patogenesis
Hubungan dermatitis perioral dengan penyalahgunaan obat kortikosteroid telah
ditetapkan. Mungkin ada lebih dari salah satu penyebab dermatitis perioral. Etiologi
dermatitis perioral tidak diketahui. Namun, penggunaan steroid topikal tidak sesuai
akan memberikan perubahan kulit yang kecil dari wajah sering mendahului
manifestasi dari penyakit ini. Hal ini tidak dapat ditemukan pada semua pasien.
Setelah dermatitis perioral berkembang, krim kortikosteroid tampaknya membantu,
tetapi gangguan tersebut muncul kembali ketika pengobatan dihentikan. Bahkan,
dermatitis perioral biasanya datang kembali bahkan lebih buruk dari itu sebelum
penggunaan krim steroid. Penggunaan inhalasi semprotan resep steroid yang
digunakan dalam hidung dan mulut juga dapat menyebabkan dermatitis perioral.
Penyebab umum lainnya adalah fluorinated pada pasta gigi, pengunaan krim
wajah yang berlebihan dan pelembab berat, terutama dengan berbahan dasar
petrolatum atau dasar parafin, dan isopropil miristat. Faktor fisik seperti sinar
ultraviolet, panas, dan angin memperburuk dermatitis perioral.
Banyak peneliti menganggap bahwa infeksi mungkin menyebabkan dermatitis
perioral. Faktor mikrobiologis adalah fusiform bakteri Spirilla, Candida spp,
Demodex folliculorum, dan jamur lain didapatkan setelah dikultur dari lesi.
Kehadiran mereka tidak memiliki relevansi klinis yang jelas. Faktor hormonal yang
diduga karena adanya kerusakan pramenstruasi diamati. Kontrasepsi oral dapat
menjadi faktor. Gangguan gastrointestinal, seperti malabsorpsi, juga
dipertimbangkan. Dermatitis perioral juga terjadi pada anak-anak yang
immunocompromised, terutama pada penderita leukimia.
5. Manifestasi Klinis
Penyakit ini terbatas hanya pada kulit. Lesinya berupa kelompok papulovesikel,
papulopustul dengan dasar eritem, dan kumpulan folikuler disertai papul yang
kemerahan. Papul dan pustul biasanya didapatkan di daerah perioral. Daerah yang
dominan terdapat lesi perioral adalah area perioral, lipatan nasolabial, bagian lateral
dibawah kelopak mata. Pada varian yang ekstrim, Dermatitis perioral bisa
menyerupai penyakit lupus, infiltrat granulomatous memiliki yellowish. Yang
sering dilihat pada dermatitis perioral adalah adanya perbatasan kulit normal yang
berbatasan dengan lesi kulit di bibir. Tipe perioral, diskrit sampai sedang berupa

6
papul eritematous dan pustula ditemukan sirkuler, dengan zona normal dari 3
sampai 5 mm di bawah bibir bawah.
Karakteristik dari dermatitis perioral yaitu erupsi dimulai secara tiba-tiba
didaerah nasolabial kemudian menyebar secara cepat ke perioral tetapi hanya di
sepanjang garis bibir, kondisi ini akan berlangsung secara terus menerus secara
berselang atau langsung. Biasanya bisa menyebar ke bagian kepala, kelopak mata,
dahi, dan dibagian bawah alis mata, kadang sering muncul lesi periokular. Pruritus,
nyeri serta rasa terbakar merupakan salah satu gejala yang menonjol. Lesi terdiri
dari monoformik papul dan jerawat kecil kemerahan dan skala variabel. Sabun yang
keras, sinar matahari serta kontak dengan air menyebabkan ketidaknyamanan.
Lesi kulitnya berupa papulopustul eritematous dengan dasar eritematous dengan
ukuran 1-2 mm, berkelompok tidak teratur. Lesi meningkat dan membentuk satelit,
lesi yang muncul juga bisa berubah plak eksematous dengan skala yang kecil, tidak
didapatkan komedo.

Gambar 2. Makula eritema, papul dan dan skuama disekitar area perioral.

7
Gambar 3. Papul-papul kecil disekitar mata. Predileksi dermatitis perioral biasanya
pada dagu namun dapat pula berada dibagian bawah mata pada wanita umur 64
tahun.

6. Derajat dermatitis perioral


Untuk mengklasifikasikan derajat dermatitis perioral digunakan skor evaluasi
klinis yaitu PODSI (Perioral dermatitis severity index) pada tahun 2005. Nilai
diambil berdasarkan lesi pada kulit seperti eritema, papula, dan skuama kemudian
dihitung dengan skala perhitungan (0 – 3), dengan sub-gradasi (0,5; 1,5; dan 2,5)
dengan nilai maksimal adalah 9.

