Anda di halaman 1dari 10

EFEKTIVITAS PERBANDINGAN ANTIBIOTIK EMPIRIS UNTUK COMMUNITY-

ACQUIRED PNEUMONIA

Mary Ann Queen, Angela L. Myers, Matthew Hall, Samir S. Shah, Derek J. Williams, Katherine
A. Auger, Karen E. Jerardi, Angela M. Statile, Joel S. Tieder

Abstrak

Latar belakang dan tujuan: Antibiotik spektrum sempit direkomendasikan sebagai agen lini
pertama untuk anak-anak yang dirawat di rumah sakit dengan pneumonia community acquired-
pneumonia (CAP). Namun, bukti ilmiah yang mendukung bahwa rekomendasi berbasis konsensus
ini sama efektifnya dengan antibiotik spektrum luas yang lebih umum digunakan masih sedikit.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan efektivitas pengobatan empiris dengan
terapi antibiotik spektrum sempit dibandingkan terapi antibiotik spektrum luas untuk anak-anak
yang dirawat di rumah sakit dengan CAP tanpa komplikasi.

Metode: Penelitian kohort retrospektif multisenter ini menggunakan rekam medis pasien anak-
anak yang berusia 2 bulan sampai 18 tahun dari 4 rumah sakit pediatrik berbeda pada tahun 2010
dengan diagnosis pulang CAP. Pasien yang memenuhi syarat adalah pasien yang menerima terapi
spektrum sempit atau spektrum luas dalam 2 hari pertama rawat inap di rumah sakit. Pasien
dicocokkan dengan menggunakan skor kecenderungan yang menentukan kemungkinan setiap
pasien untuk menerima terapi empiris spektrum sempit atau spektrum luas. Analisis regresi logistik
multivariat digunakan untuk mengevaluasi hubungan antara antibiotik dan lama rawat di rumah
sakit atau length of stay (LOS), admisi ulang setelah 7 hari, biaya harian standar, durasi demam,
dan durasi oksigen tambahan.

Hasil: Di antara 492 pasien, 52% diterapi secara empiris dengan antibiotik spektrum sempit dan
48% sisanya dengan antibiotik spektrum luas. Dalam analisis yang telah disesuaikan, kelompok
spektrum sempit memiliki LOS 10-jam lebih pendek (P = 0,04) dibandingkan dengan kelompok
spektrum luas. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal durasi pemberian oksigen
tambahan, durasi demam, atau dalam hal admisi ulang. Dalam hal LOS, tidak ada perbedaan pada
rata-rata biaya standar harian (P = 0,62) atau rata-rata biaya farmasi standar harian (P = 0,26)
diantara kedua kelompok.

Kesimpulan: Dibandingkan dengan antibiotik spektrum luas, antibiotik spektrum sempit memiliki
hasil yang serupa. Temuan kami mendukung rekomendasi konsensus nasional untuk penggunaan
antibiotik spektrum sempit pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit dengan diagnosis CAP.

Kata kunci: pneumonia, pediatrik, antibiotik, perbandingan efektivitas, rawat inap di rumah sakit
Singkatan

CAP — community-acquired pneumonia (pneumonia yang didapat dari komunitas)


CI — confidence interval (interval kepercayaan)
IDSA — Infectious Diseases Society of America
LOS — length of stay (lama rawatan)
PHIS — Pediatric Health Information System
PIDS — Pediatric Infectious Diseases Society
WBC — white blood cell (sel darah putih)

Apa yang Diketahui tentang Subjek Ini:

Pemberian antibiotik spektrum luas secara empiris sering dilakukan untuk mengobati anak-
anak yang dirawat di rumah sakit dengan diagnosis CAP meskipun terdapat rekomendasi nasional
baru yang menyarankan pemberian antibiotik spektrum sempit pada pasien-pasien tersebut.

Apa yang Ditambahkan oleh Studi Ini:

Antibiotik spektrum sempit memberikan hasil yang serupa dengan antibiotik spektrum luas
untuk pengobatan anak-anak yang dirawat di rumah sakit dengan diagnosis CAP dalam hal hasil
klinis dan pemanfaatan sumber daya. Studi ini memberikan bukti ilmiah untuk mendukung
pedoman konsensus nasional.

