Anda di halaman 1dari 10

Laporan Praktikum KI-3121

Analisis Spektrofotometri
Percobaan 03
TITRASI SPEKTROFOTOMETER

Nama : Muhammad Hikam


Nim : 10519912
Kelompok : 07
Tanggal Percobaan : 19 September 2019
Tanggal Pengumpulan : 26 September 2019
Asisten : - Aldyan Faturohman (10516061)
- Messy Oktavian (10516071)

LABORATORIUM KIMIA ANLITIK


PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2019
I. Tujuan
1. Menentukan konsentrasi EDTA
2. Menentukan konsentrasi Bi3+ dalam sampel
3. Menentukan konsentrasi Cu2+ dalam sampel

II. Teori dasar


Titrasi spektrofotometrik sering memberikan hasil yang lebih akurat
daripada spektrofotometri langsung karena penentuan data dari beberapa
pengukuran digunakan untuk menentukan titik akhir. Lebih jauh lagi, keberadaan
spesies penyerap lain mungkin tidak mengganggu karena hanya perubahan
absorbansi yang sedang diukur. Keuntungan titik akhir ditentukan dari titrasi
spektrofotometrik kurva linier adalah bahwa data eksperimen dikumpulkan jauh
dari wilayah titik ekivalen di mana perubahan absorbansi secara bertahap.
Konsekuensinya, keseimbangan konstanta untuk reaksi tidak harus sebesar yang
diperlukan untuk kurva titrasi sigmoidal yang tergantung pada pengamatan di
dekat titik ekivalensi. Untuk alasan yang sama, mungkin lebih banyak larutan
encer dititrasi menggunakan deteksi spektrofotometrik.
Titik akhir spektrofotometrik telah diterapkan pada banyak jenis reaksi.
Sebagai contoh, sebagian besar agen pengoksidasi standar memiliki spektrum
serapan karakteristik dan karenanya menghasilkan titik akhir yang dapat dideteksi
secara spektrofotometrik. Titik akhir fotometrik juga telah digunakan untuk
keuntungan besar dalam titrasi dengan EDTA dan agen pengompleks lainnya.
aplikasi dari teknik ini hingga titrasi bismut (III) dan tembaga (II) secara
berurutan. Jadi, pada segmen pertama titrasi kompleks bismuth-EDTA sedang
dibentuk, larutanya menunjukkan tidak ada daya serap sampai semua bismut telah
dititrasi setelah itu pembentukan kompleks tembaga-EDTA, terjadi peningkatan
absorbansi. Peningkatan berlanjut hingga titik ekivalensi tembaga tercapai.
(James, Holler; Stanley, Crouch, 2013)
Pengukuran fotometrik atau spektrofotometri adalah berguna untuk
menemukan titik ekivalensi titrasi dari analit, reagen, atau produk titrasi
menyerap radiasi. kurva titrasi fotometrik adalah plot absorbansi, dikoreksi untuk
perubahan volume, sebagai fungsi dari volume titran. Untuk banyak titrasi, kurva
terdiri dua daerah linier dengan kemiringan yang berbeda, satu terjadi di awal
titrasi dan lainnya terletak jauh di luar wilayah titik ekivalen. Titik akhir adalah
persimpangan bagian linear yang diekstrapolasi kurva. Poin akhir juga dapat
ditentukan secara otomatis dengan titrasi ke absorbansi tetap atau dengan
mengambil turunan untuk mengubah kurva segmen linier untuk kurva bentuk
sigmoid. (Skoog, Douglas, 2007)
Dalam titrasi spektrofotometri, kami memantau perubahan absorbansi
selama titrasi ke tahu kapan titik ekivalen telah tercapai. Jadi dalam titrasi di mana
titran, reaktan, atau produk reaktif menyerap radiasi, plot absorbansi versus
volume titran yang ditambahkan akan terdiri, jika reaksi selesai dan volume
berubah kecil, dari dua garis lurus yang berpotongan di titik akhir. Bentuk kurva
titrasi fotometrik akan tergantung pada sifat optik reaktan, titran, dan produk dari
reaksi pada panjang gelombang yang digunakan. Titrasi fotometrik memiliki
beberapa kelebihan disbanding penentuan kolorimetri secara langsung. Adanya
zat lain yang menyerap pada panjang gelombang yang sama tidak selalu
menyebabkan gangguan, karena hanya perubahan absorbansi adalah signifikan.
Konsentrasi larutan yang optimal untuk dianalisis tergantung pada koefisien
serapan molar dari spesies penyerap yang terlibat. (Jefery et al, 1989)

III. Cara Kerja


1. Menstandarkan larutan EDTA
Masukkan 25 mL larutan standar Bi-Nitrat kedalam gelas kimia 250 mL.
tambahkan 1 gram asam kloroasetat (TAC) dan 1 mL Cu 1 M, aduk larutan.
Encerkan larutan hingga kira kira 100 mL. tuangkan dengan hati hati dan sedikit
demi sedikit larutan ini kedalam kuvet. Tempatkan kuvet kedalam
spektrofotometer dana atur hingga diperoleh penunjukan jarum 100%T pada
panjang gelombang 745 nm. Tuangkan kembali larutan yang ada didalam kuvet ke
gelas kimia semula lalu tambahkan 0,40 mLlarutan EDTA dan diaduk dengan
baik. Setelah pengaduk dihentikan, bilas kuvet yang telah digunakan sebelumnya.
Bilasannya dimasukkan kembali kedalam gelas kimia. Isi kuvet yang telah dibilas
tersebut dengan larutan yang sama dan diukur absorbansinya pada panjang
gelombang pengukuran. Ulangi pekerjaan dengan tiap kali menambahkan 0.40 mL
EDTA sampai nilai A mula-mula naik dan kemudian merata (konstan). Buat kurva
titrasinya, tentukan titik akhir titrasi untuk Bi3+, Cu2+ dan konsentrasi kedua analit
tersebut.
2. Titrasi Spektrofotometri
Siapkan larutan cuplikan yang mengandung Bi3+ dan Cu2+ yang belum
diketaui konsentrasinya lakukan pekerjaan seperti pada bagian 1. Buat kurva
titrasi, tentukan titik akhir titrasi untuk Bi3+, Cu2+ dan konsentrasi kedua analit
tersebut.

IV. Data Pengamatan


1. Pembakuan Larutan EDTA
Volume
%T A A'
EDTA
0 74.6 0.127261 0.127261
0.2 78.4 0.105684 0.105895
0.4 78.4 0.105684 0.106107
0.6 78.4 0.105684 0.106318
0.8 78.4 0.105684 0.106529
1 77.8 0.10902 0.110111
1.1 76.4 0.116907 0.118193
2.1 64.2 0.192465 0.196507
3.1 54.2 0.266001 0.274247
4.1 46.4 0.333482 0.347155
5.1 40.4 0.393619 0.413693
6.6 38.2 0.417937 0.44552
7.1 38.2 0.417937 0.44761
7.6 38.2 0.417937 0.4497
8.1 38.2 0.417937 0.45179

2. Penentuan konsentrasi Bi3+ dan Cu2+ dalam sampel


Volume
%T A A'
EDTA
0 68.2 0.166216 0.166216
0.3 68.4 0.164944 0.165439
0.6 68.4 0.164944 0.165934
0.9 68.4 0.164944 0.166428
1.2 66.4 0.177832 0.179966
1.4 63.8 0.195179 0.197912
1.5 62.8 0.20204 0.205071
2.5 52.8 0.277366 0.2843
3.5 44.6 0.350665 0.362938
4.5 37.8 0.422508 0.441521
5.5 32.4 0.489455 0.516375
6.5 27.8 0.555955 0.592092
7.5 24.5 0.610834 0.656646
8 23.2 0.634512 0.685273
8.5 22.4 0.649752 0.704981
9 22.2 0.653647 0.712475
9.5 22 0.657577 0.720047
10 22 0.657577 0.723335
10.5 22 0.657577 0.726623

V. Perhitungan
1. Pembakuan EDTA
Dari data absorbansi terkoreksi yang didapat, maka didapatkan kurva titrasi sebagai
berikut :