Dermatitis perioral derajat ringan terhitung dengan skor 0,5 – 2,5; derajat sedang
3,0 – 5,5; dan derajat berat 6,0 – 9,0. PODSI biasanya digunakan untuk evaluasi
objektif dari hasil pengobatan ataupun menentukan terapi, tapi dapat juga
digunakan untuk pemeriksaan rutin.

Penilaian derajat dermatitis perioral dengan menggunakan perioral dermatitis


severity index (PODSI) serta contoh perhitungannya dapat dilihat pada tabel dan
gambar.

8
Tabel 2 Perioral dermatitis severity index
Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3
Kemerahan Ringan, merah jambu, Sedang, merah jelas, Berat, merah gelap,
pucar, diskret belang tersebar, konfluen

Papula sedikit, kecil sekali, Sedang, beberapa, Berat, sangat


berwarna seperti diseminata banyak, kemerahan,
daging berkumpul
Skuama Ringan, halus, sulit Sedang, jelas Berat, besar, luas
dilihat

a. Eritema 0,5; papul 1,0; skuama 0; PODSI


1,5 (=PODSI ringan)

b. Eritema 1,5; papul 1,5; skuama 0; PODSI


3,0 (= PODSI sedang)

c. Eritema 1,5; papul 2,0; skuama 0,5; PODSI


4,0 (= PODSI sedang)

d. Eritema 2,0; papul 1,5; skuama 2,0; PODSI


5,5 (= PODSI sedang)

e. Eritema 2,5; papul 3,0; skuama 1,5; PODSI 7,0 (= PODSI berat)

f. Eritema 3,0; papul 3,0; skuama 3,0; PODSI 9,0 (=PODSI berat)

Gambar 4 contoh skoring PODSI

7. Diagnosis dan diagnosis banding


a. Diagnosis klinis
Diagnosis bisa ditegakkan dari melihat gejala klinisnya. Dari anamnesis yang
baik, dapat didapatkan riwayat penggunaan kortikosteroid lokal jangka panjang.
Gambaran klinisnya juga khas. Gambaran klinis yang lebih dominan adalah papul
eritematous dan papulopustul didaerah perioral. Lebih dari 98% mengalami
Fenomena Rebound. Semua gejala dapat menghilang secara bertahap dan
kekambuhan akan terjadi dengan penggunaan kortikosteroid yang berulang.

9
b. Diagnosis Laboratorium
Tidak ada kelainan yang dapat diharapkan dari pemeriksaan laboratorium. Tes
Prick dan tes imunoglobulin E disangka gabungan dari acrolergen telah digunakan
sebagai tes untuk disfungsi sawar kulit. Dari hasil penelitian di Jerman, pasien-
pasien dengan dermatitis perioral akan mengalami kehilangan cairan pada lapisan
transdermal yang signifikan dibandingkan dengan pasien yng mengalami peyakit
rosasea dan kelompok kontrol yang terindikasi mengalami gangguan sawar darah
kulit. Jenis tes seperti ini tidak rutin digunakan.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan yaitu kultur untuk mengetahui
apakah ada infeksi dari Staphylococcus aureus.
c. Histologi
Dari pemeriksaan histologi dari lesi papul terlihat perubahan eksematous
menjadi akantosis, edema epidermal, dan parakeratosis. Terdapat pembuluh darah
yang ektatik dan limfosit, sedikit edema, dan jarang terjadi infiltrasi limfatik
perivaskuler. Daerah pinggiran folikel rambut biasanya edema dan banyak terdapat
sel inflamasi. Kadang-kadang abses folikel dapat dilihat. Pada abses mengandung
banyak leukosit polimorfonuklear. Adanya serat elastis menandakan adanya
degenerasi elastis. Tungau Demodex kadang-kadang dapat ditunjukkan namun yang
tak terduga.
Pemeriksaan lesi papular kemudian memperlihatkan adanya difus hipertrofi dari
jaringan ikat disertai dengan hiperplasia folikel sebaceous. Kadang-kadang di
dermis, ada diskrit granuloma sel epiteloid dari jenis non-kaseosa dengan dominasi
perifollicular dan sel giant Langerhans. Kaseosa granulomata adalah karakteristik
dari perioral granulomatosa dermatitis.

