Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Menurut Admin (2010) Rheumatoid Artritis adalah penyakit inflamasi sistemik kronis

yang tidak diketahui penyebabnya. Karakteristik RA adalah terjadinya kerusakan dan

proliferasi pada membran sinovial, yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi,

ankilosis, dan deformitas. Mekanisme imunologis tampak berperan penting dalam

memulai dan timbulnya penyakit ini. Pendapat lain mengatakan, Rheumatoid Artritis

adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah

salah satu dari sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang diperantarai oleh

imunitas (Lukman, 2011 : 216). Berdasarkan pada usia lanjut adalah suatu kejadian

yang pasti akan dialami oleh semua orang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh siapapun

dan dapat terjadi berbagai kemunduran pada organ tubuh. Pada periode ini kemampuan

jaringan untuk memperbaiki diri ataupun mengganti dan mempertahankan fungsi

normalnya akan perlahan-lahan menurun.

Menurut Verar (2013) Perawatan Rheumatoid Artritis yang dapat dilakukan adalah satu

diantaranya latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk

mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan

persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan masa otot dan tonus otot.

Aktivitas adalah suatu energy atau keadaan bergerak dimana manusia memerlukan

untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Range of motion (ROM) yaitu kemampuan
37

klien untuk menggerakan sendi agar tidak terjadi kekakuan, pembengkakan, nyeri,

keterbatasa sendi dan gerakan yang tidak seimbang, Gerakan di aplikasikan dalam

bentuk keterampilan tangan di samping lansia dapat mengurangi nyeri yang dirasakan

dari gejala Rheumatoid Artritis.

Angka kejadian Rheumatoid Artritis (RA) pada tahun 2016 yang dilaporkan oleh

organisasi kesehatan dunia menurut WHO adalah mencapai 20% dari penduduk dunia,

diamana 5-10% adalah mereka yang berusia 20 tahun dan 20% adalah mereka yang

berusia 55 tahun, sedangkan hasil riset kesehatan dasar (Rikesda) Indonesia pada tahun

2013 prevalensi penyakit RA adalah 24,7%. Prevalensi yang di diagnosa nakes lebih

tinggi perempuan 13,4% disbanding dengan laki-laki 10,3%. Angka ini menunjukkan

bahwa nyeri akibat rematik sudah sangan mengganggu aktivitas masyarakat Indonesia

(Maris F, Yuliana S, 2016).

Berdasarkan pada data Indonesia tahun 2011 populasi usia lanjut Indonesia

diperkirakan meningkat 41,4% atau empat kali lipat pada tahun 2005 dan ini

merupakan jumlah tertinggi di dunia (Depkes, 2012), prevelensi Rheumatoid Artritis di

Indonesia cukup tinggi yaitu mencapai 15,5% pada wanita dan 12,7% pada pria.

Prevelensi yang cukup tinggi dan sifatnya yang lebih besar baik dinegara maju maupun

dinegara berkembang diperkirakan 1-2 juta orang penderita penderita cacat karena tidak

melakukan pencegahan/perawatan dari pada penderita Rheumatoid Artritis (Diana,

2011).
37

Berdasarkan data 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Provinsi Jambi tahun 2013 s/d

2015. Penyakit rematik (Rheumatoid Artritis) disebut juga penyakit sistem otot dan

jaringan pengikat, pada tahun 2013 (13.00%), tahun 2014 (9.35%), tahun 2015

(3.36%), yang banyak ditemukan dimasyarakat, dari 10 penyakit yang banyak di

Puskesmas Provinsi Jambi pada tahun 2015 untuk penyakit rematik atau penyakit

sistem otot dan jaringan pengikat yaitu sebanyak (9.35%) kasus (profil Kesehatan

Provinsi Jambi 2015).

Berdasarkan data yang didapatkan dari Puskesmas Semurup pada tahun 2017 penyakit

Rheumatoid Artritis atau rematik termasuk 10 penyakit terbanyak di Puskesmas

Semurup yang berada pada urutan yang ke 2, berikut data terbaru yang didapatkan pada

Puskesmas Semurup pada tahun 2017 terdapat data grafik pada bulan Agustus (15%)

yang menderita Rheumatoid Artritis, pada bulan September (15%) yang menderita

Rheumatoid Artritis. Pada tahun 2018 yang berkunjung di Puskesmas Semurup yang

menderita Rheumatoid Artritis yang terdata dalam buku laporan pasien dengan

diagnosa Rheumatoid Artritis yang berobat di Poli lansia Puskesmas Semurup

sebanyak 159 kunjungan dari data yang didapat pada bulan Januari s/d Juni 2018.

Jumlah wanita yang mengalami Rheumatoid Artritis yaitu sebanyak 76 orang pasien

sedangkan laki-laki sebanyak 83 orang pasien. Dalam satu bulan terdapat pasien yang

berkunjung berobat dengan penyakit Rheumatoid Artritis yang sama, pada pasien Ny.n

yang berkunjung berobat ke Puskesmas Semurup dua kali pada bulan Maret dan April

dengan penyakit sama, rentang usia lansia yang menderita penyakit Rheumatoid Artritis

pada usia 56-65 pada masa lansia akhir.


37

Berdasarkan penelitian oleh Mardiono (2012) mengenai pengaruh latihan Range Of

Motion (ROM) adalah latihan-latihan yang diberikan untuk mempertahankan dan

meningkatkan fungsi sendi yang berkurang. Latihan ROM ini memungkinkan

terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakkan masing-masing

persendiannya sesuai dengan gerakan normal baik secara aktif maupun pasif. Terapi

ROM yaitu latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat

kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk

meningkatkan masa otot dan tonus.

Berdasarkan data diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang

penerapan “ Latihan ROM aktif untuk mengurangi kakakuan otot pada klien Ny.F

dan Ny.M dengan Rheumatoid Artritis diwilayah kerja puskesmas semurup tahun

2018 “.

B. Rumusan Masalah

Perawatan yang dapat dilakukan adalah satu diantaranya latihan ROM adalah latihan

yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan

kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan

masa otot dan tonus otot. Berdasarkan latar belakang diatas adapun yang menjadi

perumusan masalah peneliti adalah “Bagaimana hasil penerapan latihan ROM untuk

mengurangi kekakuan otot pada klien Ny.F dan Ny.M dengan artritis rheumatoid di

wilayah kerja puskesmas semurup tahun 2018”.


37

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang hendak dicapai dalam studi kasus

ini adalah diketahui penerapan latihan ROM aktif untuk mengurangi kekakuan otot

dengan masalah mobilitas fisik pada klien Ny.F dan Ny.M dengan Rheumatoid

Artritis Di Wilayah Kerja Semurup tahun 2018.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui Penerapan latihan ROM aktif dengan masalah hambatan mobilitas

fisik pada klien Ny.F dengan atritis rheumatoid Di Wilayah Kerja Puskesmas

Semurup.

b. Diketahui Penerapan latihan ROM aktif dengan masalah hambatan mobilitas

fisik pada klien Ny.M dengan atritis Rheumatoid Artritis Di Wilayah Kerja

Puskesmas Semurup.

c. Diketahui perbedaan hasil penerapan latihan ROM aktif dengan masalah

hambatan mobilitas fisik pada klien Ny.F dan Ny.M dengan Rheumatoid Artritis

Di Wilayah Kerja Puskesmas Semurup.


