Anda di halaman 1dari 35

 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

 
BAB II
DASAR TEORI
 

 
2.1 Metode Pelaksanaan
 
Metode Pelaksanaan merupakan rangkaian tahapan atau langkah-langkah
  untuk menyelesaikan suatu konstruksi. Pada pelaksanaannya kontraktor harus
melaksanakan
  pekerjaan proyek berdasarkan RKS yang telah disepakati meliputi
material,
 
peralatan termasuk alat berat, serta berbagai persyaratan yang telah
tercantum pada RKS agar pelaksanaan pekerjaan berjalan dengan baik dan
 
menghasilkan bangunan sesuai dengan perencanaan. Metode pelaksanaan proyek
secara umum dikerucutkan kembali dengan istilah metode kerja pelaksanaan.
Metode kerja pelaksanaan yaitu metode dari seluruh bagian kegiatan pekerjaan,
sebagai contoh, metode kerja pelaksanaan pekerjaan penggalian tanah, pengecoran
beton, dewatering, dan lain-lain. Dalam metode kerja harus jelas urutan kerjanya,
penggunaan jenis dan kapasitas alat, kombinasi alat, pengamanan pekerjaan, jadwal
kerja, letak alur dari jalan kerja pengangkutan, dan gambar-gambar yang jelas.
Demikian juga dengan metode kerja dari bagian-bagian pekerjaan lainnya.
Bangunan GWT dan STP merupakan bangunan dengan jenis struktur beton
bertulang dengan jenis pondasi bore pile. Pada pelaksanaan pekerjaan di lapangan
harus dikerjakan sesuai dengan metode pelaksanaan terstandar sehingga didapat
mutu bangunan sesuai dengan mutu perencanaan. Secara umum pekerjaan
pembangunan GWT dan STP meliputi:
1. Pekerjaan Pondasi Bore pile
2. Pekerjaan Acuan dan Perancah
3. Pekerjaan Pembesian
4. Pekerjaan Beton

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 5


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

 
2.1.1 Pekerjaan Pondasi Bore pile
 
Pondasi Bore pile adalah jenis pondasi dalam yang pada pelaksanaannya
 
dilakukan dengan cara mengebor tanah terlebih dahulu, kemudian diisi tulangan
dan  selanjutnya dilakukan pengecoran.
  Fungsi pondasi bore pile pada umumnya sama dengan fungsi pondasi dalam
lainnya, yaitu untuk menyalurkan beban dari struktur atas bangunan
 
(upper structure) kedalam tanah melalui tahanan friksi dan tahanan ujung pondasi
 
Hal yang harus diperhatikan pada pelaksanaan pekerjaan bore pile meliputi:
  1. Pelaksanaan pekerjaan pengeboran
  2. Pelaksanaan pengecoran bore pile
3. Pengujian hasil pekerjaan

1. Pelaksanaan Pekerjaan Pengeboran


Pada pelaksanaan Pekerjaan pengeboran Bore pile hal yang harus
diperhatikan adalah sebagai berikut:
 Jenis tanah
Jenis tanah sangat berpengaruh terhadap kecepatan pengeboran dan
ketahanan dinding galian dari kelongsoran. Jika jenis tanah pada titik
pengeboran merupakan tanah berpasir atau tanah basah, maka akan sangat
mudah terjadi kelongsoran pada dinding hasil pengeboran.
 Elevasi muka air tanah
Elevasi muka air tanah sangat menentukan tekanan terhadap mata bor dan
dinding hasil pengeboran. Jika elevasi muka air tanah berada di atas
perencanaan dasar pengeboran, maka proses penetrasi pengeboran akan
sangat sulit, serta dinding pengeboran akan mudah mengalami
kelongsoran.
Untuk mendapatkan hasil pekerjaan bore pile yang baik, maka pada
pelaksanaan pekerjaannya terdapat 3 jenis metode pelaksanaan pekerjaan.
Pemilihan metode pelaksanaan pekerjaan ini dilakukan berdasarkan kondisi jenis
tanah dan elevasi MAT pada titik pondasi bore pile. Metode pelaksanaan
pekerjaan bore pile yaitu sebagai berikut:

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 6


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

 
A. Metode kering
 
Metode kering cocok digunakan pada tanah di atas muka air tanah yang
 
ketika dibor dinding lubangnya tidak longsor, seperti lempung kaku homogen.
  Metode kering juga dapat dilakukan pada tanah di atas muka air tanah jika

  tanahnya mempunyai permeabilitas rendah, sehingga ketika dilakukan


pengeboran air tidak masuk ke dalam lubang bor saat lubang masih terbuka.
 
Pada metode kering lubang dibuat dengan menggunakan mesin bor tanpa
 
pipa pelindung (casing), selanjutnya dasar lubang bor yang kotor oleh
  longsoran tanah dibersihkan. Tulangan yang telah dirangkai dimasukkan ke

  dalam lubang bor dan kemudian dicor beton.

Gambar 2. 1 Metode Kering

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 7


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

 
B. Metode basah
 
Metode basah umumnya dilakukan apabila pengeboran melewati muka air
 
tanah sehingga lubang bor selalu longsor bila dindingnya tidak ditahan. Agar
  dinding lubang tidak mengalami kelongsoran, maka lubang bor diisi dengan

  larutan tanah lempung/bentonite atau larutan polimer. Jadi pengeboran


dilakukan di dalam larutan.
 
Jika kedalaman yang diinginkan telah tercapai, lubang bor dibersihkan
 
dan tulangan yang telah dirangkai dimasukkan ke dalam lubang bor yang
  masih berisi cairan bentonite. Adukan beton dimasukan ke dalam lubang bor

  dengan pipa tremi. Larutan bentonite akan terdesak dan terangkut ke atas oleh
adukan beton. Larutan yang keluar dari lubang bor ditampung dan dapat
digunakan kembali untuk pengeboran di titik selanjutnya.

