BAB II
DASAR TEORI
2.1 Metode Pelaksanaan
Metode Pelaksanaan merupakan rangkaian tahapan atau langkah-langkah
untuk menyelesaikan suatu konstruksi. Pada pelaksanaannya kontraktor harus
melaksanakan
pekerjaan proyek berdasarkan RKS yang telah disepakati meliputi
material,
peralatan termasuk alat berat, serta berbagai persyaratan yang telah
tercantum pada RKS agar pelaksanaan pekerjaan berjalan dengan baik dan
menghasilkan bangunan sesuai dengan perencanaan. Metode pelaksanaan proyek
secara umum dikerucutkan kembali dengan istilah metode kerja pelaksanaan.
Metode kerja pelaksanaan yaitu metode dari seluruh bagian kegiatan pekerjaan,
sebagai contoh, metode kerja pelaksanaan pekerjaan penggalian tanah, pengecoran
beton, dewatering, dan lain-lain. Dalam metode kerja harus jelas urutan kerjanya,
penggunaan jenis dan kapasitas alat, kombinasi alat, pengamanan pekerjaan, jadwal
kerja, letak alur dari jalan kerja pengangkutan, dan gambar-gambar yang jelas.
Demikian juga dengan metode kerja dari bagian-bagian pekerjaan lainnya.
Bangunan GWT dan STP merupakan bangunan dengan jenis struktur beton
bertulang dengan jenis pondasi bore pile. Pada pelaksanaan pekerjaan di lapangan
harus dikerjakan sesuai dengan metode pelaksanaan terstandar sehingga didapat
mutu bangunan sesuai dengan mutu perencanaan. Secara umum pekerjaan
pembangunan GWT dan STP meliputi:
1. Pekerjaan Pondasi Bore pile
2. Pekerjaan Acuan dan Perancah
3. Pekerjaan Pembesian
4. Pekerjaan Beton
2.1.1 Pekerjaan Pondasi Bore pile
Pondasi Bore pile adalah jenis pondasi dalam yang pada pelaksanaannya
dilakukan dengan cara mengebor tanah terlebih dahulu, kemudian diisi tulangan
dan selanjutnya dilakukan pengecoran.
Fungsi pondasi bore pile pada umumnya sama dengan fungsi pondasi dalam
lainnya, yaitu untuk menyalurkan beban dari struktur atas bangunan
(upper structure) kedalam tanah melalui tahanan friksi dan tahanan ujung pondasi
Hal yang harus diperhatikan pada pelaksanaan pekerjaan bore pile meliputi:
1. Pelaksanaan pekerjaan pengeboran
2. Pelaksanaan pengecoran bore pile
3. Pengujian hasil pekerjaan
A. Metode kering
Metode kering cocok digunakan pada tanah di atas muka air tanah yang
ketika dibor dinding lubangnya tidak longsor, seperti lempung kaku homogen.
Metode kering juga dapat dilakukan pada tanah di atas muka air tanah jika
B. Metode basah
Metode basah umumnya dilakukan apabila pengeboran melewati muka air
tanah sehingga lubang bor selalu longsor bila dindingnya tidak ditahan. Agar
dinding lubang tidak mengalami kelongsoran, maka lubang bor diisi dengan
dengan pipa tremi. Larutan bentonite akan terdesak dan terangkut ke atas oleh
adukan beton. Larutan yang keluar dari lubang bor ditampung dan dapat
digunakan kembali untuk pengeboran di titik selanjutnya.
C. Metode casing
Metode ini digunakan bila lubang bor sangat mudah mengalami
kelongsoran, misalnya tanah di lokasi adalah pasir bersih di bawah muka air
tanah. Untuk menahan agar lubang tidak longsor digunakan pipa selubung
baja (casing). Pemasangan casing ke dalam lubang bor dilakukan dengan cara
dipancangkan, digetarkan atau ditekan sampai kedalaman yang ditentukan.
Sebelum sampai menembus muka air tanah, casing dimasukkan. Tanah di
dalam pipa selubung dikeluarkan saat penggalian atau setelah pipa selubung
sampai hingga kedalaman yang diinginkan.
Pengeboran dilakukan hingga kedalaman yang ditunjukkan pada shop
drawing atau ditentukan berdasarkan pengujian hasil pengeboran
Sample tanah hasil pengeboran harus disimpan untuk semua tiang bor.