Pendahuluan

Community acquired pneumonia (CAP) adalah salah satu penyebab rawat inap pada anak-
anak, yang menyebabkan >150.000 rawat inap setiap tahun di Amerika Serikat. CAP menempati
urutan kedua dalam biaya kumulatif standar untuk diagnosis pediatrik rawat inap yang paling
umum. Meskipun Streptococcus pneumoniae tetap merupakan bakteri penyebab CAP yang paling
sering, dalam praktik klinis, mengidentifikasi patogen spesifik penyebab CAP merupakan hal yang
jarang dilakukan. Ketidakpastian tentang bakteri penyebab dan pola kerentanan antimikrobanya
berkontribusi pada penggunaan antibiotik spektrum luas secara empiris seperti sefalosporin
generasi ketiga.

Pada tahun 2011, Pediatric Infectious Diseases Society (PIDS) dan Infectious Diseases
Society of America (IDSA) menerbitkan panduan untuk pengobatan anak-anak dengan CAP.
Panduan tersebut disusun untuk mengurangi variasi yang tidak beralasan dalam pengobatan anak-
anak dengan CAP, serta meningkatkan hasil klinis mereka. Pedoman PIDS/IDSA
merekomendasikan pemberian antibiotik spektrum sempit secara empiris, yaitu ampisilin atau
penisilin G untuk anak-anak yang dirawat di rumah sakit karena CAP tanpa komplikasi. Meskipun
beberapa penelitian menunjukkan bahwa penisilin sama efektifnya dengan antibiotik spektrum
luas untuk pengobatan empiris CAP yang diakibatkan oleh S. pneumoniae, hanya terdapat sedikit
penelitian yang langsung membandingkan 2 rejimen tersebut. Bukti yang menunjukkan efektivitas
terapi antibiotik spektrum sempit memiliki potensi untuk meningkatkan kepatuhan terhadap
pedoman nasional dan meminimalkan perkembangan resistensi bakteri. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk membandingkan efektivitas terapi empiris antibiotik spektrum sempit dengan terapi
empiris antibiotik spektrum luas pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit dengan CAP tanpa
komplikasi.

Metode

Desain Studi, Sumber Data, dan Populasi Studi

Penelitian retrospektif multisenter ini didasarkan pada kohort pasien dari penelitian untuk
memvalidasi Klasifikasi Penyakit Internasional, Revisi Kesembilan, Modifikasi Klinis (ICD-9),
kode diagnostik untuk CAP. Kami menggunakan Sistem Informasi Kesehatan Pediatrik (pediatric
health information system - PHIS; Children's Hospital Association, Overland Park, KS) untuk
mengidentifikasi anak-anak yang dipulangkan dengan diagnosis CAP dari 4 rumah sakit pediatrik
yang berbeda (Rumah Sakit Monroe Carell Jr Children's di Vanderbilt, Nashville, TN; Rumah
Sakit dan Klinik Anak-anak Mercy, Kansas City, MO; Rumah Sakit Anak Seattle, Seattle, WA;
dan Cincinnati Pusat Medis Rumah Sakit Anak, Cincinnati, OH). Dewan peninjau institusional di
setiap rumah sakit telah menyetujui penelitian.

Pasien yang memenuhi syarat untuk dimasukkan ke dalam penelitian adalah pasien anak-
anak berusia 60 hari sampai 18 tahun dengan diagnosis pulang pneumonia di rumah sakit yang
berpartisipasi, yang dirawat antara 1 Januari 2010 dan 31 Desember 2010. Pasien yang
dipulangkan secara acak dipilih dari rekam medis untuk memverifikasi diagnosis CAP seperti yang
dijelaskan sebelumnya (n = 785). Rekam medis anak-anak yang memenuhi definisi CAP
selanjutnya ditinjau untuk mendapatkan data mengenai tanda dan gejala, hasil studi laboratorium
dan radiologi, dan lama rawatan di rumah sakit: (1) diagnosis pneumonia dalam 48 jam pertama
rawat inap (menyebutkan dugaan CAP bersama dengan strategi manajemen yang konsisten), (2)
demam dalam 48 jam pertama masuk atau jumlah sel darah putih (white blood cell - WBC) yang
tidak normal, (3) bukti penyakit pernapasan (misalnya, batuk atau peningkatan kerja pernapasan),
dan (4) rontgen dada menunjukkan pneumonia (misalnya, infiltrat atau konsolidasi).