37

D. Manfaat penelitian

Adapun penelitian ini bermanfaat untuk :

1. Bagi peneliti

Bagi peneliti sebagai pengalaman dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang

didapatkan selama memberikan Asuhan Keperawatan terutama dalam ilmu

metodologi penelitian dalam upaya menganalisis masalah keperawatan.

2. Bagi puskesmas semurup

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai landasan dalam memberikan

Asuhan Keperawatan pada pasien rematik atau artritis rhematoid.

3. Bagi insitusi pendidikan

Peneliti dapat memperdalam pengetahuan tentang asuhan keperawatan yang telah

dilakukannya yaitu penerapan latihan ROM aktif untuk mengurangi kekakuan pada

otot.
37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis Rheumtaoid Artritis (RA)

1. Anatomi dan fisiologi

a. Anatomi

Gambar 2.1 Kerangka

Sumber Restu Damayanti (2015). Muskulokeletal


37

b. Fisiologi

Adapun fisiologi kerangka sendi dan otot menurut Restu Damayanti (2015 446-452).

Kerangka, sendi dan otot rangka bekerja bersama-sama untuk memberikan fungsi

dasar yang sangat penting dalam kehidupan :

1) Proteksi untuk organ internal dan untuk memberikan sokongan pada jaringan

lunak,

2) Sokongan-mempertahankan postur tegak lurus,

3) Pembentukan darah-dalam sumsum tulang merah, hemopoesis,

4) Homeostasis mineral, penyimpanan dan pelepasan mineral saat tubuh

membutuhkannya.tulang menyimpan sebagian besar kebutuhan mineral tubuh,

5) Penyimpanan-lemak dan mineral pada sumsum tulang kuning,

6) Pengungkit, yang bekerja dengan otot, dan tulang pada tungkai atas dan bawah

menarik dan mendorong yang memudahkan gerakan.

(a) Sruktur Tulang

Tulang adalah matriks berbasis-kolagen dengan mineral melapisi atasnya,

kekuatannya bergangtung pada kedua komponen. Aspek mineral terutama

tersusun dari kalsium, magnesium dan fostor, dan serabut kolagen membantu

dalam tegangan dan kompresi tulang yang dimaksud. Serabut kolagen dan

mineral dikemas bersama-sama dengan rapat, yang menyebabakan

penggerasan tulang. Vitamin D, hormon aratiroid dan kalsitonin adalah faktor

penting dalam mineralisasi tulang.


37

Pembentukan tulang dikendalikan oleh aktivitas osteoblas dan osteoklas.

Osteoblas mengatur pembentukan tulang dan osteoklas bertanggung jawab

untuk penghancuran tulang. Sepanjang kehidupan, tulang terus berubah dan

memperbaiki dirinya-tulang ini keras, kaku, elastic, dan dinamis. Tulang lebih

dari sekedar sruktur yang keras, dan terus berubah dan memperbaiki dirinya

sendiri.

Cara seseorang bergerak, jumlah, dan jenis latihan yang dijalankan serta diet

yang dimakan dan diminum semuanya akan mempengaruhi sruktur tulang.

(a) Panjang, misalnya femur,

(b) Pendek, mislanya tulang tarsal

(c) Pipih, mislanya tulang rusuk,

(d) Tak teratur, mislanya mandibula

(b) Sendi

Tempat satu tulang bertemu dengan tulang lainnya disebut sendi. Ada tiga

jenis sendi:

(a) Sendi yang memungkinkan gerakan bebas (mislanya diartrosis),

(b) Sendi yang tidak bergerak (misalnya sinartrosis),

(c) Sendi yang memeberikan gerakan terbatas (amfiartrosis).

Sendi diklasifikasikan sebagai berikut:

(a) Sinostosik,

(b) Kartilaginosa,

(c) Fibrosa,
37

(d) Sinovial.

Sendi sinovial memungkinkan gerakan bebas. Permukaan tulang (ujung

tulang) diselimutti oleh kartilago artikularis dan dismabung oleh ligamen, jenis

sendi sinovial mencakup:

(a) Sendi putar ( misalnya sendi antara humerus radialis ulnaris),

(b) Sendi peluru (misalnya sendi pinggul),

(c) Sendi engsel (misalnya sendi interfalangus jada jari).

(c) Otot

Otot rangka mempunyai kemampuan untuk berkontraksi dan relaksasi. Neuron

mototrik mempersarafi 100-1000 serabut otot rangka dan ketika kontraksi otot

terjadi, impils yang berjalan dari saraf ke otot melewati persimpangan

neuromuscular. Aktivitas listrik menyebabkan filamen yang mengandung

aktin tipis memendek, yang mengakibatkakn kontraksi otot. Penghentian

stimulus kayaktin menyebabkan relaksasi (gambar 16.5). aktivitas listrik

membahas kemudian.

Otot sering kali tersusun berpasangan yang bersambungan dengan dua tulang

dan sendi atau lebih. Otot-otot yang berkaitan dengan pergerakan ditemukan

pada bagian rangka dimana pergerakan disebabkan oleh pengungkitan.

Pasangan otot mempunyai fungsi berlawanan. Satu otot bekerja sebagai

fleksor ( kontraksi dan fleksi) dan lainya sebagai ekstensor (relaksasi dan
37

ekstensi). Otot yang menempel ke tulang memberikan kekuatan yang

diperlukan untuk memindahkan benda.

Mekanik tubuh adalah istilah yang digunakan untuk menggabungkan upaya

terkoordinasi sistem muskulokeletal dan sistem saraf berikut:

(a) Untuk memepertahankan keseimbangan,

(b) Untuk memberikan postur,

(c) Untuk memastikan kesejajaran tubuh.

Otot yang berhubungan dengan postur terutama adalah otot pada batang tubuh,

leher, dan punggung. Otot tersebut berkumpul dalam posisi miring di tendon

biasa, Nampak pendek dan mirip bulu. Bekerja bersama-sama, otot ini

memberikan stabilitas dan menyokong berat badan sehingga memungkinkan

postur duduk atau berdiri dipertahankan.

(d) Sistem Saraf

Pergerakan dan postur diatur oleh sistem saraf. Terdapat area di otak (korteks

serebral) yang menampung area motorik volunter. Area khusus di korteks

serebra-girus presentral atau bilahan motorik-mmengirimkan impuls turun

menuju bilahan motorik ke korda spinalis selama gerakan volunteer. Otot

distimulasikan sesudah bermacam-macam aktivitas kimia dan neural yang

sangat komples berlangsung dan pergerakan sendi.