Gambar 2. 2 Metode Basah

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 8


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

 
C. Metode casing
 
Metode ini digunakan bila lubang bor sangat mudah mengalami
 
kelongsoran, misalnya tanah di lokasi adalah pasir bersih di bawah muka air
  tanah. Untuk menahan agar lubang tidak longsor digunakan pipa selubung

  baja (casing). Pemasangan casing ke dalam lubang bor dilakukan dengan cara
dipancangkan, digetarkan atau ditekan sampai kedalaman yang ditentukan.
 
Sebelum sampai menembus muka air tanah, casing dimasukkan. Tanah di
 
dalam pipa selubung dikeluarkan saat penggalian atau setelah pipa selubung
  sampai hingga kedalaman yang diinginkan.

Gambar 2. 3 Metode Casing

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 9


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

 
 Pengeboran dilakukan hingga kedalaman yang ditunjukkan pada shop
 
drawing atau ditentukan berdasarkan pengujian hasil pengeboran
 
 Sample tanah hasil pengeboran harus disimpan untuk semua tiang bor.
  Pengambilan sample tanah ini harus selalu dilakukan pada tiang bor pertama
  dari tiap kelompok.

   Pengujian penetrometer di lapangan harus dilakukan selama pengeboran


dan pada dasar tiang bor sesuai permintaan konsultan pengawas.
 
 Semua lubang hasil pengeboran harus diperiksa, apabila diameter dasar
 
lubang kurang dari setengah diameter yang ditentukan, maka pekerjaan
  tersebut ditolak.
 Sebelum pengecoran beton, semua lubang harus ditutup sedemikian rupa
hingga keutuhan lubang dapat terjamin.
 Sebelum pengecoran, semua runtuhan dinding pengeboran yang terdapat
pada dasar lubang bor harus dibersihkan.
 Air bekas pengeboran tidak diperbolehkan masuk kedalam lubang. Sebelum
pengecoran, semua air yang terdapat dalam lubang bor harus dipompa
keluar.

2. Pelaksanaan Pengecoran Bore pile


Pelaksanaan pekerjaan pengecoran lubang bore pile harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
 Keadaaan lubang bore pile harus bersih dan kering
 pengecoran harus diarahkan sedemikian rupa hingga beton tidak menimpa
baja tulangan atau sisi - sisi lubang.
 Beton harus dicor secepat mungkin setelah pengeboran dimana kondisi
tanah kemungkinan besar akan memburuk akibat ter-ekspos.
 Bilamana elevasi akhir pemotongan berada dibawah elevasi muka air tanah,
tekanan harus dipertahankan pada beton yang belum mengeras, sama
dengan atau lebih besar dari tekanan air tanah, sampai beton tersebut selesai
mengeras.

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 10


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

 
 Dasar selubung (casing) harus dipertahankan tidak lebih dari 150 cm dan
 
tidak kurang dari 30 cm dibawah permukaan beton selama penarikkan,
 
kecuali ditentukan lain oleh konsultan pengawas.
  Selubung (casing) harus digetarkan pada saat pencabutan untuk
  menghindari menempelnya beton pada dinding casing. Pengecoran beton

  dan pemasangan baja tulangan tidak diijinkan sebelum mendapat


persetujuan dari konsultan pengawas
 
 Pipa tremi harus diisi dari sebuah corong diatasnya, pipa harus diperpanjang
 
sedikit dibawah permukaan beton baru dalam tiang bor sampai diatas
  elevasi air/lumpur.
 Bilamana beton mengalir keluar dari dasar pipa, maka corong harus diisi
lagi dengan beton sehingga pipa selalu penuh dengan beton baru.
 Pipa tremi harus kedap air dan harus berdiameter paling sedikit 15 cm.
 Harus dipasang sebuah sumbat pada ujung pipa tremi awal untuk mencegah
pencampuran beton dan air.
 Pengecoran harus dilakukan hingga kira-kira satu meter diatas
Cut Off Level (COL).
 Semua beton yang lepas, kelebihan dan lemah harus dikupas dari bagian
puncak tiang bor
 Panjang baja tulangan sebagai overstek tulangan harus mempunyai panjang
yang cukup sehingga memungkinkan pengikatan yang sempurna kedalam
pile cap atau struktur diatasnya.
 Tiang bor harus dibentuk dengan cara dan urutan sedemikian rupa hingga
dapat dipastikan bahwa tidak terdapat kerusakan pada tiang bor yang
dibuat sebelumnya.
 Tiang bor yang cacat dan diluar toleransi harus diperbaiki atas biaya
kontraktor.

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 11


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

 
3. Pengujian Hasil Pekerjaan
 
Untuk mengetahui hasil pelaksanaan pekerjaan bore pile, maka harus
 
dilakukan loading test berupa pengujian PDA test. Jika terjadi kegagalan dalam
loading
  test, maka kontraktor harus melakukan loading test ulang yang berhasil
  sebanyak 2 kali lipat dari yang disyaratkan atas biaya kontraktor

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 12


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

 
2.1.2 Pekerjaan Acuan dan Perancah
 
Terdapat 4 aspek yang harus diperhatikan pada pekerjaan acaun dan
 
perancah, yaitu:
  1. Bahan Acuan dan Perancah

  2. Pemasangan Acuan dan Perancah


3. Toleransi Pemasangan Acuan dan Perancah
 
4. Penanaman Pipa dan Lain-lain
 
5. Pembongkaran Acuan dan Perancah
 

  1. Bahan Acuan dan Perancah


 Semua bahan dan konstruksi, jika tidak diberi catatan khusus harus
memenuhi standard yang umum dipakai di Indonesia PBI-NI-2-1971
(Peraturan Beton Bertulang 1971), ACI-347 (Recommended Practice for
Concrete Formwork), PUBI-1982 (Persyaratan Umum Bahan Bangunan).
Jika persyaratan yang tersebut tidak cukup memadai, maka konstruksi harus
disesuaikan dengan standar Internasional yang diakui dan dapat diterima
oleh konsultan pengawas.
 Semua balok-balok kayu dan multipleks untuk cetakan harus bahan baru.
Permukaan dan bahan cetakan harus licin, bebas dari celah dan kotoran.
Hal tersebut berlaku untuk acuan dan perancah dengan sistem konvensional
maupun acuan dan perancah siap pakai.
 Cetakan harus terbuat dari bahan-bahan yang tidak mudah menyerap air dan
harus direncanakan sedemikian rupa sehingga mudah dapat dilepaskan dari
beton tanpa menyebabkan kerusakan pada beton pada saat pembongkaran