Anak-anak dengan kondisi kronis predisposisi pneumonia berat, berulang, atau perawatan
kesehatan terkait lainnya dikeluarkan dari penelitian dengan penggunaan skema klasifikasi yang
dijelaskan sebelumnya (Gambar 1). Kami mengeluarkan anak-anak dengan pneumonia rumit (n =
113) dan anak-anak yang membutuhkan perawatan intensif dalam 2 hari kalender rawat inap (n =
70) karena cakupan antimikroba yang luas biasanya ditunjukkan pada populasi ini. Pneumonia
dengan komplikasi didefinisikan melalui studi pencitraan yang menunjukkan efusi pleura sedang
hingga besar, abses paru atau nekrosis, atau fistula bronkopleural atau jika ada kode tagihan untuk
prosedur drainase cairan pleura. Kami juga mengeluarkan pasien yang menerima antibiotik untuk
stafilokokus (n = 34), monoterapi makrolid (n = 33), atau antibiotik yang biasanya tidak digunakan
untuk mengobati CAP (misalnya, carbapenem, nitrofurantoin, dan gentamicin) (n = 5). Akhirnya,
kami mengeluarkan anak-anak jika mereka tidak menerima terapi antibiotik dalam 2 hari pertama
di rumah sakit atau yang hanya menerima 1 hari terapi antibiotik (n = 38).

Gambar 1. Diagram CONSORT menunjukkan identifikasi populasi penelitian dan alasan


pengeksklusian. paparan aFluoroquinolone, n = 12; sefalosporin generasi kedua dan ketiga saja, n
= 224.

Hasil yang Diukur

Hasil utama dari penelitian ini meliputi lama rawat inap di rumah sakit (LOS) diukur dalam
jam, admisi ulang dalam 7 hari setelah rawat inap, durasi demam dan penggunaan oksigen
tambahan, dan farmasi standar harian dan biaya keseluruhan. Durasi demam didefinisikan sebagai
waktu dalam jam dari admisi ke departemen gawat darurat sampai saat demam tercatat terakhir.
Untuk pasien yang menerima oksigen tambahan, durasi oksigen tambahan didefinisikan sebagai
waktu dalam jam penggunaan oksigen dari kedatangan ke departemen gawat darurat sampai saat
oksigen secara permanen dihentikan. Untuk menggunakan biaya rumah sakit sebagai penanda
pemanfaatan sumber daya, kami menggunakan metode yang telah dijelaskan sebelumnya untuk
membakukan biaya masing-masing item sehingga dapat menghapus variasi yang tinggi antar
rumah sakit dalam hal biaya. Kami memodelkan hasil biaya dengan LOS rata-rata karena biaya
kamar merupakan pendorong utama biaya. Karena pasien dalam kelompok spektrum luas juga
lebih banyak menerima terapi macrolide yang berpotensi meningkatkan biaya farmasi, kami
melakukan analisis sensitivitas yang mengecualikan pasien dalam setiap kelompok yang menerima
terapi macrolide.

Paparan (Exposure) yang Diukur

Paparan utama pada penelitian ini adalah terapi antibiotik awal, termasuk antibiotik yang
diberikan sebelum kedatangan ke rumah sakit dan antibiotik yang diberikan dalam 2 hari pertama
rawat inap. Lama terapi antibiotik minimal yang diperlukan untuk penginklusian pada penelitian
ini adalah 2 hari. Kami menentukan paparan antibiotik sebelum kedatangan rumah sakit dengan
meninjau rekam medis, termasuk antibiotik yang diberikan melalui rute mana pun. Antibiotik yang
diberikan selama 2 hari pertama rawat inap dikumpulkan dari database PHIS. Antibiotik pra-rumah
sakit dapat mencapai tidak lebih dari 1 hari dari 2 hari terapi minimal. Semua paparan antibiotik
diklasifikasikan sebagai antibiotik spektrum sempit atau luas. Kami mendefinisikan terapi
spektrum sempit seperti penggunaan ampisilin, penisilin, atau asam amoksisilin / klavulanat,
dengan atau tanpa terapi makrolida. Kami mendefinisikan terapi spektrum luas seperti penggunaan
sefalosporin generasi kedua atau ketiga atau fluoroquinolone, dengan atau tanpa terapi makrolida.