Pengambilan sample tanah ini harus selalu dilakukan pada tiang bor pertama
dari tiap kelompok.
Dasar selubung (casing) harus dipertahankan tidak lebih dari 150 cm dan
tidak kurang dari 30 cm dibawah permukaan beton selama penarikkan,
kecuali ditentukan lain oleh konsultan pengawas.
Selubung (casing) harus digetarkan pada saat pencabutan untuk
menghindari menempelnya beton pada dinding casing. Pengecoran beton
3. Pengujian Hasil Pekerjaan
Untuk mengetahui hasil pelaksanaan pekerjaan bore pile, maka harus
dilakukan loading test berupa pengujian PDA test. Jika terjadi kegagalan dalam
loading
test, maka kontraktor harus melakukan loading test ulang yang berhasil
sebanyak 2 kali lipat dari yang disyaratkan atas biaya kontraktor
2.1.2 Pekerjaan Acuan dan Perancah
Terdapat 4 aspek yang harus diperhatikan pada pekerjaan acaun dan
perancah, yaitu:
1. Bahan Acuan dan Perancah
terbuat dari bahan-bahan yang baik yang tidak mudah meresap air dan
direncanakan sedemikian rupa hingga mudah untuk dilepaskan dari beton
tanpa menyebabkan kerusakan pada beton. Pada pelaksanaan beton kelas 3
harus ada jaminan bahwa air beton benar-benar tidak teresap oleh cetakan.
Untuk itu maka cetakan dapat dilapis dengan plastik atau bahan-bahan lain
sejenis
Kontraktor harus memperhitungkan penurunan atau lendutan dari perancah
dimana tidak tidak boleh lebih dari 1/400 bentang dan mempertimbangkan
langkah-langkah seperlunya sehubungan dengan kedudukan garis
permukaan (level) yang disyaratkan
Pekerjaan pengecoran beton dapat dilaksanakan setelah dilakukan
pengecekan dan disetujui oleh konsultan pengawas. Apabila menurut
konsultan pengawas acaun dan perancah yang terpasangan membahayakan
atau tidak memadai selama pekerjaan pengecoran beton berlangsung, maka
konsultan pengawas dapat menginstruksikan kepada kontraktor untuk
memperkuat/memperbaiki atau membongkar dan mengulangi pekerjaan
beton yang telah dilaksanakan tersebut. Semua biaya yang timbul
merupakan tanggung jawab Kontraktor.
Acuan dan Perancah harus dicek secara rutin selama pengecoran
berlangsung untuk mengetahui lebih dini apabila terjadi perlemahan pada
sistem acuan dan perancah sehingga menyebabkan terjadinya perubahan
kedudukan, ketidak-stabilan, dan perubahan bentuk. Jika hal ini terjadi,
pekerjaan pengecoran harus segera dihentikan dan kontraktor diwajibkan
untuk memperkuat, memperbaiki, atau membongkar dan mengulangi
pekerjaan beton yang telah dilaksanakan tersebut apabila kerusakan tidak
dapat diperbaiki. Semua biaya yang timbul menjadi tanggung jawab
Kontraktor.
3. Toleransi Pemasangan Acuan dan Perancah
a. Terhadap kelurusan vertikal (plumbness) untuk kolom dan dinding:
Untuk setiap 3 meter :5mm
Untuk panjang keseluruhan (maksimal) :25mm
b. Terhadap ketinggian/level untuk sisi bawah pelat, balok, kolom dan
dinding:
Untuk setiap 3 meter :5mm
Untuk setiap bentang atau 6 meter :10mm
Untuk panjang keseluruhan (maksimal) :20mm
c. Terhadap ukuran penampang kolom, balok, ketebalan dinding dan pelat:
Plus :12mm
Minus :5mm
d. Terhadap ukuran dan posisi bukaan atau sleeve di balok, pelat dan dinding:
Plus / minus :5 mm
5. Pembongkaran Acuan dan Perancah
Pembongkaran cetakan harus sesuai dengan ketentuan dalam Bab 5.8 PBI-
NI-2-1971. Seluruh bagian dari cetakan yang sudah dapat dibongkar harus
dilepas dengan tenaga statis, tanpa goncangan, getaran atau kerusakan pada
beton.
