Anda di halaman 1dari 8

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Terciptanya suatu karya sastra bukan tanpa adanya peristiwa yang

melatarbelakanginya. Lahirnya karya sastra merupakan suatu reaksi dari keadaan

masyarakat yang telah terjadi di lingkungan tempat karya sastra itu tercipta yang

dihasilkan oleh pengarangnya. Sastra dan masyarakat erat kaitannya karena pada

dasarnya keberadaan sastra sering bermula dari persoalan atau permasalahan pada

manusia serta lingkungannya. Kemudian, dengan adanya imajinasi seorang

pengarang, pengarang dapat menuangkan masalah-masalah disekitarnya menjadi

sebuah karya sastra.

Karya sastra merupakan wujud dari proses gejolak dan perasaan seorang

pengarang terhadap realitas sosial yang menimbulkan kesadaran pribadinya.

Dengan kedalaman imajinasi dan visi yang dimilikinya, seorang pengarang

mencoba untuk menggambarkan realitas yang ada ke dalam karya ciptanya.

Kenyataan sosial yang ada dalam masyarakat merupakan olahan pengarang.

Kenyataan sosial dapat berupa persoalan-persoalan sosial yang dihadapi oleh

manusia. Persoalan-persoalan sosial yang terjadi di dalam masyarakat tergantung

dari sistem nilai sosial budayanya. Di dalam karya sastra, tergambar tata

kehidupan, masalah kemanusiaan, dan pola tingkah laku masyarakat tempat karya

tersebut diciptakan.
Masalah kemanusian dalam sebuah karya sastra, tidak dapat dipisahkan dari

masalah kemanusiaan yang disaksikan oleh pengarang dalam kehidupan nyata,

kemudian diolah dalam inajinasinya. Hasilnya akan tercipta sebuah karya yang

akan memberikan cermin kehidupan masyarakat. Karya sastra yang memberikan

cerimanan masyarakat disebabkan karena pengarang merupakan bagian dari

masyarakat itu sendiri. Hal tersebut sesuai pernyataan Anwar dalam Kurniawan

(2012:107) bahwa penulis atau pengarang yang menulis karya sastra bukan

sebagai individu, tetapi sebagai bagian dari subjek kolektif (masyarakat) yang

selalu intens memodifikasi realitas berdasarkan visi dunianya.

Sastra merupakan ekspresi pandangan dunia imajiner pengarang yang

dimediasi oleh tokoh-tokoh, objek-objek, dan dalam relasinya secara imajiner

(Goldmann dalam Kurniawan, 2012:112). Pendapat tersebut mengindikasikan

analisis karya sastra adalah analisis yang memusatkan pada keberadaan, tindakan,

dan pandangan tokoh-tokoh, dunia, dan objek-objeknya. Dari analisis relasional

imajiner inilah karya sastra sebagai ekspresi imajiner dapat diungkap konsepsi

pandangan dunia pengarangnya.

Dalam bidang sastra, pandangan dunia pengarang menjadi terkenal dengan

lahirnya teori strukturalisme genetik yang secara intens mempermasalahkan

pandangan dunia pengarang. Pemahaman Strukturalisme genetik yang

dikembangkan oleh kritikus Perancis Lucian Goldmann. Pemahaman

Strukturalisme genetik merupakan produk dari proses sejarah yang terus

berlangsung yang dihayati oleh masyarakat tempat karya sastra itu berada.

Penjelasan tersebut mencerminkan istilah genetik, yakni karya sastra mempunyai

asal usul (genetik) di dalam proses sejarah suatu masyarakat. Penelitian terhadap
sebuah karya sastra dengan menggunakan pendekatan strukturalisme genetik

senantiasa mempertimbangkan hal-hal yang melatarbelakangi lahirnya karya

sastra tersebut. Hal tersebut dikarenakan strukturalisme genetik digunakan peneliti

untuk menemukan pandangan dunia pengarang dalam karya sastra (Helaluddin,

2018:5).

Pandangan dunia merupakan gagasan, aspirasi, dan perasaan-perasaan yang

menghubungkan atau mengikat anggota-anggota suatu kelompok sosial tertentu

dan mempertentangkannya dengan kelompok-kelompok sosial yang lain. sebagai

suatu kesadaran kolektif, pandangan dunia itu berkembang sebagai hasil dari

situasi sosial dan ekonomi tertentu yang dihadapi oleh subjek kolektif yang

memilikinya (Helaluddin, 2018:6). Pandangan tersebut yang akan dapat

menentukan struktur suatu karya sastra. Keterkaitan dunia pengarang dengan

ruang dan waktu tertentu tersebut, dikategorikan sebagai hubungan genetik,

karenanya disebut strukturalisme genetik. Dalam artian lain, memahami karya

sastra harus dipandang dari asal mula dan proses kejadiannya.