Kovariat

Karakteristik demografi pasien diperoleh dari database PHIS. Diagnosis komorbid asma
ditentukan berdasarkan kode diagnosis ICD-9 untuk asma atau penyakit saluran napas reaktif.
Diagnosis komorbid bronchiolitis atau infeksi virus ditentukan baik dari kode diagnosis pulang
untuk bronchiolitis atau infeksi saluran pernapasan bawah karena virus atau hasil tes positif untuk
virus pada saluran napas. Tes kultur darah ditentukan dari basis data PHIS, dan hasil kultur dari
tinjauan grafik. Demam didefinisikan sebagai suhu ≥38 ° C dalam 48 jam pertama admisi.
Takipnea didefinisikan sebagai laju pernapasan ≥ persentil ke-90 untuk usia. Hitung WBC
abnormal didefinisikan sebagai kadar WBC <5000 atau >15.000 sel per ml.

Analisis

Skor kecenderungan (propensity score) digunakan untuk memperhitungkan potensi


pembaur oleh kovariat baseline. Kami menentukan skor kecenderungan dengan menggunakan
regresi logistik multivariabel untuk menilai kemungkinan paparan terapi spektrum sempit karena
dokter mungkin cenderung kurang meresepkan antibiotik spektrum sempit untuk pasien yang
tampak “lebih sakit” atau yang memiliki gejala persisten setelah terapi antibiotik rawat jalan.
Variabel yang digunakan untuk mengembangkan skor kecenderungan meliputi usia, jenis kelamin,
ras/etnis, pembayar, diagnosis komorbid asma atau penyakit saluran napas reaktif, karakteristik
klinis pada awal kedatangan ke RS (misalnya, demam dan takipnea), paparan terapi antibiotik
sebelumnya, terapi antibiotik atipikal, diagnosis infeksi viral saluran pernapasan bawah, masuk ke
ICU setelah hari kedua rawat inap (n = 3), tes kultur darah, hasil kultur darah positif, penghitungan
WBC abnormal, dan penggunaan cephalosporin di rumah sakit. Variabel tertentu seperti
takikardia, hipotensi, dan perubahan status mental pada saat penerimaan tidak dimasukkan karena
hal ini jarang muncul pada kedua kelompok. Hasil hitung model statistik C adalah 0,70,
menunjukkan bahwa model memberikan perkiraan yang lebih baik daripada “kebetulan” (yaitu,
jika statistik C sama dengan 0,5) tetapi tetap dalam kisaran yang mengindikasikan bahwa ada
distribusi skor kecenderungan yang tumpang tindih antara kelompok perlakuan. Penerima
spektrum sempit dan luas dicocokkan pada skor kecenderungan dengan penggunaan tetangga
terdekat yang cocok dengan kaliper yang ditetapkan pada seperempat dari SD logit skor
kecenderungan.

Karena LOS, durasi demam, dan durasi oksigen tidak terdistribusi normal, kami melakukan
log-transform data sebelum pemodelan. Kami menggunakan model campuran linier dengan rumah
sakit sebagai efek acak dan kembali mengubah hasil ke skala aslinya. Analisis juga
memperhitungkan pengelompokan pasien di rumah sakit. Semua analisis dilakukan dengan SAS
versi 9.2 (SAS Institute, Cary, NC), dan nilai P <0,05 dianggap signifikan secara statistik.

Hasil

Sebanyak 492 pasien dengan CAP dimasukkan ke dalam penelitian: 256 (52%) menerima
antibiotik spektrum sempit dan 236 (48%) menerima antibiotik spektrum luas (Tabel 1). Sebelum
pencocokan, tidak ada perbedaan antara 2 kelompok dalam hal usia, jenis kelamin, ras, jenis
asuransi, asma, penyakit saluran napas reaktif, atau infeksi saluran pernapasan bawah virus.
Namun, pasien dalam kelompok antibiotik spektrum sempit lebih banyak yang berusia 60 hari
sampai 2 tahun (44,1% vs 39,8%; P = 0,02) atau memiliki WBC abnormal (41,0% vs 31,4%; P =
0,03). Pasien dalam kelompok antibiotik spektrum luas lebih mungkin untuk menerima antibiotik
sebelum kedatangan di rumah sakit (30,5% vs 18,4%; P = 0,002), menerima antibiotik macrolide
(25,8% vs 10,2%; P = 0,001), dilakukan kultur darah (59,3% vs 44,2%; P = 0,001), atau memiliki
hasil kultur darah positif (4,7% vs 1,2%; P = 0,02). Terdapat variasi yang signifikan dalam pilihan
terapi awal di rumah sakit; tingkat penggunaan spektrum sempit berkisar antara 18,6% hingga
88,3% (P <0,001).
Tabel 1. Karakteristik pasien

