Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Osteoarthritis (OA) juga dikenal sebagai artritis degeneratif atau penyakit
sendi degeneratif, adalah sekelompok kelainan mekanik degradasi yang
melibatkan sendi, termasuk tulang rawan artikular dan tulang subchondral. OA
merupakan bentuk yang paling umum dari artritis. Penyakit ini memiliki
prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada orang tua. Selain itu osteoarthritis
ini juga merupakan penyebab kecacatan paling banyak pada orang tua. Faktor
resiko utama penyakit ini adalah obesitas. Oleh sebab itu, semakin tinggi
prevalensi obesitas pada suatu populasi akan meningkatkan angka kejadian
penyakit osteoarthritis.1
Osteoarthritis menyerang sendi-sendi tertentu. Sendi yang sering
terkena meliputi tulang belakang pada bagian servikal dan lumbosakral,
pinggul, lutut, dan sendi phalangeal metatarsal. Di tangan, OA juga sering
terjadi pada sendi interphalangeal distal dan proksimal dan pangkal ibu jari.
Biasanya sendi-sendi yang tidak rentan terkena OA adalah pergelangan tangan,
siku, dan pergelangan kaki. Terjadinya OA pada sendi-sendi yang telah
disebutkan di atas dimungkinkan karena sendi- sendi tersebut mendapat beban
yang cukup berat dari aktivitas sehari-hari seperti memegang/menggenggam
benda yang cukup berat (memungkinkan OA terjadi di dasar ibu jari), berjalan
(memungkinkan OA di lutut dan pinggul), dan lain sebagainya. 1
Osteoarthritis dapat didiagnosis berdasarkan kelainan struktur
anatomis dan atau gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini. Menurut studi
kadaver pada tahun-tahun terdahulu, perubahan struktural OA hampir
universal, antara lain hilangnya tulang rawan (dilihat sebagai
berkurangnya/menyempitnya ruang sendi pada pemeriksaan radiologis sinar-x)
dan osteofit. Banyak orang yang didiagnosis mengalami OA berdasarkan
temuan radiologis tidak menunjukkan gejala pada sendi.1
Osteoarthritis simptomatik (nyeri pada persendian yang didukung
gambaran radiologis OA) pada lutut terjadi sebesar 12% dari orang usia 60 di
Amerika Serikat dan 6% dari seluruh orang dewasa usia 30. OA panggul
simptomatik kira-kira sepertiga dari penyakit OA pada lutut. Sementara OA
asimtomatik (tidak menimbulkan gejala namun sudah dibuktikan dari
gambaran radiologis) pada tangan seringkali terjadi pada pasien usia lanjut.
Meski begitu, OA simptomatik di tangan juga terjadi pada 10% orang tua dan
sering menghasilkan keterbatasan fungsi gerak sendi.2,4
Prevalensi OA meningkat berbanding lurus dengan usia. Terlepas dari
hal tersebut, OA jarang terjadi pada orang dewasa di bawah usia 40 tahun dan
sangat lazim terjadi pada orang di atas usia 60 tahun. Penyekit ini juga jauh
lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.

1.2 Tujuan

1. Untuk memberikan wawasan kepada penulis dan pembaca mengenai


osteoarthritis
2. Untuk memberikan pemahaman kepada pembaca tentang diagnosis dan
penatalaksanaan osteoarthritis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Osteoartritis

Osteoartritis (Artritis Degeneratif, Penyakit Sendi Degeneratif) adalah suatu


penyakit sendi menahun yang ditandai dengan adanya kemunduran pada tulang
rawan (kartilago) sendi dan tulang di dekatnya, yang bisa menyebabkan nyeri
sendi dan kekakuan.

Osteoartritis merupakan suatu penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang


berkembang lambat yang tidak diketahui penyebabnya, meskipun terdapat
beberapa faktor resiko yang berperan. Keadaan ini ditandai dengan kerusakan dan
hilangnya kartilago artikular yang berakibat pada pembentukan osteofit, rasa sakit,
pergerakan yang terbatas, deformitas.

