Anda di halaman 1dari 19

STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Tn. A DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI DI

RUANG FLAMBOYAN RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

Disusun oleh:

KIKI MAYANGSARI (P17131)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2018/2019
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan diuraikan secara teoritis mengenai konsep penyakit dan asuhan

keperawatan pada cedera kepala. Konsep penyakit yang akan diuraikan definisi, etiologi dan

cara penanganan secra medis. Asuhan Keperawatan akan diuraikan masalah-masalah yang

muncul pada cedera kepala dengan melakukan asuhan keperawatan yang terdiri dari

pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi.

2.1. Cedera Kepala

2.1.1 Definisi

Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai

atau tanpa perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya

kontinuitas otak. Cedera kepala merupakan adanya pukulan atau benturan mendadak

pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran (Febriyanti, dkk, 2017).

Cedera kepala adalah suatu trauma mekanik terhadap kepala, baik secara

langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu

gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen

(Sudiharto dan Sartono, 2010).

Cedera kepala meliputi luka pada kulit kepala, tengkorak, dan otak. Cedera

kepala dapat menimbulkan berbagai kondisi dari gegar otak ringan, koma, sampai,

kematian, kondisi paling serius disebut dengan istilah cedera otak traumatik(traumatic

brain injury [TBI] (Smeltzer C. Susan ,2013).


Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa cedera kepala adalah suatu

gangguan traumatik dan fungsi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak baik

secara langsung ataupun tidak langsung yang dapat menyebabkan gangguan neurologis

dan dapat menimbulkan kondisi yang serius yaitu TBI (Traumatic brain injury) sampai

dengan kematian.

2.1.2. Klasifikasi

Menurut Padila (2013), cedera kepala dapat dibagi menjadi 3, yaitu:

1) Cedera Kepala Ringan

Glasgow Coma Scale >12, tidak ada kelainan dalam CT-scan tidak ada lesi

operatif dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit. Trauma kepala ringan atau cedera

kepala ringan adalah hilangnya fungsi neurologis atau menurunnya kesadaran tanpa

menyebabkan kerusakan lainnya. Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan

GCS: 15 (sadar penuh) tidak kehilangan kesdaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala,

hematoma, laserasi dan abrasi.

2) Cedera Kepala Sedang

Glasgow Coma Scale 9-12, lesi operatif dan abnormalitas dalam CT-scan

dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit. Pasien mungkin bingung atau somnolen

namuntetap mampu untuk mengikuti perintah sederhana (GCS 9-12).

3) Cedera kepala berat

Glasgow Coma Scale <9 dalam 48 jamrawat inap di Rumah Sakit. Hampir

100% cedera kepala berat dan 66% cedera kepala sedang menyebabkan cacat yang

permanen pada ceera kepala terjadiny cedera otak primer seringkali disertai cedera
otak sekunder apabila patofisiologi sekunder yang menyertai tidak segera dicegah

dan dihentikan.

2.1.3. Etiologi

Kecelakan lalu lintas dan terjatuh merupakan penyebab rawat inap pasien trauma kepala

yaitu sebanyak 32,1% dan 29,8% per 100.000 populasi kekerasan adalah penyebab ketiga

rawat inap pasien trauma kepala mencatat sebanyak 7,1% per 100.000 populasi di

amerika serikat (Coronado, 2011). Penyebab utama terjadinya trauma kepala antara lain:

1. Kecelakaan lalu lintas

Kecelakan lalu lintas adalah dimana sebuah kendaraan bermotor bertabrakan

dengan kendaraan yang lain atau benda lain. Sehingga menyebabkan kerusakan atau

cedera kepala pengguna jalan raya (Rendi dan Margareth, 2012)

2. Jatuh

Jatuh didefinisikan sebagai (terlepas), turun atau meluncur ke bawah dengan

cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih digerakkan turun maupun sesudah

sampai ke tanah , menyatakan bahwa jatuh secara tidak proporsional mempengaruhi

kelompok usia termuda dan tertua, lebih dari setengah (55%) antara anak-anak usia 0-

14 tahun disebabkan karena jatuh, lebih dari dua pertiga (81%) pada orang dewasa

berusia 65 tahun dan lebih tua disebabkan karena jatuh (Rendi dan Margareth, 2012)

3. Kekerasan

Kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal atau perbuatan seseorang atau

kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, menyebabkan

kerusakan fisik pada orang lain secara paksaan (Padila, 2012).