10
Gambar 5. Diskrit granuloma sel epiteloid dari jenis nonkaseosa dengan dominasi
perifollicular dan sel giant Langerhans.

Gambar 6. Kaseosa granulomata adalah karakteristik dari perioral granulomatosa


dermatitis.
8. Diagnosis Banding
a. Rosasea
Rosasea atau sering disebut akne rosasea adalah penyakit kulit kronis pada
daerah sentral wajah (yang menonjol/cembung) yang ditandai dengan kemerahan
pada kulit dan telangiektasis disertai episode peradangan yang memunculkan erupsi
papul, pustul dan edema. Tempat predileksinya di sentral wajah, yaitu hidung, pipi,
dagu, kening, dan alis. Kadang-kadang meluas ke leher bahkan sampai pergelangan
tangan dan kaki. Lesi umumnya simetris. Gejala umumnya berupa eritema,
telangiektasis, papul, edema, dan pustul.

11
Gambar 7. Rosasea.
b. Akne Vulgaris
Akne vulgaris merupakan penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea
yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran
klinis akne vulgaris sering polimorf, terdiri atas berbagai kelainan kulit berupa
komedo, papul, pustul, nodul, dan jaringan parut yang terjadi akibat kelainan aktif
tersebut, baik jaringan parut yang hipotrofik maupun yang hipertrofik. Predileksi
dari akne vulgaris itu sendiri adalah muka, bahu, dada bagian atas,dan punggug
bagian atas, lokasi lain juga bisa misalnya leher, lengan atas, dan glutea kadang-
kadang terkena.

Gambar 8. Akne vulgaris


c. Dermatitis seboroik
Dermatitiis seboroik adalah istilah yang dipakai untuk segologan keainan kulit
yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi ditempat-tempat
seboroik. Predileksinya bisa terjadi di sekitar supraorbital, skuama-skuama halus

12
dapat terlihat di alis, dengan kulit dibawahnya eritematosa dan gatal. Selain itu,
dermatitis seborik juga bisa mengenai liang telinga luar, lipatan nasolabial, daerah
sternal, areola mammae, lipatan dibawah mammae, interskapular, umbilikus,
lipatan paha dan daerah anogenital. Pada daerah pipi dan hidung serta dahi dapat
berupa papul-papul.

Gambar 9. Dermatitis seboroik


Gangguan Gambaran klinis
Dermatitis perioral non-granuloma
Tersering Rosasea Terdapat pada hidung, wajah; persisten
eritema dan telangiektasis

Dermatitis seboroik Sering pada lipatan nasolabial; skuama


Dermatitis kontak alergi instrumen musik, pasta gigi
mengandung tar, latex, kawat gigi,
lipstik
Dermatitis kontak iritan Sering pada anak-anak
Lip-licking cheilitis Sering pada anak-anak; skuama; batas
tegas
Diagnosis banding lain
Akne vulgaris Bisa pada tubuh; komedo
Gram-negatif folikulitis Lebih banyak pustula
Demodex foliculorum infestation Pustula tidak khas; pruritus;
imunokompeten

13
Acrodermatitis enterohepatica Infant dengan akral dan/atau dermatitis
popok
Granuloma dermatitis perioral
Tersering
Flushing telangiektasis, pustula dan
Granulomatous rosasea edema; jelas pada pemeriksaan
histopatologi
Diagnosis banding lain
Blau syndrome Kista sinovial, uveitis, arthritis
granuloma, camptodactyl, papula
Benign cephalic histiocytosis Distribusi diffus pada wajah

9. Tatalaksana
Jika pasien menggunakan steroidm maka langkah pertama pengobatan adalah
segera hentikan pemakaian steroid. Pasien harus diperingatkan untuk tidak
menggunakan steroid karena akan menyebabkan dermatitis perioral. Edukasi pasien
untuk menghentikan pemakaian krim pelembab, krim malam, make-up serta pasta
gigi berfluoride.

Berdasarkan guideline mengenai dermatitis perioral, terapi yang diberikan


menurut perhitungan PODSI, yang bisa dilihat pada algoritma terapi dermatitis
perioral.