Pemasangan kembali penunjang atau re-shoring harus dilakukan segera
setelah pembongkaran cetakan dan harus tetap ditempat sampai beton
mencapai kriteria kekuatan umur 28 hari dan sampai seluruh pekerjaan
pengecoran beton 3 lantai diatasnya selesai dilaksanakan.
Pembongkaran acuan dan perancah yang memikul berat beton bergantung
pada hasil pengujian kekuatan tekan beton berdasarkan.
Acuan dan perancah yang memikul berat beton balok, pelat dan elemen
struktur lainnya hanya boleh dibongkar setelah beton mencapai minimal
75% kekuatan yang disyaratkan, tetapi tidak boleh kurang dari pedoman
berikut:
Apabila acuan dan perancah untuk pelat dan balok dibongkar setelah hari
ke 14, panel pelat dan balok tersebut harus tetap ditunjang (re-shored)
setempat-setempat yang posisinya harus direncanakan dan harus
mendapatkan persetujuan dari konsultan pengawas.
Pemakaian ulang acuan dan perancah hanya diizinkan apabila keadaan
acuan dan perancah masih dalam keadaan baik, dimana masih dapat
dikencangkan dengan baik, kedap air, tidak menyebabkan cacat pada
permukaan beton yang akan dicetak, dan dianggap layak oleh konsultan
pengawas.
2.1.3 Pekerjaan Pembesian
Pada pelaksanaan pekerjaan pembesian, terdapat rangkaian pekerjaan, yaitu
sebagai berikut:
1. Pekerjaan Fabrikasi
2. Instalasi Tulangan
3. Toleransi Instalasi Tulangan
1. Pekerjaan Fabrikasi
Pelaksanaan pekerjaan fabrikasi meliputi pekerjaan pemotongan dan
pembengkokan tulangan. Pelaksanaan pekerjaan fabrikasi dilakukan los kerja
pembesian berdasarkan BBS yang telah disusun. Detail BBS sesuai dengan
gambar detail, catatan pada gambar, peraturan, atau standar yang berlaku, yaitu:
SII Baja Tulangan Beton SII-0136
2. Instalasi Tulangan
A. Pengikatan tulangan
Terdapat 5 jenis cara pengikatan baja tulangan disesuaikan dengan objek
pengikatannya, yaitu sebagai berikut:
Silang, cocok untuk menghubungkan batang yang bersilanganan pada plat
lantai
Lingkar dan silang, jenis pengikatan ini sama dengan pengikatan silang,
tetapi digunakan untuk diameter tulangan yang lebih besar.
Sadel/pelana, digunakan untuk menghubungkan sengkang dengan tulangan
utama balok atau kolom.
Lingkar dan sadel. jenis pengikatan ini sama dengan pengikatan sadel, tetapi
digunakan untuk diameter tulangan yang lebih besar.
Silang ganda untuk ikatan extra kuat.
B. Pemasangan Baja Tulangan
Pemasangan besi beton dilakukan sesuai dengan gambar-gambar atau
mendapat persetujuan pengawas.
Sebelum besi dipasang dan dicor, besi beton harus bersih dari kotoran,
minyak, karat lepas, cat, karet lepas, kulit giling, serta bahan-bahan lain
yang dapat merusak atau mengurangi daya lekat besi dan beton.
Hubungan antara besi beton satu dengan yang lain harus menggunakan
kawat beton, diikat dengan teguh, tidak bergeser selama pengecoran beton.
Dipasang penunjang dan atau penggantung logam sehingga sebelum dan
selama pengecoran besi beton tidak menyentuh lantai kerja atau papan
acuan.
(a) (b)
(c)
(d)
20
Gambar 2. 9 Pemasangan Sengkang Pada Overlapping Balok
C. Pemasangan Beton Decking dan Spacer
Untuk menahan agar tulangan ditempatkan pada posisi yang dikehendaki,
maka dipakai spacer tulangan. Pada persyaratan RKS proyek pemasangan spacer
adalah sebagai berikut:
Pada pelat harus dipasang spacer berdiameter 12 mm berbentuk U atau Z
dengan jarak 80 – 100 cm, untuk menunjang penulangan bagian atas.
