Oleh:
MUHTADILLAH UMAR
M1B1 18 026
Ilmu Lingkungan A
KENDARI
2019
KATA PENGANTAR
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua sehingga makalah ini dapat
mata kuliah Manajemen Risiko Bencana. Dalam pembuatan makalah ini, penulis
banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan kali ini
Penulis mengucapkan terimakasih kepada bapak dosen dan teman-teman yang telah
Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik
dari segi materi yang penulis sajikan maupun dari segi penulisannya. Untuk itu segala
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
6.000 pulau di antaranya tidak berpenghuni, dan terletak di Asia Tenggara di antara
Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesi memiliki luas keseluruhan sebesar
5.180.053 km2, yang terdiri dari daratan seluas 1.922.570 km2 (37,1%) dan lautan
seluas 3.257.483 km2 (62,9%) dengan garis pantai sepanjang 81.000 km.Secara
Filipina yang membuat Indonesia menjadi rentan terhadap perubahan geologis. Selain
itu, terdapat 5.590 daerah aliran sungai (DAS) yang terletak antara Sabang dan
ancaman bencana. Karena itu, Indonesia disebut sebagai “super market” bencana.
mengena pada situasi bencana juga akan berbeda. Semakin mampu untuk mengenali
dan memahami fenomena bahaya itu dengan baik, maka manusia akan semakin dapat
ialah suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan bencana. Ancaman
bencana merupakan suatu peristiwa besar yang jarang terjadi, dalam lingkungan alam
atau lingkungan binaan, yang mempengaruhi kehidupan, harta atau kegiatan manusia,
sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan bencana. Hal lain yang dapat
dikategorikan sebagai ancaman benacana adalah suatu fenomena alam atau buatan
manusia yang dapat menimbulkan kerugian fisik dan ekonomi atau mengancam jiwa
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
semarak dan mengemuka saat beberapa peristiwa bencana melanda wilayah Indonesia.
Bencana gempa yang terjadi di Yogyakarta dan sekitarnya, menjadi momentum bagi
bencana. Di samping istilah bencana begitu lekat di benak pikiran masyarakat, terlebih
bencana ini diliput secara luas oleh media massa, baik cetak maupun elektronik.
Dengan demikian, secara epistimologis, bencana kiranya dapat dimaknai secara luas
sebagai suatu kajian mendalam tentang peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba dan
berakibat terhadap kerusakan material maupun immaterial baik ditinjau dari aspek
1. Makna Bencana
peristiwa yang disebabkan oleh alam, manusia dan/atau keduanya yang mengakibatkan
sarana prasarana dan fasilitas umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata
kehidupan dan penghidupan. Pengertian yang kurang lebih sama juga dijelaskan
menurut stándar pemerintah se perti yang tertuang dalam UU No. 24 tahun 2007
ICRC, bahwa bencana adalah krisis (akibat kegagalan interaksi manusia dengan
lingkungan fisik & sosial) yang melampaui kapasitas individu & masyarakat untuk
menanggulangi dampaknya yang merugikan. Menurut The Center for Research on the
Suatu situasi atau kejadian yang diluar kapasitas masyakarat lokal, yang
dapat juga dipahami sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh
kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana prasarana dan fasilitas
umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan. Oleh
karena itu, maka tidak semua peristiwa/kejadian alam dikatakan sebagai bencana alam.
pengertian para pakar diatas akhirnya disempurnakan dan dibakukan oleh pemerintah
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam
dan/atau faktor non alam maupun manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi, lingkungan
dan yang melampaui kemampuan masyarakat tersebut untuk mengatasi dengan
dapat berupa perang, kekeringan, kelaparan, badai, banjir, tsunami, tanah longsor,
erosi, gempa bumi, ledakan nuklir, wabah penyakit, kerusakan fisik, kehilangan harta,
cacat, kerusakan mental maupun kerusakan pada struktur dan sistem sosial. Sementara
itu, Hewit, mengklasifikan bencana dalam 3 (tiga) kategori; (1) Bencana alam;
atmosfir, hidrologi, geologi, dan biologi, (2) Bencana teknologis; barang yang
berbahaya, proses destruktif, mekanis, dan produktif, (3) Bencana sosial; perang,
terorisme, konflik sipil, dan penggunaan barang, proses, dan teknologi yang berbahaya.