14
Algoritma Terapi
Ringan Sedang Berat

Terapi Zero Terapi antiinflamasi Terapi antiinflamasi


topikal topikal

Cream Indiff* Tidak respon Antibiotik sistemik


dalam 3
Tidak respon dalam 3 minggu minggu
Terapi sistemik maksimal 8
minggu

Antibiotik sistemik

Sembuh

Jika diperlukan, langkah demi langkah bisa diulang kembali

Gambar 10 Algoritma terapi dermatitis perioral


1. Terapi zero

Terapi zero adalah dengan menghentikan semua penggunaan obat topikal,


terutama kortikosteroid topikal dan kosmetik yang menjadi faktor penyebab
utama. Dalam beberapa studi pada pasien dengan ermatitis perioral
dihentiken pengggunaan obat topikal disertai pemberian antibiotik sistemik
dengan pemberian plasebo memiliki tingkat kesembuhan yang sama pada
kedua pasien tersebut.

2. Terapi topikal

Berbeda dengan rosasea, tidak ada gold standard dalam pemberian terapi
topikal, namun berdasarkan beberapa hasil penelitian ada terapi topikal yang
apat memberikan perbaikan klinis selain dengan pemberian zero terapi yaitu,
adapalene, asam azelaic, eritromisin topikal, ichthyol, metronidazole,
pimecrolimus, takrolimus, terapi fotodinamik.

15
3. Terapi sistemik

Dermatitis perioral jarang membutuhkan terapi sistemik. Tetrasiklin dan


makrolida telah digunakan untuk terapi sementara dari dermatitis perioral.
Terapi sistemik pada dermatitis perioral yang
direkomendasikan adalah tetrasiklin, makrolida, dan isotretinoin.

Terapi pada dermatitis perioral dapat diberikan tetrasiklin, doxysiklin, dan


minosiklin oral dalam 8 hingga 10 minggu kemudian tappering off pada 2 hingga
4 minggu setelahnya. Pada kasus berat lebih baik diberikan minosiklin atau
doksisiklin atau tetrasiklin dosis tinggi. Pada anak dibawah 8 tahun eritromisin
oral direkomendasikan. Terapi antibiotik topikal yang paling sering diberikan
adalah metronidazole. Pilihan lain termasuk klindamisin atau eritromisin, sulfur
topikal, dan asam azelaik serta foto terapi dengan asam 5aminolevulinic.
Pemberian dan dosis dapat dilihat pada tabel.

Tabel 4 Terapi farmakologis dermatitis perioral


topikal dosis Sistemik Dosis dewasa
First line metronidazole 2x1 Tetracycline 250-500 mg 2x1 /hr
doxycicline 50-100 mg 2x1/hari
minocycline 50-100 mg 2x1 /hari
Second line erithromycin 2x1 Erithromycine 400 mg 3x1/hari atau
atau 30-50 mg/kg/hari
clindamycin 2x1
sulfur 2x1
azelaic acid 2x1

9. Komplikasi
Kebanyakan dari kasus dermatitis perioral, non-granuloma ataupun granuloma,
dapat sembuh tanpa ada gejala sisa ataupun kambuh. Meskipun, ada juga laporan
mengenai komplikasi luka akibat garukan yang jarang dilaporkan.

16
10. Prognosis
Prognosis sangat baik bila dilakukan tatalaksana dengan tepat.
 Quo ad vitam : bonam
 Quo ad functionam : bonam
 Quo ad sanactionam : bonam

17
BAB III
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. RL
Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat :-
Suku :-
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 22 Oktober 2019

II. Anamnesis
Keluhan Utama
Kulit disekitar mulut memerah sejak ± 2 hari yang lalu

Keluhan Tambahan
Terasa gatal.

Riwayat Penyakit Sekarang


OS datang ke poliklinik kulit dan kelamin RS Bhayangkara Tk. I. R. Said Sukanto
(22 Oktober 2019) dengan keluhan timbul bercak merah disekitar mulut sejak 2 hari
yl. OS mengatakan lesi terasa gatal disertai nyeri. Gatal dikatakan muncul setelah lesi
muncul dan tidak menentu, nyeri dikatakan baru 1 hari itu rasanya seperti tertusuk.
OS mengaku keluhan sudah sejak lama diderita, tetapi kambuh lagi. Hal tersebut
dialami sejak 3 tahun belakangan ini. OS mengaku bila sikat gigi, odol suka
menempel disekitar mulut. OS mengaku pada saat ini punya banyak pikiran.
OS sudah minum cetirizine dari poli di POLDA BIDDOKES. Riwayat Alergi
disangkal pasien, riwayat penyakit kronis seperti DM, Hipertensi, dll juga disangkal
pasien. Pasien juga menyangkal bahwa adanya kebiasaan merokok dan minum
alkohol.