2. Pemasangan Acuan dan Perancah


 Cetakan harus menghasilkan konstruksi akhir yang mempunyai bentuk,
ukuran, dan batas sesuai dengan gambar shop drawing. Cetakan harus
kokoh dan cukup rapat sehingga tidak terjadi kebocoran pada saat
pengecoran. Cetakan harus diberi ikatan-ikatan secukupnya sehingga
terjamin kedudukan dan bentuknya yang tetap. Acuan dan perancah harus

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 13


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

 
terbuat dari bahan-bahan yang baik yang tidak mudah meresap air dan
 
direncanakan sedemikian rupa hingga mudah untuk dilepaskan dari beton
 
tanpa menyebabkan kerusakan pada beton. Pada pelaksanaan beton kelas 3
  harus ada jaminan bahwa air beton benar-benar tidak teresap oleh cetakan.
  Untuk itu maka cetakan dapat dilapis dengan plastik atau bahan-bahan lain
sejenis
 
 Kontraktor harus memperhitungkan penurunan atau lendutan dari perancah
 
dimana tidak tidak boleh lebih dari 1/400 bentang dan mempertimbangkan
  langkah-langkah seperlunya sehubungan dengan kedudukan garis
  permukaan (level) yang disyaratkan
 Pekerjaan pengecoran beton dapat dilaksanakan setelah dilakukan
pengecekan dan disetujui oleh konsultan pengawas. Apabila menurut
konsultan pengawas acaun dan perancah yang terpasangan membahayakan
atau tidak memadai selama pekerjaan pengecoran beton berlangsung, maka
konsultan pengawas dapat menginstruksikan kepada kontraktor untuk
memperkuat/memperbaiki atau membongkar dan mengulangi pekerjaan
beton yang telah dilaksanakan tersebut. Semua biaya yang timbul
merupakan tanggung jawab Kontraktor.
 Acuan dan Perancah harus dicek secara rutin selama pengecoran
berlangsung untuk mengetahui lebih dini apabila terjadi perlemahan pada
sistem acuan dan perancah sehingga menyebabkan terjadinya perubahan
kedudukan, ketidak-stabilan, dan perubahan bentuk. Jika hal ini terjadi,
pekerjaan pengecoran harus segera dihentikan dan kontraktor diwajibkan
untuk memperkuat, memperbaiki, atau membongkar dan mengulangi
pekerjaan beton yang telah dilaksanakan tersebut apabila kerusakan tidak
dapat diperbaiki. Semua biaya yang timbul menjadi tanggung jawab
Kontraktor.

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 14


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

 
3. Toleransi Pemasangan Acuan dan Perancah
 
a. Terhadap kelurusan vertikal (plumbness) untuk kolom dan dinding:
 
Untuk setiap 3 meter :5mm
  Untuk panjang keseluruhan (maksimal) :25mm
  b. Terhadap ketinggian/level untuk sisi bawah pelat, balok, kolom dan
dinding:
 
Untuk setiap 3 meter :5mm
 
Untuk setiap bentang atau 6 meter :10mm
  Untuk panjang keseluruhan (maksimal) :20mm
  c. Terhadap ukuran penampang kolom, balok, ketebalan dinding dan pelat:
 Plus :12mm
 Minus :5mm
d. Terhadap ukuran dan posisi bukaan atau sleeve di balok, pelat dan dinding:
Plus / minus :5 mm

4. Penanaman Pipa dan Lain-lain


 Pelaksanaan pekerjaan pemasangan benda-benda yang tertanam dalam
beton harus sesuai dengan ketentuan dalam PBI-NI-2-1971 Bab 5.7.
 Pipa, saluran, dan perlengkapan lain yang diperlukan, serta harus dibuatkan
lubang pada acuan dan perancah dipasang pada posisi yang benar dan kokoh
agar tidak bergerak selama pelaksanaan pekerjaan pengecoran.
 Penempatan pipa dan saluran harus direncanakan sedemikian rupa sehingga
tidak mengurangi kekuatan struktur dan tidak menyebabkan pemindahkan
atau pembengkokkan besi beton.
 Pembengkokkan dan pemindahan besi tulangan untuk memudahkan
pemasangan pipa atau saluran harus mendapatkan perizinan dari konsultan
pengawas.
 Pipa-pipa dan perlengkapan lainnya yang terbuat dari aluminium tidak
boleh ditanam dalam beton, kecuali apabila ditutup dengan lapisan yang
dapat mencegah terjadinya reaksi kimia antara aluminium dengan beton
dan/atau dapat mencegah proses elektrolisa antara aluminium dengan baja.