2.1.4. Manifestasi Klinis

Menurut (brunner dan suddarth (2012)) Gejala yang timbul tergantung pada

tingkat keparahan dan lokasi terjadinya trauma:

1) Nyeri menetap dan terlokalisasi, biasanya mengindikasikan adanya fraktur

2) Fraktur pada Kubah tegkorak bisa menyebabkan pembengkakan di daerah

tersebut, tetapi bisa juga tidak.

3) Fraktur pada dasar tengkorak seringkali menyebabkan perdarahan dari hidung,

faring, dan telinga dan darah mungkin terlihat di bawah konjungtiva.

4) Ekimosis terlihat di atas tulang mastoid (tanda battle)

5) Pengeluaran cairan serebrospinal (CSF) dari telinga dan hidung menunjukkan

terjadinya fraktur dasar tengkorak.

6) Pengeluaran cairan serebrospinal dapat menyebakan infeksi serius (mis.,

meningitis) yang masuk melalui robekan di dura matr

7) Cairan spinal yang mengandung darah menunjukkan laserasi otak atau memar

otak (kontusi)

8) Cedera otak juga memiiki bermacam gejala, termasuk perubhan tingkat kesadaran

(LOC), perubahan ukuran pupil, perubahan atau hilangnya reflek muntah atau

reflek kornea, defisit, neurologis, perubahan tanda vital sepeerti perubahan pola

nafas, hipertensi, brakikardia, hipertermi atau hipotermia, serta gangguan

sensorik, penglihatan dan pendengaran.


Sedangkan Menurut DiGiulio,Mary dan Donna Jackson (2014) Manifestasi

klinis pada cereda kepala antara lain:

1) Sakit kepala karena trauma langsung dan atau meningkatnya tekanan intrakranial

2) Disorientasi atau perubahan kognitif

3) Perubahan dalam berbicara

4) Perubahan dalam gerakan motorik

5) Mual dan muntah karena meningkatnya tekanan intrakranial

6) Ukuran pupil tidak sama, penting untuk menentukan apakah terkait dengan

perubahan neurologis atau apakah pasien mempunyai ukuran pupil berbeda

(persentase kecil populasi mempunyai ukuran pupil berbeda)

7) Berkurangnya atau tidak adanya reaksipupil terkait dengan kompromi neurologis

8) Menurunnya tingkat kesadarn atau hilangnya kesadarn

9) Hilang ingatan (amnesia)

2.1.5. Patofisiologi

Otak dapat berfungsi dengan baik oksigen dan glukosa terpenuhi. Energi yang

dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak

mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar

akan menyebabkan gangguan perfusi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen

sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg%, karena akan

menimbulkan koma, kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari

seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga kadar glukosa plasma trun sampai 75%

akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi serebral


Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan

oksigen melalui proses metabolik an aerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh

darah. Pada kontusia berat hipoksia atau kerusakan otak dapat terjadi penimbunan asam

laktat akibat metabolisme an aerob. Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF)

adalah 50-60 ml/menit/100gr. Jaringan otak merupakan 15% dari cardiac output.

Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas

atypical-myocordial, perubahan tekanan vaskulerbdan oedeme paru, perubahan otonom

pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang Tdan P dan disritmia, fibrilasi

atrium dan ventrikel, takikardia.

Akibat adanya perubahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana

penurunan vaskuler menyebabkan pembuluh drah arteriol akan berkntraksi. Pengaruh

persyarafan simpatik dab parasipatik pada pembuluh darah arteri dan artriol otak tidak

begitu besar (Tarwoto, 2012).


Trauma kepala penyebab utama cedera kepala
karena terjatuh, kecelakaan lalu
lintas, kecelakaan secara umum,
kekerasan, dan akibat ledakan.