18
Riwayat Pengobatan
Pasien pernah berobat ke dokter sebelumnya, dan minum cetirizine.

Riwayat Penyakit Terdahulu


Sejak 3 tahun belakangan mengalami keluhan yang sama.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga


Tidak ada keluhan serupa di dalam keluarga

Riwayat Atopi dalam Keluarga


Riwayat atopi pada pasien dan keluarga pasien disangkal

III. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum : Tampak sakit ringan
GCS : Compos mentis
Tekanan darah : Tidak dilakukan
Nadi : Tidak dilakukan
Respirasi : Tidak dilakukan
Temperatur aksila : Tidak dilakukan

Status Generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis
THT : Tidak dilakukan
Toraks : Tidak dilakukan
Pulmo : Tidak dilakukan
Abdomen : Tidak dilakukan
Ekstremitas : Tidak dilakukan

19
Status Dermatologi dan Venerologi
1. Lokasi : Perioral
2. Effloresensi :

Regio perioral ditemukan lesi makula hiperpigmentosa berbatas tegas


berbentuk oval ukuran ±1x0,5 dengan terdapat skuama halus diatasnya.

3. Mukosa : Tidak dilakukan


4. Rambut : Tidak dilakukan
5. Kuku : Tidak dilakukan
6. Kelenjar keringat : Tidak dilakukan
7. Saraf : Tidak dilakukan
IV. Diagnosis Banding
 Rosasea
 Dermatitis Seboroik
 Acne vulgaris

V. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

VI. Anjuran Pemeriksaan Penunjang


 Histologi

20
VII. Resume
Pasien, Laki-laki 34 tahun, datang ke poliklinik kulit dan kelamin RS
Bhayangkara Tk. I. R. Said Sukanto (22 Oktober 2019) dengan keluhan kulit
disekitar mulut memerah terasa gatal, dan nyeri. OS mengaku sakitnya sudah
berulang sejak 3 tahun ini dan sembuh sendiri. OS mengatakan sedang banyak
pikiran. OS mengaku sudah minum cetirizin.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan Regio perioral ditemukan lesi makula
hiperpigmentosa berbatas tegas berbentuk oval ukuran ±1x0,5 dengan terdapat
skuama halus diatasnya.

VIII. Diagnosis Kerja


Perioral Dermatitis.

IX. Penatalaksanaan
 Farmakoterapi
 Sistemik: Doksisiklin 100mg (7 hari) S2 dd tab I
Loratadin 1x10mg (7 hari)
 Topikal: metronidazole cream 0,75 % S2ddue

 Non Farmakoterapi
 Menjaga kebersihan (saat gosok gigi)
 Hindari garukan
 Mengelola stress

X. Prognosis
 Quo ad vitam : bonam
 Quo ad functionam : bonam
 Quo ad sanactionam : bonam

21
ANALISIS KASUS DAN TEORI

Kasus Teori

Pasien, Laki-laki 34 Dermatitis perioral adalah penyakit inflamasi dan


tahun, datang ke papulopustular kronik dan vesikel dermatitis wajah Karakteristik
poliklinik kulit dan dari dermatitis perioral yaitu erupsi dimulai secara tiba-tiba
kelamin RS Bhayangkara didaerah nasolabial kemudian menyebar secara cepat ke perioral
Tk. I. R. Said Sukanto (22 tetapi hanya di sepanjang garis bibir, kondisi ini akan berlangsung
Oktober 2019) dengan secara terus menerus secara berselang atau langsung. Biasanya
keluhan kulit disekitar bisa menyebar ke bagian kepala, kelopak mata, dahi, dan dibagian
mulut memerah terasa bawah alis mata, kadang sering muncul lesi periokular. Pruritus,
gatal, dan nyeri. OS nyeri serta rasa terbakar merupakan salah satu gejala yang
mengaku sakitnya sudah menonjol. Lesi terdiri dari monoformik papul dan jerawat kecil
berulang sejak 3 tahun ini kemerahan dan skala variabel. Sabun yang keras, sinar matahari
dan sembuh sendiri. OS serta kontak dengan air menyebabkan ketidaknyamanan.
Definis mengatakan sedang
i banyak pikiran. OS
mengaku sudah minum
cetirizin.
Pada pemeriksaan fisik
ditemukan Regio
perioral ditemukan lesi
makula
hiperpigmentosa
berbatas tegas
berbentuk oval ukuran
±1x0,5 dengan terdapat
skuama halus
diatasnya.

22
Pasien berusia 34  Steroid topikal
Obat-obatan
tahun, dikeluarga tidak  Steroid inhaler
ada yang mengalami  Fluorinated pada pasta gigi
Kosmetik
keluhan serupa. Pasien  Salep dan krim perawatan kulit
merupakan seorang
 Sinar UV
anggota kepolisian,
Faktor fisik  Panas
tinggal di pemukiman
 Angin
Etiolog yang sanitasinya cukup.
i dan Faktor  Bakteri fusiform spirilla
Pasien mengatakan
Faktor mikrobiiolo
Risiko keluhan ini sering timbul  Spesies candida
gi
terutama saat sudah
 Faktor hormonal (kontrasepsi oral)
banyak pikiran (tingkat
Faktor lain  Gangguan gastrointestinal (malabsorpsi)
stressnya tingg)
 Stres emosional
Adanya riwayat
alergi maupun stress
disangkal pasien.

Regio perioral Penyakit ini terbatas hanya pada kulit. Lesinya berupa kelompok
ditemukan lesi makula papulovesikel, papulopustul dengan dasar eritem, dan kumpulan
hiperpigmentosa folikuler disertai papul yang kemerahan. Papul dan pustul
berbatas tegas berbentuk biasanya didapatkan di daerah perioral. Daerah yang dominan
Manife oval ukuran ±1x0,5 terdapat lesi perioral adalah area perioral, lipatan nasolabial,
stasi
Klinis dengan terdapat skuama bagian lateral dibawah kelopak mata. Pada varian yang ekstrim,
halus diatasnya. Dermatitis perioral bisa menyerupai penyakit lupus, infiltrat
granulomatous memiliki yellowish. Yang sering dilihat pada
dermatitis perioral adalah adanya perbatasan kulit normal yang
berbatasan dengan lesi kulit di bibir.

23
Anamnesis : Lepuhan di Anamnesis : Pruritus, nyeri serta rasa terbakar merupakan salah
daerah jari kaki dan satu gejala yang menonjol. Lesi terdiri dari monoformik papul dan
telapak kaki. Bekas jerawat kecil kemerahan dan skala variabel
lepuhan yang pecah
Pemeriksaan Fisik :
membuat kulit
Penyakit ini terbatas hanya pada kulit. Lesinya berupa kelompok
diterkelupas. Rasa gatal
papulovesikel, papulopustul dengan dasar eritem, dan kumpulan
dikatakan tidak menentu
folikuler disertai papul yang kemerahan. Papul dan pustul
waktunya. Pasien
biasanya didapatkan di daerah perioral. Daerah yang dominan
sebelumnya pernah
terdapat lesi perioral adalah area perioral, lipatan nasolabial,
mengalami keluhan
Diagno bagian lateral dibawah kelopak mata
seperti ini, namun
sis
sembuh sendiri. Pemeriksaan Penunjang :

Pemeriksaan Fisik :  Prick test


 Histopatologi
lesi berupa vesikel
multiple, diskret; erosi
dan ekskoriasi, disertai
skuama halus

Pemeriksaan
Penunjang: tidak
dilakukan

 metronidazole cream
0,75 % 2x1

 Doksisiklin 100mg
Tatala
ksana (7 hari) 2x1
- Loratadin 1x10mg (7
hari)

24
 Quo ad vitam : Prognosis sangat baik bila dilakukan tatalaksana dengan
bonam tepat.
 Quo ad
functionam :
Progno bonam
sis
 Quo ad
sanactionam :
bonam

25
DAFTAR PUSTAKA

Goldsmith, L.A., et al., Perioral Dermatitis, in Fitzpatrick’s Dermatology in General


Medicine. 2012, McGraw-Hill: New York. p. 925 - 928.

Wolff, K., Johnsun, RA., Perioral Dermatitis, in Fitzpatrick’s Color Atlas & Synoppsis
of Clliinical Dermatology. 2009, McGraw-Hill: New York. p.14-15.

James, W.D., P.R. Gross, and T.G. Berger, ACNE : Perioral Dermatitis, in Andrew's
Disease of The Skin : Clinical Dermatology. 2006, Elsevier: Philadephia. p. 249.

Djuanda A., Warsitaatmadja, SM., Dermatitis Eritroskuamosa, Akne, Erupsi


Akneiformis, Rosasea, Rinofima.. In: Juanda PDdA, Hamzah dM, Aisah PDdS, eds.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin 6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2010. p.200-201, 254-255, 261.

Lipozencic, J., Ljubojevic, S., Perioral Dermatitis, Journal Of Clinics in Dermatology.


2011, Elsevier. p. 157-161

26

Anda mungkin juga menyukai