Dalam perspektif ekologi, bencana dapat didefinisikan sebagai suatu proses fenomena
alam yang terjadi dalam kerangka kausalitas ilmiah, contoh bencana ini misalnya
gempa bumi, tanah longsor, letusan gunung, dan tsunami. Sedangkan dalam perspektif
teologi, bencana adalah suatu kemutlakan kekuasaan Tuhan menjadi dasar dalam
memahami bencana. Dalam konteks ini orang memahami bencana sebagai: musibah,
Kapasitas
Untuk mengetahui kapan bencana alam akan terjadi merupakan pekerjaan yang
sulit. Hal ini dikarenakan bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba di mana pun dan
kapan pun. Oleh karena itu, penting dilakukan pemantauan resiko bencana dan sistem
peringatan dini (early warning system) yang berfungsi sebagai “alarm” darurat
sewaktu-waktu bencana alam datang secara tidak terduga. Untuk itu, penting dilakukan
usaha pengurangan resiko bencana dengan melibatkan anak usia sekolah agar pada
dan biosfer
dan noniklim yang berkontribusi terhadap peningkatan suhu muka Bumi seperti
letusan gunung api, sinar kosmis, dan perubahan radiasi Matahari. Dalam hal
lingkungan dan tutupan lahan terhadap faktor iklim. Terkait dengan dampak, atribusi
menyangkut kontribusi perubahan parameter iklim atau gas rumah kaca (GRK) yang
hutan, perubahan populasi hewan, perubahan migrasi burung, dan lain sebagainya.
dampak yang ditimbulkan pada objek perubahan iklim. Dampak yang terjadi dapat
berupa langsung terlihat atau tidak langsung tetapi menunjukkan akibat secara
perlahan. Contoh dari dampak langsung adalah perubahan pola hujan, kekeringan,
banjir, kebakaran hutan, gelombang panas, angin puting beliung, dan lain-lain.
Dengan memahami bahwa perubahan iklim adalah proses yang dimulai secara lambat
dan laju yang pelan, saat ini semakin banyak dampak tidak langsung yang mulai
dikenali. Contoh dampak tidak langsung adalah dampak sektoral seperti pola penyakit
pada manusia dan tanaman, gangguan pariwisata, infrastruktur, transportasi, dan lain
sebagainya. Salah satu kesulitan terbesar dalam melihat dampak perubahan iklim
adalah melakukan kajian atribusi faktor perubahan iklim terhadap dampaknya dan
upaya yang sama tidak selalu menghasilkan hasil serupa pada masyarakat.
Hal ini terutama disebabkan oleh dua faktor, yakni kerentanan dan kapasitas
terhadap upaya adaptasi karena faktor paparan atau hamparan bencana yang dihadapi
(kapasitas adaptasi). Ada kondisi dimana masyarakat siap tetapi bencana yang
dihadapi sangat besar sehingga tingkat kerentanannya tinggi. Sementara itu, ada
kondisi dimana kerentanan kecil karena paparan bencana yang kecil dengan kesiapan
masyarakat yang tinggi. Paparan bencana yang dimaksud adalah bencana iklim akibat
dari perubahan iklim yang ditandai dengan bencana yang berhubungan dengan
parameter iklim seperti curah hujan, angin, suhu, tekanan, kelembaban, dan tutupan
awan. Sebagai contoh wilayah yang berubah dengan tutupan awan yang semakin
iklim dan merupakan ukuran kelenturan masyarakat dalam melakukan upaya adaptasi.
Tidak ada ukuran yang universal dari kapasitas adaptasi sehingga ukuran kerentanan
juga menjadi tidak seragam. Hal ini sangat berbeda dengan ukuran paparan bencana
yang dapat diukur dalam satuan ilmiah. Kapasitas adaptasi menyangkut masalah
sosial, ekonomi, dan budaya dengan jumlah faktor yang tidak terbatas berhubungan
perubahan iklim terhadap pertanian di Jawa, faktor irigasi merupakan salah satu faktor
dominan yang menentukan. Namun hal ini tidak berlaku di Pulau Bali karena irigasi
lokal yang disebut Subak itu sudah menjadi bagian sosial budaya masyarakat yang
melekat. Karena itu irigasi di Bali yang sudah melekat erat dalam adat itu bukan lagi
e. Risiko iklim
Risiko iklim adalah faktor yang diperoleh akibat peluang terjadinya bencana
iklim dan konsekuensi yang ditimbulkan oleh kejadian iklim tersebut. Bencana iklim
iklim ekstrem tersebut dapat dinyatakan dalam satuan keekonomian atau faktor
kerugian seperti risiko hilangnya jiwa, harta benda, dan infrastruktur. Sebagai contoh,
penurunan jam kerja buruh. Pada kasus ini, terjadi risiko iklim yang dapat dihitung
dalam satuan kehilangan potensi ekonomi akibat faktor iklim. Kasus lain adalah
iklim untuk kasus demam berdarah. Contoh lainnya adalah peluang terjadinya banjir
yang menyebabkan puso dan kehilangan hasil panen pertanian akibat risiko kejadian
iklim ekstrem.
pemerintah bisa terhambat karena dampak perubahan iklim. Golongan yang paling
rentan terhadap dampak perubahan iklim adalah masyarakat miskin. Mereka juga
aspek kunci yang harus menjadi agenda pembangunan nasional dalam rangka
dan gangguan anomali cuaca yang terjadi saat ini serta antisipasi dampaknya ke
depan. Tujuan jangka panjang dari agenda adaptasi perubahan iklim di Indonesia
nasional.
C. Keterkaitan Pengurangan Resiko Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim
(PRB-API)
Hidup (PPLH) merupakan salah satu UU yang secara eksplisit maupun implisit
berkaitan dengan perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana. UU PPLH ini
penurunan kualitas lingkungan hidup karena itu perlu dilakukan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Walau secara eksplisit UU PPLH tidak memuat atau
KLHS itu sendiri difungsikan sebagai penyusunan dan evaluasi terhadap kebijakan,
rencana atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan atau risiko
lingkungan hidup.
berupa kebijakan teknis, program maupun pendanaan. Untuk tindak lanjut dibutuhkan
penyamaan persepsi pada pengambil kebijakan tentang nilai strategis maupun taktis
terkait API dan PRB serta integrasinya. Belum adanya kesamaan persepsi
menjadi tantangan tersendiri, baik bagi pemerintah, pemerintah daerah maupun para
praktisi dan pelaku adaptasi perubahan iklim maupun pengurangan risiko bencana.
dan PRB, yang bahkan pada banyak kasus, terjadi saling merendahkan pada tataran
Pada tahap perencanaan, adanya kegiatan penilaian kerentanan dan risiko iklim
pada sebuah wilayah menjadi sangat penting. Keluaran kegiatan penilaian kerentanan
adalah kajian dan peta bencana dan risiko iklim yang didalamnya terdapat strategi
adaptasi perubahan iklim yang mampu meningkatkan resiliensi dan di sisi lain,
pendanaan dan teknologi (jika tidak dapat dipenuhi oleh sumber dalam negeri) dan
Periode perencanaan dibagi dalam jangka pendek dan panjang. Jangka pendek dapat
dimaknai juga sebagai kegiatan yang mendesak dan prioritas sisi ancaman bencana,
Pada sisi pelaksanaan, tantangan yang juga perlu diperhatikan adalah bagaimana
pelaksanaan ini seringkali dihadapkan pada berbagai kendala, mulai dari akses
informasi yang tidak merata, hingga keterlibatan yang sifatnya terkesan elitis karena
hanya mewadahi keterlibatan tokoh, dan bukan warga biasa. Tantangan dalam proses
pelaksanaan menjelaskan hambatan baik yang bersifat teknis maupun non teknis,
yang menjadikan belum terjaminnya ruang dan kesempatan bagi setiap warga
masyarakat -apapun suku, agama, ras, jenis kelamin, kondisi fisik dan juga afiliasi
sosial dan politik untuk terlibat dan memberi warna dalam proses pelaksanaan upaya
kelompok di masyarakat.
kegiatan, capaian/hasil yang diperoleh serta aspek manajemen dan sumberdaya yang
pemantauan dimaksudkan untuk menilai sejauh mana masukan (input) sesuai dengan
keluaran (output) dan hasil yang didapatkan. Efesiensi dan efektifitas sebagai tujuan
program/proyek dilakukan. Kondisi obyektif ini akan menjadi dasar untuk melihat
Dengan demikian, pada konteks evaluasi dan monitoring maka dibutuhkan indikator
A. Kesimpulan
PRB merupakan usaha sadar dan terencana dalam proses pembelajaran untuk
memberdayakan peserta didik dalam upaya untuk pengurangan resiko bencana dan
membangun budaya budaya aman serta tangguh terhadap bencana. PRB direalisasikan
bertindak dan mengambil bagian dari upaya untuk pengurangan resiko bencana
sebagai kontribusi nasional untuk tingkat Internasional tetapi juga sebagai bentuk
warisan untuk generasi mendatang sebagai bentuk survival sebagai bangsa. Hal ini
peningkatan paras muka laut, cuaca ekstrim, polutan udara yang meningkat.
B. Saran
Dalam mengatasi PRB dan API diharapkan adanya dukungan penuh dari tiap
kerusakan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Mochamad, A., A. 2013. Membangun Model Modal Sosial dalam Rangka Penyusunan
di Indonesia.Jakarta
Kehutanan. Jakarta