Trauma pada jaringan lunak Trauma kepala

Robekan (distorsi) Cedera jaringan otak

Kerusakan jaringan/pembuluh darah Hematoma

Luka terbuka
-Perubahan pada cairan intra
perdarahan jaringan sekitar tertekan dengan ekstra sel edema
-peningkatan suplai darah ke
Gangguan resiko infeksi daerah trauma
suplai darah Peningkatan TIK peningkatan permeabiitas
kapiler
Iskemik
Vasodilatasiarterial

Hipoksia Gangguan perfusi Edema Otak


Jaringan Serebral
Nekrosis Penekanan vaskuler
Nyeri Akut
Kematian

Rangsangan Merangsang Gangguan Hipoksia Jaringan Gangguan Penurunan


aktivitas anferior hemisfer Persepsi kesadaran
ke hipotalamus hipofisis motorik Kesadaran Menurun sensori
Kekacauan
Hipotalamus Mengeluarkan Penurunan Hipoventilasi pola
terfiksasi kortukusteroid kesadaran bahasa
dan tonus otot - Pernafasan dangkal
Peningkatan peningkat - Perubahan tekanan darah tidak mampu
Produksi asam Gangguan menyampaikan
ADH & Idosteron mobilitas Kerusakan pola bahasa
Mual, fisik Pertukaran gas
Retensi Na+ muntah, Gangguan
H2O anoreksia Ketidakefektifan pola nafas komunikasi
Gangguan verbal
Keseimbangan Nutrisi kurang dari
Cairan dan elekrolit Kebutuhan tubuh Pathway Cedera Kepala (Tarwoto, 2012)
2.1.6. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan cedera kepala menurut

(brunner dan suddarth (2012)) antara lain:

1) Edema serebral adalah penyebab paling umum dari peningkatan intrakranial pada

pasien yang mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang mengikuti

cedera kepala terjadi kira-kira 72 jam setelah cedera. tekanan intrakranial

meningkat karena ketidakmampuan tengkorak utuh untuk membesar meskipun

peningkatan volume oleh pembengkakan otak di akibatkan dari trauma.

2) Perluasan hematoma intrakranial

3) Herniasi otak adalah perubahan posisi ke bawah atau lateral otak melalui atau

terhadap struktur kaku yang terjadi menimbulkan iskeia, infark, kerusakan otak

ireversible, dan kematian.

Sedangkan Menurut brunner dan suddarth (2014) komplikasi yang dapat

terjadi pada cedera kepala antara lain:

1) Infeksi sistemik (Pneumonia, infeksi saluran kemih, septikemia).

2) Infeksi bedah neuro (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis, abses

otak).

3) Osifikasi heterotrofik (nyeri tulang pada sendi sendi yang penunjang berat

badan).
2.1.7. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

1) Penatalaksanaan di rumah sakit menurut Padila (2012), adalah:

a) Berikan infuse dengan cairan non osmotik (kecuali dextrose oleh karena

dextrose cepat dimetabolismemenjadi H2O+CO2 sehingga dapat menimbulkan

edema serebri).

b) Diberkan analgesia atau antimuntah secara intravena

c) Berikan posisi kepala dengan sudut 15-45 derajat tanpa bantal kepala, dan posisi

netral, karena dengan posisi tersebut dari kaki dapat meningkatkan dan

memperlancar aliran balik vena kepala sehingga mengurangi kongesti cerebrum

dan mencegah penekanan pada syaraf medula spinalisyang mmenambah TIK.

2) Penatalaksanaan menurut Tarwoto (2012), adalah:

a) Prinsip penatalaksanaan cedera kepala adalah memperbaiki perfusi

jaringan serebral, kaena organ otak sangat sensitif terhadap kebutuhan oksigen

dan glukosa unuk memenuhi kebutuhan oksigen dan diperlukan keseimbangan

antar suplay dan demand yaitu dengan meningkatkan suplai oksigen dan

glukosa otak. Untuk meningkatkan suplai oksigen di otak dapat dilakukan

melalui tindakan pemberian oksigen atau dengan mengajarkan teknik nafas

dalam, mempertahankan tekanan darah dan kadar hemoglobin yang

normal.sementara upaya untuk menurunkan kebutuhan oksigen otak dengan

cara menurunkan laju metabolisme otak seperti menghindari kejang, stress,

demam, suhu lingkungan yang panas, dan aktifitas yang berlebihan.


b) Untuk menjaga kestabilan oksigen dan glukosa otak juga perlu

diperhatikan adalah tekanan intrakranial dengan cara mengontrol cerebral

blood flow (CBF) dan edema serebri keadaan cerebral blood flow (CBF)

ditentukan oleh berbagai faktor seperti tekanan darah sistemik, cerebral

metabolic rate (CMR). Pada keadaan hipertensi menyebabkan vasokontriksi

pembuluh darah otak, hal ini akan menghambat oksigenasi otak. demikian juga

pada peningkatan metabolisme akan mengurangi oksigenasi otak karena

kebutuhan oksigen meningkat. Disamping itu, pemberian obat-obatan untuk

mengurangi edema serebral, memperbaiki metabolise otak dan mengurangi

gejala seperti nyeri kepala sangat diperlukan.

