Anda di halaman 1dari 42

3.

Sudut

Anggota Kelompok:
1. Endang Wahyuni (1907050001)
2. Joko Eliyanto (1907050003)
3. Marfilinda Atma Sari Subekti (1907050015)
3.1 Pengertian Dasar
Sudut adalah bangun yang dibentuk oleh dua
sinar (garis) yang berasal dari titik yang sama
dan tidak terletak pada garis yang sama.

Titik tersebut disebut sebagai titik sudut, dan


sinar yang dimaksud disebut sisi atau lengan
sudut.
Sisi sudut membagi sebuah bidang utuh menjadi dua bagian, yang disebut sebagai
interior dan eksterior sudut.

Interior adalah wilayah yang berisi semua segmen(ruas garis) yang


menghubungkan dua titik pada sisi-sisi sudut.
Daerah konveks adalah bidang yang di mana pada bidang tersebut dapat selalu
dibentuk suatu ruas garis dari dua buah titik di dalam daerah konveks tersebut,
sedemikian sehingga ruas garis tersebut masih berada dalam daerah konveks tersebut.
Penulisan sudut:
1. Dinotasikan dengan simbol “ ∠ ”
2. Dinamai berdasarkan nama titik sudut,
misal ∠ A.
3. Dinamai berdasarkan nama pasangan sisi
sudut, misal ∠ (l,m)
4. Dinamai dengan angka.
5. Dinamai dengan huruf Yunani kecil.
6. Dinamai dengan tiga huruf, yaitu ketiga
titik yang membentuk sudut, dengan
huruf di tengah sebagai titik sudut. Misal
∠ EAD
Dua buah sudut dikatakan kongruen jika keduanya ‘bertepatan’
sebagai hasil dari superposisi, atau dengan kata lain, salah satu dari
keduanya dapat ditransformasikan dari yang lainnya secara isometri.

Isometri adalah transformasi bangun-bangun pada bidang dengan mempertahankan jarak,


(Lihat Buku Ref Utama Hal 14 Baris ke - 3)
Jika ada dua buah sudut kongruen, maka ada beberapa kemungkinan
superposisi, yaitu transformasi pergeseran titik(isometri tipe 1),
transformasi rotasi(isometri 2), dan refleksi (isometri 3).

Jenis-jenis isometri terdapat pada Axioma 4


(Lihat Buku Ref Utama Hal 16 Baris ke - 22)
Jika dua buah sudut tidak kongruen, maka interior salah satu sudut(misal
∠O’A’B’) adalah bagian dari interior sudut yang lainnya(misal ∠OAB).
Maka dapat dikatakan, sudut yang pertama (∠O’A’B’) adalah lebih kecil dari
sudut yang kedua (∠OAB). Atau dapat juga dikatakan sudut yang kedua
(∠OAB) lebih besar dari sudut yang pertama (∠O’A’B’).
Dua buah sudut dikatakan ‘berdekatan’
(adjacent) jika keduanya memiliki titik sudut
yang sama pada sebuah lengan sudut yang
sama.

Jumlahan dua sudut adalah sudut yang


dibentuk oleh dua sisi yang tidak sama, jika
kedua sudut pembentuknya berdekatan.
Penjumlahan Sudut
Jika beberapa sudut α ditambahkan dengan sudut kongruennya, maka jumlahan ini
disebut dua kali lipat sudut awal, 2 α.
Jika sebuah sudut yang kongruen dengan α ditambahkan lagi, maka diperoleh
tiga kali lipat sudut awal.
Jumlahan dari k sudut yang kongruen terhadap α disebut kelipatan-k sudut α ditulis
k α. Sudut awal α disebut sebagai ‘satu per k’ dari sudut yang dihasilkan.
3.2 Generalisasi pengertian dasar sudut,
Jenis-jenis sudut, Tegak lurus.
a) Generalisasi pengertian dasar sudut.

Harukah interior suatu


sudut konveks?
a) Generalisasi pengertian dasar sudut.

Sudut dapat dipahami sebagai hasil dari


sinar(garis) yang berputar pada titik
pusatnya. Jika sinar AB, dengan titik awal A
dan beberapa titik B(lihat gambar 3.2.2)
yang berotasi pada A, maka secara
berurutan akan diperoleh posisi AB1, AB2,
AB3, AB4, AB5, AB6, di mana B1, … ,B6
adalah ‘bayangan’ dari B yang dihasilkan
oleh proses rotasi dan AB5 bertepatan
dengan AB
a) Generalisasi pengertian dasar sudut.

Kemudian, sudut-sudut: ∠BAB1, ∠BAB2,


∠BAB3, … dan ∠BAB6 adalah sudut-sudut
yang dibangkitkan. Dengan demikian,
setiap sudut berurutan dari urutan sudut
yang berisi sudut-sudut sebelumnya sebagai
bagian dari sudut itu, dan, menurut
gagasan umum keseluruhan lebih besar
daripada bagian-bagiannya, orang dapat
mengatakan bahwa sudut bertambah
sedang disaat yang sama rotasi sedang
berjalan.
a) Generalisasi pengertian dasar sudut.