37

Pengambilan riwayat membutuhkan kemampuan komunikasi efektif yang

sangat baik. Tenaga kesehatan professional yang kompoten akan mampu

mengidentifikasi kondisi serius yang membutuhkan perhatian segera. Banyak

pasien akan mengatakan bahwa dirinya kesakitan (verbal non-verbal). Jenis

nyeri akan menentukan apakah pasien mengalami kondisi inflamasi atau

mekanik (Bulstrode dan swales, 2010; conaghan dan Sharma, 2009);

pemeriksaan fisik memberikan informasi tentang aspek anatomi yang telah

terluka.

(e) Penyakit Pada Sistem Muskulokeletal

Ada banyak gangguan yang dapat menyebabkan penyakit pada sistem

muskulokeletal:

(a) Anomali congenital,

(b) Infeksi,

(c) Inflamasi,

(d) Proses degenerative,

(e) Trauma,

(f) Kanker,

(g) Penyakit vaskuler,

(h) Gangguan metabolisme.

Gangguan muskulokeletal biasanya dapat dibagi menjadi kondisi akut atau

kronis (jangka-panjang), dan asuhan serta penanganan yang dibutuhkan akan


37

mewakilinya. Kondisi akut sering disebabkan oleh cedera atau penggunaan

berlebihan dan ditangani menurut akronim.

2. Definisi

Menurut Lukman (2011:216) Rheumatoid Artritis (RA) adalah penyakit inflamasi

sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya. Karakteristik RA adalah terjadinya

kerusakan dan proliferasi pada membran sinovial, yang menyebabkan kerusakan pada

tulang sendi, ankilosis, dan deformitas. Mekanisme imunologis tampak berperan penting

dalam memulai dan timbulnya penyakit ini. Pendapat lain mengatakan, artritis reumatoid

adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah

salah satu dari sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang diperantarai oleh

imunitas.

Menurut Rosyidi Kholid (2013:68) Rheumatoid Artritis adalah penyakit jaringan

penyambung sistemik dan kronis di karakteristik oleh inflamasi dari membran sinovial

dari sendi diartroidial.

Menurut Nuratif Huda Amin (2015:94) Rheumatoid Artritis (RA) merupakan penyakit

inflamasi non-bakterial yang bersifat sistemik, progresif, cenderung kronik dan

mengenai sendi serta jaringan ikat sendi yang terlibat pada Rheumatoid Artritis.

3. Etiologi

Menurut Junaidi (2006) dalam penelitian Nadliroh (2014), penyebab penyakit rematik

diantaranya:

a. Riwayat keluarga dan keturunan.

b. Obesitas atau kegemukan.


37

c. Usia lebih dari 50 tahun.

d. Pernah mengalami trauma berat pada lutut sampai terjadi pembengkakan atau

berdarah, seperti pada olahragawan (pemain basket, sepak bola, pelari dan

sebagainya.

e. Para pekerja yang menggunakan lutut secara berlebihan, misalnya pedagang keliling

dan pekerja yang bekerja dengan banyak jongkok yang menyebabkan tekanan

berlebihan pada lutut.

4. Patofioslogi

Menurut Nadliroh (2014) Pada artritis reumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada

jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-

enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membrane

sinovial, dan akhirnya membentuk vanus. Panus akan menghancurkan tulang rawan dan

menimbulkan erosi tulang, akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan

menganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena serabut otot akan akan mengalami

perubahan generative dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi

otot.

Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, eksudat febrin dan

infiltrasi seluler. Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama

pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk

pannus, atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang subchondria.
37

Jaringan granulasi menguatnkarena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi

kartilago artikuler, kartilago menjadi nekrosis.

Tingkat erosi dan kartilago menetukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan

kartilago sangat luas maka terjadi adhesi di antara permukaan sendi, karena jaringan

fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan

tendon dan ligament jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari

persendian.

5. Manifestasi klinis

Menurut Lukman (2011:218) Ada beberapa manifestasi kilnis yang lazim ditemukan

pada klien artritis reumatoid. Manifestasi ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang

bersamaan. Oleh karenanya penyakit ini memiliki manifestasi klinis yang sangat

bervariasi.

a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan

demam. Terkadang dapat terjadi kelelahan yang hebat.

b. Poliartritis simetris, terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan,

namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir semua

sendi diarrtrodial dapat terserang.

c. Kekakua di pagi hari selama lebih dari satut jam, dapat bersifat generalisata tetapi,

terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada

osteoarthritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu

kurang dari satu jam.


37

d. Artritis erosive, merupakan cirri khas artritis reumatoid pada gambaran radiologic.

Peradangan sendi yang kronik mengakitkan erosi di tepi tulang dan dapat dilihat

pada radiogram.

6. Komplikasi

Menurut Shiel (2011) Komplikasi penyakit ini dapat mempersingkat hidup beberapa

tahun pada beberapa individu, meskipun artritis rheumatoid itu sendiri tidak fatal. Secara

umum, artritis rheumatoid bersifat progresif dan dapat disembuhkan, tetapi pada

beberapa pasien penyakit ini secara bertahap menjadi kurang agresif dan gejala bahkan

dapat meningkat. Jika terjadi kerusakan tulang dan ligament serta perubahan bentuk,

maka efeknya akan permanen. Efek ini meliputi :

a. Anemia

Anemia pada penderita artritis rheumatoid dapat disebabkan oleh adanya peradangan

kronis yang teerjadi atau efek samping dari penggunaan obat anti inflamasi Non-

Steroid (OAINS) jangka panjang seperti pendarahan internal atau tukak lambung.

b. Infeksi

Pasien dengan artritis rheumatoid memiliki resiko lebih besar untuk infeksi. Obat

imunosupresif akan lebih meningkat resiko.

c. Masalah Gastrointestinal

Pasien dengan artritis rheumatoid mungkin mengalami gangguan perut dan usus,

kanker perut dan kolorektal dalam tingkat yang rendah telah dilaporkan pada pasien

atrtitis rheumatoid.
37

d. Osteoporosis

Kondisi ini lebuh umum dari pada rata-rata pada wanita post menopause dengan

artritis rheumatoid, pinggul yang sangat terpengaruh. Resiko osteoporosis

tampaknya lebih tinggi dari pada rata-rata pada pria dengan artritis rheumatoid yang

lebih dari 60 tahun.

7. Pemeriksaan diagnostic

Menurut Rosyidi Kholid (2013:74).

Pemeriksaan diagnostic untuk artritis rheumatoid :


a. Tidak terdapat tes tunggal pada artritis rheumatoid. Dalam hubungannya dengan

riwayat dan temuan fisik pasien, banyak tes member indicator positif.

b. Laju sedimentasi eritrosit meningkat, menunjukan inflamasi.

c. Tes aglutinasi lateks menunjukan kadar igC atau igM (faktor mayor dari rheumatoid)

tinggi. Makin tinggi titer, makin berat penyakitnya.

d. JDL menunjukan anemia hipokromik normositik.

e. Analisis cairan sinovial menunjukan peningkatan jumlah cairan sinovial yang encer

dan buram (normalnya kental dan jernih), kelebihan leukosit polimorfonuklear, dan

penurunan komplemen.

f. Sinar X terhadap sendi yang terlibat menunjukan bengkak jaringan lunak, erosi

kartilago artikular, dan osteoporosis pada penyakit akut. Pada penyakit kronis, sinar

X menunjukkan penyempitan ruang sendi, subluksasio dan ankilosis.