2.1.8. Pemeriksaan Penunjang

Menurut DiGiulio,Mary dan Donna Jackson (2014) pemeriksaan penunjang

pada pasien cedera kepala antara lain:

1) sinar x pada tengkorak menunjukkan fraktur

2) MRI menunjukkan edema dan pendarahan

3) CT scan menunjukkan perdarahan, edema otak, pergeseran struktur tengah

4) EEG mengindikasikan serangan focal


2.2. Konsep Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah suatu tindakan atau proses perawatan yang

diberikan kepada pasien pada sebuah pelayanan kesehatan dimulai dari pengkaian,

diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi ( Rendy, 2012).

2.2.1. Pengkajian

Pengumpulan data pasien baik subjektif atau objektif pada gangguan sistem

persyarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis

injuri, dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang didapati adalah sebagai

berikut :

1) Pengkajian Primer

a) Airway

Kaji kepatenan jalan nafas, observasi adanya lidah jatuh, adanya benda asing

pada jalan nafas (bekas muntahan, darah, sekret yang tertahan), adanya edema

pada mulut, faring, laring, disfagia, suara stridor, gurgling atau wheezing yang

menandakan adanya masalah jalan nafas.

b) Breathing

Kaji keefektifan pola nafas, respiratory rate, abnormalitas pernafasan, bunyi

nafas tambahan, penggunaan otot bantu nafas, adanya nafas cuping hidung,

saturasi oksigen.

c) Circulation

Kaji heart rate, tekanan darah, kekuatan nadi, capillary refill, akral, suhu tubuh,

warna kulit, kelembaban kulit, perdarahan eksternal jika ada.


d) Disability

Berisi penkajian kesdaran dengan Glasgow Coma Scale (GCS), ukuran pupil

dan reaksi pupil.

e) Exposure

Berisi pengkajian terhadap suhu serta adanya injury atau kelaianan lain, kondisi

lingkungan yang ada di sekitar pasien.

2) Pengkajian Sekunder

a. Identitas pasien dan keluarga (penanggng jawab) : nama, umur, jenis kelamin,

agama, alamat, golongan darah, hubungan pasien dengan keluarga.

b. Riwayat Kesehatan tingkat kesadaran Glasgow Coma Scale (GCS)

c. (< 15), muntah, dispnea, atau takipnea, sakit kepala, wajah simetris atau tidak,

lemah, luka pada kepala, akumulasi pada saluran nafas kejang.

d. Riwayat penyakit dahulu : haruslah diketahui dengan baik yang berhubungan

dengan sistem persyarafan maupun istemik lainnya. Demikian pula riwayat

keluarga

e. Riwayat Kesehatan tersebut dapat dikaji dari pasien atau keluarga sebagai data

sujektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa

pasien.

3) Pemeriksaan Fisik

Aspek neurologis yang dikaji adalah: tingkat kesadaran, biasanya GCS <15,

disorientasi orang, tempat dan waktu, perubahan nilai tanda-tanda vital, kaku kuduk,

hemiparese.
2.2.2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon individu,

keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan yang aktual atau potensial, dimana

berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, penurunan sirkulasi perawat secara

akuntalitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk

menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah status kesehatan pasien

(Herdman, 2012). Perfusi jaringan serebral yang beresiko mengalami penurunan

sirkulasi jaringan otak yang dapat mengganggu kesehatan (Nanda, 2012). Oksigen

merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme, untuk

mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Secara normal eleman ini

diperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali bernafas.

Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi sistem respirasi,

kardiovaskuler, dan keadaan hematologis. Adanya kekurangan oksigen ditandai dengan

keadaaan hipoksia, yang dalam proses lanjut dapat menyebabkan kematian jaringan

bahkan dapat mengancam kehidupan (Anggraini dkk, 2014).

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan cedera kepala ringan

(Nanda, 2018) yaitu :

1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan

intrakranial.

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x3 jam diharapkan pasien tidak

menunjukkan peningkatan tekanan intrakranial

Kriteria hasil :

a) Tidak ada ortostatik hipertensi


b) Mencegah cedera

c) GCS dalam batas normal E5 M4 V6

d) Tanda-tanda vital dalam batas normal

Intervensi :

a) Kaji perubahan pasien dalam merespon stimulus

b) Monitor tekanan intrakranial dan respon neurologis

c) Monitor adanya nyeri kepala

d) Monitor tanda-tanda vital

2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pada pusat nafas di

otak

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x3 jam diharapkan pola napas efektif

Kriteria hasil :

a) Tidak menggunakan alat bantu otot pernafasan

b) Tidak ada sianosis atau tidak ada tanda-tanda hipoksia

c) Menunjukkan jalan nafas yang normal

d) Tanda-tanda vital dalam rentang normal

Intervensi :

a) Pertahankan jalan nafas yang paten

b) Monitor respirasi dan status oksigen

c) Monitor tanda-tanda vital meliputi tekanan darah, respiratory rate, nadi, suhu.

d) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi


3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x3 jam diharapkan nyeri dapat

teratasi.

Kriteria hasil :

a) Pasien mampu mengenali nyeri

b) TTV dalam batas normal

c) Pasien mampu mengontrol nyeri

d) Tidak ada gangguan pola tidur

Intervensi :

a) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif

b) Berikan posisi yang nyaman

c) Ajarkan teknik non farmakologi (relaksasi nafas dalam)

d) Kolaborasi dengan dokter terkait pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri

2.2.4. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah melaksanakan tindakan keperawatan

berdsarkan asuhan keperawatan yang telah disusun. Hal-hal yag perlu diperhatikan

dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu mengamati keadaan bio-psiko-sosio-

spiritual pasien, sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, mencuci tangan sebelum

dan sesudah melaksanakan kegiatan atau tindakan, menerapkan etika keperawatan serta

mengutamakan kenyamanan dan keselamatan pasien. Kegiatan yang dilakukan

meliputi, melihat data dasar, mempelajari rencana, menyesuaikan rencana, menentukan


kebutuhan bantuan, melaksanakan tindakan sesuai rencana yang telah disusun, analisa

umpan balik, mengkomunikasikan hasil asuhan keperawatan (Nursalam, 2013).

2.2.5. Evaluasi

Evaluasi adalah mengkaji respon pasien terhadap standart atau kriteria yang

ditentukan oleh tujuan yang ingin dicapai. Penulisan pada tahap evaluasi proses

keperawatan yaitu terdapat jam melakukan tindakan, data perkembangan pasien yang

mengacu pada tujuan, keputusan apakah tujuan tercaai atau tidak, serta ada tanda atau

paraf. Kegiatan yang dilakukan meliputi menggunakan standart keperawatan yang

tepat, mengumpulkan dan mengorganisasi data, membandingkan dengan kriteria dan

menyimpulkan hasil yang kemudian ditulis dalam daftar maslah (Nursalam, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC

Digiulio,Mary Dan Donna Jackson . 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Andi

Febriyanti, dkk 2017. Pengaruh Terapi Oksigen Nasal Prong Terhadap Perubahan Saturasi
Oksigen Pasien Cedera Kepala Di Instalasi Gawat Darurat Rsup Prof. Dr.
R.D.Kandou Manado.e-jurnal keperawatan(e-Kp) Vol 5 No 1

Nanda International.Inc.Nursing Diagnosis, Definitions And Classification.2018-


2020,Jakarta:EGC

Nursalam. 2008. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika

Nursing Interventon.Calssification (NIC) Edisi Ke 6. Gloria M.Bulechek, Howard


Butcher.Joanne M Dochterman And Cheryl M. Wagner 2018-2020.Jakarta: EGC

Nursing Outcome Classification (NOC). Edisi Ke 5. Sve Moorhead. Maroon Johnson.


Meridean L. Maas, Elizabeth Swanson. Jakarta : EGC

Padila. 2012. Buku Ajar : Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta :Nuha Medika

Rendy,Clevo Dan Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Dan Penyakit
Dalam.Nuha Medika, Yogyakarta

Smeltzer C. Susan . 2013. Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC

Tarwoto. 2012. Pengaruh Latihan Slow Deep Breathing Terhadap Intensitas Nyeri Kepala
Akut Pada Pasien Cedera Kepala Ringan. Jurnal Universitas Indonesia. Jakarta ISBN
978-602-97846-3-3. Diakses Tanggal 25 April 2019

Anda mungkin juga menyukai