Jika sinar diputar pada verteksnya sampai


bertepatan dengan posisi aslinya, maka
sudut umum yang diperoleh (mis., ∠ BAB4
pada Gambar 3.2.2) disebut perigon atau
revolusi lengkap . Gambar yang dibentuk
oleh dua sinar yang saling memanjang
menjadi garis lurus (mis., ∠BAB3 pada
Gambar 3.2.2) disebut sudut lurus.
b) Jenis sudut. Tegak lurus

Jika ada dua sudut berdekatan yang


digabungkan, dan salah satunya garis
memanjang menjadi sebuah garis lurus,
maka sudut tersebut supplement
(berpelurus).
Suplemen yang ditunjukkan pada gambar 3.2.3 di mana AD dan FH
merupakan garis lurus. ∠ACB dan ∠BCD saling melengkapi yang lain,
begitu juga ∠FGE dan ∠EGH.

Sepertinya dua sudut terakhir yaitu ∠FGE dan ∠EGH sesuai untuk satu
sama lain.
Kita katakan “sepertinya” karen belum ditunjukkan
cara sudut ini dibangun.

Bayangkan kita melakukan superposisi dengan


melipat kertas dengan sama panjang, sehingga GH
akan jatuh ke FG sehingga dapat kita katakan sudut
∠FGE dan ∠EGH dapat dibuat bertepatan dengan
superposisi, dan oleh karena itu mereka kongruen.
Teorema 3.2.1
Ada sudut yang kongruen dengan suplemennya, yaitu sudut
siku-siku

Bukti
Biarkan AB menjadi garis lurus dan titik M tidak terletak
pada AB (lihat Gambar 3.2.5).
isometry: refleksi dari AB.
setiap titik AB akan tetap diam
Titik M akan dibawa ke titik N berbaring di sisi lain AB
Mari kita bergabung dengan M dengan N melalui garis
lurus.
Baris akan memotong AB pada titik tertentu kita
tunjukkan sebagai C.
Karena CA tidak bergerak, maka MCA
ditransformasikan menjadi ∠NCA berarti
kongruen ∠ MCA = ∠NCA.
Suplementary,Karena kedua sisi (MC dan
CN) memanjang menjadi garis lurus (MN)
∠MCA dan ∠NCA adalah sudut congruent
supplementary, yang berarti sudut-sudut
tersebut ada
Teorema 3.2.2

Semua sudut siku-siku kongruen.


Bukti:
• Akan dibuktikan dengan kontradiksi.
• Misalkan dua buah sudut siku-siku tidak
kongruen.
• Secara khusus, asumsikan bahwa
∠ACB= ∠BCD=α demikian halnya
∠FGE= ∠EGH=β, dan α≠β.
• Lebih khusus lagi, kita pilih α>β,
∠BCD<∠EGH.
Bukti (Lanjutan):
• Untuk mempermudah, kita katakan bahwa GH=CD(dengan aksioma 3, kita
dapat memperoleh ruas garis yang kongruen dengan CD dari titik G).
• Berdasarkan definisi isometri, kita dapat ‘menimpakan’ GH tepat pada CD.
• Kemudian dengan aksioma 1, garis yang melalui GH akan bertepatan dengan
garis yang melalui C dan D; sehingga HF akan tepat pada DA.
Bukti (Lanjutan):
• Berdasarkan asumsi ∠BCD<∠EGH, maka GE akan mengambil tempat pada
CE’ yang berada di dalam interior ∠BCD. Maka, ∠BCD akan terletak pada
interior ∠ACE’, yang diperoleh dengan menempatkan ∠EGH, sehingga
diperoleh ∠BCD<ACE’= ∠EGF.
• Karena ∠EGH dan ∠EGF keduanya adalah sudut siku-siku maka keduanya
kongruen.
Bukti (Lanjutan):
• Sehingga, diperoleh bahwa ∠EGH=β < ∠BCD=α < ∠ACE’= ∠EGF=β.
• Hasil terakhir menimbulkan kontradiksi, pada awalnya kita anggap α>β
tetapi hasil akhirnya justru diperoleh α < β, begitu juga α tidak mungkin
kurang dari β, pernyataan β <α < β tidak mungkin benar.
• Maka, haruslah α = β.
Teorema 3.2.3
Tepat hanya ada satu garis tegak lurus yang dapat
ditarik dari sebuah garis lurus lainnya.
Teorema 3.2.4
Garis tegak lurus dapat dijatuhkan ke garis tertentu dari
titik eksterior tertentu.

Kata titik luar berarti titik yang tidak terletak di dalam


baris.
Untuk menggambar garis tegak lurus ke AB dari M, kita
dapat melakukan isometri seperti sudut siku-siku.
menjadi refleksi dari bidang di AB, yang merupakan tipe
(iii) isometri.
Karena ∠NCA diperoleh dari ∠MCA dengan
menggunakan isometri, kedua sudut tersebut kongruen.
3.3 Sudut Vertikal.
Jika dua buah garis berpotongan membentuk
empat sudut, maka setiap pasangan sudut
yang tidak bersebelahan sebagai contoh
∠AOB & ∠COD atau ∠BOC & ∠DOA
pada gambar 3.3.1 disebut sebagai sudut
vertikal.
Lengan sudut dari salah satu sudut dari
pasangan sudut vertikal merupakan lengan
sudut dari sudut vertikal yang lain yang
diperpanjang melalui titik sudut.
Teorema 3.3.1

Setiap dua buah sudut vertikal adalah kongruen.