Di dalam dinding dengan 2 lapisan penulangan, penjaga jarak (spacer)
berbentuk U atau Z berdiameter 8 mm, berjarak 180 – 200 cm.
Gambar 2. 10 Spacer
D. Penyambungan Baja Tulangan
Penyambungan tulangan, terdapat aturan yang harus diperhatikan. Hal ini
perlu dicermati pada saat penyambungan dilapangan sebab kesalahan dari
perhitungan
dapat menimbulkan kekuatan tulangan berkurang.
Adapun beberapa aturan terkait penyambungan tulangan adalah sebagai
berikut
1. overlapping
2. pengelasan
3. menggunakan alat penyambung (selongsong)
Bila tidak ditentukan lain, panjang sambungan besi harus sesuai peraturan
yang berlaku, gambar standar, gambar detail, atau minimum 40 kali
diameter besi terbesar yang disambung.
Penyambungan tulangan dilakukan pada titik aman terjadi tegangan Tarik
terkecil. Sambungan tulangan atas balok dan pelat harus diadakan di tengah
bentang, tulangan bawah balok dan pelat pada tumpuan, dan kolom pada
tengah bentang.
Penyambungan tulangan tidak boleh dilakukan sekaligus pada satu
penampang tapi dilaksanakan dengan sistem “staggered”.
Sambungan mekanik harus digunakan jika luas tulangan kolom lebih dari
3% luas penampang beton. Dipasang dengan posisi berselang-seling. Jenis
atau merk sambungan mekanik yang akan digunakan harus memenuhi
syarat dan disetujui oleh Konsultan Pengawas
dan tidak boleh digeser tempatnya lebih jauh dari toleransi –toleransi yang
ditetapkan butir 1 s/d 4 diatas.
2.1.4 Pekerjaan Beton
Pelaksanaan pekerjaan beton meliputi
1. Pengujian slump test
2. Pengambilan sample Benda Uji
3. Pengecoran
4. Curing
1. Pengujian Slump test
Sebelum melaksanakan pekerjaan pengecoran, kontraktor harus melakukan
pengujian slump test dan pengambilan sample beton segar sebagai benda uji nilai
kuat tekannya pada umur 7 hari, 14 hari, dan 28 hari
Pelaksanaan pengujian slump test dilakukan dengan interval setiap
kedatangan 5 truk mixer. Pengujian slump test dilakukan untuk menentukan
konsistensi/kekakuan dari campuran beton segar (fresh concrete) untuk
menentukan tingkat workabilitynya. Campuran beton yang terlalu cair akan
menyebabkan mutu beton berkurang, dan lama mengering. Begitu pula dengan
campuran beton yang terlalu kering menyebabkan adukan tidak merata dan sulit
untuk dicetak. Pengujian slump test dilakukan berdasarkan kententuan “Standart
Test Method For Slump Of Protland Cement” ASTM C143 atau “Percobaan
Slump Portland Cement Beton” PBI-NI-2-1971, yaitu sebagai berikut:
Langkah pengujian slump test adalah sebagai berikut:
a. Basahi cetakan kerucut dan pelat dengan kain basah
b. Letakan cetakan diatas pelat baja
c. Isi 1/3 cetakan dengan beton segar, padatkan dengan tongkat pemadat
d. Isi lagi kerucut abram 1/3 bagian (tersisi 2/3) kemudian ditusuk kembali
sebanyak 25 tusukan.
e. Isi lagi kerucut abram 1/3 bagian ( terisi 3/3) kemudian ditusuk kembali
sebanyak 25 tusukan.