37

8. Penatalaksanaa medis

Menurut Rosyidi Kholid (2013 :75) penatalaksanaan medis meliputi :

a. Istirahat

b. Latihan

c. Diet seimbang

d. Farmakoterapi : 1) Non steroid anti-inflammatory drug (NSAID).

2) Kortikosteroid

B. Konsep keperawatan

1. Penkajian

Pengkajian meliputi :

a. Identitas pasien : nama, alamat, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, status

perkawinan, penanggung jawab.

b. Riwayat kesehatan :

1) Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai kaki.

2) Perasaan tidak nyaman dalam beberapa waktu sebelum pasien mengetahui dan

merasakan adanya perubahan pada sendi.

c. Pemeriksaan fisik

1) Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati

warna kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.

2) Lakukan pengukuran passive Range Of Mation (ROM) pada sendi sinovial

3) Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)

4) Catat bila terjadi nyeri saat digerakkan


37

5) Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral

6) Ukur kekuatan otot

7) Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya

8) Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari

d. Aktivitas/istirahat

1) Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stress pada

sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris. Limitasi

fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan,

keletihan.

2) Tanda : Malaise, keterbatasan rentang gerak, atrofi otot, kulit,

kontraktor/kelainan pada sendi.

e. Kardiovaskuler

1) Gejala : Fenomena raynaud jari tangan /kaki (mis : Pucat, intermitten, sianosis,

kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).

f. Integritas ego

1) Gejala : Faktor-faktor stress akut/kronis (mis : Finansial, pekerjaan,

ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan. Keputusan dan ketidakberdayaan

(situasi ketidakmampuan), ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas

pribadi ( mis : Ketergantungan pada orang lain).

g. Makanan/cairan

1) Gejala : Ketidakmampuan untuk menghasilkan/mengkonsumsi makanan/cairan

adekuat : mual dan anoreksia.

2) Tanda : Penurunan berat badan/kekeringan pada membran mukosa.


37

h. Hygiene

1) Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi dan

ketergantungan.

i. Neurosensori

1) Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan

dan kaki.

j. Nyeri/Kenyamanan

1) Gejala : Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh pembengkakan

jaringan lunak pada sendi).

k. Keamanan

1) Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, lesi kulit, ulkus kaki, kesulitan

ringan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga.

l. Interaksi social

1) Gejala : Kerusakan interaksi social dengan keluarga/orang lain, perubahan peran,

isolasi.

m. Riwayat psiko social : pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan

yang cukup tinggi apalagi pada pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi,

karena ia merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan

kegiatan sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap

konsep diri klien khususnya aspek body image dan harga diri klien.
37

2. Diagnose keperawatan

Menurut NANDA NIC-NOC (2015:98) Diagnose keperawatan yang timbul pada

penderita rematik atau artritis reumatoid.

a. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh, sendi,

bengkok, deformitas.

b. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi pada daerah kaki, kesemutan dan

rasa ngilu pada persendian.

c. Resiko cidera berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot, rasa nyeri.

d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas sruktur tulang,

kekakuan sendi.

e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskulokeletal (penurunan

kekuatan sendi).

f. Defesiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

g. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit, penurunan

produktifitas (status kesehatan dan fungsi peran).


37

3. Perencanaan
Tabel.2.1
Intervensi perencanaan menurut NANDA NIC-NOC (2015)

NO Diagnosa keperawatan NOC NIC


1. Gangguan citra tubuh 1. Body image Body image enhancement
berhubungan dengan 2. Self esteem 1. Kaji secara verbal dan non verbal
perubahan penampilan Kriteria hasil : respon klien terhadap tubuhnya
tubuh, sendi bengkok, a. Body image positif 2. Monitor frekuensi mengkritik dirinya
deformitas. b. Mampu mengidentifikasi kekuatan 3. Jelaskan tentang pengobatan,
personal perawatan, kemajuan dan prognosis
c. Mendiskripsikan secara factual penyakit
perubahan fungsi tubuh 4. Dorong klien mengungkapkan
d. Mempertahankan interaksi sosial Pperasaannya
5. Identifikasi arti pengurangan melalui
alat bantu
6. Fasilitas kontak dengan individu lain
dalam kelompok kecil
2. Nyeri akut berhubungan
dengan proses 1. Pain leviel, Pain management
inflamasi pada daerah 2. Pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
kaki, kesemutan dan 3. Comfort level komprehensif termasuk lokasi,
37

rasa ngilu pada karakteristik,


persendian Kriteria hasil :
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu 2. durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor
penyebab nyeri, mampu menggunakan presipitasi
tehnik nonfarmakologik untuk 3. Observasi reaksi nonverbal dari
mengurangi nyeri, mencari bantuan) ketidaknyamanan
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang 4. Gunakan tehnik komunikasi terapeutik
dengan menggunakan manajemen nyeri untuk mengetahui pengalaman nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, pasien
intesitas, frekuensi dan tanda nyeri) 5. Kaji kultur yang mempengaruhi respon
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri nyeri
berkurang 6. Evaluasi pengalaman nyeri masa
lampau
7. Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan
8. Control lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
atau berdiri
9. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama
dan setelah aktivitas
37

3. Resiko cidera
berhubungan dengan 1. Risk control Treaching Disese Process
hilangnya kekuatan Kriteria hasil 1. Beritahukan pengetahuan tentang
otot, rasa nyeri a. Klien terbebas dari cedera proses penyakit
b. Klien mampu menjelaskan cara/metode 2. Kaji pasien tentang kondisinya

untuk mencegah injury/cedera 3. Identifikasi kemungkinan penyebab


c. Klien mampu menjelaskan faktor 4. Jelaskan perjalanan penyakit dan
resiko dari lingkungan/perilaku bagaimana hubungannya dengan
personal anatomi dan fisiologi
d. Mampu memodifikasi gaya hidup 5. Mendiskusikan pilihan terapi
mencegah injury 6. Berikan instruksi kepada pasien
e. Menggunakan fasilitas kesehatan yang tentang tanda dan gejala yang
ada menyertai penyakit
f. Mampu mengenali perubahan status 7. Identifikasi perubahan kondisi fisik
kesehatan pasien
8. Diskripsikan kemungkinan komplikasi
kronik
9. Memberikan informasi kepada keluarga
tentang kemajuan kesehatan pasien
37