Bukti:
Setiap sudut vertikal adalah suplement dari sebuah sudut yang
sama, sebagai contoh ∠COD dan ∠AOB adalah suplement dari
∠COB. Jadi, ∠COD + ∠COB = AOB + ∠COB, sehingga
∠COD dan ∠AOB terbukti kongruen.
3.4. Sudut Pusat dan Panjang Busur Yang
Bersesuaian. Pengukuran Sudut.

Sudut yang dibentuk oleh dua buah jari-jari (sebagai contoh, ∠AOB pada
gambar 3.4.1.) disebut sebagai sudut pusatsudut tersebut mengintersep(atau
memotong) busur (∪AmB) pada lingkaran. Sudut pusat selalu berhubungan
busurnya.
Teorema 3.4.1

Pada lingkaran yang sama atau pada lingkaran yang


kongruen berlaku:
(i) jika dua sudut pusat kongruen, maka busur yang
sesuai adalah kongruen;
(ii) jika dua busur kongruen, maka sudut pusat yang
sesuai adalah kongruen.
Bukti:
• Misalkan ∠AOB= ∠COD(lihat gambar 3.4.1); akan ditunjukkan bahwa ∪AmB
= ∪CmD.
• Misalkan sektor AOB dirotasikan terhadap O pada arah sesuai arah Panah
pada gambar, maka OA bertepatan dengan OC(isometri 2).
• Berdasarkan kekongruenan sudut, maka OB akan tepat menutupi OD,dan
selama setiap ruas garis di dalam lingkaran adalah jari-jari, maka sektor
tersebut akan bertepatan(menutup).
• Sehingga, sebagai hasil isometri di atas, sektor AOB ditransformasikan ke
sektor yang dibatasi jari-jari OC dan OD.
Bukti(Lanjutan):
• Mari kita buktikan(dengan kontradiksi)
bahwa busur dari sektor juga bertepatan
sebagai hasil dari isometri yang dilakukan.
• Misalkan ∪AmB telah ditransformasikan
oleh isometri ke busur yang memiliki paling
tidak satu titik yang tidak terletak pada
∪CmD. Katakan titik tersebut adalah M.
Bukti(Lanjutan):
• Gambarlah ruas garis lurus yang
menghubungkan M dan O. Ruas garis ini(Lihat
gambar 3.4.1 b) akan memotong ∪CmD pada
titik N yang sama.
• Kemudian setiap ruas garis OM dan ON
kongruen terhadap jari-jari lingkaran, tetapi
tidak bisa kongruen satu sama lain kecuali M
bertepatan dengan N. Timbullah kontradiksi.
Bukti(Lanjutan):
• Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap titik
∪AmB akan menutupi(bertepatan) pada setiap
titik ∪CmD sebagai hasil dari isometri.
• Sehingga, dapat disimpulkan bahwa ∪AmB=
∪CmD.
“ Harus diperhatikan bahwa ukuran lingkaran ( jari-jari) tidak memainkan
peran apa pun dalam diskusi di atas. Dengan demikian, seseorang dapat
membandingkan sudut yang berbeda pada titik lainnya dengan
mengukur busur yang bersesuaian pada lingkaran yang memiliki jari-jari
berpusat pada titik pusat lingkaran tersebut. Sifat ini memungkinkan
kuntuk mulai memperkenalkan karakteristik ukuran sudut yang disebut


ukuran sudut.
Misalkan lingkaran dibagi menjadi 360 bagian yang sama, dan ada jari-jari
yang ditarik ke masing-masing titik partisi. Ini akan menciptakan 360 sudut
kongruen.
Masing-masing busur di atas disebut derajat/angular sudut. Ini
Dilambangkan dengan °. Notasi tersebut dibaca dengan “derajat”.
Dengan demikian satu derajat adalah satu kali tigaratus enam puluh dari
satu revolusi penuh.
Derajat ini dibagi menjadi 60 bagian yang sama yang disebut menit (´).
Menit dibagi menjadi 60 bagian yang sama yang disebut detik, (´´).
Dengan demikian, sudut 20 derajat, 15 menit, dan 6 detik akan
Dilambangkan sebagai 20 ° 15´ 6´´.
Jumlah derajat yang terkandung dalam sudut disebut ukuran sudut.
Biasanya dilambangkan m (∠), mis., M (∠ AOB) = 41, jika ∠ AOB berisi 41
sudut 1°, atau busur yang sesuai, ∪ AB, dari sebuah lingkaran terdiri dari 41
dari 360 derajat busur.
Teorema 3.4.2

Dua sudut atau lebih dikatakan kongruen jika dan hanya


jika
Memiliki ukuran derajat sama.
Teorema 3.4.3

Untuk setiap sudut, α, β dan bilangan bulat positif m, n


berlaku :
Alat Ukur Sudut
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai