Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA PASIEN Tn.M.


DENGAN Dx. MEDIS PENYAKIT PARU OBSTRUKSI AKUT (PPOK)
DI BANGSAL NAKULA RSUD NYI AGENG SERANG

Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan


Kebutuhan Dasar Manusia
Pembimbing :
Ns. Ircham Syaifudin, S.Kep, MM

Disusun oleh :
Arma Rahmawati (P07120217012)
Ayunda Sekar Arum (P07120217013)
Azalia Hapsari (P07120217014)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
2018
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN
PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA PASIEN Tn.M.
DENGAN Dx. MEDIS PENYAKIT PARU OBSTRUKSI AKUT (PPOK)
DI BANGSAL NAKULA RSUD NYI AGENG SERANG

Diajukan untuk disetujui pada :

Hari :

Tanggal :

Tempat :

Pembimbing Pendidikan Pembimbing Lapangan

( ) ( )
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan asuhan keperawatan dengan judul “Asuhan Keperawatan Pemenuhan
Kebutuhan Oksigenasi pada Pasien Tn.M. dengan Dx. Medis Penyakit Paru
Obstruksi Akut (PPOK) Di Bangsal Nakula RSUD Nyi Ageng Serang”.
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas praktik klinik Kepertawatan
Kebutuhan Dasar Manusia khususnya asuhan keperawatan pada pasien dengan
pemenuhan kebutuhan Oksigen.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada :
1. Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta, Bapak
Joko Susilo, SKM., M.Kes.
2. Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
Yogyakarta, Bapak Bondan Palestin, SKM., M.Kep., Sp.Kom.
3. Ketua Program Studi DIV Keperawatan Politeknik Kementerian Kesehatan
Yogyakarta, Bapak Maryana, S.Psi., S.Kep., Ns., M.Kep.
4. Dosen Koordinator Praktik Klinik Keperawatan 1, Bapak Agus Sarwo
Prayogi, S.Kep., Ns., M.H.Kes.
5. Dosen Pembimbing, Bapak Ns. Ircham Syaifudin, S.Kep, MM
6. Teman-teman Kelas DIV Keperawatan.
Kami berharap semoga laporan ini dapat membantu pembaca untuk lebih
mengetahui tentang asuhan keperawatan pada pasien Tn.“M” dengan diagnosa
medis Penyakit Paru Obstruksi Akut (PPOK) Di Bangsal Nakula RSUD Nyi
Ageng Serang. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini, masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharap dan saran dari
berbagai pihak agar laporan ini lebih sempurna.

Yogyakarta, Desember 2018

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru-paru
yang ditandai dengan penyumbatan terus menerus aliran udara dari paru-
paru. Ini adalah penyakit paru-paru yang mengancam kehidupan
didiagnosis yang mengganggu pernapasan normal dan tidak sepenuhnya
reversibel. Mencakup bronkitis kronis dan emfisema (WHO, 2016).
Sumbatan udara ini biasanya berkaitan dengan respon inflamasi abnormal
paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya. Karakteristik hambatan
aliran udara PPOK biasanya disebabkan oleh obstruksi saluran nafas kecil
(bronkiolitis) dan kerusakan saluran parenkim (emfisema) yang bervariasi
antara setiap individu (Yani dkk, 2016).
Insiden PPOK semakin meningkat di Indonesia. Hasil Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 didapatkan prevalensi PPOK
di Indonesia sebanyak 3,7% dengan prevalensi terbanyak yaitu provinsi
Nusa Tenggara Timur sebanyak 10%. Sementara untuk provinsi Jawa
Tengah prevalensi kejadian PPOK sebanyak 3,4% (Depkes RI, 2013).
Diperkirakan 65 juta orang memiliki resiko untuk mengalami
penyakit PPOK yang parah. Lebih dari 3 juta orang meninggal karena
PPOK pada tahun 2005 (5% dari semua kematian global). Hal ini
diketahui bahwa hampir 90% dari kematian PPOK terjadi pada negara
menengah yang berpenghasilan rendah. PPOK lebih umum pada laki-laki,
tetapi karena peningkatan penggunaan tembakau di kalangan perempuan
di negara-negara berpenghasilan tinggi dan risiko yang lebih tinggi dari
paparan polusi udara dalam ruangan (seperti bahan bakar biomassa yang
digunakan untuk memasak dan pemanas) di negara-negara berpenghasilan
rendah, jumlah penyakit pada laki-laki dan perempuan hampir sama
(WHO, 2016).
World Health Organizatiton (WHO) memperkirakan pada tahun
2020 yang akan datang angka kejadian PPOK akan mengalami
peningkatan dan menduduki dari peringkat 6 menjadi peringkat ke-3
penyebab kematian tersering (Yani dkk, 2016). Penyebab utama penyakit
PPOK yaitu kebiasaan merokok batang karena setiap batang mengandung
ribuan bahan kimia yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan maupun
kerusakan paru (Chang, 2010). Kandungan tembakau pada rokok juga
merangsang inflamasi/peradangan, dapat merusak jaringan pernafasan dan
juga dapat merangsang produksi sputum sehingga menyebabkan sumbatan
pada saluran nafas. PPOK juga dapat disebabkan karena polusi udara yang
berupa asap kendaraan, asap pabrik dan juga sebelumnya sudah pernah
menderita penyakit paru misalnya bronkhitis (Yani dkk, 2016).
PPOK merupakan salah satu penyakit tidak menular utama, yang
agak jarang terekspos karena kurangnya informasi yang diberikan. Di
Amerika Serikat data tahun 2007 menunjukkan bahwa pre-valensi PPOK
sebesar 10,1%, pada laki-laki sebesar 11,8% dan untuk perempuan 8,5%.
Sedangkan mortalitas menduduki peringkat keempat penyebab terbanyak
yaitu 18,6 per 100.000 penduduk. Sedangkan prevalensi PPOK di negara-
negara Asia Tenggara diperkirakan 6,3% dengan prevalensi tertinggi
terdapat di Vietnam (6,7%) dan China (6,5%) (Oemiati, 2013). Di
Indonesia sendiri prevalensi PPOK tertinggi terdapat di Nusa Tenggara
Timur (10,0%), diikuti Sulawesi Tengah (8,0%), Sulawesi Barat, dan
Sulawesi Selatan masing-masing 6,7 persen. Prevalensi PPOK di Jawa
Barat sebesar 4,0% (Riskesdas 2013).
Gejala utama PPOK adalah sesak (dyspnea). Sesak ini sangat
mempengaruhi berbagai aspek kehidupan pasien. hal ini akan berdampak
pada keluarga, aktivitas sosial, aktivitas sehari hari dan akhirnya
menyebabkan depresi dan kecemasan. Pasien dengan PPOK akan
mengalami gangguan pertukaran gas, jalan nafas tidak efektif, perubahan
pola nafas, intoleransi aktifitas, kekurangan nutrsi, dan perasaan takut.
Dengan berbagai permasalahan tersebut kualitas hidup pasien PPOK akan
menurun (Phhips, Sands & Marek, 2007).
Keterbatasan aktivitas merupakan keluhan yang dapat menurunkan
kualitas hidup penderita termasuk di usia <40 tahun akibat disfungsi otot
rangka (Oemiati, 2013). Sedangkan akibat produksi sputum berlebih
menyebabkan proses pembersihan silia tidak berjalan lancar sehingga
sputum tertimbun dan menyebabkan bersihan jalan nafas tidak efektif, dan
sputum dapat dikeluarkan dengan tekanan intrathorakal dan intra abdomen
yang tinggi (Nugroho, 2011).
Kualitas hidup pasien PPOK berkurang sejalan dengan
perkembangan penyakit. Sesuai dengan riset yang dilakukan oleh Uppal et
al (2014) dimana lama penyakit PPOK berhubungan dengan kualitas
hidupnya. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Maharani (2014)
lama sakit tidak berhubungan dengan kualitas hidup pasien.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan yang
berkualitas pada Tn. M. dengan diagnosis keperawatan yang sesuai.
2. Tujuan khusus
Setelah dilakukan pengkajian terhadap Tn. M. diharapkan
mahasiswa dapat :
a. Melakukan pengkajian data.
b. Intervensi data dasar.
c. Merencanakan suatu tindakan yang komprehensif.
d. Melakukan asuhan keperawatan sesuai perencanaan.
e. Mengevaluasi hasil pelaksanaan asuhan keperawatan.

C. Manfaat
1. Bagi klien
Memberi edukasi pada klien dan masyarakat tentang pentingnya
menjaga pemenuhan kebutuhan oksigenasi untuk mencegah terjadinya
dampak yang lebih parah dari Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK).
2. Bagi penulis
Mendapatkan pengalaman serta dapat menerapkan apa yang di
dapat dalam perkuliahan.
3. Bagi institusi pendidikan
Sebagai bahan kepustakaan tentang asuhan keperawatan pada Tn.
M. dengan pemenuhan kebutuhan “oksigenasi” terkait diagnosa medis
Penyakit Paru Obstruksi Akut (PPOK).
4. Bagi lahan praktek
Memberikan masukan terhadap tenaga kesehatan untuk
mempertahankan dan menguatkan serta meningkatkan asuhan
keperawatan secara profesional agar terhindar dari komplikasi yang
mungkin timbul.
D. Cara Pengumpulan Data
1. Wawancara
Pengumupulan data dengan tanya jawab langsung pada pasien.
2. Observasi
Pengambilan data dengan cara menilai dan memantau perkembangan
klien secara langsung.
3. Studi dokumentasi
Cara pengumpulan data dengan cara melihat buku rekam medik klien
dan hasil pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang.
4. Studi pustaka
Teori asuhan keperawatan dari buku-buku yang membahas masalah-
masalah asuhan keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Oksigenasi adalah proses penambahan O2 ke dalam sistem (kimia
atau fisika). Oksigenasi merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau
yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya,
terbentuklah karbon dioksida, energi, dan air. Akan tetapi penambahan
CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan dampak
yang cukup bermakna terhadap aktifitas sel (Wahit Iqbal Mubarak, 2007).
Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam
proses metabolisme untukmempertahankan kelangsungan hidup seluruh
sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup
O2 ruangan setiap kali bernapas. (Wartonah Tarwanto, 2006).
Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan
manusia, dalam tubuh, oksigen berperan penting dalam proses metabolism
sel tubuh. Kekurangan oksigan bisa menyebabkan hal yangat berartibagi
tubu, salah satunya adalah kematian. Karenanya, berbagai upaya perlu
dilakukan untuk mejamin pemenuhan kebutuhan oksigen tersebut, agar
terpenuhi dengan baik. Dalam pelaksanannya pemenuhan kebutuhan
oksigen merupakan garapan perawat tersendiri, oleh karena itu setiap
perawat harus paham dengan manisfestasi tingkat pemenuhan oksigen
pada klienya serta mampu mengatasi berbagai masalah yang terkait
dengan pemenuhan kebutuhan tesebut. (Wartonah Tarwanto, 2006).
Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah klasifikasi luas dari
gangguan yang mencakup bronkitis kronis, bronkietasis, emdisema, dan
asma, yang merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea
saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang
menimbulkan obstruksi saluran nafas, termasuk didalamnya ialah asma,
bronkitis kronis, emfisema pulmonal (Halim, 2008).
Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah kelainan paru yang ditandai
dengan gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi
yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran pernafasan dan tidak
banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu.
Penyakit paru obstruksi menahun merupakan suatu istilah yang digunakan
untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya (Fauci et al, 2009).

B. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan


1. Sistem pernapasan Atas
a. Hidung
Pada hidung udara yang masuk akan mengalami penyaringan,
humidifikasi, dan penghangatan
b. Faring
Faring merupakan saluran yang terbagi dua untuk udara dan
makanan. Faring terdiri atas nasofaring dan orofaring yang kaya
akan jaringan limfoid yang berfungsi menangkap dan dan
menghancurkan kuman pathogen yang masuk bersama udara.
c. Laring
d. Laring merupakan struktur yang merupai tulang rawan yang bisa
disebut jakun. Selain berperan sebagai penghasil suara, laring juga
berfungsi mempertahankan kepatenan dan melindungi jalan napas
bawah dari air dan makanan yang masuk.
2. Sistem pernapasan Bawah
a. Trakea
Trakea merupakan pipa membran yang dikosongkan oleh cincin
kartilago yang menghubungkan laring dan bronkus utama kanan
dan kiri.
b. Paru
Paru-paru ada dua buah teletak di sebelah kanan dan kiri. Masing-
masing paru terdiri atas beberapa lobus (paru kanan 3 lobus dan
paru kiri 2 lobus) dan dipasok oleh satu bronkus. Jaringan-jaringn
paru sendiri terdiri atas serangkain jalan napas yang bercabang-
cabang, yaitu alveoulus, pembuluh darah paru, dan jaringan ikat
elastic. Permukaan luar paru-paru dilapisi oleh dua lapis pelindung
yang disebut pleura. Pleura pariental membatasi toralk dan
permukaan diafragma, sedangkan pleura visceral membatasi
permukaan luar paru. Diantara kedua lapisan tersebut terdapat
cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas guna mencegah
gerakan friksi selama bernapas.
Berdasarkan tempatnya proses pernapasan terbagi menjadi dua dua yaitu:
1. Pernapasan eksternal
Pernapasan eksternal (pernapasan pulmoner) mengacu pada
keseluruhan proses pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan
eksternal dan sel tubuh. Secara umum proses ini berlangsung
dalam tiga langkah, yakni :
a. Ventilasi pulmoner
Saat bernapas, udara bergantian masuk-keluar paru melalui
proses ventilasi sehingga terjadi pertukaran gas antara
lingkungan eksternal dan alveolus. Proses ventilasi ini
dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu jalan napas yang
bersih, system saraf pusat dan system pernapasan yang utuh,
rongga toraks yang mampu mengembang dan berkontraksi
dengan baik, serta komplians paru yang adekuat.
b. Pertukaran gas alveolar
Setelah oksigen masuk alveolar, proses proses pernapasan
berikutnya adalah difusi oksigen dari alveolus ke pembuluh
darah pulmoner. Difusi adalah pergerakan molekul dari area
berkonsentrasi atau bertekanan tinggi ke area berkonsentrasi
atau bertekanan rendah. Proses ini berlangsung di alveolus
dan membran kapiler, dan dipengaruhi oleh ketebalan
membran serta perbedaan tekanan gas.
c. Transpor oksigen dan karbon dioksida
Tahap ke tiga pada proses pernapasan adalah tranpor gas-gas
pernapasan. Pada proses ini, oksigen diangkut dari paru
menuju jaringan dan karbon dioksida diangkut dari jaringan
kembali menuju paru.
2. Pernapasan internal
Pernapasan internal (pernapasan jaringan) mengaju pada
proses metabolisme intra sel yang berlangsung dalam
mitokondria, yang menggunakan oksigen dan menghasilkan CO2
selama proses penyerapan energi molekul nutrien. Pada proses ini
darah yang banyak mengandung oksigen dibawa ke seluruh tubuh
hingga mencapai kapiler sistemik. Selanjutnya terjadi pertukaran
O2 dan CO2 antara kapiler sistemik dan sel jaringan. Seperti di
kapiler paru, pertukaran ini juga melalui proses difusi pasif
mengikuti penurunan gradien tekanan parsial.