2.2 Epidemiologi

Osteoarthritis merupakan penyakit sendi yang paling banyak mengenai


terutama pada orang-orang 40 tahun. Di atas 85% orang berusia 65 tahun
menggambarkan osteoarthritis pada gambaran x-ray, meskipun hanya 35%-50%
hanya mengalami gejala. Umur di bawah 45 tahun prevaleensi terjadinya
Osteoarthritis lebih banyak terjadi pada pria sedangkan umur 55 tahun lebih
banyak terjadi pada wanita.

Di Indonesia, prevalensi osteoartritis mencapai 5% pada usia <40 tahun,


30% pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia >61 tahun. Untuk osteoartritis
lutut prevalensinya cukup tinggi yaitu 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita.
Pasien OA biasanya mengeluh nyeri waktu melakukan aktivitas atau jika ada
pembebanan pada sendi yang terkena. Pada derajat nyeri yang berat dan terus
menerus bisa mengganggu mobilitas. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang lanjut
usia di Indonesia menderita cacat karena OA.2,4
Gambar 1. Prevalensi OA pada usia 45 - > 75 tahun

2.3 Etiologi

Faktor resiko Osteoarhtritis antara lain:1

1. Umur
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor
penuaan adalah yang terkuat. Prevalensi, dan beratnya osteoartritis
semakin meningkat dengan bertambahnya umur. OA hampir tidak pernah
pada anak-anak, jarang pada umur di bawah 40 tahun dan sering pada
umur di atas 60 tahun. Hal ini disebabkan karena adanya hubungan antara
umur dengan penurunan kekuatan kolagen dan proteoglikan pada kartilago
sendi.

2. Jenis kelamin
Pada orang tua yang berumur lebih dari 55 tahun, prevalensi
terkenanya osteoartritis pada wanita lebih tinggi dari pria. Usia kurang dari
45 tahun Osteoarthritis lebih sering terjadi pada pria dari wanita. Wanita
lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi, dan lelaki lebih sering
terkena OA paha, pergelangan tangan dan leher.
3. Suku bangsa
Osteoartritis primer dapat menyerang semua ras meskipun terdapat
perbedaan prevalensi pola terkenanya sendi pada osteoartritis. Hal ini
mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaaan pada
frekuensi pada kelainan kongenital dan pertumbuhan.
4. Genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis.
Adanya mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk
unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan berperan
dalam timbulnya kecenderungan familial pada osteoartritis.
5. Kegemukan dan penyakit metabolik
Berat badan yang berlebih ternyata dapat meningkatkan tekanan
mekanik pada sendi penahan beban tubuh, dan lebih sering menyebabkan
osteoartritis lutut. Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan dengan
osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tetapi juga dengan
osteoartritis sendi lain, diduga terdapat faktor lain (metabolik) yang
berperan pada timbulnya kaitan tersebut antara lain penyakit jantung
koroner,diabetes melitus dan hipertensi.
6. Cedera sendi (trauma), pekerjaan dan olah raga
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian suatu sendi yang terus-
menerus, berkaitan dengan peningkatan resiko osteoartritis tertentu.
Demikian juga cedera sendi dan oleh raga yang sering menimbulkan
cedera sendi berkaitan resiko osteoartritis yang lebih tinggi.

7. Kelainan pertumbuhan
Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha (misalnya penyakit
Perthex dan dislokasi kongenital paha) telah dikaitkan dengan timbulnya
OA paha pada usia muda.
8. Faktor-faktor lain
Tingginya kepadatan tulang dikaitkan dapat meningkatkan risiko
timbulnya OA. Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih padat
(keras) tak membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh
tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih mudah
robek. Faktor ini diduga berperan pada lebih tingginya OA pada orang
gemuk dan pelari (karena tulangnya lebih padat) dan kaitannya negatif
antara osteoporosis dengan OA.

