Anda di halaman 1dari 7

I.

PEMBAHASAN
1. Pengkajian
- Hasil pengkajian menunjukkan bahwa keadaan umum klien baik
dengan kesadaran composmentis GCS 15 (E4M6V5). Klien mengeluh sesak napas
dan tubuh terasa kaku karena bengkak. Terdapat tanda edema pada ekstremitas
klien yaitu pada ekstremitas kanan atas derajat 2 dan pada ekstremitas bawah
derajat 4. Klien memiliki riwayat pemasangan ring sebanyak 7 ring. Pada saat
pengkajian diketahui tekanan darah: 157/79 mmHg, nadi 85x/ menit, SpO2: 95%,
RR: 20x/ menit, suhu: 36,7 C. pasien terpasang bed set monitor, furosemid
5mg/jam dan insulin sleding scaledengan syringe pump. Klien memiliki riwayat
hipertensi dan riwayat penyakit diabetes mellitus sejak tahun 2016. Klien
mengatakan rutin minum obat untuk mengontrol gula darah namun klien tidak
mematuhi pola diet yang dianjurkan untuk penderita DM. Tampak distensi perut,
terdengar suara tambahan ronkhi, kesan hasil X-Ray thoraks: Kardiomegali LV dan
LA disertai kalsifikasi arcus aorta, hasil pemeriksaan rontgen thorax menunjukkan
ada gambaran edema pulmonum dan efusi pleura dupleks.
Tanda dan gejala yang ada pada klien dalam data pengkajian menunjukkan
klien mengalami gagal jantung kongestif atau CHF. Tanda dan gejala yang muncul
pada pasien CHF antara lain dyspnea, fatigue dan gelisah. Dyspnea merupakan
gejala yang paling sering dirasakan CHF mengakibatkan kegagalan fungsi
pulmonal sehingga terjadi penimbunan cairan di alveoli. Hal ini menyebabkan
jantung tidak dapa oleh penderita CHF. Gagal jantung kongestif mengakibatkan
kegagalan fungsi pulmonal sehingga terjadi penimbunan cairan di alveoli. Hal ini
menyebabkan jantung tidak dapat berfungsi dengan maksimal dalam memompa
darah. Dampak lain yang muncul adalah perubahan yang terjadi pada otot-otot
respiratori. Hal-hal tersebut mengakibatkan suplai oksigen ke seluruh tubuh
terganggu sehingga terjadi dyspnea (Johnson, 2008;Wendy, 2010).
2. Masalah keperawatan yang dialami klien
Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan 4 diagnosa keperawatan pada klien, yaitu:
a. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas
jantung (00029)
b. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan imobilitas (00092)
c. Hambatan Pertukaran Gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
perfusi (00030)
d. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan Kurang
pengetahuan tentang manajemen penyakit (00179)
3. Tindakan Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama yang muncul pada Tn. S adalah Penurunana
Curah Jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas jantung (00029).
Penurunan curah jantung merupakan ketidakadekuatan volume darah yang
dipompa oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh (Herdman &
Kamitsuru, 2018). Data fokus dalam diagnosa ini adalah klien mengatakan tubuh
terasa kaku karena bengkak, terdapat edema pada tangan kanan derajat 2 dan pada
kaki derajat 4, TD: 157/79 mmHg, distensi perut, suara tambahan ronkhi, dan
kesan hasil X-Ray thoraks: Kardiomegali LV dan LA disertai kalsifikasi arcus
aorta. Intervensi yang diberikan pada klien untuk mengatasi masalah ini adalah
Perawatan jantung yaitu dengan memantau Tanda-tanda Vital klien (TD, HR, RR)
secara rutin, mengatur posisi tidur klien dengan nyaman (semi fowler, fowler),
melakukan penilaian komprehensif pada sirkulasi (cek nadi perifer, edema, CRT,
warna kulit, suhu ekstremitas), dan memberikan lingkungan yang nyaman dan
anjurkan klien untuk istirahat yang adekuat (Bulechek G.M, et al, 2013). Mengatur
posisi tidur atau positioning adalah tindakan keperawatan yang dilakukan dengan
cara memberikan pasien posisi tubuh sesuai dengan hambatan yang diderita dengan
tujuan memanajemen keselarasan dan kenyamanan fisiologis. Talwar (2008)
berpendapat bahwa pemberian posisi bertujuan untuk meningkatkan ekspansi paru
secara maksimal dan mengatasi kerusakan pertukaran gas sehingga pasien
memperoleh kualitas tidur yang baik (Talwar, 2008). Posisi semi fowler akan
mempengaruhi keadaan curah jantung dan pengembangan rongga paru-paru pasien,
sehingga sesak nafas berkurang dan akan mengoptimalkan kualitas tidur pasien
(Israel, 2008). Pengembangan rongga dada dan paruparu akan menyebabkan
asupan oksigen membaik, sehingga proses respirasi akan kembali normal. Posisi
semi fowler juga dapat membantu mengurangi aliran balik vena pada pasien
dengan gagal jantung yang akan mengurangi peningkatan dan distensi vena
jugularis pada leher penderita (Shahab, dkk., 2016). Diharapkan setelah dilakukan
intervensi keperawatan selama 5x24 jam, masalah penurunan curah jantung klien
dapat teratasi dengan kriteria hasil: tanda-tanda vital dalam rentang normal
(Tekanan darah, Nadi, RR), klien tidak merasa lemas, klien dapat mentoleransi
aktivitas, edema atas pada ekstremitas berkurang dari derajat 2 menjadi derajat 1,
edema ekstermitas bawah dari rejat 4 menjadi derajat 2 (Moorhead S, et al, 2013).
Diagnosa keperawatan kedua yang muncul pada klien adalah Intoleransi
Aktivitas berhubungan dengan imobilitas (00092). Intoleransi aktivitas berarti
ketidakcukupan energi fisiologis untuk mempertahankan aktivitas kehidupan
sehari-hari yang harus dilakukan (Herdman & Kamitsuru, 2018). Diagnosa ini
muncul berdasarkan hasil pengkajian pada klien yaitu klien mengatakan merasa
mudah lelah, Indeks Barthel: Tn.S mengalami ketergantungan total dengan total
skor 4, TD: 157/79 mmhg, HR: 85 x/ menit, SpO2: 95%, RR: 20x/ menit, Suhu:
36,7 C, kekuatan otot pada ekstremitas bawah 3|3, dan klien bedrest. Intervensi
yang diberikan pada klien adalah Manajemen Energi yaitu dengan : monitoring
TTV sebelum dan segera setelah latihan aktivitas, memantau respon
kardiopulmonal terhadap aktivitas seperti adanya takikardi, disritmia, dipsnea,
berkeringat dan pucat, mengajarkan latihan ROM pasif untuk mencegah
ketegangan otot, dan membantu perawatan diri klien (Bulechek G.M, et al, 2013).
Range Of Motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan
atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian
secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter
& Perry, 2005). Tujuan ROM adalah untuk meningkatkan atau mempertahankan
fleksibilitas dan kekuatan otot, mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan,
mencegah kontraktur dan kekakuan pada sendi. Sedangkan manfaat latihan ROM
adalah untuk menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan
pergerakan, memperbaiki tonus otot, memperbaiki toleransi otot untuk latihan,
mencegah terjadinya kekakuan sendi, memperlancar sirkulasi darah dengan
dilakukannya latihan ROM pada pasien (Beebe & Lang, 2009; Hardwick &
Lang, 2012). Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan masalah toleransi aktivitas pada klien dapat meningkat dengan kriteria
hasil: klien dapat berpartisipasi dalam latihan aktivitas ringan yang diinginkan,
perawatan diri klien dapat terpenuhi, mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang
dapat diukur dengan TD, HR, RR (Moorhead S, et al, 2013).
Diagnosa keperawatan ketiga adalah Hambatan Pertukaran Gas berhubungan
dengan ketidakseimbangan ventilasi perfusi (00030). Diagnosa ini ditandai dengan
klien mengatakan bahwa merasa sesak napas dan tubuh terasa kaku karena
bengkak, RR= 20 x/ menit, SpO2= 95%, pergerakan dada simetris, tidak terlihat
retraksi dinding dada dan otot bantu napas, tidak terlihat napas cuping hidung,
terpasang alat bantu pernapasan nasal kanul dengan oksigen 3L/menit, P F Rasio =
528,43 (Acute Lung Injury), pH 7,452, kesan hasil X-Ray thoraks: edema
pulmonal dan efusi pleura dupleks, dan kesadaran komposmentis. Intervensi yang
diberikan pada klien adalah manajemen asam-basa dan terapi oksigen dimana salah
dua dari intervensi tersebut adalah mosisikan senyaman mungkin untuk
maksimalisasi ventilasi (semi fowler), dan pemberian oksigen 3 liter per menit
nasal kanul klien (Bulechek G.M, et al, 2013). Pemberian posisi semi fowler untuk
memaksimalkan pengembangan dada. Terapi oksigen merupakan pemberian
oksigen dengan konsentrasi lebih tinggi daripada oksigen di atmosfer (21%).
Tujuan diberikan terapi ini adalah untuk memberikan transpor oksigen yang
adekuat dalam darah sehingga klien dapat menurunkan upaya bernapas, mencegah
kematian sel akibat kekurangan oksigen, dan mengurangi stres pada miokardium
(Mutaqqin, 2008 dan Bachtiar, 2015). Efek samping dari penggunaan terapi
oksigen yang terus- menerus adalah dapat merusak paru-paru, keracunan oksigen,
iritasi atau perasaan terbakar di hidung. Diharapkan setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 7x24 jam, hambatan pertukaran gas dapat diminimalkan
dengan kriteria hasil: tidak terjadi sianosis, SPO2 >= 95%, RR dalam batas normal
16-24 x/ menit, sesak napas berkurang, kesadaran komposmentis, pergerakan dada
simetris, tidak terlihat retraksi dinding dada dan otot bantu napas, tidak terlihat
napas cuping hidung (Moorhead S, et al, 2013).
Diagnosa keperawatan keempat adalah Resiko ketidakstabilan kadar glukosa
darah berhubungan dengan Kurang pengetahuan tentang manajemen penyakit
(00179). Diagnosa ini ditandai dengan klien mengatakan memiliki penyakit
diabetes mellitus dan diketahui sejak tahun 2016, selama di rumah klien
mengatakan tidak diet makanan, dan glukosa darah puasa= 329 mg/ dL.
Diharapkan setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 5x24jam risiko
ketidakstabilan gula darah berkurang dengan kriteria hasil : kadar glukosa darah
klien masuk dalam kategori normal (GDS: 80-160 mg/dL; GDP: 80 - 109
mg/dL; GD2PP: 80 – 140 mg/dL), dan peningkatan pengetahuan terkait kondisi
klien. Salah satu intervensi yang diberikan adalah kolaborasi pemberian insulin
dengan sliding scale. Terapi insulin yang dianjurkan adalah pagi hari sebelum
sarapan, dua jam setelah makan, dan malam hari sebelum tidur (Rismayanthi,
2010).
4. Evaluasi
a. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas
jantung (00029)
- Klien mengatakan bengkak berkurang, tubuh sudah sedikit enakan, namun
kadang-kadang sesaknya kumat
- Klien terlihat pucat, mukosa bibir kering, keadaan umum lemah, kesadaran
composmentis
- TD : 140/78 mmHg, HRV:78x/menit, RR :20x/menit, SpO2 : 98% , Suhu :
36,8 C
- Derajat edema ekstermitas atas 2
- Derajat edema ekstermitas bawah 3
- Masih terdapat edema diekstermitas atas dan bawah

b. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan imobilitas (00092)


- Klien mengatakan masih lemes namun mendingan dari pada hari
sebelumnya
- Klien mengatakan lebih nyaman tidur dengan posisi duduk
- Klien mengatakan sanggup melakukan latihan 2x sehari
- Klien mampu melakukan ROM pasif diarea ekstermitas dengan lengkap
ditambah ROM dibagian kepala karena sudah tidak mengeluh pusing.
- TTV klien stabil setelah latihan: TD 140/76 mmHg, HR : 77x/menit, RR :
22x/menit

c. Hambatan Pertukaran Gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi


perfusi (00030)
- Klien mengatakan lebih nyaman tidur dengan posisi duduk
- Terpasang nasal kanul 2 lpm
- Warna kulit sawo matang pucat
- Suhu 36,5C, HR : 74x/menit
- SpO2 : 98%
- Tidak ada sianosis
- Masih terdapat suara ronki dilapang peru kanan kiri klien
- Klien dapat mengikuti intruksi yang diberikan. Klien dapat mempraktikan
latihan nafas dalam dan batuk efektif sendiri. Klien dapat melakukan latihan
tarik nafas dalam 10 kali dan 3 kali batuk efektif

d. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan Kurang


pengetahuan tentang manajemen penyakit (00179)
- Hasil GDS : 251
- Klien terpasang SP. insulin 2cc/jam
- Klien tidak mengalami mual muntah
- Klien terpasang SP. Insulin 1,8 cc/jam

DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar, A., Hidayah, N., Ajeng, A. 2015. Pelaksanaan Pemberian Terapi Oksigen pada
Pasien Gangguan Sistem Pernafasan. Jurnal Keperawatan Terapan, vol.1 no.2
Beebe, JA & Lang, CE. (2009). Active range of motion predicts upper extremity function
three months post-stroke. Stroke. 40(5)
Hardwick, DD & Lang, CE. (2012). Scapular and humeral movement patterns of people with
stroke during range of motion exercises. Journal Neurol Physical Therapy. 35 (1), 18-
25.
Israel, S.A., Duhamel, E.R.,Stepnowsky, C., Engler, R., Zion, M.C., & Marler,
M.(2008). The relatioship between congetive heart failure, sleep apnea, and
mortalty in older men
Johnson, Miriam J and Stephen G. Oxberry. (2010). The Management of Dyspnoea in
Chronic Heart Failure. Current Opinion in Supportive and Palliative Care. 4: 63-68
Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika.
Potter, A.P., & Perry, A. (2005). Fundamental of nursing. 4th edition. St.Louis Missouri:
Mosby-Year Book, Inc.
Rismayanthi, C. (2010). Terapi Insulin sebagai Alternatif Pengobatan bagi Penderita
Diabetes. Medikora, Vol VI (2). Hal: 29-36
Shahab, S., Fauzan S., & Budiharto, I. (2016). Pengaruh Posisi Tidur Semi Fowler 45˚
Terhadap Kualitas Tidur Pasien Gagal Jantung Di Ruang ICCU RSUD dr. Soedarso
Pontianak. Program Studi Keperawatan Universitas Tanjungpura.
Talwar, A., Liman, B., Greenberg, H., Feinsilver, S., H., and Vijayan, H.(2008). Sleep
in the Intensive Care Unit. India : University of Delhi

Anda mungkin juga menyukai