Gambar 2. 14 Pengisian Beton 3/3 Kerucut Abram
2. Pengambilan Sample Benda Uji
Sample benda uji nilai kuat tekan beton berbentuk silinder dengan ukuran
diameter 15cm dan tinggi 30cm. Untuk setiap pengiriman beton ready mix dari
batching plan yang sama, maka pengambilan jumlah benda uji yang
satu
dipersyaratkan pada RKS adalah sebagai berikut yaitu sebagai berikut:
Truk pertama : 1×4 benda uji
Truk kedua : 1×4 benda uji
Truk ke 6 sampai 10 : 2×4 benda uji
Truk ke 10 dan berikutnya : 2×4 benda uji
Tabel 2. 4 Peralatan dan Bahan uji silinder dilapangan
4 Palu karet Alat bantu proses
pelepasan benda uji
Pelaksanaan
a. Siapkan cetakan silinder ukuran 15 x 30cm kemudian bersihkan setiap sisi
bagian dalam cetakan dan lumasi dengan mould oil untuk memudahkan
pada saat proses pelepasan beton dalam cetakan
b. Isi cetakan dengan adukan beton dalam 3 lapis, setiap lapis berisi kira-kira
1/3 isi cetakan. Setiap lapis dipadatkan dengan tongkat pemadat sebanyak
25 kali secara merata. Cara memadatkan yaitu dengan menekan secara
menyilang sisi ke sisi yang lain.
Benda uji yang dibuat digunakan untuk pengujian nilai kuat tekan pada
umur 7 hari, selanjutnya 2 benda uji digunakan untuk pengujian nilai kuat tekan
pada umur 28 hari, sedangkan benda keempat disimpan sebagai cadangan dan
digunakan apabila hasil pengujian kuat tekan 28 hari tidak memenuhi syarat.
Benda uji yang diambil harus diberi kode mengenai tanggal pengecoran dan
merupakan sample benda uji struktur yang bersangkutan.
Tabel 2. 5 Peralatan dan Bahan uji silinder di lab
Jika dari salah satu atau lebih hasil dua percobaan tersebut memberikan nilai
kuat tekan beton tidak kurang dari 80% kuat tekan beton karakteristik yang
disyaratkan untuk elemen struktur terkait, maka beton yang bersangkutan
dianggap
memenuhi persyaratan. jika pengambilan sample dengan 2 cara diatas
tidak memenuhi syarat, maka dilakukan percobaan pembebanan secara langsung
(syarat pembebanan tidak kurang dari 70% kuat tekan karakteristik)
jika masih tidak memenuhi syarat juga, maka alternatif yang bisa dilakukan
adalah:
Analisa kemampuan beban layan aktual, apakah dengan mutu beton yang
ada masih mampu mendukung beban kerja yang akan dipikul oleh struktur
yang bermasalah tersebut
Lakukan perkuatan pada struktur yang bermasalah, jika memungkinkan dan
diijinkan oleh Pengawas
Struktur yang bermasalah dibongkar dan dicor ulang
3. Pengecoran Beton
Pada pelaksanaan pekerjaan pengecoran terdapat berbagai persyaratan
sesuai dengan RKS proyek, yaitu sebagai berikut
Pengecoran beton tidak boleh dilaksanakan, bilamana Konsultan Pengawas
berpendapat bahwa Kontraktor tidak memiliki fasilitas yang baik untuk
melayani pengecoran, menjaga proses pengerasan dan penyelesaian beton.
Sebelum melaksanakan pekerjaan pengecoran beton pada bagian-bagian
utama dari pekerjaan, Kontraktor harus memberitahukan pengawas 24 jam
sebelumnya dan mendapatkan persetujuannya. Jika tidak ada persetujuan,
maka kontraktor dapat diperintahkan untuk menyingkirkan/membongkar
beton yang sudah dicor tanpa persetujuan, atas biaya kontraktor sendiri.
Adukan beton harus secepatnya dibawa ke tempat pengecoran dengan
menggunakan cara (metode) yang se-praktis mungkin, sehingga tidak
memungkinkan adanya pengendapan agregat dan tercampurnya kotoran
kotoran atau bahan lain dari luar.
Penggunaan alat-alat pengangkutan mesin haruslah mendapat persetujuan
pengawas, sebelum alat-alat tersebut didatangkan ketempat pekerjaan. Semua
alat-alat pengankutan yang digunakan pada setiap waktu harus dibersihkan
dari sisa-sisa adukan yang mengeras.
Dalam cuaca normal adukan beton harus sudah dituang/dicor tidak lebih dari
90 menit sejak ditambahkannya air dalam campuran semen dan agregat, tetapi
dalam cuaca yang sangat panas (diatas 35° C) tidak boleh lebih dari 60 menit,
kecuali digunakan retarder. Batas temperatur beton ready-mix sebelum dicor
disyaratkan tidak melampaui 38° C.