2.4 Klasifikasi
Osteoartritis dibagi menjadi 2 berdasarkan etiologi yang mendasari terjadinya
OA yaitu:5
1. Osteoartritis Primer
Osteoarthritis primer atau dapat disebut osteoarthritis idiopatik, tidak
memiliki penyebab yang pasti ( tidak diketahui ) dan tidak disebabkan
oleh penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi.
Osteoartritis primer disebabkan oleh tekanan yang berlebihan pada sendi
yang menahan berat tubuh atau tekanan yang normal pada sendi yang
lemah. OA primer sering menyerang sendi jari-jari, panggul dan lutut,
tulang belakang servikal dan lumbal, serta ibu jari. Obesitas juga
meningkatkan tekanan pada sendi yang menahan berat badan.

2. Osteoartritis Sekunder
Osteoartritis sekunder disebabkan oleh trauma kronik atau tiba-tiba pada
sendi. OA sekunder dapat terjadi pada beberapa sendi. OA sekunder
berhubungan dengan beberapa faktor, antara lain:
a. Trauma, termasuk trauma olah raga
b. Stress yang berulang berhubungan dengan pekerjaan
c. Episode artritis gout atau artritis septik yang berulang
d. Postur tubuh yang kurang baik atau kelainan tulang yang disebabkan
oleh perkembangan yang tidak normal
e. Kelainan metabolik dan endokrin

2.5 Manifestasi Klinis


Pada umumnya, pasien osteoarthritis mengatakan bahwa keluhan-keluhan
yang dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara
perlahan. Berikut adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien
osteoarthritis:5,6,7
1) Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya
bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa
gerakan tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi
gerakan lain. Perubahan ini dapat ditemukan meski osteoarthritis masih
tergolong dini (secara radiologis). Umumnya bertambah berat dengan semakin
beratnya penyakit sampai sendi hanya bisa digoyangkan dan menjadi
kontraktur, hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah gerakan) maupun
eksentris (salah satu arah gerakan saja).
2) Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan
dengan pertambahan rasa nyeri.
3) Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau
tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam
waktu yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari.
4) Krepitasi
Rasa gemeretak (seringkali sampai terdengar) yang terjadi pada sendi yang
sakit.
5) Deformitas
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar.
6) Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi
yang biasanya tidak banyak (<100 cc) atau karena adanya osteofit, sehingga
bentuk permukaan sendi berubah.
7) Tanda-tanda peradangan
Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan
gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan) dapat dijumpai pada
OA karena adanya synovitis. Biasanya tanda-tanda ini tidak menonjol dan
timbul pada perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering
dijumpai pada OA lutut.
8) Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan
ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut
usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan
berat badan terutama pada OA lutut.

2.6 Patofisiologi
Pada Osteoarthritis terjadi perubahan-perubahan metabolisme tulang rawan
sendi. Perubahan tersebut berupa peningkatan aktifitas enzim-enzim yang
merusak makromolekul matriks tulang rawan sendi, disertai penurunan sintesis
proteoglikan dan kolagen. Hal ini menyebabkan penurunan kadar proteoglikan,
perubahan sifat-sifat kolagen dan berkurangnya kadar air tulang rawan sendi. Pada
proses degenerasi dari kartilago artikular menghasilkan suatu substansi atau zat
yang dapat menimbulkan suatu reaksi inflamasi yang merangsang makrofag untuk
menhasilkan IL-1 yang akan meningkatkan enzim proteolitik untuk degradasi
matriks ekstraseluler. Gambaran utama pada Osteoarthritis adalah:7
1) Dektruksi kartilago yang progresif
2) Terbentuknya kista subartikular
3) Sklerosis yang mengelilingi tulang
4) Terbentuknya osteofit
5) Adanya fibrosis kapsul

Gambar 2. Distribusi sendi pada Osteoartritis

Perubahan dari proteoglikan menyebabkan tingginya resistensi dari tulang


rawan untuk menahan kekuatan tekanan dari sendi dan pengaruh-pengaruh yang
lain yang merupakan efek dari tekanan. Penurunan kekuatan dari tulang rawan
disertai perubahan yang tidak sesuai dari kolagen. Pada level teratas dari tempat
degradasi kolagen memberikan tekanan yang berlebihan pada serabut saraf dan
tentu saja menimbulkan kerusakan mekanik.7