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 15


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

 
5. Pembongkaran Acuan dan Perancah
 
 Pembongkaran cetakan harus sesuai dengan ketentuan dalam Bab 5.8 PBI-
 
NI-2-1971. Seluruh bagian dari cetakan yang sudah dapat dibongkar harus
  dilepas dengan tenaga statis, tanpa goncangan, getaran atau kerusakan pada
  beton.
 Pemasangan kembali penunjang atau re-shoring harus dilakukan segera
 
setelah pembongkaran cetakan dan harus tetap ditempat sampai beton
 
mencapai kriteria kekuatan umur 28 hari dan sampai seluruh pekerjaan
  pengecoran beton 3 lantai diatasnya selesai dilaksanakan.
   Pembongkaran acuan dan perancah yang memikul berat beton bergantung
pada hasil pengujian kekuatan tekan beton berdasarkan.
 Acuan dan perancah yang memikul berat beton balok, pelat dan elemen
struktur lainnya hanya boleh dibongkar setelah beton mencapai minimal
75% kekuatan yang disyaratkan, tetapi tidak boleh kurang dari pedoman
berikut:

Tabel 2. 1 Pengerasan beton secara normal

 Apabila acuan dan perancah untuk pelat dan balok dibongkar setelah hari
ke 14, panel pelat dan balok tersebut harus tetap ditunjang (re-shored)
setempat-setempat yang posisinya harus direncanakan dan harus
mendapatkan persetujuan dari konsultan pengawas.
 Pemakaian ulang acuan dan perancah hanya diizinkan apabila keadaan
acuan dan perancah masih dalam keadaan baik, dimana masih dapat
dikencangkan dengan baik, kedap air, tidak menyebabkan cacat pada

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 16


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

 
permukaan beton yang akan dicetak, dan dianggap layak oleh konsultan
 
pengawas.
 

 
2.1.3 Pekerjaan Pembesian
  Pada pelaksanaan pekerjaan pembesian, terdapat rangkaian pekerjaan, yaitu

  sebagai berikut:
1. Pekerjaan Fabrikasi
 
2. Instalasi Tulangan
 
3. Toleransi Instalasi Tulangan
 

1. Pekerjaan Fabrikasi
Pelaksanaan pekerjaan fabrikasi meliputi pekerjaan pemotongan dan
pembengkokan tulangan. Pelaksanaan pekerjaan fabrikasi dilakukan los kerja
pembesian berdasarkan BBS yang telah disusun. Detail BBS sesuai dengan
gambar detail, catatan pada gambar, peraturan, atau standar yang berlaku, yaitu:
SII Baja Tulangan Beton SII-0136

Tabel 2. 2 Standar Pembengkokan diAkhir Tulangan

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 17


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

 
2. Instalasi Tulangan
 

 
A. Pengikatan tulangan
  Terdapat 5 jenis cara pengikatan baja tulangan disesuaikan dengan objek
  pengikatannya, yaitu sebagai berikut:
 Silang, cocok untuk menghubungkan batang yang bersilanganan pada plat
 
lantai
 
 Lingkar dan silang, jenis pengikatan ini sama dengan pengikatan silang,
 
tetapi digunakan untuk diameter tulangan yang lebih besar.
   Sadel/pelana, digunakan untuk menghubungkan sengkang dengan tulangan
utama balok atau kolom.
 Lingkar dan sadel. jenis pengikatan ini sama dengan pengikatan sadel, tetapi
digunakan untuk diameter tulangan yang lebih besar.
 Silang ganda untuk ikatan extra kuat.

Gambar 2. 4 Pengikatan Tulangan

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 18


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

 
B. Pemasangan Baja Tulangan
 
 Pemasangan besi beton dilakukan sesuai dengan gambar-gambar atau
 
mendapat persetujuan pengawas.
  Sebelum besi dipasang dan dicor, besi beton harus bersih dari kotoran,
  minyak, karat lepas, cat, karet lepas, kulit giling, serta bahan-bahan lain

  yang dapat merusak atau mengurangi daya lekat besi dan beton.
 Hubungan antara besi beton satu dengan yang lain harus menggunakan
 
kawat beton, diikat dengan teguh, tidak bergeser selama pengecoran beton.
 
 Dipasang penunjang dan atau penggantung logam sehingga sebelum dan
  selama pengecoran besi beton tidak menyentuh lantai kerja atau papan
acuan.

Gambar 2. 5 Pemasangan Overstek

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 19


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

 
(a) (b)
 

(c)
(d)

Gambar 2. 6 Pemasangan Penjangkaran Kolom, (a) (b) Bengkokan 1800,


(c) (d) Bengkokan 900

20
 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

Gambar 2. 7 Penjangkaran Balok

Gambar 2. 8 Pemasangan Tulangan Lewatan Balok

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 21


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

 
Gambar 2. 9 Pemasangan Sengkang Pada Overlapping Balok
 

 
C. Pemasangan Beton Decking dan Spacer
Untuk menahan agar tulangan ditempatkan pada posisi yang dikehendaki,
maka dipakai spacer tulangan. Pada persyaratan RKS proyek pemasangan spacer
adalah sebagai berikut:
 Pada pelat harus dipasang spacer berdiameter 12 mm berbentuk U atau Z
dengan jarak 80 – 100 cm, untuk menunjang penulangan bagian atas.
 Di dalam dinding dengan 2 lapisan penulangan, penjaga jarak (spacer)
berbentuk U atau Z berdiameter 8 mm, berjarak 180 – 200 cm.

Gambar 2. 10 Spacer

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 22


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

 
D. Penyambungan Baja Tulangan
 
Penyambungan tulangan, terdapat aturan yang harus diperhatikan. Hal ini
 
perlu dicermati pada saat penyambungan dilapangan sebab kesalahan dari
perhitungan
  dapat menimbulkan kekuatan tulangan berkurang.
  Adapun beberapa aturan terkait penyambungan tulangan adalah sebagai
berikut
 
1. overlapping
 
2. pengelasan
  3. menggunakan alat penyambung (selongsong)
   Bila tidak ditentukan lain, panjang sambungan besi harus sesuai peraturan
yang berlaku, gambar standar, gambar detail, atau minimum 40 kali
diameter besi terbesar yang disambung.
 Penyambungan tulangan dilakukan pada titik aman terjadi tegangan Tarik
terkecil. Sambungan tulangan atas balok dan pelat harus diadakan di tengah
bentang, tulangan bawah balok dan pelat pada tumpuan, dan kolom pada
tengah bentang.
 Penyambungan tulangan tidak boleh dilakukan sekaligus pada satu
penampang tapi dilaksanakan dengan sistem “staggered”.
 Sambungan mekanik harus digunakan jika luas tulangan kolom lebih dari
3% luas penampang beton. Dipasang dengan posisi berselang-seling. Jenis
atau merk sambungan mekanik yang akan digunakan harus memenuhi
syarat dan disetujui oleh Konsultan Pengawas

Standar panjang dan pemasangan overlapping dapat dilihat pada


Gambar 2.11

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 23


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

Gambar 2. 11 Panjang dan Penempatan Overlapping Tulangan

3. Toleransi Pemasangan Tulangan


Apabila tidak ditentukan toleransi pemasangan tulangan, maka toleransi
pemasangan tulangan yaitu sebagai berikut:
 Terhadap kedudukan diarah ukuran struktur yang terkecil, toleransi sebesar
±6 mm untuk ukuran 60cm atau kurang dan sebesar ± 12 mm untuk ukuran
lebih dari 60 cm.
 Terhadap kedudukan bengkokkan diarah memanjang, toleransi sebesar ± 50
mm dan untuk kedudukan bengkokkan akhir dari batang, toleransi sebesar
± 25mm dengan syarat tambahan bahwa tebal penutup beton diujung batang
harus memenuhi persyaratan.
 Terhadap kedudukan batang-batang tulangan pelat dan dinding, toleransi
didalam bidang tulangan ± 50 mm.
 Terhadap kedudukan dari sengkang – sengkang. Lilitan – lilitan spiral dan
ikatan – ikatan lainnya, toleransi sebesar ± 25 mm
 Apabila ada pipa – pipa atau benda-benda lain yang direncanakan
menembus beton atau ditanam dibeton, maka tulangan tidak boleh dipotong

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 24


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

 
dan tidak boleh digeser tempatnya lebih jauh dari toleransi –toleransi yang
 
ditetapkan butir 1 s/d 4 diatas.
 

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 25


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

 
2.1.4 Pekerjaan Beton
 
Pelaksanaan pekerjaan beton meliputi
 
1. Pengujian slump test
 2. Pengambilan sample Benda Uji

  3. Pengecoran
4. Curing
 

 
1. Pengujian Slump test
  Sebelum melaksanakan pekerjaan pengecoran, kontraktor harus melakukan
  pengujian slump test dan pengambilan sample beton segar sebagai benda uji nilai
kuat tekannya pada umur 7 hari, 14 hari, dan 28 hari
Pelaksanaan pengujian slump test dilakukan dengan interval setiap
kedatangan 5 truk mixer. Pengujian slump test dilakukan untuk menentukan
konsistensi/kekakuan dari campuran beton segar (fresh concrete) untuk
menentukan tingkat workabilitynya. Campuran beton yang terlalu cair akan
menyebabkan mutu beton berkurang, dan lama mengering. Begitu pula dengan
campuran beton yang terlalu kering menyebabkan adukan tidak merata dan sulit
untuk dicetak. Pengujian slump test dilakukan berdasarkan kententuan “Standart
Test Method For Slump Of Protland Cement” ASTM C143 atau “Percobaan
Slump Portland Cement Beton” PBI-NI-2-1971, yaitu sebagai berikut:

Tabel 2. 3 Peralatan dan Bahan pengujian slump test

No Peralatan dan Bahan Keterangan


1 1 set peralatan pengujian slump test Peralatan pengujian slump
test berupa
1. Kerucut abram
2. Pelat baja
3. Sendok agregat
4. Tongkat pemadat
5. meteran

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 26


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

 
Langkah pengujian slump test adalah sebagai berikut:
 
a. Basahi cetakan kerucut dan pelat dengan kain basah
 
b. Letakan cetakan diatas pelat baja
 c. Isi 1/3 cetakan dengan beton segar, padatkan dengan tongkat pemadat

  hingga merata sebanyak 25 tusukan

Gambar 2. 12 Pengisian Beton 1/3 Kerucut Abram

d. Isi lagi kerucut abram 1/3 bagian (tersisi 2/3) kemudian ditusuk kembali
sebanyak 25 tusukan.

Gambar 2. 13 Pengisian Beton 2/3 Kerucut Abram

e. Isi lagi kerucut abram 1/3 bagian ( terisi 3/3) kemudian ditusuk kembali
sebanyak 25 tusukan.

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 27


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

 
Gambar 2. 14 Pengisian Beton 3/3 Kerucut Abram
 

  f. Ratakan permukaan beton pada puncak kerucut abram, kemudian tunggu


sekitar 30 detik
g. Angkat cetakan secara perlahan dan tegak lurus
h. balik kerucut abram, kemudian simpan disebelah benda uji
i. ukur keruntuhan beton pada tiga titik yang berbeda

Gambar 2. 15 Pengukuran Keruntuhan Beton

j. hitung rata-rata keruntuhan beton


Adapun nilai slump yang telah ditentukan oleh pengawas untuk masing-
masing jenis pekerjaan, secara umum batasan nilai slump maksimum adalah
sebagai berikut:
 Dengan admixture 16±2
 Tanpa admixture 12±2

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 28


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

 
2. Pengambilan Sample Benda Uji
 
Sample benda uji nilai kuat tekan beton berbentuk silinder dengan ukuran
 
diameter 15cm dan tinggi 30cm. Untuk setiap pengiriman beton ready mix dari
  batching plan yang sama, maka pengambilan jumlah benda uji yang
satu
  dipersyaratkan pada RKS adalah sebagai berikut yaitu sebagai berikut:
 Truk pertama : 1×4 benda uji
 
 Truk kedua : 1×4 benda uji
 
 Truk ke 6 sampai 10 : 2×4 benda uji
 
 Truk ke 10 dan berikutnya : 2×4 benda uji
 
Tabel 2. 4 Peralatan dan Bahan uji silinder dilapangan

No Peralatan dan Bahan Keterangan


1 Cetakan kubus Untuk pengambilan sample
benda uji silinder

2 Tongkat pemadat Untuk memadatkan beton


pada saat pengisian ke
cetakan kubus

3 Sendok mortar/agregat Untuk menuangkan beton


segar ke dalam cetakan
kubus

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 29


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

 
4 Palu karet Alat bantu proses
 
pelepasan benda uji
 

 
Pelaksanaan
 
a. Siapkan cetakan silinder ukuran 15 x 30cm kemudian bersihkan setiap sisi
  bagian dalam cetakan dan lumasi dengan mould oil untuk memudahkan
  pada saat proses pelepasan beton dalam cetakan

Gambar 2. 16 Cetakan Sample Benda Uji Beton

b. Isi cetakan dengan adukan beton dalam 3 lapis, setiap lapis berisi kira-kira
1/3 isi cetakan. Setiap lapis dipadatkan dengan tongkat pemadat sebanyak
25 kali secara merata. Cara memadatkan yaitu dengan menekan secara
menyilang sisi ke sisi yang lain.

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 30


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

Gambar 2. 17 Pemadatan Sample Benda Uji

c. Ratakan bagian permukaan cetakan yang terisi beton menggunakan tongkat


pemadat atau sendok spesi kemudian keterangan pembuatan benda uji dan
catat
d. Biarkan beton dalam cetakan selama ± 24 jam dan letakkan pada tempat
yang bebas getaran serta ditutup dengan bahan yang kedap air
e. Keluarkan benda uji setelah ± 24 jam dibantu dengan palu karet, kemudian
rendam pada bak air menjelang tanggal pengujian kuat tekan beton

Benda uji yang dibuat digunakan untuk pengujian nilai kuat tekan pada
umur 7 hari, selanjutnya 2 benda uji digunakan untuk pengujian nilai kuat tekan
pada umur 28 hari, sedangkan benda keempat disimpan sebagai cadangan dan
digunakan apabila hasil pengujian kuat tekan 28 hari tidak memenuhi syarat.
Benda uji yang diambil harus diberi kode mengenai tanggal pengecoran dan
merupakan sample benda uji struktur yang bersangkutan.

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 31


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

 
Tabel 2. 5 Peralatan dan Bahan uji silinder di lab

No  Peralatan dan Bahan Keterangan


1  Timbangan Untuk menimbang berat

  benda uji yang akan di tes

2  1 set mesin uji tekan Alat pemberi tekanan pada


benda uji pada saat uji
 
tekan

Pelaksanaan uji tekan sebagai berikut


a. Ambil benda uji dari bak perendam yang direndam selama 7 dan 28 hari,
bersihkan dengan kain untuk menghilangkan kotoran yang menempel (lap
dengan menggunakan kain lembab)
b. Timbang berat benda uji dan hitung luas permukaannya.
c. Benda uji diletakkan pada mesin tekan secara sentris.
d. Mesin tekan dioperasikan dengan penambahan beban yang konstan berkisar
antara 2 sampai 4 kg/cm2 per detik.
e. Pembebanan dilakukan sampai benda uji menjadi hancur kemudian catat
beban maksimum yang terjadi selama pemeriksaan benda uji.

Tindakan yang diambil jika terjadi hasil pengujian menunjukkan mutu


beton tidak memenuhi syarat:
 pengujian non destruktif dengan palu beton (hammer test)
 pengambilan benda uji dengan dibor (coring)

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 32


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

 
Jika dari salah satu atau lebih hasil dua percobaan tersebut memberikan nilai
 
kuat tekan beton tidak kurang dari 80% kuat tekan beton karakteristik yang
 
disyaratkan untuk elemen struktur terkait, maka beton yang bersangkutan
dianggap
  memenuhi persyaratan. jika pengambilan sample dengan 2 cara diatas
  tidak memenuhi syarat, maka dilakukan percobaan pembebanan secara langsung
(syarat pembebanan tidak kurang dari 70% kuat tekan karakteristik)
 
jika masih tidak memenuhi syarat juga, maka alternatif yang bisa dilakukan
 
adalah:
  Analisa kemampuan beban layan aktual, apakah dengan mutu beton yang
  ada masih mampu mendukung beban kerja yang akan dipikul oleh struktur
yang bermasalah tersebut
 Lakukan perkuatan pada struktur yang bermasalah, jika memungkinkan dan
diijinkan oleh Pengawas
 Struktur yang bermasalah dibongkar dan dicor ulang

3. Pengecoran Beton
Pada pelaksanaan pekerjaan pengecoran terdapat berbagai persyaratan
sesuai dengan RKS proyek, yaitu sebagai berikut
 Pengecoran beton tidak boleh dilaksanakan, bilamana Konsultan Pengawas
berpendapat bahwa Kontraktor tidak memiliki fasilitas yang baik untuk
melayani pengecoran, menjaga proses pengerasan dan penyelesaian beton.
 Sebelum melaksanakan pekerjaan pengecoran beton pada bagian-bagian
utama dari pekerjaan, Kontraktor harus memberitahukan pengawas 24 jam
sebelumnya dan mendapatkan persetujuannya. Jika tidak ada persetujuan,
maka kontraktor dapat diperintahkan untuk menyingkirkan/membongkar
beton yang sudah dicor tanpa persetujuan, atas biaya kontraktor sendiri.
 Adukan beton harus secepatnya dibawa ke tempat pengecoran dengan
menggunakan cara (metode) yang se-praktis mungkin, sehingga tidak
memungkinkan adanya pengendapan agregat dan tercampurnya kotoran
kotoran atau bahan lain dari luar.

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 33


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

 
 Penggunaan alat-alat pengangkutan mesin haruslah mendapat persetujuan
 
pengawas, sebelum alat-alat tersebut didatangkan ketempat pekerjaan. Semua
 
alat-alat pengankutan yang digunakan pada setiap waktu harus dibersihkan
  dari sisa-sisa adukan yang mengeras.

   Dalam cuaca normal adukan beton harus sudah dituang/dicor tidak lebih dari

  90 menit sejak ditambahkannya air dalam campuran semen dan agregat, tetapi
dalam cuaca yang sangat panas (diatas 35° C) tidak boleh lebih dari 60 menit,
 
kecuali digunakan retarder. Batas temperatur beton ready-mix sebelum dicor
 
disyaratkan tidak melampaui 38° C.
   Beton tidak boleh dicor tanpa ijin Konsultan MK atau bila keadaan cuaca
hujan atau panas yang dapat menggagalkan pengecoran dan pengerasan yang
baik, kecuali jika telah disiapkan fasilitas-fasilitas untuk hal tersebut seperti
yang ditentukan oleh Pengawas.
 Pengecoran beton tidak dibenarkan untuk dimulai sebelum pemasangan besi
beton selesai diperiksa oleh dan mendapat persetujuan pengawas.
 Sebelum pengecoran dimulai, maka tempat-tempat yang akan dicor terlebih
dahulu harus dibersihkan dari segala kotoran-kotoran (potongan kayu, batu,
tanah dan lain-lain) dan dibasahi dengan air semen.
 Pengecoran dilakukan lapis demi lapis dengan tebal tiap lapis maksimum 30
cm dan tidak dibenarkan menuangkan adukan dengan manjatuhkan dari suatu
ketinggian tinggi jatuh melampui 1,5meter dibawah ujung corong, saluran
atau kereta dorong untuk pengecoran, yang akan menyebabkan pengendapan
agregat.
 Adukan beton harus dicor dengan merata selama proses pengecoran; setelah
adukan dicor pada tempatnya tidak boleh didorong atau dipindahkan lebih
dari (dua) meter dalam arah mendatar.
 Untuk menghindari keropos pada beton, maka pada waktu pengecoran
digunakan internal concrete vibrator. Pemakaian external concrete vibrator
tidak dibenarkan tanpa persetujuan Pengawas.
 Pengecoran dilakukan secara terus menerus (kontinyu/tanpa berhenti).
Adukan yang tidak dicor (ditinggalkan) dalam waktu lebih dari 15 menit

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 34


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

 
setelah keluar dar mesin adukan beton, dan juga adukan yang tumpah selama
 
pengangkutan, tidak diperkenankan untuk dipakai lagi.
 
 Kontraktor harus menaruh perhatian khusus untuk segera memberi pelindung
  pada beton yang baru dicor terhadap terik matahari maupun hujan agar dapat

  dicegah pengeringan yang terlalu cepat atau masuknya air hujan pada adukan

 
beton yang baru dicor, yang mana dapat mempengaruhi kekuatan beton
tersebut.
 

4.  Pemadatan Beton


  Untuk menghindari keropos pada beton, maka pada saat proses pengecoran
digunakan mesin internal concrete vibrator untuk menggetarkan beton, sehingga
udara yang terperangkap di dalam beton dapat keluar.
 Jarum alat penggetar harus dimasukkan kedalam adukan secara vertikal, dan
dalam keadaan khusus boleh miring hingga 45 derajat
 Lapisan yang digetarkan tidak boleh lebih tebal dari panjang jarum penggetar
dan pada umumnya tidak boleh lebih tebal dari 30-50 cm. Untuk pengecoran
bagian-bagian yang sangat tebal harus dilakukan secara berlapis, sehingga
setiap lapisannya dapat terpadatkan dengan baik.
 Ujung internal concrete vibrator tidak boleh mengenai acaun dan perancah
dan pembesian. Jarum penggetar ditarik dari adukan beton apabila disekitar
jarum mulai nampak pemisahan air semen dan agregat, yang biasanya terjadi
sekitar 30 detik. Penarikan jarum penggetar tidak boleh terlalu cepat agar
rongga bekas jarum penggetar dapat terisi penuh.
 Penggetaran ulang pada beton yang telah memasuki “setting time awal”
(pengikatan awal) tidak diijinkan.
 Dalam keadaan khusus dimana pemakaian vibrator tidak praktis, Pengawas
dapat menganjurkan dan menyetujui pengecoran tanpa vibrator.
 Kontraktor harus menyediakan alat vibrator cadangan yang cukup dan harus
diletakkan sedekat mungkin dengan tempat pengecoran.

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 35


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

 
5. Perawatan (curing)
 
Dalam merawat dan mengawasi kualitas beton, maka diperlukan
 
perawatan hingga proses hidrasi selesai, yaitu selama 28 hari.
  Untuk mencapai kualitas beton sesuai dengan perencanaan, khususnya
  terhadap nilai kuat tekan beton, stabilitas dimensi, dan menjaga dari keretakan
beton, maka diperlukan perawatan khusus terhadap beton yang telah dicor yaitu
 
dengan melakukan pekerjaan curing. Pelaksanaan curing/perawatan beton
 
dilakukan segera setelah beton memasuki fase hardening (untuk permukaan beton
  terbuka) atau setelah pembukaan acuan dan perancah selama durasi tertentu,
yang
  yang bertujuan untuk menjaga kelembaban yang cukup pada proses hidrasi
Terdapat Beberapa metoda yang dapat digunakan untuk curing/perawatan
beton di lapangan, yaitu sebagai berikut:
a. membasahi permukaan beton secara berkala dengan air supaya selalu
lembab selama perawatan (bisa dengan sistem sprinkler supaya praktis)
b. merendam beton dengan air (dengan penggenangan permukaan beton)
c. membungkus beton dengan bahan yang dapat menahan penguapan air
(misal plastik, dsb)
d. menutup permukaan beton dengan bahan yang dapat mengurangi
penguapan air dan dibasahi secara berkala (misal dengan plastik berpori
atau non woven geotekstile dan disiram secara berkala selama perawatan)
e. menggunakan material khusus untuk perawatan beton (curing compound)

pada pelaksanaannya SNI 03-2847-2002 mensyaratkan bahwa lamanya


pelaksanaan proses curing dilakukan selama 7 hari untuk beton normal, dan 3 hari
untuk beton dengan kuat tekan awal tinggi.

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 36


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

 
2.2 Lapisan Kedap Air (Waterproofing)
 
Lapisan kedap air dipasang pada pelat lantai daerah basah, pelat lantai atap
 
yang berhubungan langsung dengan udara luar, dan daerah lainnya seperti tertera
pada  gambar arsitektur.
 
Waterproofing yang digunakan
 
1. Integral waterproofing
 
Integral Waterproofing adalah waterproofing beton dalam bentuk concrete
 admixture. zat kimia ini berupa serbuk atapun cairan yang membuat beton

  menjadi lebih kedap, plastis, tidak mudah retak, dan lebih keras. Sistem
pencampuran bahan integral waterproofing kedalam adukan beton dilakukan
dengan cara dituang secara perlahan pada truck mixer dengan perbandingan
2-3 liter/m3 beton.
Kualitas Integral waterproofing yang digunakan setara produk Fosroc,
BASF, atau Sika. Pemakaian integral waterproofing tidak boleh membuat
slump beton menjadi lebih dari 180 mm ± 20 mm.

2. Membrane waterproofing
Membrane waterproofing untuk pemasangan pelat lantai daerah basah dan
pelat lantai atap harus memenuhi spesifikasi bahan sebagai berikut:
 Asphaltic bituthene membrane self adhesive dengan kualitas setara
dengan produk GRACE – Bithuthene 3000
 Tebal minimum 1,5 mm, terdiri dari 1,4 mm rubberized asphaltic dan
0,1 mm cross 'laminated high density polyethylene film
 Tensile strength: 40.000 KN/m2 (ASTM D 412)
 Kemampuan elongation: 300%
 dan persyaratan lain yang ditentukan oleh konsultan arsitektur.

Pekerjaan pemasangan lapisan kedap air harus mengikuti prosedur


pemasangan sesuai dengan petunjuk yang telah direkomendasikan oleh pabrik
pembuat dan petunjuk konsultan pengawas atau Sub kontraktor spesialis dalam

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 37


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

 
pemasangan material waterproofing, serta mengikuti ketentuan pada standar
 
ASTM D 146, ASTM D 412, ASTM D 903 dan ASTM E 154.
 
Sebelum dilakukan pemasangan lapisan kedap air, maka dilakukan hal
 sebagai berikut:

   Mengajukan contoh bahan yang akan dipakai sebagai lapisan

 
waterproofing, selanjutnya mendapat persetujuan konsultan pengawas.
 Permukaan beton harus bersih, kering dan rata.
 
 Dilakukan perbaikan terhadap permukaan beton jika terdapat kerusakan
 
 Dipasang serat fiber sesuai dengan persyaratan pabrik yang dapat
  dipertanggung-jawabkan pada bagian sudut dan pada bagian patah
 Lapisan kedap air yang terbentuk harus dapat ditembus uap air dari beton
tanpa terjadi gelembung udara yang dapat merusak lapisan kedap air itu
sendiri.
 Sistem pelapisan kedap air yang dipilih harus dapat memberikan jaminan
dari produsen/pabrik pembuat terhadap mutu bahan selama minimal 10
tahun.

Pengujian waterproofing
Lapisan kedap air yang telah terpasang selanjutnya diuji dengan melakukan
tes rendam. Tes rendam dilakukan dengan mengisi penuh bak dengan air,
selanjutnya didiamkan selama 1×24 jam. Apabila setelah dilakukan perendaman
terjadi penyusutan air, maka dinyatakan terjadi kebocoran pada bak yang diuji.
Setelah dilakukan pengujian, maka kebocoran yang terjadi harus diperbaiki hingga
dinyatakan sempurna oleh konsultan pengawas.
Pihak kontraktor harus memberikan sertifikat jaminan yang berlaku selama
minimal 10 tahun terhadap kemungkinan kebocoran karena pelaksanaan pekerjaan
atau kerusakan.

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 38


 
 

D-III Teknik Konstruksi Gedung


 

 
2.3 Waterstop
 
Waterstop adalah penyumbat aliran air pada celah antara dinding beton dan
 
lantai beton. Sistem waterstop ada dua yang umum digunakan yaitu menggunakan
  PVC dan swellable waterstop.
bahan
 
b. PVC Waterstop
 
Waterstop jenis ini menggunakan bahan yang terbuat dari PVC yang
 
memiliki kelenturan yang baik seperti karet. Proses pemasangan ini dilakukan
  pada pertemuan lantai beton dengan dinding. Pemasangan dilakukan sebelum

  lantai beton dicor.

c. Swellable Waterstop
Swellable Waterstop adalah waterstop yang menggunakan bahan khusus,
terbuat dari komposisi bentonite dengan butyl rubber compound yang akan
mengembang beberapa hari setelah bersentuhan dengan air. Pemuaian
maksimum adalah 300 persen dari bentuk semula. Secara kasat mata jenis
bahan ini seperti karet ban. Fungsi dari waterstop swellable ini adalah
menghambat aliran air pada celah antara dinding beton dan lantai beton. Proses
pemasangan jenis waterstop ini adalah setelah dilakukannya pengecoran lantai
beton. Setelah beton mengeras, pasang swellable waterstop pada sambungan
lantai dan dinding. Setelah pemasangan waterstop ini selesai, pengecoran
dinding beton dapat dilakukan. Penggunaan swellable ini lebih praktis
daripada PVC waterstop.

2.4 Quality Control


Pada setiap pelaksanaan pekerjaan, diperlukan pengawasan terhadap
pelaksanaanya. Pengawasan pelaksanaan pekerjaan ini bertujuan supaya
pelaksanaan pekerjaan berjalan secara efektif, aman, dan akhirnya memperoleh
hasil pekerjaan yang baik dan sesuai dengan perencanaan. Pengawasan pelaksanaan
pekerjaan meliputi pengawasan sebelum pelaksanaan pekerjaan, pada saat proses
pelaksanaan pekerjaan, dan setelah pelaksanaan pekerjaan.

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bandung 39


 

Anda mungkin juga menyukai