Beton tidak boleh dicor tanpa ijin Konsultan MK atau bila keadaan cuaca
hujan atau panas yang dapat menggagalkan pengecoran dan pengerasan yang
baik, kecuali jika telah disiapkan fasilitas-fasilitas untuk hal tersebut seperti
yang ditentukan oleh Pengawas.
Pengecoran beton tidak dibenarkan untuk dimulai sebelum pemasangan besi
beton selesai diperiksa oleh dan mendapat persetujuan pengawas.
Sebelum pengecoran dimulai, maka tempat-tempat yang akan dicor terlebih
dahulu harus dibersihkan dari segala kotoran-kotoran (potongan kayu, batu,
tanah dan lain-lain) dan dibasahi dengan air semen.
Pengecoran dilakukan lapis demi lapis dengan tebal tiap lapis maksimum 30
cm dan tidak dibenarkan menuangkan adukan dengan manjatuhkan dari suatu
ketinggian tinggi jatuh melampui 1,5meter dibawah ujung corong, saluran
atau kereta dorong untuk pengecoran, yang akan menyebabkan pengendapan
agregat.
Adukan beton harus dicor dengan merata selama proses pengecoran; setelah
adukan dicor pada tempatnya tidak boleh didorong atau dipindahkan lebih
dari (dua) meter dalam arah mendatar.
Untuk menghindari keropos pada beton, maka pada waktu pengecoran
digunakan internal concrete vibrator. Pemakaian external concrete vibrator
tidak dibenarkan tanpa persetujuan Pengawas.
Pengecoran dilakukan secara terus menerus (kontinyu/tanpa berhenti).
Adukan yang tidak dicor (ditinggalkan) dalam waktu lebih dari 15 menit
setelah keluar dar mesin adukan beton, dan juga adukan yang tumpah selama
pengangkutan, tidak diperkenankan untuk dipakai lagi.
Kontraktor harus menaruh perhatian khusus untuk segera memberi pelindung
pada beton yang baru dicor terhadap terik matahari maupun hujan agar dapat
dicegah pengeringan yang terlalu cepat atau masuknya air hujan pada adukan
beton yang baru dicor, yang mana dapat mempengaruhi kekuatan beton
tersebut.
5. Perawatan (curing)
Dalam merawat dan mengawasi kualitas beton, maka diperlukan
perawatan hingga proses hidrasi selesai, yaitu selama 28 hari.
Untuk mencapai kualitas beton sesuai dengan perencanaan, khususnya
terhadap nilai kuat tekan beton, stabilitas dimensi, dan menjaga dari keretakan
beton, maka diperlukan perawatan khusus terhadap beton yang telah dicor yaitu
dengan melakukan pekerjaan curing. Pelaksanaan curing/perawatan beton
dilakukan segera setelah beton memasuki fase hardening (untuk permukaan beton
terbuka) atau setelah pembukaan acuan dan perancah selama durasi tertentu,
yang
yang bertujuan untuk menjaga kelembaban yang cukup pada proses hidrasi
Terdapat Beberapa metoda yang dapat digunakan untuk curing/perawatan
beton di lapangan, yaitu sebagai berikut:
a. membasahi permukaan beton secara berkala dengan air supaya selalu
lembab selama perawatan (bisa dengan sistem sprinkler supaya praktis)
b. merendam beton dengan air (dengan penggenangan permukaan beton)
c. membungkus beton dengan bahan yang dapat menahan penguapan air
(misal plastik, dsb)
d. menutup permukaan beton dengan bahan yang dapat mengurangi
penguapan air dan dibasahi secara berkala (misal dengan plastik berpori
atau non woven geotekstile dan disiram secara berkala selama perawatan)
e. menggunakan material khusus untuk perawatan beton (curing compound)
2.2 Lapisan Kedap Air (Waterproofing)
Lapisan kedap air dipasang pada pelat lantai daerah basah, pelat lantai atap
yang berhubungan langsung dengan udara luar, dan daerah lainnya seperti tertera
pada gambar arsitektur.
Waterproofing yang digunakan
1. Integral waterproofing
Integral Waterproofing adalah waterproofing beton dalam bentuk concrete
admixture. zat kimia ini berupa serbuk atapun cairan yang membuat beton
menjadi lebih kedap, plastis, tidak mudah retak, dan lebih keras. Sistem
pencampuran bahan integral waterproofing kedalam adukan beton dilakukan
dengan cara dituang secara perlahan pada truck mixer dengan perbandingan
2-3 liter/m3 beton.
Kualitas Integral waterproofing yang digunakan setara produk Fosroc,
BASF, atau Sika. Pemakaian integral waterproofing tidak boleh membuat
slump beton menjadi lebih dari 180 mm ± 20 mm.
2. Membrane waterproofing
Membrane waterproofing untuk pemasangan pelat lantai daerah basah dan
pelat lantai atap harus memenuhi spesifikasi bahan sebagai berikut:
Asphaltic bituthene membrane self adhesive dengan kualitas setara
dengan produk GRACE – Bithuthene 3000
Tebal minimum 1,5 mm, terdiri dari 1,4 mm rubberized asphaltic dan
0,1 mm cross 'laminated high density polyethylene film
Tensile strength: 40.000 KN/m2 (ASTM D 412)
Kemampuan elongation: 300%
dan persyaratan lain yang ditentukan oleh konsultan arsitektur.
pemasangan material waterproofing, serta mengikuti ketentuan pada standar
ASTM D 146, ASTM D 412, ASTM D 903 dan ASTM E 154.
Sebelum dilakukan pemasangan lapisan kedap air, maka dilakukan hal
sebagai berikut:
waterproofing, selanjutnya mendapat persetujuan konsultan pengawas.
Permukaan beton harus bersih, kering dan rata.
Dilakukan perbaikan terhadap permukaan beton jika terdapat kerusakan
Dipasang serat fiber sesuai dengan persyaratan pabrik yang dapat
dipertanggung-jawabkan pada bagian sudut dan pada bagian patah
Lapisan kedap air yang terbentuk harus dapat ditembus uap air dari beton
tanpa terjadi gelembung udara yang dapat merusak lapisan kedap air itu
sendiri.
Sistem pelapisan kedap air yang dipilih harus dapat memberikan jaminan
dari produsen/pabrik pembuat terhadap mutu bahan selama minimal 10
tahun.
Pengujian waterproofing
Lapisan kedap air yang telah terpasang selanjutnya diuji dengan melakukan
tes rendam. Tes rendam dilakukan dengan mengisi penuh bak dengan air,
selanjutnya didiamkan selama 1×24 jam. Apabila setelah dilakukan perendaman
terjadi penyusutan air, maka dinyatakan terjadi kebocoran pada bak yang diuji.
Setelah dilakukan pengujian, maka kebocoran yang terjadi harus diperbaiki hingga
dinyatakan sempurna oleh konsultan pengawas.
Pihak kontraktor harus memberikan sertifikat jaminan yang berlaku selama
minimal 10 tahun terhadap kemungkinan kebocoran karena pelaksanaan pekerjaan
atau kerusakan.
2.3 Waterstop
Waterstop adalah penyumbat aliran air pada celah antara dinding beton dan
lantai beton. Sistem waterstop ada dua yang umum digunakan yaitu menggunakan
PVC dan swellable waterstop.
bahan
b. PVC Waterstop
Waterstop jenis ini menggunakan bahan yang terbuat dari PVC yang
memiliki kelenturan yang baik seperti karet. Proses pemasangan ini dilakukan
pada pertemuan lantai beton dengan dinding. Pemasangan dilakukan sebelum
c. Swellable Waterstop
Swellable Waterstop adalah waterstop yang menggunakan bahan khusus,
terbuat dari komposisi bentonite dengan butyl rubber compound yang akan
mengembang beberapa hari setelah bersentuhan dengan air. Pemuaian
maksimum adalah 300 persen dari bentuk semula. Secara kasat mata jenis
bahan ini seperti karet ban. Fungsi dari waterstop swellable ini adalah
menghambat aliran air pada celah antara dinding beton dan lantai beton. Proses
pemasangan jenis waterstop ini adalah setelah dilakukannya pengecoran lantai
beton. Setelah beton mengeras, pasang swellable waterstop pada sambungan
lantai dan dinding. Setelah pemasangan waterstop ini selesai, pengecoran
dinding beton dapat dilakukan. Penggunaan swellable ini lebih praktis
daripada PVC waterstop.