Kurva Titrasi Larutan Standar


0.5

0.4 y3 = 0,0042x + 0,4179


R² = 1
0.3
A'
0.2 y2 = 0,0747x + 0,0379
R² = 0,9991
0.1
y1 = 0.0011x + 0.1057
0 R² = 1
0 2 4 6 8 10
Volume EDTA (mL)

Dari kurva titrasi, didapatkan 3 gradien yang berbeda dan 3 persamaan yang berbeda,
namun hanya diperlukan 2 persamaan saja untuk menentukan volume EDTA .
Persamaan ke-1 : y1 = 0.0011x + 0.1057
Persamaan ke-2 : y2 = 0,0747x + 0,0379
Nilai titik ekivalen (x) dapat ditentukan dari perpotongan kedua persamaan di sumbu x
y1 = y2
0.0011x + 0.1057 = 0,0747x + 0,0379
0,0736x = 0,0678
x = 0,9212 mL
Konsentrasi EDTA dapat ditentukan dari persamaan reaksi pembentuka kompleks Bi-
EDTA :
Bi3+ + EDTA Bi-EDTA
[Bi3+] x VBi3+ = [EDTA] x VEDTA
[EDTA] = 0,01 M x 25 mL = 0,2714 M
0,9212 mL

2. Penentuan konsentrasi Bi3+dan Cu2+ dalam sampel


Dari data absorbansi yang terukur pada setiap penambahan EDTA sebanyak 0.4
mL, didapatkan kurva titrasi sebagai berikut :

0.8
0.7
0.6 y = 0.0066x + 0.6576
y = 0.0765x + 0.0922 R² = 1
0.5 R² = 0.9994
0.4
0.3
0.2
0.1 y = 0.0016x + 0.1649
0 R² = 1
0 2 4 6 8 10 12

Penentuan konsentrasi Bi3+ dapat ditentukan dengan mengetahui berapa volume


EDTA yang dibutuhkan untuk pembenukan kompleks Bi-EDTA dengan cara menetukan titik
potong di sumbu x untuk persamaan ke- 1 dengan persamaan ke-2, sehingga :
y1 = y2
0.0016x + 0.1649 = 0.0765x + 0.0922
0,0749x = 0,0727
x = 0,9706 mL
Volume EDTA pada titik ekivalen adalah 0,9706 mL. Selanjutnya adalah penentuan
konsentrasi Bi3+ dari persamaan reaksi :
Bi3+ + EDTA Bi-EDTA
[Bi3+] x VBi3+ = [EDTA] x VEDTA
[Bi3+] = 0,2714 M x 0,9706 mL = 0.0080 M = 8,0 x 10-3 M
30 mL
Penentuan konsentrasi Cu2+ dapat dilakukan dengan mencari titik ekivalen (V EDTA)
kompleks Cu-EDTA dengan cara penentuan titik potong di sumbu x persamaan ke-2 dan ke-
3 sehingga :
y2 = y3
0.0765x + 0.0922 = 0.0066x + 0.6576
0,0699x = 0,5654
x = 8,0887 mL
Volume EDTA yang diperlukan untuk pembentukan kompleks Cu-EDTA adalah
8,0887 mL.
Cu2+ + EDTA Cu-EDTA
[Cu2+] x VCu2+ = [EDTA] x VEDTA
[Cu2+] = 0,2714 M x 8,0887 mL = 1,46 M
1,5 mL

VI. Pembahasan
Metode dalam kimia analisis yang sering digunakan adalan spektrofotometri dimana
metode ini merupakan salah satu yang digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel
baik secara kuantitatif dan kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan
cahaya. Cahaya yang dimaksud dapat berupa cahaya visibel, UV dan inframerah, sedangkan
materi dapat berupa atom dan molekul namun yang lebih berperan adalah elektron valensi.
Alat yang digunakan dalam spektrofotometri disebut spektrofotometer. Pada titrasi
spektrofotometri, larutan yang akan dititrasi ditambahkan larutan peniter sedikit demi
sedikit, setiap penambahan larutan dihomogenkan dan diukur absorbansnya dengan
panjang gelombang tertentu. Perbedaan nilai-nilai absrobtivitas molar berbagai zat
yang ada dalam larutan pada panjang gelombang yang digunakan akan menentukan
alur kurva titrasi yang diperoleh. Pemilihan panjang gelombang yang akan digunakan
selama titrasi perlu dipikirkan baik karena di dalam larutan yang dititrasi paling
sedikit ada 3 komponen yang dapat melakukan penyerapan sinar, yaitu zat yang
dititrasi, zat penitrasi, dan hasil reaksi.
Percobaan ini menggunakan Bi-Nitrat sebagai larutan standar untuk. Bi3+ dan
Cu2+ merupakan cuplikan yang akan ditentukan konsentrasinya. EDTA adalah
reagnesia yang sangat selektif karena ia berkompleks dengan banyak sekali kation di-
, tri-, dan tetra-. EDTA merupakan asam polikarboksilat yang merupakan ligan
heksadentat. Artinya dapat berkordinasi dengan suatu ion logam dari kedua nitrogen
dan keempat gugus karboksilatnya.Sebelum dilakukan titrasi dengan EDTA sebagai
titrannya, perlu dilakukan pembakuan terlebih dahulu terhadap EDTA yang akan
digunakan karena EDTA bukan merupakan larutan standar primer.
TCA lebih diutamakan untuk digunakan sebagai buffer pada percobaan ini,
karena TCA merupakan asam yang kuat dan tidak bereaksi dengan Bi(III) dan Cu(II).
Jika digunakan HCl maka bereaksi dengan Cu(II) menjadi CuCl2 yang akan
mengganggu pengukuran absorbans. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang
745 nm dimana hanya kompleks Cu-ETA yang menyerap sinar dengan panjang
gelombang tersebut sedangkan senyawa atau spesi yang lain yang ada dalam larutan
yang sama tidak menyerap sinar.

Gambar struktur EDTA


(http://cdwidiyantoro.blogspot.com/2011/05/struktur-edta.html)

Apabila larutan EDTA dimasukkan pada campuran Bi(III) dan Cu(II), maka
yang akan dikomplekskan terlebih dahulu adalah kompleks Bi-EDTA. Hal ini
dikarenakan tetapan kestabilan kompleks Bi(III) lebih besar dibandingkan Cu(II),
kompleks Bi-EDTA menjadi lebih mudah untuk terbentuk. Setelah konsentrasi
Bi(III) menjadi sangat kecil, baru terjadi pengkompleksan Cu-EDTA. Setelah
diketahui volume titran yang digunakan pada percobaan maka akan didapat suatu
kurva hubungan absorbans terhadap volume titran yang digunakan untuk menentukan
konsentrasi dari Bi(III) dan Cu(II) dalam campuran. Percobaan ini harus dilakukan
pada pH larutan sama dengan 2,0. Pada pH dibawah 2,0 titik ekivalen tidak akan
terlihat jelas. Sedangkan jika lebih besar daripada 2,0 maka ada kemungkinan Bi(III)
akan mengendap sebagai garam basa atau hidroksidanya.
Titrasi asam basa berbeda dengan tirtrasi spektrofotometer. Pada titrasi asam-
basa untuk menentukan titik ekivalen diperlukan indikator sedangkan dalam titrasi
spektofotometer dalam menentukan titik ekivalennya dapat dilihat pada kurva titrasi
yakni terjadinya perubahan nilai absorbansi. Titrasi spektrofotometri lebih akurat
dibanding titrasi asam basa sehingga dalam pengaplikasiannya titrasi spekrofotometri
digunakan untuk menentukan konsentrasi logam dalam suatu analit tertentu misalnya
dalam penentuan logam pada air.

VII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa
konsentrasi EDTA yang digunakan sebesar 0,2714 M, dimana konsentrasi Bi3+ dalam
sampel adalah 8,0 x 10-3 M dan konsentrasi Cu2+ dalam sampel adalah 1,46 M.

VIII. Daftar Pustaka


Holler, F. James dan Stanler, R. Crouch. (2003), Fundamental of Anlytical
Chemistry, Saunder Collage Publishing. USA
Jeffery, G.H. et al. (2010). Quantitative Chemical Chemical. Jhon Wiley And Sons,
Inc. New York
Skoog, A. Douglas. (2007), Principles of Instrumental Analysis. Thomson Higher
Edu, USA, P. 379-381

Anda mungkin juga menyukai