Pandangan dunia pengarang terbentuk atas hubungan antara konteks sosial

dalam novel dengan konteks sosial kehidupan nyata serta pengaruh latar belakang

pengarang dengan novel yang dihasilkan. Konteks sosial dalam karya sastra

merupakan keadaan atau situasi yang terjadi di lingkungan kehidupan sosial

tokoh. Pengarang menyampaikan aspirasinya berdasarkan peristiwa-peristiwa

yang terjadi di lingkungan kolektifnya (Helaluddin, 2018:6). Hal tersebut

membuktikan keadaan sosial suatu masyarakat pastinya memiliki latar belakang

yang mengikat. Pengarang kemudian merefleksikan semua kejadian yang terjadi

ke dalam karya sastra yang ditulis. Konteks sosial dan latar belakang sosial politik
yang terefleksi dalam karya sastra dapat mencerminkan pandangan dunia

pengarang.

Analisis pandangan dunia pengarang ini, akan diungkap melalui aspek

konteks sosial yang terefleksi dalam karya sastra serta latar belakang sosial politik

yang tercermin dalam karya sastra. Dalam mencapai pandangan dunia pengarang

seperti yang diisyaratkan dalam teori strukturalisme genetik maka perlu dikaji

secara lebih komprehensif pada struktur cerita bukan pada isi atau kontennya

(Helaluddin, 2018:7). Konteks sosial dalam pandangan dunia pengarang terbentuk

atas struktur karya yang mengikat seperti meneliti struktur-struktur tertentu dalam

teks dan selanjutnya menghubungkan struktur-struktur itu dengan kondisi sosial

dan historis yang kongkret, dengan kelompok sosial yang mengikat pengarang.

Ada beberapa pengarang yang menuangkan pandangan dunianya melalui

karya sastra. Salah satunya adalah Ahmad Tohari. Ia adalah seorang pengarang

yang lahir di Desa Tinggarjaya, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas,

Jawa Tengah, pada tanggal 13 Juni 1948. Ahmad Tohari disebut sebagai salah

seorang pengarang Indonesia yang produktif dan berhasil mempertahankan

kepengarangannya. Selama lebih dari 30 tahun sejak kemunculannya pada tahun

1979, Ahmad Tohari telah menulis cerpen dan berbagai artikel popular di koran

dan majalah umum. Namanya dikenal setelah terbit tiga novelnya yang berjudul

Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kumukus Dini Hari, dan Jantera Bianglala pada

tahun 1980-an.

Secara garis besar, keseluruhan karya Ahmad Tohari dapat dikelompokkan

berdasarkan warna sosialnya menjadi (1) novel-novelnya yang berwarna geger

politik tahun 1980-an, (2) novel-novel berwarna korupsi, dan (3) cerpen-cerpen
dengan berbagai warna sosial atau berwarna pelangi. Dalam kelompok pertama

tercatat Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kumuskus Dini Hari, Jantera Bianglala,

Kubah, dan Lingkar Tanah Lingkar Air. Dalam kelompok kedua tercatat Di Kaki

Bukit Cibalak, Bekisar Merah, Belantik, dan Orang-orang Proyek. Dalam

kelompok ketiga tercatat 23 cerpen yang pernah terbit di koran dan majalah,

seperti Kompas, Suara Merdeka, Kartini, dan Panji Masyarakat

(https://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Tohari).

Dari beberapa karya Ahmad Tohari, karya sastra yang akan dijadikan

penelitian adalah novel yang berjudul Kubah. Novel ini merupakan novel yang

diciptakan Ahmad Tohari yang berwarna politik. Novel Kubah memaparkan

sebuah kisah perjuangan anak manusia yang penuh liku-liku. Batin Ahmad Tohari

merasa terkoyak menyaksikan tragedi kemanusian yang berlatar belakang politik

pada akhir tahun 1965. Sebagai pemuda 17 tahun, Ahmad Tohari sudah sadar

sepenuhnya teerhadap tragedi nasional itu dan kesaksiannya terekam padat dalam

batinnya (Purnomo, 2008:2). Akan tetapi, diapun sadar betapa sulitnya

mengaktualisasikan kesadaran batin itu karena telah berkembang pandangan

umum bahwa segala yang berbau PKI adalah kejahatan.

Ahmad Tohari hendak mengangkat sisi lain dari PKI, yaitu bagaimana para

anggota PKI tertindas oleh rezim orde baru (Purnomo, 2008:2) . Namun, pada

masa itu orang tidak lagi memilih antara ideologi dan pribadi. Segala yang

bersumber, bersangkutan, berdekatan, dan berbau PKI menjadi tidak berharga

sedikitpun. Padahal kesaksian Ahmad Tohari hendak mengatakan, betapa banyak

orang disekitarnya yang harusnya terbebas dari arus penangkapan, penahanan, dan

pembunuhan, karena memang tidak tepat jika dijadikan korban semena-mena.


Sadar bahwa situasi sosial dan politik pada masa itu tidak memungkinkan

publikasi pemikiran melawan arus maka Ahmad Tohari tidak tergesa-gesa merajut

kisahnya. Dia menghabiskan waktu sekitar puluhan tahun untuk mematangkan

naskah tersebut, dan baru pada tahun 1980-an berani mewarkannya ke harian

Kompas dengan pertimbangan bahwa situasi sosial dan politik sudah membaik.

Hal ini dibuktikan dengan terbitnya novel karya Ahmad Tohari yang pertama kali,

yaitu berjudul Kubah pada tahun 1980 oleh Pustaka Jaya (Purnomo, 2008:1).

Dipilihnya novel Kubah didasari pada alasan, meliputi: 1) novel Kubah

merupakan novel terbaik pada tahun 1981 Yayasan Buku Utama Kementrian P &

K, 2) novel Kubah sudah diterbitkan ke dalam bahasa Jepang, 3) novel Kubah

mendapat tanggapan positif dari tokoh besar yang bernama Gus Dur, mantan

presiden ketiga Negara Republik Indonesia. Gusdur mengatakan bahwa novel

Kubah berisi gagasan besar rekonsiliasi pasca peritiwa tragedi 1965 yang ditulis

pada awal tahun 1980.

Pemanfaatan hasil karya sastra novel dapat langsung dirasakan oleh

masyarakat dalam pembelajaran sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA).

Berdasarkan Kompetensi Inti (KI) 3.8 kelas XI dengan Kompetensi Dasar (KD)

menafsir pandangan pengarang terhadap kehidupan dalam novel yang dibaca.

Guru dapat mengajarkan serta melatih siswa dalam hal mengapresiasi sastra. Hal

ini perlu didukung dengan pemilihan bahan ajar yang sesuai dengan fungsinya,

yaitu novel yang memberikan gambaran pandangan dunia pengarang terhadap

kehidupan.

Pentingnya pemilihan bahan ajar didasarkan pada fungsi di antaranya, yaitu

sebagai pedoman bagi siswa terhadap kompetensi yang harus dikuasai, sebagai
pedoman bagi guru untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran, dan sebagai alat

evaluasi pembelajaran. Siswa dapat memahami materi dan konsep yang dipelajari

dengan lebih mudah melalui bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran.

Fungsi dari bahan ajar bagi guru, yaitu sebagai pedoman dalam mengarahkan

kegiatan pembelajaran.

1.2 Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka fokus penitian ini adalah

“Pandangan dunia pengarang dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari sebagai

alternaif bahan ajar di sekolah menengah atas.”

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus penelitian di atas masalah dalam penelitin ini dapat

dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut “Bagaimanakah pandangan

dunia pengarang dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari sebagai alternatif bahan

ajar di sekolah menengah atas?”

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pandangan dunia pengarang

dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari sebagai alternatif bahan ajar di sekolah

menengah atas.

1.5 Kegunaan Hasil Penelitian

Kegunaan hasil penelitian ini adalah:


1. Memberikan pengetahuan terhadap para pembaca berkaitan dengan pandangan

dunia pengarang yang terdapat dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari dan

pembelajarannya di SMA.

2. Memberikan informasi kepada guru dan siswa mengenai pandangan dunia

pengarang yang terdapat dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari.

3. Dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain untuk penelitian lebih lanjut.

4. Menambah bahan bacaan karya ilmiah di STKIP Muhammadiyah Kotabumi-

Lampung.

Anda mungkin juga menyukai