C. Klasifikasi
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik
(PPOK) adalah sebagai berikut (Halim, 2008):
a. Bronkitis Kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari
disertai pengeluaran dahak, sekurang-kurangnya tiga bulan dalam satu
tahun dan terjadi paling sedikit selama dua tahun berturut-turut.
b. Emfisema Paru
Emfisema paru merupakan suatu efinisi anatomik, yaitu suatu
perubahan anatomik paru yang ditandai dengan melebarnya secara
abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminalis, yang disertai
kerusakan dinding alveolus.
c. Asma
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas
cabang-cabang trakeobronkial terhadap berbagai jenis rangsangan.
Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran napas
secara periodic dan reversible akibat bronkospasme.
d. Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik yang
mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan
obstruksi bronkus, aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda
dari saluran pernapasan atas, dan tekanan terhadap tumor, pembuluh
darah yang berdilatasi dan pembesaran nodus limfe.

D. Etiologi
Poeter Perry (2010) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan oksigenasi, antara lain:
1. Faktor Fisiologi
a. Menurunnya kemampuan mengikat O2 seperti pada anemia
b. Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada
Obstruksi saluran pernapasan bagian atas
c. Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun yang
mengakibatkan terganggunya oksigen (O2)
d. Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam luka,
dll
e. Kondisi yang mempengaruhi pergerakkan dinding dada seperti
pada kehamilan, obesitas, muskulur skeletal yang abnormal,
penyakit kronis seperti TBC paru.
2. Faktor Perkembangan
a. Bayi dan anak-anak sangat berisiko terkena infeksi saluran
pernafasan dikarenakan sering terpapar asap rokok dan bayi
lainnya.
b. Anak-anak usia sekolah dan remaja juga berisiko terkena infeksi
saluran pernafasan karena aktivitas keseharian mereka yang
cukup aktif.
c. Dewasa muda dan dewasa pertengahan berisiko dikarenakan pola
hidup yang kurang sehat seperti diet yang kurang sehat, kurang
olahraga, stres, mengonsumsi obat berbahaya, dan merokok.
d. Lansia mulai mengalami terpapar penyakit degeneratif dan mulai
terjadi defisiensi sistem fisiologis tubuhnya.
3. Faktor Gaya Hidup
a. Nutrisi, misalnya gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya
ikat oksigen berkurang.
b. Exercise, exercise akan meningkatkan kebutuhan Oksigen.
c. Merokok, nikotin menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah
perifer dan koroner
d. Alkohol dan obat-obatan menyebankan intake nutrisi /Fe
mengakibatkan
penurunan hemoglobin, alkohol menyebabkan depresi pusat
pernapasan.
e. Kecemasan, menyebabkan metabolisme meningkat.

E. Patofisiologi
Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua
yang disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin
berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot
pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni
jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan
tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke
paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh
berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses
inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan apda dinding
bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi
bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau
obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada
saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan
terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang menyebabkan
adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi
pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan
menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi,
distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami
gangguan.

F. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah sebagai
berikut (Douglas, 2004) :
a. Kelemahan badan
b. Batuk
c. Sesak napas
d. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
e. Mengi atau wheeze
f. Ekspirasi yang memanjang
g. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut
h. Penggunaan otot bantu pernafasan
i. Suara napas melemah
j. Kadang ditemukan pernafasan paradoksal
k. Edema kaki, asites dan jari tabuh.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada pasien dengan
penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah sebagai berikut (Anderson,
2007) :
1. Pemeriksaan radiologis
Pada bronkhitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan :
a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-
garis yang paralel, keluar dari hilus menuju apeks paru.
b. Corak paru yang bertambah.
2. Pemeriksaan faal paru
a. Analisis gas darah
b. Pemeriksaan EKG
c. Kultur sputum, untuk mengetahui patogen penyebab
infeksi
d. Laboratorium darah lengkap

H. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pada pasien dengan penyakit paru obstruksi
kronik (PPOK) adalah sebagai berikut (Wahyudi, 2010) :
1. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya
pada fase akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas
harian.
3. Mengurangi laju progesivitas penyakit apabila penyakitnya dapat
dideteksi lebih awal.