4. Hambatan mobilitas
fisik berhubungan 1. Joint movement : active Exercise therapy : ambulation
dengan kerusakan 2. Mobility level 1. Monitoring vital sign sebelum/sedudah
integritas sruktur tulang, 3. Self care : ADLs latihan dan lihat respon pasien saat
kekakuan sendi 4. Transfer performance latihan
Kriteria hasil 2. Konsultasikan dengan terapi fisik
a. Klien meningkat dalam aktivitas fisik tentang recana ambulasi sesuai dengan
b. Mengerti tujuan dari peningkatan kebutuhan
mobilitas 3. Ajarkan pasien bagaimana merubah
c. Memverbalisasikan perasaan dalam posisi dan berikan bantuan jika
meningkatkan kekuatan dan diperlukan
kemampuan berpindah 4. Bantuan klien untuk menggunakan
d. Memperagakan penggunaan alat bantu tongkat saat berjalan dan cegah
untuk mobilisasi (Walker) terhadap cedera
5. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan
tentang teknik ambulasi
6. Kaji kemampuan pasien dalam
mobilisasi
7. Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan
8. Damping dan bantu pasien saat
37

mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan


ADLs pasien
9. Berikan alat bantu jika pasien
memerlukan
10. Ajarkan pasien bagaimana merubah
posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan

5. Defisit perawatan diri


berhubungan dengan 1. Activity intolerance Self-care assistance : toileting
gangguan 2. Mobility : physical impaired 1. Pertimbangkan budaya pasien ketika
muskulokeletal 3. Fatique level mempromosikan aktivitas perawatan
(penurunan kekuatan 4. Anxiety self control diri
sendi) 5. Ambulation 2. Pertimbangkan usia pasien ketika
6. Self care deficit toileting mempromosikan perawatan diri
7. Self care deficit hygiene 3. Membantu pasien ke toilet selang
8. Urinaria incontinence : functional waktu tertentu
Kriteria hasil : 4. Pertimbangkan respon pasien terhadap
a. Pengetahuan perawatan ostomy : kurangnya privasi
tingkat pemahaman yang ditunjukan 5. Menyediakan privasi selama
tentang pemeliharaan ostomi untuk eliminasim
37

eliminasi 6. Ganti pakaian pasien setelah eliminasi


b. Perawatan diri : ostomi : tindakan 7. Menyiram toilet/membersihkan
pribadi untuk mempertahankan ostomi 8. Menyediakan alat bantu (misalnya,
untuk eliminasi kateter eksternal atau urinal), sesuai
c. Perawatan diri : aktivitas kehidupan memantau integritas kulit pasien
sehari-hairi (ADL) mampu untuk
melakukan aktivitas perawatan fisik
dan pribadi secara mandiri atau dengan
alat bantu
d. Perawatan diri hygine : mampu untuk
mempertahankan kebersihan dan
penampilan yang rapi secara mandiri
dengan dengan atau tanpa alat bantu
e. Perawatan diri eliminasi : mampu
untuk melakukan aktivitas eliminasi
secara mandiri atau tanpa alat bantu
f. Mampu duduk dan turun dari kloset
g. Membersihkan diri setelah eliminasi
h. Mengenali dan mengetahui kebutuhan
bantuan untuk eliminasi
37

6. Defisiensi pengetahuan
berhubungan dengan 1. Knowledge : disease process Teaching : disease process
kurangnya informasi 2. Knowledge : health behavior 1. Berikan penilaian tentang tingkat
Kriteria hasil : pengetahuan pasien tentang proses
a. Pasien dan keluarga menyatakan penyakit yang spesifik
pemahaman tentang penyakit, kondisi, 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
prognosis dan program pengobatan bagaimana hal ini berhubungan dengan
b. Pasien dan keluarga mampu anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
melaksanakan prosedur yang dijelaskan tepat
secara benar 3. Gambarkan tanda dan gejala yang
c. Pasien dan keluarga mampu biasa muncul pada penyakit, dengan
menjelaskan kembali apa yang cara yang tepat
dijelaskan perawat/tim kesehatan 4. Identifikasi kemungkinan penyebab,
lainnya dengan cara yang tepat
5. Sediakan informasi pada pasien tentang
kondisi, dengan cara yang tepat
6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi dimasa yang akan dating
dan atau proses pengontrolan penyakit
7. Diskusikan pilihan terapi atau
37

penanganan
7. Ansietas berhubungan
dengan kurangnya 1. Anxiety self-control Anxiety reduction (penurunan kecemasan)
informasi tentang 2. Anxiety level 1. Gunakan pendekatan yang
penyakit, penurunan 3. Coping menenangkan
produktifitas (status Kriteria hasil : 2. Nyatakan dengan jelas harapan
kesehatan dan fungsi a. Klien mampu mengidentifikasi dan terhadap pelaku pasien
peran) mengungkapkan gejala cemas 3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang
b. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan dirasakan selama prosedur
menunjukan tehnik untuk mengontrol 4. Pahami prespektif pasien terhadap
cemas situasi stress
c. Vital sign dalam batas normal 5. Temani pasien untuk memberikan
d. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa keamanan dan mengurangi takut
tubuh dan tingkat aktifitas menujukkan 6. Dengarkan dengan penuh perhatian
berkurangnya kecemasan 7. Identifikasi tingkat kecemasan
8. Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
9. Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, presepsi
10. Instruksikan pasien menggunakan
teknik relaksasi
37

4. Implementasi

Menurut Doenges (2001) Tahap pelaksanaan atau implementasi merupakan serangkaian

kegiatan yang menerapkan atau realisasi dari kegiatan yang telah ditetapkan dalam

perencanaan atau asuhan keperawatan. Pada tahap ini semua rencana yang disusun

diaplikasikan dalam upaya mengatasi masalah yang muncul sesuai dengan diagnose

keperawatan.

5. Evaluasi

Menurut Hidayat (2006:83) Tahap evaluasi merupakan tahap akhir proses keperawatan

dengan cara menilai sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.

Dalam mengevaluasi perawatan harus memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk

memahami respon terhadap evaluasi keperawatan, kemampuan menggambarkan

kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan

tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Tahap evaluasi ini terdiri atas dua kegiatan,

yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses dilakukan selama proses

keperawatan berlangsung atau menilai respon pasien, sedangkan evaluasi hasil

dilakukan atas target tujuan yang diharapkan.

C. Konsep tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien

1. Definisi ROM

a. Definisi ROM

Menurut Verar (2013) ROM adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan

atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian


37

secara normal dan lengkap untuk meningkatkan masa otot dan tonus otot. Aktivitas

adalah suatu energy atau keadaan bergerak dimana manusia memerlukan untuk daoat

memenuhi kebutuhan hidup.

b. Tujuan ROM

Untuk mengurangi kekakuan sendi dan kelemahan otot yang dapat dilakukan secara

aktif maupun pasif tergantung dengan keadaan pasien, meningkatkan atau

mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot.

c. Manfaat ROM

1. Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan

pergerakan

2. Mengkaji tulang sendi, otot

3. Mencegah terjadinya kekakuan sendi

4. Memperlancar sirkulasi darah

d. Jenis ROM

1. ROM Aktif : Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam

melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak

sendi normal (klien aktif).

2. ROM Pasif : Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien sesuai

dengan rentang gerak yang normal (klien pasif).

e. Indikasi ROM

1. Klien dengan tirah baring yang lama

2. Stroke atau Penurunan tingkat kesadaran

3. Kelemahan otot
37

4. Fase rehabilitas fisik

f. Kontra indikasi

1. Klien dengan fraktur

2. Klien dengan peningkatan tekanan intracranial

3. Thrombus/emboli pada pembuluh darah

4. Kelainan sendi atau tulang

5. Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit

2. Langkah-langkah gerakan penerapan ROM aktif

a. Fleksi : Gerakan yang membentuk atau mengurangi sudut sendi

b. Ekstensi : Gerakan yang memperlebar sudut sendi

c. Hiperektensi : Gerakan lanjutan dari ekstensi melebihi keadaan posisi

d. Rotasi : Memutar pada sumbu panjang tubuh

e. Supinasi : Gerakan lengan bawah dimana telapak tangan menghadap depan

f. Pronasi : Gerakan lengan bawah dimana telapak tangan menghadap belakang

g. Abduksi : Gerakan menuju batang tubuh

h. Adduksi : Gerakan menjauh dari batang tubuh

3. Prosedur tindakan ROM dari atas sampai dengan jari-jari kaki

a. Leher

1) Fleksi : Menggerakan dagu menempel ke dada

2) Ekstensi : Mengembalikan kepala ke posisi tegak

3) Hiperektensi : Menekuk kepala ke belakang sejauh mungkin


37

4) Fleksi lateral : Memiringkan kepala sejauh mungkin kearah setiap bahu

5) Rotasi : Memutar kepala sejauh mungkin ke arah setiap bahu

b. Bahu

1) Fleksi : Menaikan lengan dari posisi di samping tubuh ke depan ke posisi

diatas kepala

2) Ekstensi : Mengembalikan lengan ke posisi di samping tubuh

3) Hiperektensi : Menggerakkan ke belakang tubuh, siku tetap lurus

4) Abduksi : Menaikan lengan ke posisi samping diatas kepala dengan telapak

tangan jauh dari kepala

5) Adduksi : Menurunkan lengan ke samping dan menyilang tubuh sejauh

mungkin

6) Rotasi dalam : Dengan siku fleksi, memutar bahu dengan menggerakkan lengan

sampai ibu jari menghadap ke dalam dan kebelakang

7) Rotasi luar : Dengan siku fleksi, menggerakkan lengan sampai ibu jari ke atas

dan kesamping kepala

8) Sirkumduksi : Menggerakkan lengan gerakan penuh

c. Siku

1) Fleksi : Menekuk siku sehingga lengan bawah bergerak ke depan sendi

bahu dan tangan sejajar bahu

2) Ekstensi : Meluruskan siku dengan menurunkan lengan

d. Lengan bawah

1) Supinasi : Memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak tangan

menghadap ke atas
37

2) Pronasi : Memutar lengan bawah sehingga sehingga telapak tangan

menghadap ke bawah

e. Pergelangan tangan

1) Fleksi : Menggerakkan telapak tangan ke sisi bagian dalam lengan bawah

2) Ekstensi : Menggerakkan jari-jari sehingga jari-jari tangan dan lengan bawah

berada dalam arah yang sama

3) Hiperektensi : Membawa permukaan tangan dorsal ke belakang sejauh mungkin

4) Abduksi : Menekuk pergelangan tangan miring ke ibu jari

5) Adduksi : Menekuk pergelangan tangan miring kearah lima jari

f. Jari-jari tangan

1) Fleksi : Membuat genggaman

2) Ekstensi : Meluruskan jari-jari tangan

3) Hiperektensi : Menggerakkan jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin

4) Abduksi : Meregangkan jari-jari tangan yang satu dengan yang lain

5) Adduksi : Merapatkan kembali jari-jari tangan

g. Ibu jari

1) Oposisi : Menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan pada tangan yang

sama

h. Pinggul

1) Fleksi : Menggerakkan tungkai ke depan dan ke atas

2) Ekstensi : Menggerakkan kembali ke samping tungakai yang lain

3) Hiperektensi : Menggerakkan tungkai ke belakang tubuh

4) Abduksi : Menggerakkan tungkai ke samping menjauhi tubuh


37

5) Adduksi : Menggerakkan kembali tungkai ke posisi medial dan melibihi jika

mungkin

6) Rotasi dalam : Memutar kaki dang tungkai kearah tungkai lain

7) Rotasi luar : Memutar kaki dan tungkai menjauhi tungkai lain

8) Sirkumduksi : Menggerakkan tungkai memutar

i. Kaki

1) Inversi : Memutar telapak kaki ke samping dalam

2) Eversi : Memutar telapak kaki ke samping luar

j. Jari-jari kaki

1) Fleksi : Melengkungkan jari-jari kaki ke bawah

2) Ekstensi : Meluruskan jari-jari kaki

3) Abduksi : Merenggangkan jari-jari kaki satu dengan yang lain

4) Adduksi : Merapatkan kembali bersama-sama


37

Gambar.2.2

Gerakan ROM Aktif Fleksi

Gambar.2.3.

Gerakan ROM Aktif Ekstensi


37

Gambar.2.4.

Gerakan ROM Aktif Hiperektension

Gambar.2.5.

Gerakan ROM Aktif Supinasi


37

Gambar.2.6.

Gerakan ROM Aktif Pronasi

Gambar.2.7.

Gerakan ROM Aktif Abduksi


37

Gambar.2.8.

Gerakan ROM Aktif Adduksi


37

BAB III

METODE STUDI KASUS

A. Desain Penelitian

Desain Penelitian ini menggunakan pendekatan asuhan keperawatan dengan desain

Studi Kasus (Care Study), Penerapan pemberian latihan ROM aktif dengan masalah

mobilitas fisik pada klien Ny.F dan Ny.M dengan artritis rheumatoid Di Wilayah Kerja

Puskesmas Semurup tahun 2018.

B. Sampel studi kasus

Sampel dapat didefinisikan sebagai suatu dari bagian adalah suatu populasi yang

dianggap dapat mewakili secara keseluruhan dari sifat dan karakter dari populasi

tersebut. Sampel ini menjadi hal yang penting dalam suatu penelitian bidang kesehatan

karena populasi yang diperoleh dalam jumlah besar tentunya tidak mungkin di seleksi

semua menjadi sampel.

Menurut Nursalam, (2008:92) penemuan kriteria sampel sangat membantu peneliti

untuk mengurangi bias hasil penelitian, khususnya jika terdapat variable-variabel

control, ternyata mempunyai pengaruh terhadap variable yang diteliti kriteria sampel

dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :

1. Kriteria inklusif

a. Klien yang mengalami Rhemuatoid Artritis

b. Klien yang berusia 56-65 tahun pada masa lansia akhir


37

c. Klien yang memiliki jenis kelamin yang sama

d. Klien yang bersedia menjadi responden

e. Klien yang menderita artritis rheumatoid yang tidak sedang meradang

2. Kriteria eklusif

a. Terdapat keadaan atau penyakit yang menganggu pengukuran maupun hasil

b. Terdapat keadaan yang menganggu proses penelitian

c. Klien yang terganggu penyakit lainnya

d. Hambatan etis

e. Subjek menolak berpatisipasi

f. Klien yang peradangan atau tidak sedang meradang

C. Waktu dan Tempat pelaksanaan studi kasus

Waktu pelaksanaan studi kasus yaitu dari tanggal 10 Juli sampai 12 Juli 2018. Tempat

pelaksanaan Studi Kasus Di Wilayah Kerja Puskesmas Semurup tahun 2018.

D. Instrumen Pengumpulan data

Menurut Notoatmodjo (2010) Instrumen penelitian merupakan bagian integral dan

termasuk dalam suatu komponen metodologi penelitian karena instrumen penelitian

merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Instrumen yang baik itu

harus mencakup dan telah dilakukan validitas dan reliabilitas instrumen sehingga hasil

pengukuran dengan instrument yang valid dapat lebih akurat.


37

Instrument penelitian ini menggunakan format asuhan keperawatan lengkap dan alat

kesehatan yang dibutuhkan dalam mengumpulkan data. Alat kesehatan yang dibutuhkan

adalah tensimeter dan langkah-langkah latihan ROM pada artritis rheumatoid.

E. Etika pelaksanaan studi kasus

Menurut Notoatmodjo (2010) Etika pelaksanaan studi kasus terdiri dari :

1. Menghormati harkat dan martabat manusia ( respect for human dignity )

Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk mendapatkan

informasi tentang tujuan peneliti melakukan penelitian tersebut. Disamping itu,

peneliti juga memberikan kebebasan kepada subjek untuk memberikan informasi

atau tidak memberikan informasi (berpatisipasi). Sebagai ungkapan, peneliti

menghormati harkat dan martabat subjek peneliti. Peneliti sebagiannya

mempersiapkan formulir persetujuan subjek (inform concent) yang mencakup :

1) Penjelasan manfaat penelitian.

2) Penjelasan kemungkinan resiko dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan.

3) Penjelasan manfaat yang didapatkan.

4) Persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan subjek

berkaitan dengan prosedur penelitian.

5) Persetujuan subjek dapat mengundurkan diri sebagai objek penelitian kapan saja.

6) Jaminan anominitas dan kerahasiaan terhadap identitas dan informasi yang

diberikan oleh responden.


37

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for privacy and

confidentiality)

Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi dan kebebasan

individu dalam memberikan informasi. Setiap orang berhak untuk tidak memberikan

apa yang diketahuinya kepada orang lain. Oleh sebab itu, peneliti tidak boleh

menampilkan informasi mengenai identitas dan kerahasiaan identitas subjek. Peneliti

sebagiannya cukup menggunakan coding sebagai pengganti identitas responden.

3. Menghormati keadilan dan inklusifitas ( respect for justice inclisiveness )

Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran,

keterbukaan, dan kehati-hatian. Untuk itu, lingkungan penelitian perlu dikondisikan

sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan menjelaskan prosedur

penelitian. Prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua subjek penelitian

memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa membedakan jender,

agama, etnis, dan sebagainya.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan ( balancing harm and

benefits )

Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin bagi

masyarakat umumnya , dan subjek penelitian dan khususnya. Peneliti hendaknya

berusaha meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subjek. Oleh sebab itu,

pelaksanaan penelitian harus dapat mencegah atau paling tidak mengurangi rasa

sakit, cidera, stress, maupun kematian subjek penelitian.


37

Mengacu pada prinsip-prinsip dasar penelitian tersebut, maka setiap penelitian yang

dilakukan oleh siapa saja, termasuk para peneliti kesehatan hendaknya :

a. Memenuhi kaidah keilmuan dan dilakukan berdasarkan hati nurani, moral,

kejujuran, kebebasan, dan tanggung jawab.

b. Merupakan upaya untuk mewujudkan ilmu pengetahuan, kesejahteraan,

martabat, dan peradaban manusia, serta terhindar dari segala sesuatu yang

menimbulkan kerugian atau membahayakan subjek penelitian atau masyarakat

pada umumnya.

F. Metode Pengumpulan Data

Menurut motoatmodjo (2010) metode yang digunakann dalam pengumpulan data yang

terdiri dari :

1. Metode observasi

Merupakan kegiatan pengumpulan data melalui pengamatan langsung terhadap

aktivitas klien yang terencana, dilakukan secara aktif dan sistematis. Dalam

penelitian, pengamatan adalah suatu prosedur yang berencana, yang antara lain

meliputi melihat, mendengar, dan mencatat sejumlah dan taraf aktivitas tertentu atau

situasi tertentu yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. Jadi dalam

melakukan observasi bukan hanya mengunjungi, “melihat”, atau “menonton” saja,

tetapi disertai keaktifan jiwa atau perhatian khusus dan melakukan pencatatan. Ahli

lain mengatakan bahwa observasi adalah studi yang disengaja dan sistematik tentang

fenomena social dan gejala-gejala psychis dengan jalan “mengamati” dan

“mencatat”.
37

2. Metode wawancara

Wawancara adalah suatu metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data,

dimana peneliti mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan dari seseorang

sasaran penelitian (responden), atau bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang

tersebut (face to face). Jadi data tersebut diperoleh langsung dari responden melalui

suatu pertemuan atau percakapan. Wawancara sebagai pembantu utama dari metode

observasi. Gejala-gejala social yang tidak dapat terlihat atau diperoleh melalui

observasi dapat digali dari wawancara.

Wawancara bukanlah sekedar memperoleh angka lisan saja, sebab dengan

wawancara peneliti akan dapat :

a. Memperoleh kesan langsung dari responden.

b. Menilai kebenaran yang dikatakan oleh responden.

c. Membaca air muka (mimik) dari responden.

d. Memberikan penjelasan bila pertanyaan tidak dimengerti responden.

e. Memancing jawaban bila jawaban macet.

Dalam pelaksanaan penelitian, wawancara kadang-kadang bukan merupakan hal

yang terpisah khusus, melainkan merupakan pelengkap atau suplemen bagi metode-

metode yang lain. Diharapkan dengan wawancara ini diperoleh suatu data yang lebih

valid.

Dalam wawancara hendaknya antara pewawancara (interviewer) dengan sasaran

(interviewee) :

a. Saling melihat, saling mendengar, dan saling mengerti.

b. Terjadi percakapan biasa, tidak terlalu kaku (formal).


37

c. Mengadakan persutujuan atau perencanaan pertemuan dengan tujuan tertentu.

d. Menyadari adanya kepentingan yang berbeda, antara pencari informasi dan

pemberi informasi.

3. Metode pengukuran

Merupakan suatu cara sistematis untuk menetukan jumlah, ukuran atau memberi

label pada objek-objek dan atribut yang dimiliki. Pengukuran dapat bersifat mandiri

ataupun kolaborasi. Contoh pengukuran mandiri adalah menimbang berat badan,

tanda-tanda vital dan sebagainya.

G. Prosedur Pelaksanaan Studi Kasus

Prosedur pelaksanaan studi kasus dimulai dengan pengajuan judul pada hari rabu, 31

januari 2018 kemudian disetujui oleh pembimbing 1 dan pembimbing 2 pada hari yang

sama dengan pengajuan judul. Pada tanggal 01 februari 2018 mengajukan surat

permohonan izin pengambilan data di wilayah kerja puskesmas semurup dan pada

tanggal 15 februari 2018 surat permohonan izin diberikan dan selanjutnya data di

puskesmas semurup dengan lama pengambilan data yaitu dimulai pada tanggal 16

februari 2018 sampai dengan 19 februari 2018.

Pada tanggal 27 Februari 2018 penulis mulai melakukan bimbingan bab 1 kepada

pembimbing 1. Pada tanggal 27 Februari 2018 penulis melakukan bimbingan kepada

pembimbing 2, pada saat revesi bab 1 penulis tetap melanjutkan penulisan bab 2. Pada

tanggal 15 Maret 2018 penulis bimbingan bab 2 kepada pembimbing 1 dan 2 dan harus

revesi bab 2 dengan melanjutkan penulisan bab 3. Pada tanggal 22 Maret 2018 penulis
37

melakukan bimbingan bab 2 dan bab 3 kepada pembimbing 1. Pada tanggal 2 April

2018 penulis melakukan bimbingan bab 2 dan 3 kepada pembimbing 2. Selanjutnya

tanggal 4 April 2018 penulis melakukan bimbingan revisi bab 3 pada pembimbing 1 dan

2. Pada bulan April penulis ujian proposal. Setelah ujian proposal penulis melakukan

revisi proposal. Setelah revisi penulis akan melakukan penelitian di wiliyah kerja

puskesmas semurup 2018.

Adapun rencana tindakan yang telah diambil oleh penulis adalah penerapan latihan

ROM aktif untuk mengurangi kekakuan otot dengan masalah mobilitas fisik pada klien

rematik. Sesuai dengan Nanda Nic Noc. Rencana penulis selanjutnya akan melakukan

Asuhan Keperawatan pada pasien rematik diwilayah kerja puskesmas semurup dengan

memilih 2 orang klien dengan kriteria yang sama, dan pelaksanaan studi kasus ini akan

dilakukan pada tanggal 02 Juli sampai dengan tanggal 31 Juli 2018. Setelah melakukan

studi kasus, penulis membuat hasil studi kasus yang telah dilakukan penulis kepada

responden. Setelah hasil studi kasus selesai, baru penulis melakukan bimbingan kepada

pembimbing 1 dan 2. Setelah bimbingan penulis melakukan revisi hasil bimbingan

dengan pembimbing 1 dan 2 setelah pembimbing menyetujui hasil penelitian yang

dibuat oleh penulis, maka selanjutnya penulis akan melakukan ujian hasil di hadapan

pembimbing dan juga penguji.


37

FORMAT PENGKAJIAN
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

A.PENGKAJIAN
Hari/ Tgl :
Jam :
Nama Mhs :

1.Identitas
a. Nama :
b.Tempat /tgl lahir :
c. Jenis Kelamin :
d. Status Perkawinan :
e. Agama :
f. Suku :

2.Riwayat Pekerjaan dan Status Ekonomi


a. Pekerjaan saat ini :

b. Pekerjaan sebelumnya :

c. Sumber pendapatan :

d. Kecukupan pendapatan :

3.Lingkungan tempat tinggal


Kebersihan dan kerapihan ruangan ?,Penerangan?, Sirkulasi udara?,
Keadaan kamar mandi & WC?, Pembuangan air kotor?, Sumber air
minum?, pembuangan sampah ?, sumber pencemaran?, Privasi?, Risiko
injuri?
37

4.Riwayat Kesehatan
a. Status Kesehatan saat ini
1.Keluhan utama dalam 1 tahun terakhir

2.Gejala yang dirasakan

3.Faktor pencetus

4.Timbulnya keluhan
( ) Mendadak ( )Bertahap

5.Upaya mengatasi

6.Pergi ke RS/Klinik pengobatan/dokter praktek/bidan/perawat ?

7.Mengkomsumsi obat-obatan sendiri ?, obat tradisional ?

8.Lain-lain.....

b.Riwayat Kesehatan Masa Lalu


1.Penyakit yang pernah diderita

2.Riwayat alergi ( obat, makanan, binatang, debu dll )

3.Riwayat kecelakaan

4.Riwayat pernah dirawat di RS

5.Riwayat pemakaian obat


37

5.Pola Fungsional
a.Persepsi kesehatan dan pola manajemen kesehatan
Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan misal merokok, minuman
keras, ketergantungan terhadap obat ( jenis/frekuensi/jumlah/ lama pakai ).

b.Nutrisi metabolik
Frekuensi makan ?, nafsu makan?, jenis makanan?, makanan yg tdk
disukai ?, alergi thdp makanan?, pantangan makanan?, keluhan yg berhubungan
dengan makan?

c.Eliminasi
BAK: Frekuensi & waktu?, kebiasaan BAK pada malam hari?,keluhan yang
berhubungan dengan BAK?
BAB: Frekuensi & waktu?, konsistensi?,keluhan yang berhubungan dg BAB?,
pengalaman memakai pencahar?
d.Aktifitas Pola Latihan
Rutinitas mandi?, kebersihan sehari-hari?, aktifitas sehari-hari?,apakah ada
masalah dengan aktifitas?, kemampuan kemandirian?

e.Pola istirahat tidur


Lama tidur malam?, tidur siang?,keluhan yang berhubungan dengan tidur?

f.Pola Kognitif Persepsi


Masalah dengan penglihatan (Normal?, terganggu( ka/ki)?,kabur?,pakai
kacamata?.Masalah pendengaran normal?,terganggu (ka/ki)?memakai alat bantu
dengar ?, tuli ( ka/ki) ? dsbnya.Kesulitan membuat keputusan ?

g.Persepsi diri-Pola konsep diri


Bagaimana klien memandang dirinya ( Persepsi diri sebagai lansia?),
37

bagaimana persepsi klien tentang orang lain mengenai dirinya?

h.Pola Peran-Hubungan
Peran ikatan?, kepuasan?,pekerjaan/ sosial/hubungan perkawinan ?

i.Sexualitas
Riwayat reproduksi, kepuasan sexual, masalah ?

j.Koping-Pola Toleransi Stress


Apa yang menyebabkan stress pada lansia, bagaimana penanganan
terhadap masalah ?

k.Nilai-Pola Keyakinan
Sesuatu yang bernilai dalam hidupnya ( spirituality : menganut suatu agama,
bagaimana manusia dengan penciptanya ), keyakinan akan kesehatan, keyakinan
agama.

6.Pemeriksaan Fisik
a.Keadaan umum

b.TTV

c.BB/TB

d.Kepala
- Rambut

- Mata

- Telinga
37

- Mulut, gigi dan bibir

e.Dada

f.Abdomen

g.Kulit

h.Ekstremitas Atas

i.Ekstremitas bawah

7.Pengkajian Khusus ( Format Terlampir )


a.Fungsi kognitif SPMSQ

b.Status fungsional (Katz Indeks )

c.MMSE

d.APGAR keluarga

e.Skala Depresi

f.Screening Fall

g.Skala Norton

B.ANALISA DATA
37

C.PRIORITAS MASALAH

D.INTERVENSI

E.IMPLEMENTASI

F.EVALUAS

Anda mungkin juga menyukai