Dalam analisis yang tidak disesuaikan, LOS secara signifikan lebih pendek pada kelompok
spektrum sempit (43 jam; 95% interval kepercayaan [CI]: 28-62,5) dibandingkan dengan
kelompok spektrum luas (49 jam; 95% CI: 39-76) (Tambahan Tabel 3). Penemuan LOS yang lebih
pendek tidak berubah saat dilakukan analisis yang disesuaikan menggunakan skor kecenderungan:
kelompok spektrum sempit memiliki LOS 10-jam lebih pendek (P = 0,04). Namun, tidak ada
perbedaan yang signifikan dalam durasi penggunaan oksigen, durasi demam, atau tingkat admisi
ulang dalam 7 hari (Tabel 2).
Tabel 2. Outcome yang disesuaikan

Dalam analisis biaya standar, biaya yang tidak disesuaikan lebih tinggi pada kelompok
spektrum luas ($ 4.704 vs $ 3.933; P = 0,04). Namun, dalam analisis yang disesuaikan yang
dimodelkan untuk LOS, tidak ada perbedaan dalam rata-rata biaya standar harian (P = 0,62) atau
rata-rata biaya farmasi standar harian (P = 0,26) (Tabel 2). Dalam sub-analisis yang tidak
mengikutsertakan pasien yang menerima terapi macrolide, masih tidak ada perbedaan dalam biaya
harian dalam hal biaya standar harian rata-rata (P = 0,48) atau rata-rata biaya farmasi standar harian
(P = 0,32).

Diskusi

Kami membandingkan terapi empiris antibiotik spektrum sempit dengan terapi spektrum
luas untuk anak-anak yang dirawat di rumah sakit dengan CAP tanpa komplikasi selama era
vaksinasi pneumokokus konjugasi. Dalam penelitian multisenter ini, kami menemukan bahwa
terapi spektrum sempit tidak lebih inferior terhadap antibiotik spektrum luas dalam semua hasil
yang diukur termasuk LOS, durasi penggunaan oksigen, durasi demam, biaya farmasi standar
harian dan biaya keseluruhan, atau tingkat pendaftaran kembali dalam 7 hari. Hasil penelitian ini
mendukung pedoman PIDS/IDSA yang baru-baru ini diterbitkan, yang merekomendasikan
penggunaan aminopenicillins secara empiris pada CAP pasien anak-anak yang dirawat di rumah
sakit.

Dalam penelitian kami, hanya 33% dari semua pasien dengan CAP yang menerima terapi
yang direkomendasikan dengan penisilin spektrum sempit atau aminopenicillin. Cephalosporin
spektrum luas adalah antibiotik yang paling sering diresepkan, tetapi mereka digunakan dengan
variabilitas substansial di 4 rumah sakit yang berpartisipasi. Temuan ini konsisten dengan
penelitian sebelumnya dan menunjukkan bahwa dokter dan beberapa rumah sakit belum dapat
diandalkan untuk mengubah praktik klinis mereka. Dalam 1 studi multisenter yang membahas
mengenai CAP, tingkat penggunaan ampisilin di rumah sakit anak-anak tersier masih rendah yaitu
5,5%. Dalam studi multisenter lainnya, Ambroggio et al. melaporkan penggunaan terapi spektrum
luas pada 93% anak-anak yang dirawat di rumah sakit karena CAP di 33 rumah sakit anak-anak.
Bahkan di antara dokter penyakit menular pediatrik, ada variasi yang cukup besar dalam pola
pemberian resep empiris, dengan hanya 21% yang merekomendasikan ampisilin atau
ampisilin/sulbaktam saja untuk CAP tanpa komplikasi. Kepatuhan terhadap terapi antibiotik
empiris yang disarankan harus dipantau secara ketat sebagai indikator kualitas dan upaya
pelaksanaan yang baik di tingkat lokal dan nasional, terutama dengan bukti baru ini untuk
mendukung rekomendasi PIDS/IDSA terbaru.

Kami menemukan bahwa hasil terapi penisilin spektrum sempit tidak lebih inferior
daripada antibiotik spektrum luas di 4 rumah sakit anak-anak yang berbeda. Beberapa penelitian
telah secara langsung membandingkan antibiotik empiris dengan hasil dan biaya pasien. Dalam
suatu studi multicenter, Ambroggio et al. membandingkan monoterapi β-laktam dengan β-lactam
plus macrolide. Dalam subanalisis pasien yang menerima monoterapi β-laktam, 12% dari total
kohort menerima aminopenicillin dengan sisanya menerima sefalosporin generasi kedua atau
ketiga. Tingkat pendaftaran kembali secara statistik tidak berbeda antara 2 kelompok tersebut.
Sebuah studi pusat tunggal oleh Newman et al. juga menunjukkan hasil serupa antara pasien yang
diobati dengan aminopenicillins dan ceftriaxone. Kegagalan pengobatan jarang terjadi dan tidak
berbeda secara statistik antara kedua kelompok.

Meskipun pedoman CAP yang dibuat oleh PIDS / IDSA mencatat bahwa biaya ampisilin
dan penisilin lebih rendah dari antibiotik spektrum luas lainnya, pemanfaatan sumber daya rumah
sakit dan biaya administrasi keseluruhan mungkin lebih besar karena perbedaan dalam dosis.
Namun, ketika kami menganalisis biaya farmasi standar, dan menghitung dampak dari LOS, kami
tidak menemukan perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok tersebut. Temuan ini
mengungkapkan bahwa antibiotik spektrum sempit tidak hanya efektif secara klinis karena
cakupannya lebih luas tetapi, untuk 4 rumah sakit dalam penelitian ini, mereka juga serupa dalam
hal biaya.

Ada banyak alasan untuk menggunakan penisilin sebagai terapi antibiotik lini pertama
untuk CAP. Pertama, penicillins menyediakan cakupan yang tepat untuk patogen yang paling
menonjol, yaitu S. pneumoniae. Kedua, pengobatan pasien dengan infeksi non-saraf pusat
pneumokokus yang resisten terhadap penicillins belum dikaitkan dengan kegagalan pengobatan.
Temuan ini konsisten dengan data in vitro yang menunjukkan aktivitas bakterisida penisilin pada
konsentrasi yang relatif rendah dibandingkan dengan konsentrasi hambat minimum dari
pneumokokus. Sebagai akibatnya, breakpoint yang berbeda digunakan untuk menentukan
kerentanan pneumokokus untuk infeksi di luar sistem saraf pusat. Akhirnya, penggunaan antibiotik
spektrum luas telah terbukti meningkatkan risiko mengembangkan infeksi berikutnya dengan
organisme resisten. Pada tahun 2007, IDSA mencatat bahwa mengingat munculnya organisme
multiresisten, penggunaan agen antimikroba yang tepat telah menjadi fokus keselamatan pasien
dan jaminan kualitas.

Studi ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, sisa pembaur dapat bertahan. Kesan
klinis dan pilihan terapi antibiotik empiris berikutnya dipengaruhi oleh banyak faktor dan kita
tidak bisa sepenuhnya yakin bahwa kesan itu cukup diperhitungkan oleh skor kecenderungan.
Meskipun demikian, hasil dari anak-anak yang menerima terapi spektrum sempit sangat baik dan
sebanding dengan anak-anak yang menerima antibiotik spektrum luas. Kedua, paparan antibiotik
sebelumnya dapat mempengaruhi pemberian resep antibiotik empiris. Meskipun kami
memasukkan paparan antibiotik sebelumnya yang didokumentasikan dalam rekam medis, kami
tidak dapat sepenuhnya memastikan bahwa hal tersebut didokumentasikan secara konsisten.
Ketiga, penelitian ini berfokus pada rejimen antibiotik empiris yang paling umum untuk CAP.
Kami tidak mengevaluasi pasien yang menerima beberapa antibiotik atau antibiotik selain yang
termasuk dalam penelitian kami (misalnya, terapi yang menargetkan stafilokokus). Terakhir,
admisi ulang jarang terjadi dan penelitian kami tidak memiliki kekuatan yang memadai untuk
mendeteksi perbedaan kecil tetapi berpotensi penting dalam tingkat pendaftaran kembali.

Studi efektivitas komparatif dapat digunakan untuk mendukung rekomendasi konsensus,


terutama ketika studi terkontrol secara acak terlalu mahal atau tidak layak. Penelitian kami
berkontribusi pada semakin banyaknya bukti dan konsensus bahwa terapi spektrum luas tidak
diperlukan dalam CAP tanpa komplikasi dan pasien dapat diobati dengan aman dengan antibiotik
spektrum sempit.

Anda mungkin juga menyukai