I. Pengkajian Kebutuhan Oksigenisasi


Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data tentang :
1. Biodata Klien (umur, sex, pekerjaan, pendidikan)
Umur klien bisa menunjukkan tahap perkembangan klien baik
secara fisik maupun psikologis, jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji
untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap terjadinya
masalah/penyakit, dan tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap
pengetahuan klien tentang masalahnya/penyakitnya.
2. Keluhan Utama Dan Riwayat Keluhan Utama (PQRST).
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan mengganggu
oleh klien pada saat perawat mengkaji, dan pengkajian tentang riwayat
keluhan utama seharusnya mengandung unsur PQRST
(Paliatif/Provokatif, Quality, Regio,Skala, dan Time).
3. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam hal ini perlu dikaji apakah ada anggota keluarga yang
mengalami masalah atau penyakit yang sama.
4. Riwayat sosial
Perlu dikaji kebiasaan-kebiasaan klien dan keluarganya, misalnya :
merokok, pekerjaan, rekreasi, keadaan lingkungan, faktor-faktor alergen
dll.
5. Riwayat psikologis
Disini perawat perlu mengetahui tentang :
a. Perilaku / tanggapan klien terhadap masalahnya/penyakitnya
b. Pengaruh sakit terhadap cara hidup
c. Perasaan klien terhadap sakit dan therapy
d. Perilaku / tanggapan keluarga terhadap masalah/penyakit dan therapy.
6. Riwayat spiritual.
Perlu dikaji kebiasaan-kebiasaan klien dan keluarganya tentang
hubungan dengan Tuhan, misalnya : berapa kali klien beribadah dalam
satu hari/seminggu
7. Pemeriksaan fisik.
a. Hidung dan sinus
Inspeksi : cuping hidung, deviasi septum, perforasi, mukosa (warna,
bengkak, eksudat, darah), kesimetrisan hidung.
Palpasi : sinus frontalis, sinus maksilaris.
b. Faring
Inspeksi : warna, simetris, eksudat ulserasi, bengkak.
c. Trakhea
Palpasi : dengan cara berdiri disamping kanan klien, letakkan jari
tengah pada bagian bawah trakhea dan raba trakhea ke atas, ke bawah
dan ke samping sehingga kedudukan trakhea dapat diketahui.
d. Thoraks
Inspeksi :
1) Postur, bervariasi misalnya klien dengan masalah pernapasan
kronis klavikulanya menjadi elevasi ke atas.
2) Bentuk dada, pada bayi berbeda dengan orang dewasa.
3) Pola napas, dalam hal ini perlu dikaji kecepatan/frekuensi
pernapasan, sifat pernapasan apakah klien menggunakan
pernapasan dada yaitu pernapasan yang ditandai dengan
pengembangan dada, ataukah pernapasan perut yaitu
pernapasan yang ditandai dengan pengembangan perut,
ritme/irama pernapasan, kesulitan bernapas klien, bunyi
napas, batuk dan sekresinya, apakah klien mengalami batuk
produktif yaitu batuk yang diikuti oleh sekresi, atau batuk
non produktif yaitu batuk kering dan keras tanpa sekresi,
ataukah hemoptue yaitu batuk yang mengeluarkan darah.
4) Status sirkulasi, dalam hal ini perlu dikaji heart rate/denyut
nadi, tekanan darah dan juga perlu dikaji tentang oksigenasi
klien apakah terjadi anoxia, hypoxemia, hypoxia, cianosis
ataukah clubbing finger.
Palpasi :
Untuk mengkaji keadaan kulit pada dinding dada, nyeri tekan,
massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi dan taktil vremitus.
Perkusi:
Mengetahui suara perkusi paru : sonor, redup, pekak, hipersonor
dan timpani.
Auskultasi:
Mengetahui suara napas dasar dan suara napas tambahan. Suara
napas dasar : vesikuler, bronchial, dan bronkhovaskular. Suara
napas tambahan : ronkhi basah, halus, sedang atau kasar,
wheezing dan krepitasi halus atau kasar.
J. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
2. Kerusakan pertukaran gas
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4. Resiko tinggi infeksi
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan tindakan

K. Intervensi

NO DIAGNOSA
INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas - Auskultasi bunyi nafas - Beberapa derajat spasmo
tidak efektif b.d bronkos bronkus terjadi dengan
pasma, peningkatan obstruksi jalan nafas dan dapat
produksi sputum, atau tidak dimanifestasikan
penurunan adanya bunyi nafas
energi/kelemahan adventisius; mis penyebaran,
ditandai dengan bronkitis; bunyi nafas redup
kesulitan bernafas, dengan ekspirasi mengi
perubahan kecepatan (emfisema); atau tak adanya
pernafasan, bunyi nafas bunyi nafas (asma berat)
tidak normal, batuk - Kaji frekuensi pernafasan - Takipnea biasanya ada
menetap dengan atau beberapa derajat dan dapat
tanpa produksi sputum. ditemukan pada penerimaan
atau selama stres atau adanya
proses infeksi akut. Pernafasan
dapat melambat dan frekuensi
ekspirasi memanjang
dibanding inspirasi.
- Catat adanya/ derajat dispnea - Disfungsi pernafasan adalah
variabel yang tergantung pada
tahap proses kronis selain
proses akut yang menimbulkan
perawatan dirumah sakit mis.,
infeksi, reaksi alergi.
- Kaji pasien untuk posisi yang - Peninggian kepala tempat tidur
nyaman mempermudah fungsi
pernafasan dengan
menggunakan gravitasi.
Namun, pasien dengan distres
berat akan mencari posisi yang
paling mudah untuk bernafas.
Sokongan tangan dan kaki
dengan meja, bantal, dan lain
lain membantu menurunkan
kelemahan otot dan dapat
sebagai alat ekspansi dada.
- Pertahankan kondisi - Pencetus tipe reaksi alergi
lingkungan minimum pernafasan yang dapat
mentriger episode akut.
- Dorong atau bantu latihan - Memberikan pasien beberapa
nafas abdomen atau bibir cara untuk mengatasi dan
mengontrol dipsnea dan
menurunkan jebakan udara
- Observasi karakteristik batuk - Batuk dapat menetap tetapi
tidak efektif, khususnya bila
pasien lansi, sakit akut, atau
kelemahan. Batuk paling
efektif pada posisi duduk tinggi
atau kepala dibawah setelah
perkusi dada.
- Tingkatkan masukan cairan - Hidrasi membantu
sampai 3000 ml/hari sesuai menurunkan kekentalan sekret,
toleransi jantung. Berikan air mempermudah pengeluaran.
hangat anjurkan masukan Penggunaan cairan hangat
cairan antara, sebagai dapat menurunkan spasma
pengganti makan. bronkus. Cairan selama makan
dapat meningkatkan distensi
gaster dan tekanan pada
diafragma.
2. Kerusakan pertukaran - Kaji frekuensi kedalaman - Berguna dalam evaluasi derajat
gas b.d gangguan suplai pernafasan. Catat penggunaan distress pernafasan dan atau
oksigen dan kerusakan otot aksesori, nafas bibir, kronisnya proses penyakit.
alveoli ditandai dengan ketidakmampuan berbicara.
dispnea, bingung, - Tinggikan kepala tempat - Pengiriman oksigen dapat
gelisah, ketidak tidur, bantu pasien untuk diperbaiki dengan posisi duduk
mampuan membuang memilih posisi yang mudah tinggi dan latihan napas untuk
sekret hipoksia, untuk bernafas. Dorong nafas menurunkan kolabs jalan
hiperkapnea, perubahan dalam perlahan atau nafas napas, dispnea , dan kerja
tanda vital, dan bibir sesuai kebutuhan atau napas.
penurunan toleransi toleransi individu.
terhadap aktivitas. - Kaji secara rutin kulit dan - Sianosis mungkin perifer
warna membran mukosa. (terlihat pada kuku) atau
sentral (terlihat sekitar bibir
atau daun telinga). Keabu –
abuan dan dianosis sentral
mengindikasikan beratnya
hipoksemia.
- Dorong mengeluarkan - Kental, tebal, dan banyak
sputum; penghisapan bila sekresi adalah sumber utama
diindikasikan. pertukaran gas pada jalan
napas kecil. Penghisapan
dibutuhkan bila batuk tidak
efektif.
- Auskultasi bunyi nafas cacat - Bunyi napas mungkin redup
are penurunan aliran udara karena penurunan aliran udara
dan atau bunyi tambahan. atau area konsolidasi. Adanya
mengi mengindikasikan
spasme bronkus / bertahannya
sekret. Krekels basah
menyebar menunjukkan cairan
pada interstitial/ dekompensasi
jantung.
- Palpasi fremitus. - Penurunan getaran fibrasi
diduga ada pengumpulan
cairan atau udara terjebak.
- Awasi tingkat kesadaran atau - Gelisah dan ansietas adalah
status mental. Selidiki adanya manifestasi umum pada
perubahan. hipoksia. GDA memburuk
disertai bingung/somnolen
menunjukkan disfungsi
serebral yang berhubungan
dengan hipoksemia.
- Evaluasi tingkat toleransi - Selama distress pernapasan
aktivitas. Berikan lingkungan berat pasien secara total tak
tenang dan kalem. Batasi mampu melakukan aktivitas
aktivitas atau dorong pasien sehari-hari karena hipoksemia
untuk tidur atau istirahat di dan dispnea. Istirahat diselingi
kursi selama fase akut. aktivitas perawatan masih
Mungkinkan pasien penting dari program
melakukan aktivitas secara pengobatan. Namun, program
bertahap dan tingkatkan latihan ditujukann untuk
sesuai toleransi individu. meningkatkan ketahanan dan
kekuatan tanpa menyebabkan
dispnea berat dan
meningkatkan rasa sehat.
- Awasi tanda vital dan irama - Takikardi, disritmea, dan
jantung. perubahan TD dapat
menunjukksn hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung.
3. Perubahan nutrisi kurang - Kaji kebiasaan diet,masukkan - Pasien distress pernafasan akut
dari kebutuhan tubuh b.d makanan saat ini. Catat sering anoreksia karena
dispnea., kelemahan, derajat kesulitan makan, dispnea, produksi sputum, dan
efek samping obat, evaluasi BB dan ukuran obat. Selain itu, banyak pasien
produksi sputum, tubuh. yang mempunyai kebiasaan
anoreksia, dan mual makan buruk, meskipun
muntah ditandai dengan kegagalan pernafasan membuat
penurunan BB, status hipermetabolik dengan
kehilangan masa otot, peningkatan kebutuhan kalori
tonus otot buruk, sebagai akibat, pasien sering
kelemahan, mengeluh masuk RS dengan beberapa
gangguan sensasi derajat malnutrisi. Orang yang
pengecap, keengganan mengalami emfisema sering
untuk makan, kurang kurus dengan perototan kurang.
tertarik pada makanan. - Auskultasi bunyi usus. - Penurunan / hipoaktif bising
usus menunjukkan penurunan
motilitas gaster dan konstipasi
( komplikasi umum ) yang
berhubungan dengan
pembatasan pemasukan cairan,
pilihan makanan buruk,
penurunan aktivitas, dan
hiposekmia.
- Berikan perawatan oral - Rasa tak enak, bau dan
sering, buang sekret, berikan penampilan adalah pencegah
wadah khusus untuk sekali utama terhadap nafsu makan
pakai dan tisu. dan dapat membuat mual dan
muntah dengan peningkatan
kesulitan napas.
- Dorong periode istirahat - Membantu menurunkan
semalam satu jam sebelum kelemahan selama waktu
dan sesudah makan. Berikan makan dan memberikan
porsi makan kecil tapi sering. kesempatan untuk
meningkatkan masukan kalori
total.
- Hindari makanan penghasil - Dapat menghasilkan distensi
gas dan minuman karbonat. abdomen yang mengganggu
napas abdomen dan gerakan
diafragma, dan dapat
meningkatkan dispnea.
- Hindari makanan yang sangat - Suhu ekstrem dapat
panas atau yang sangat mencetuskan / meningkatkan
dingin. spasme batuk.
- Timbang BB sesuai indikasi. - Berguna untuk menentukan
kebutuhan kalori, menyusun
tujuan BB, dan evaluasi
keadekuatan rencana nutrisi.

4. Infeksi, risiko tinggi - Awasi suhu. - Demam dapat terjadi karena


infeksi dan/atau dehidrasi.
- Kaji pentingnya latihan napas, - Aktivitas ini meningkatkan
batuk efektif, perubahan mobilisasi dan pengeluaran
posisi sering, dan masukan sekret untuk menurunkan risiko
cairan adekuat. terjadinya infeksi paru.
- Observasi warna, karakter, - Sekret berbau, kuning atau
bau sputum. kehijauan menunjukkan adanya
infeksi paru.
- Tunjukkan dan bantu pasien - Mencegah penywbaran
tentang pembuangan tisu dan patogen melalui cairan.
sputum. Tekankan cuci
tanganyang benar ( perawat
dan pasien) dan penggunaan
sarung tangan bila
memegang/membuang tisu,
wadah sputum.
- Awasi pengunjung: berikan - Menurunkan potensi terpajan
masker sesuai indikasi. pada penyakit infeksius (mis.,
ISK).
- Dorong keseimbangan antara - Menurunkan
aktivitas dan istirahat. konsumsi/kebutuhan
keseimbangna oksigen dan
memperbaiki pertaba a pasien
terhadao infeksi meningkatkan
penyembuhan.
- Diskusikan kebutuhan - Malnutrisi dapat
masukan nutrisi adakuat. mempengaruhi kesehatan
umum dan menurunkan
tahanan terhadap infeksi.

5. Kurang pengetahuan - Jelaskan/kuatkan penjelasan - Menurunkan ansietas dan dapat


(kebutuhan belajar) proses penyakit individu. menimbulkan perbaikan
mengenai kondisi, Dorong pasien/orang terdekar partisipasi pada rencana
tindakan b.d kurang untuk menanyakan pengobatan.
informasi/tidak pertanyaan
mengenal informasi, - Instruksikan/kuatkan rasional - Napas bibir dan napas
salah mengerti tentang untuk latiahn napas, batuk abdomen/diafragmatik
informasi, kurang efektif, dan latihan kondisi menguatkan otot pernapasan,
mengingat/keterbatasan umum. membantu meminimalkan
kognitif. kolaps jalan napas kecil, dan
memberikan individu arti untuk
mengontrol dispnea. Latihan
kondisi umum meningkatkan
toleransi aktivitas, kekuatan
otot, dan rasa sehat.
- Diskusikan obat pernapasan, - Pasien ini sering mendaoat
efek samping, dan reaksi yang obat pernapasan banyak
tak dinginkan. sekaligus yang mempunyai
efek samping hampir sama dan
potensial interaksi obat.
Penting bagi pasien memahami
perbedaan antara efek samping
mengganggu (obat dilanjutkan)
dan efek samping merugikan
(obat mungkin
dihentikan/diganti).
- Tunjukkan teknik penggunaan - Pemberian yang tepat obat
dosis inhaler (matered-dose meningjatkan penggunaan dan
inhaler/MDI) seperti keefektifan.
bagaimana memegang,
interval semprotan 2-5 menit,
bersihkan inhaler.
- Sistem alat untuk mencatat - Menurunkan resiko
obat intermiten/penggunaan penggunaan tak tepat/kelebihan
inhaler. dosis dari obat kalau perlu,
khisusnya selama eksaserbasi
akut, bila kognitif terganggu.
- Anjurkan menghindari agen - Meskioun pasien mungkin
sedatif antiansietas kecuali gugup dan merasa perlu
diresepkan diberikan oleh sedatif, ini dapat menimbulkan
dokter mengobati kondisi infeksi saluran napas atas.
pernapasan.
- Diskusikan pentingnya - Menurunkan pemajanan dan
menghindari orang yang insiden mendapatkan infeksi
sedang infeksi pernapasan saluran napas atas.
aktif. Tekanan perllunya
vaksinasi
influenza/pnemokokal rutin.
- Diskusikan faktor individu - Faktor lingkkungan ini dapat
yang meningkatkan kondisi, menimbulkan/meningkatkan
mis., udara terlalu kering, iritasi bronkial menimbulkan
angin, lingkungandengan peningkatan produksi sekret
suhu ekstrem, serbuk, asap dan hambatan jalan napas.
tembakau, sprei aerosol,
polusi udara. Dorong
pasien/orang terdekat untuk
mencari cara mengontrol
faktor ini dan sekitar rumah.
- Kaji efek bahaya merokok - Penghentian merokok dapat
dan nasehatkan menghentikan memperlambat/menghambat
rokok pada pasien dan/atau kemajuan PPOM. Namun,
orang terdekat. meskipun pasien ingin
menghentikan merokok,
diperlukan kelompok
pendukung dan pengawas
medik. Catatan: Penelitian
menunjukkan bahwa rokok
“side-stream’s” atau “second
hans” dapat terganggu seperti
halnya merokok nyata.
- Berikan informasi tentang - Mempunyai pengetahuan ini
pembatasn aktivitas dan dapat memampukan pasien
aktovotas pilihan dengan unutk membuat
periode istirahat untuk pilihan/keputusan informasi
mencegah kelehamahan; cara untuk menurunkan dispnea,
menghemat energi selama memaksimalkan tingkat
aktivitas (mis., menarik dan aktivitas, melakukan aktivitas
mendorong, duduk dan berdiri yang diinginkan, dan mecegah
sementara mengerjakan komplikasi.
tugas); menggunakan napas
bibir, posisi berbaring, dan
kemungkinan perlu oksigen
tambahan selama aktivitas
seksual.
- Diskusikan pentingnya - Pengawasan proses penyakit
mengikuti perawatan medik, untuk membuat program terapi
foto dada periodik, dan kultur untukmemenuhi perubaham
sputum. kebutuhan dan dapat
membantu mencegah
komplikasi.
- Kaji kebutuhan/dosis oksigen - Menurunkan resiko kesalahan
untuk pasien yang pulang penggunaan (terlalu
dengan oksigen tambahan kecil/terlalu banyak) dan
- Anjurkakn pasien/orang komplikasi lanjut.
terdekat dalam penggunaan - Pesien ini dan orang
oksigen aman dan merujuk ke terdekatnya dapat mengalami
perusahaan penghasil sesuai ansietas, deoresim dan reaksi
indikasi. lain sesuai dengan penerimaan
dengna oenyakit kronis yang
mempunyai dampak pada pola
hidup mereka. Kelompok
pendukung dan/atau kunjungan
rumah mungkin diperlukan
diinginkan untuk memberikan
bantuan, dukungan emosi, dan
perawatan.
- Rujuk untuk evaluasi - Memberikan kelanjutan
perawaran di rumah sakit bila perawatan. Dapat membantu
diindikasikan. Berikan menurunkan frekuensi
rencana perawatan detil dan perawatan di rumah sakit.
pengkajian dasar fisik untuk
perawatan di rumah sesuai
kebutuhan pulang dari
perawatan akut.
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Price Sylvia & Wilson, Lorrainc McCarty. 2007. Patofisiologi


Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. EGC: Jakarta.

Dauglas. 2004. Respiratory Disease. Ed 9. PG Publishing Pte Lid. Page:


346-379

Doengoes, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Fauci, dkk. 2009. Hrison’s Manual of Medicene: Chronic Obstructive


Pulmonary Disease. Ed 17. Amerika Serikat. McGraw Hill: page
759-763.

Halim, Danu Santoso. 2008. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta. Hal: 169-192

Handono, Nugroho Priyo, dkk. 2016. Pengaruh Sinar Matahari Untuk


Meningkatkan Efektifitas Bersihan Jalan Nafas Pada Pasien
PPOK Di Puskesmas Selogiri. Jurnal Keperawatan GSH. Vol 5.
No 2. Hal: 2088-2734.

Potter & Perry. 2006. Fundamental Keperawatan. EGC: Jakarta

Ritianingsih, Nieniek dan Nurhayati, Farial. 2017. Lama Sakit


Berhubungan Dengan Kualitas Hidup Pasien Penyakit Paru
Obstruksi Kronis (PPOK). Jurnal Kesehatan Bakti Tunas
Husada. Vol 17. No 1. Hal: 133-138.

Tarwoto dan Wartonah.2006.Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses


Keperaatan Edisi 4.Jakarta : Salemba Medika

Wahyudi, Nugroho. 2010. Keperawatan Geronik. Ed 2. Penerbit EGC:


Jakarta. Hal: 303-308.

Anda mungkin juga menyukai