Kondrosit sendiri akan mengalami kerusakan. Selanjutnya akan terjadi


perubahan komposisi molekuler dan matriks rawan sendi, yang diikuti oleh
kelainan fungsi matriks rawan sendi. Melalui mikroskop terlihat permukaan
mengalami fibrilasi dan berlapis-lapis. Hilangnya tulang rawan akan
menyebabkan penyempitan rongga sendi.7

Pada tepi sendi akan timbul respons terhadap tulang rawan yang rusak
dengan pembentukan osteofit. Pembentukan tulang baru (osteofit) dianggaop
suatu usaha untuk memperbaiki dan membentuk kembali persendian. Dengan
menambah luas permukaan sendi yang dapat menerima beban, osteofit diharapkan
dapat memperbaiki perubahan-perubahan awal tulang rawan sendi pada
Osteoarthritis. Lesi akan meluas dari pinggir sendi sepanjang garis permukaan
sendi.7

Adanya pengikisan yang progresif menyebabkan tulang yang dibawahnya


juga ikut terlibat. Hilangnya tulang-tulang tersebut merupakan usaha untuk
melindungi permukaan yang tidak terkena. Sehingga tulang subkondral merespon
dengan meningkatkan selularitas dan invasi vaskular, akibatnya tulang menjadi
tebal dan padat (eburnasi). Pada akhirnya rawan sendi menjadi haus, rusak dan
menimbulkan gejala-gejala Osteoarthritis seperti nyeri sendi, kaku, dan
deformitas. Melihat adanya proses perbaikkan yang sekaligus terjadi maka
Osteoarthritis dapat dianggap sebagai kegagalan sendi yang progresif.7

2.7 Diagnosa

Diagnosis osteoarthritis lutut berdasrkan klinis, klinis dan radiologis, serta


klinis dan laboratorium:10
a. Klinis:
Nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi < 30 menit
3. krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang sendi lutut
6. tidak teraba hangat pada sendi
Catatan: Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.
b. Klinis, dan radiologis:
Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. krepitus disertai osteofit
Catatan: Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.

c. Klinis dan laboratoris:


Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari kriteria di bawah ini:
1. usia >50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. Krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang
6. tidak teraba hangat pada sendi terkena
7. LED<40 mm/jam
8. RF <1:40
9. analisis cairan sinovium sesuai osteoarthritis
Catatan: Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%.

Kriteria diagnosis osteoarthritis tangan adalah nyeri tangan, ngilu atau


kaku dan disertai 3 atau 4 kriteria berikut:

1. pembengkakan jaringan keras > 2 diantara 10 sendi tangan


2. pembengkakan jaringan keras > 2 sendi distal interphalangea (DIP)
3. pembengkakan < 3 sendi metacarpo-phalanea (MCP)
4. deformitas pada ≥ 1 diantara 10 sendi tangan
Catatan: 10 sendi yang dimaksud adalah: DIP 2 dan 3, PIP 2 dan 3 dan CMC 1
masing-masing tangan. Sensitivitas 94% dan spesifisitas 87%.
2.8 Pemeriksaan Penunjang
2.8.1 Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan
gambaran radiologis, yaitu menyempitnya celah antar sendi, terbentuknya
10
osteofit, terbentuknya kista, dan sklerosis subchondral.

Gambar 3. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis lutut.


Sumber : LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiograph Assessment
of Osteoarthritis. American Family Physician. 64(2):279-286
Keterangan :

a. Gambar atas kiri: pandangan anteroposterior menunjukkan


menyempitnya celah sendi (tanda panah)
b. Gambar bawah kiri: pandangan lateral menunjukkan sklerosis
yang ditandai terbentuknya osteofit (tanda panah)
c. Gambar atas kanan: menyempitnya celah sendi (tanda panah
putih) menyebabkan destruksi padapada kartilago dan sunchondral
(tanda panah terbuka)
d. Gambar bawah kanan: ditemukan kista subchondral (tanda panah)

Gambar 4 Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada jari kaki.


Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis
:Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.

Keterangan: gambaran radiologis anteroposterior kaki menunjukkan


menyempitnya celah sendi metatarsophalangeal pertama, sklerosis, dan
pembentukan osteofit (panah).9
Gambar 2.5. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada lutut.

Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of


Arthritis : Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology.
248(3) : 737-747.

Keterangan: Gambaran radiologis anteroposterior lutut menunjukkan


penyempitan ruang sendi, sklerosis, dan pembentukan osteofit (panah).9

Gambar 2.6. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada pinggul.


Sumber: Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation
of Arthritis : Degenerative Joint Disease and Variation.
Radiology. 248(3) : 737-747.
Keterangan: Kedua gambar di atas menunjukkan penyempitan ruang
superolateral sendi, sklerosis, kista subkondral, dan pembentukan osteofit
(panah).9

2.9 Pemeriksaan Laboratorium dan MRI


Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak berguna.
Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas-batas normal. Pemeriksaan imunologi
masih dalam batas-batas normal. Pada OA yang disertai peradangan sendi dapat
dijumpai peningkatan ringan sel peradangan (<8000/m) dan peningkatan nilai
protein.10
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah MRI yaitu
untuk mengetahui derajat patologisnya, namun pemeriksaan ini jarang
dilakukan sebagai penunjang diagnostik dalam osteoarthritis, karena sebagian
besar gambaran penyakit ini bisa dinilai berdasarkan pemeriksaan sinar-x.10

2.10 Penatalaksanaan
Strategi pengelolaan pasien dan pilihan jenis pengobatan ditentukan oleh
letak sendi yang mengalami OA, sesuai dengan karakteristik masing-masing
serta kebutuhannya. Oleh karena itu diperlukan penilaian yang cermat pada sendi
dan pasiennya secara keseluruhan, agar pengelolaannya aman, sederhana,
memperhatikan edukasi pasien serta melakukan pendekatan multidisiplin atau
holistik.11 Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah:11
1) Meredakan nyeri
2) Mengoptimalkan fungsi sendi
3) Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan kualitas
hidup
4) Menghambat progresivitas penyakit
5) Mencegah terjadinya komplikasi
Penatalaksanaan pada pasien dengan osteoarthritis yaitu
1) Nonfarmakologis:
a. Modifikasi pola hidup
b. Edukasi
c. Istirahat teratur yang bertujuan mengurangi penggunaan beban pada sendi
d. Modifikasi aktivitas
e. Menurunkan berat badan
f. Rehabilitasi medik/ fisioterapi
- Latihan statis dan memperkuat otot-otot
- Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan otot,
dan menambah luas pergerakan sendi
g. Penggunaan alat bantu (Mairunzi, 2010).

2) Farmakologis
Sistemik
a. Analgetik
- Non narkotik: parasetamol
- Opioid (kodein, tramadol)
b. Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
- Oral
- injeksi
- suppositoria
c. Chondroprotective
Yang dimaksud dengan chondoprotectie agent adalah obat-obatan
yang dapat menjaga dan merangsang perbaikan (repair) tuamg rawan sendi
pada pasien OA, sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut dalam
Slow Acting Anti Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau Disease Modifying
Anti Osteoarthritis Drugs (DMAODs). Sampai saat ini yang termasuk dalam
kelompok obat ini adalah: tetrasiklin, asam hialuronat, kondrotin sulfat,
glikosaminoglikan, vitamin-C, superoxide desmutase dan sebagainya.
a. Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai efek menghambat kerja enzime
MMP. Salah satu contohnya doxycycline. Sayangnya obat ini baru
dipakai oleh hewan belum dipakai pada manusia.
b. Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan
dalam degradasi tulang rawan, antara lain: hialuronidase, protease,
elastase dan cathepsin B1 in vitro dan juga merangsang sintesis
proteoglikan dan asam hialuronat pada kultur tulang rawan sendi. Pada
penelitian Rejholec tahun 1987 pemakaian GAG selama 5 tahun dapat
memberikan perbaikan dalam rasa sakit pada lutut, naik tangga,
kehilangan jam kerja (mangkir), yang secara statistik bermakna.
c. Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting pada jaringan
kelompok vertebra, dan terutama terdapat pada matriks ekstraseluler
sekeliling sel. Menurut penelitian Ronca dkk (1998), efektivitas
kondroitin sulfat pada pasien OA mungkin melalui 3 mekanisme
utama, yaitu : 1. Anti inflamasi 2. Efek metabolik terhadap sintesis
hialuronat dan proteoglikan. 3. Anti degeneratif melalui hambatan
enzim proteolitik dan menghambat oksigen reaktif.
d. Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat aktivitas
enzim lisozim dan bermanfaat dalam terapi OA.
e. Superoxide Dismutase, dapat diumpai pada setiap sel mamalia dam
mempunyai kemampuan untuk menghilangkan superoxide dan
hydroxyl radicals. Secara in vitro, radikal superoxide mampu merusak
asam hialuronat, kolagen dan proteoglikan sedang hydrogen peroxyde
dapat merusak kondroitin secara langsung. Dalam percobaan klinis
dilaporkan bahwa pemberian superoxide dismutase dapat mengurangi
keluhan-keluhan pada pasien OA.
Topikal
a. Krim rubefacients dan capsaicin.
1 Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada
umumnya bersifat counter irritant.
b. Krim NSAIDs
2 Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu diperhatikan
campuran yang dipergunakan untuk penetrasi kulit. Salah satu yang dapat
digunakan adalah gel piroxicam, dan sodium diclofenac.
3
4 3) Injeksi intraartikular/intra lesi
Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan
utama dalam penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian dan selektifitas
dalam penggunaan modalitas terapi ini, mengingat efek merugikan baik yang
bersifat lokal maupun sistemik. Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra
artikular yakni penanganan simtomatik dengan steroid, dan viskosuplementasi
dengan hyaluronan untuk modifikasi perjalanan penyakit. Dengan
pertimbangan ini yang sebaiknya melakukan tindakan, adalah dokter yang telah
melalui pendidikan tambahan dalam bidang reumatologi.
a. Steroid (Triamsinolone Hexacetonide dan Methyl Prednisolone)
Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami nyeri dan
inflamasi yang kurang responsif terhadap pemberian NSAIDs, tak dapat
mentolerir NSAIDs atau ada komorbiditas yang merupakan kontra indikasi
terhadap pemberian NSAIDs. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar
untuk menghindari penyulit yang timbul. Sebagian besar literatur tidak
menganjurkan dilakukanpenyuntikan lebih dari sekali dalam kurun 3 bulan atau
setahun 3 kali terutama untuk sendi besar penyangga tubuh. Dosis untuk sendi
besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk sendi-sendi kecil biasanya
digunakan dosis 10 mg.
b. Hyaluronan (high molecular weight dan low molecular weight )
Di Indonesia terdapat 3 sediaan injeksi Hyaluronan. Penyuntikan intra
artikular biasanya untuk sendi lutut (paling sering), sendi bahu dan koksa.
Diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu minggu masing-
masing 2 sampai 2,5 ml Hyaluronan. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan
benar. Kalau tidak dapat timbul berbagai penyulit seperti artritis septik, nekrosis
jaringan dan abses steril. Perlu diperhatikan faktor alergi terhadap unsur/bahan
dasar hyaluronan misalnya harus dicari riwayat alergi terhadap telur. Ada 3
sediaan di Indonesia diantaranya adalah Hyalgan, dan Osflex

4) Pembedahan
Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan
terlebih dahulu risiko dan keuntungannya.
Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila :
1 a. Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi
2 b. Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan medikamentosa dan
rehabilitatif
Ada 2 tipe terapi pembedahan: Realignment osteotomi dan replacement joint

1. Realignment osteotomy

Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan


merubah sudut dari weightbearing. Tujuan: Membuat karilago sendi yang
sehat menopang sebagian besar berat tubuh. Dapat pula dikombinasikan
dengan ligamen atau meniscus repair.

2. Arthroplasty
Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi
yang baru ditanam. Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam yang
berada dalam high-density polyethylene.
Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis :
a. Partial replacement/unicompartemental

b. High tibial osteotmy : orang muda

c. Patella &condyle resurfacing

d. Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan


sebagian oleh ligament asli dan sebagian oelh sendi buatan.

e. Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang hilang&severe


instability

Indikasi dilakukan total knee replacement apabila didapatkan nyeri,


deformitas, instability akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis. Sedangankan
kontraindikasi meliputi non fungsi otot ektensor, adanya neuromuscular
dysfunction, Infeksi, Neuropathic Joint, Prior Surgical fusion.11
BAB III

KESIMPULAN

Osteoarthritis merupakan gangguan pada sendi yang ditandai

dengan perubahan patologis pada struktur sendi tersebut yaitu berupa

degenerasi tulang rawan/kartilago hialin. Penyakit ini memiliki prevalensi

yang cukup tinggi, terutama pada orang tua. Selain itu, osteoarthritis ini

juga merupakan penyebab kecacatan paling banyak pada orang tua.

Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor

biomekanik dan biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting dalam

proses terjadinya osteoarthritis. Ketidakseimbangan antara pembentukan

dan penghancuran matriks-matriks kartilago merupakan kata kunci dalam

perjalanan penyakit ini. Osteoarthritis menyerang sendi-sendi tertentu

terutama sendi-sendi yang mendapat beban cukup berat dari aktivitas

sehari-hari.

Osteoarthritis dapat didiagnosis berdasarkan kelainan struktur

anatomis dan atau gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini. Gejala yang

sering muncul pada osteoarthritis adalah nyeri sendi yang diperburuk oleh

aktivitas dan gejala akan mereda setelah istirahat.

Diagnosis osteoarthritis didasarkan pada pemeriksaan fisik dan

dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologis berupa foto

sinar-x sebagai penunjang/pemastian diagnosis. Gambaran yang ditemukan

pada foto sinar-x pasien dengan osteoarthritis adalah menyempitnya celah


antar sendi, terbentuknya osteofit, terbentuknya kista, dan sklerosis

subchondral. Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah MRI

yaitu untuk mengetahui derajat patologisnya, namun pemeriksaan ini jarang

dilakukan sebagai penunjang diagnostik dalam osteoarthritis, karena

sebagian besar gambaran penyakit ini sudah bisa dinilai berdasarkan

pemeriksaan sinar-x.

Sampai saat ini belum ada terapi definitif untuk mengobati

osteoarthritis. Terapi yang sudah ada bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri

dan meminimalisasi hilangnya fungsi fisik. Hal ini bertujuan

meningkatkan kualitas hidup pasien dengan cara membantu pasien agar

tetap bisa melakukan aktivitas sehari-hari.


DAFTAR PUSTAKA

1. Fauci, Anthony S, et al. 2012. Osteoarthritis. Dalam: Harrison’s Principles


Of Internal Medicine Eighteenth Edition. The McGraw-Hill Companies.
2. Lawrence RC, Felson DT, Helmick CG, et al. 2008. Estimates of the
prevalence of arthritis and other rheumatic conditions in the United States.
Part II. Arthritis Rheum. 58(1):26–35.
3. Christine G, 1922, Bones and Joint. A Guide for student, second edition, Tokyo,
Churchill Livingstone.
4. Dillon CF, Rasch EK, et al. 2006. Prevalence of knee osteoarthritis in the
United States: arthritis data from the Third National Health and Nutrition
Examination Survey 1991–1994. J Rheumatol. 33(11):2271–2279.
5. David, T. 2006. Osteoarthritis of the knee. The New England Journal of
Medicine.
6. Lozada, Carlos J. 2009. Osteoarthritis. http://emedicine.medscape.com. Diakses
tanggal 15 maret 2013.
7. Iannone F, Lapadula G. 2003. The pathophysiology of osteoarthritis.
Aging Clin Exp Res. 15(5):364–372.
8. Tjokroprawiro, Askandar, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya:
Airlangga University Press.
9. Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis: Degenerative
Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3):737–747.
10. LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of
Osteoarthritis. American Family Physician. 64(2):279–286
11. Kasmir, Yoga. 2009. Penatalaksanaan Osteoartritis. Sub-bagian Reumatologi,
Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai