Lapkas TB Peritoneal Lulu DK
Lapkas TB Peritoneal Lulu DK
TB PERITONEAL
Disusun Oleh:
Lulu Dhiyaanty K
( 2011730055)
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
2016
KATA PENGANTAR
Assalamualaykum, Wr.Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat waktu. Tidak lupa penulis
mengucapkan terimah kasih kepada dr. H. Abdul Wahid Usman, Sp. PD selaku pembimbing
yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Terima kasih kepada
seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas ini. Laporan kasus ini disusun
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam di
RSUD Cianjur.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun laporan kasus ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
kesempurnaan penulisan laporan kasus ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi yang
membacanya dan bermanfaat pula bagi penulis.
Wassalamualaykum, Wr.Wb.
Penulis
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. SH
Umur : 38 thn
Jenis Kelamin : Wanita
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Kerta Mulya 01/01 Mekargalih Ciranjang
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Masuk RS : 19 September 2016
Tanggal pemeriksaan : 26 September 2016
B. ANAMNESIS (ALLOANAMNESIS)
Keluhan utama
Perut membesar sejak 1 minggu SMRS
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : baik
Kesadaran : composmetis
Tanda vital :
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 86 x/menit, irama nadi teratur, regular, kualitas cukup
RR : 22 x/menit
Suhu : 36,8 o C
Status Antropometri
BB sebelum sakit : 53 kg
BB saat sakit : 47 kg
Status Generalis :
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. TB Peritoneal
2. Gastropati
3. Hipoalbumin
F. TATALAKSANA
1. TB Peritoneal
- Furosemid 1 x 20 gram
- Rimstar 1 x 3
- Ambroxol tab 3 x 1
- Ambacim 2 x 1
- Letonal 1 x 100mg
2. Gastropati
- Omz 1 x 1
3. Hipoalbumin
- Vip Albumin 3 x 2
G. PROGNOSIS
Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis kanan kiri saling
menempel dan membentuk suatu lembar rangkap yang disebut duplikatura. Dengan
demikian baik di ventral maupun dorsal usus terdapat suatu duplikatura. Duplikatura ini
menghubungkan usus dengan dinding ventral dan dinding dorsal perut dan dapat
dipandang sebagai suatu alat penggantung usus yang disebut mesenterium. Mesenterium
dibedakan menjadi mesenterium ventrale dan mesenterium dorsale. Mesenterium ventrale
yang terdapat pada sebelah kaudal pars superior duodeni kemudian menghilang.
Lembaran kiri dan kanan mesenterium ventrale yang masih tetap ada, bersatu pada
tepi kaudalnya. Mesenterium setinggi ventrikulus disebut mesogastrium ventrale dan
mesogastrium dorsale. Pada waktu perkembangan dan pertumbuhan, ventriculus dan usus
mengalami pemutaran. Usus atau enteron pada suatu tempat berhubungan dengan
umbilicus dan saccus
vitellinus. Hubungan ini membentuk pipa yang disebut ductus omphaloentericus.Usus
tumbuh lebih cepat dari rongga sehingga usus terpaksa berbelok-belok dan terjadi jirat-
jirat. Jirat usus akibat usus berputar ke kanan sebesar 270° dengan aksis ductus
omphaloentericus dan a. mesenterica superior masing-masing pada dinding ventral dan
dinding dorsal perut. Setelah ductus omphaloentericus menghilang, jirat usus ini jatuh
kebawah dan bersama mesenterium dorsale mendekati peritoneum parietale. Karena jirat
usus berputar bagian usus disebelah oral (kranial) jirat berpindah ke kanan dan bagian
disebelah anal (kaudal) berpindah ke kiri dan keduanya mendekati peritoneum
parietale.Pada tempat-tempat peritoneum viscerale dan mesenterium dorsale mendekati
peritoneum dorsale, terjadi perlekatan. Tetapi, tidak semua tempat terjadi perlekatan.
Akibat perlekatan ini, ada bagian-bagian usus yang tidak mempunyai
alat-alat penggantung lagi, dan sekarang terletak disebelah dorsal peritoneum sehingga
disebut retroperitoneal. Bagian-bagian yang masih mempunyai alat penggantung terletak
di dalam rongga yang dindingnya dibentuk oleh peritoneum parietale, disebut terletak
intraperitoneal. Rongga tersebut disebut cavum peritonei, dengan demikian:
Duodenum terletak retroperitoneal;
Jejenum dan ileum terletak intraperitoneal dengan alat penggantung mesenterium;
Colon ascendens dan colon descendens terletak retroperitoneal;
Colon transversum terletak intraperitoneal dan mempunyai alat penggantung disebut
mesocolon transversum;
Colon sigmoideum terletak intraperitoneal dengan alat penggatung mesosigmoideum;
cecum terletak intraperitoneal;
Processus vermiformis terletak intraperitoneal dengan alat penggantung mesenterium.
Di berbagai tempat, perlekatan peritoneum viscerale atau mesenterium pada peritoneum
parietale tidak sempurna, sehingga terjadi cekungan-cekungan di antara usus (yang diliputi
oleh peritoneum viscerale) dan peritoneum parietale atau diantara mesenterium dan
peritoneum parietale yang dibatasi lipatan-lipatan. Lipatan-lipatan dapat juga terjadi
karena di dalamnya berjalan pembuluh darah. Dengan demikian di flexura
duodenojejenalis terdapat plica duodenalis superior yang membatasi recessus duodenalis
superior dan plica duodenalis inferior yang membatasi resesus duodenalis inferior.Pada
colon descendens terdapat recessus paracolici. Pada colon sigmoideum terdapat recessus
intersigmoideum di antara peritoneum parietale dan mesosigmoideum.Stratum circulare
coli melipat-lipat sehingga terjadi plica semilunaris. Peritoneum yang menutupi colon
melipat-lipat keluar diisi oleh lemak sehingga terjadi bangunan yang disebut appendices
epiploicae.
Dataran peritoneum yang dilapisis mesotelium, licin dan bertambah licin karena
peritoneum mengeluiarkan sedikit cairan. Dengan demikian peritoneum dapat disamakan
dengan stratum synoviale di persendian. Peritoneum yang licin ini memudahkan
pergerakan alat-alat intra peritoneal satu terhadap yang lain. Peritoneum viserale yang
menyelimuti organ perut dipersarafi oleh sistem saraf autonom dan tidak peka terhadap
rabaan atau pemotongan.Dengan demikian sayatan atau penjahitan pada usus dapat
dilakukan tanpa dirasakan oleh pasien. Akan tetapi bila dilakukan tarikan atau regangan
organ, atau terjadi kontraksi yang berlebihan pada otot yang menyebabkan iskemia
misalnya pada kolik atau radang
seperti apendisitis, maka akan timbul nyeri. Pasien yang merasakan nyeri viseral biasanya
tidak dapat menunjuk dengan tepat letak nyeri sehingga biasanya ia menggunakan seluruh
telapak tangannya untuk menujuk daerah yang nyeri.Peritoneum parietale dipersarafi oleh
saraf tepi, sehingga nyeri dapat timbul karena adanya rangsang yang berupa rabaan,
tekanan, atau proses radang. Nyeri dirasakan seperti seperti ditusuk atau disayat, dan
pasien dapat menunjukkan
dengan tepat lokasi nyeri.Area permukaan total peritoneum sekitar 2 meter, dan
aktivitasnya konsisten dengan suatu membran semi permeabel. Cairan dan elektrolit kecil
dapat bergerak
kedua arah.
TINJAUAN PUSTAKA
PERITONITIS TUBERKULOSIS
A. Definisi
visceral yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, dan terlihat penyakit
Penyakit ini jarang berdiri sendiri dan biasanya merupakan kelanjutan proses
tuberkulosa di tempat lain terutama dari tuberkulosa paru, namun sering ditemukan bahwa
pada waktu diagnosa ditegakkan proses tuberkulosa di paru sudah tidak kelihatan lagi. Hal
ini bisa terjadi karena proses tuberkulosa di paru mungkin sudah menyembuh terlebih
tanpa keluhan atau gejala yang jelas maka diagnosa sering tidak terdiagnosa atau terlambat
ditegakkan. Tidak jarang penyakit ini mempunyai keluhan menyerupai penyakit lain
seperti sirosis hati atau neoplasma dengan gejala asites yang tidak terlalu menonjol.
B. Insidensi
Tuberkulosis peritoneal lebih sering dijumpai pada wanita disbanding pria dengan
perbandingan 1,5:1 dan lebih sering decade ke 3 dan 4. Tuberkulosis peritoneal dijumpai
2% dari seluruh Tuberkulosis paru dan 59,8% dari tuberculosis Abdominal. Di Amerika
Serikat penyakit ini adalah keenam terbanyak diantara penyakit extra paru sedangkan
peneliti lain menemukan hanya 5-20% dari penderita tuberkulosis peritoneal yang
mempunyai TB paru yang aktif. Pada saat ini dilaporkan bahwa kasus tuberculosis
peritoneal di negara maju semakin meningkat dan peningkatan ini sesuai dengan
meningkatnya insiden AIDS di Negara maju. Dia Asia dan Afrika dimana tuberculosis
masih banyak dijumpai, tuberculosis peritoneal masih merupakan masalah yang penting.
Manohar dkk melaporkan di Rumah Sakit King Edward III Durban Afrika selatan
Sakit Cipto mangunkusumo Jakarta selama periode 1968-1972 dan Sulaiman di rumah
sakit yang sama periode 1975-1979 menemukan sebanyak 30 kasus tuberkulosa peritoneal
begitu juga Sibuea dkk melaporkan ada 11 kasus Tuberkulosis peritoneal di Rumah sakit
Tjikini Jakarta untuk periode 1975-1977. sedangkan di Medan Zain LH melaporkan ada 8
Pada kebanyakan kasus tuberkulosis peritoneal terjadi bukan sebagai akibat penyebaran
perkontinuitatum tapi sering karena reaktifasi proses laten yang terjadi pada peritoneum
yang diperoleh melalui penyebaran hematogen proses primer terdahulu (infeksi laten
“Dorman infection”). Seperti diketahui lesi tuberkulosa bisa mengalami supresi dan
menyembuh. Infeksi masih dalam fase laten dimana ia bisa menetap laten selama hidup
namun infeksi tadi bisa berkembang menjadi tuberkulosa pada setiap saat. Jika organism
D. Patologi
1. Bentuk eksudatif
Bentuk ini dikenal juga sebagai bentuk yang basah atau bentuk asites yang banyak,
gejala menonjol ialah perut membesar dan berisi cairan (asites). Pada bentuk ini
perlengketan tidak banyak dijumpai. Tuberkel sering dijumpai kecil-kecil berwarna putih
kekuning-kuningan milier, nampak tersebar di peritoneum atau pada alat-alat tubuh yang
Disamping partikel yang kecil-kecil yang dijumpai tuberkel yang lebih besar sampai
sebesar kacang tanah. Disekitar tuberkel terdapat reaksi jaringan peritoneum berupa
kongesti pembuluh darah. Eksudat dapat terbentuk cukup banyak, menutupi tuberkel dan
peritoneum sehingga merubah dinding perut menjadi tegang, Cairan asites kadang-kadang
bercampur darah dan terlihat kemerahan sehingga mencurigakan kemungkinan adanya
keganasan. Omentum dapat terkena sehingga terjadi penebalan dan teraba seperti benjolan
tumor.
2. Bentuk adhesif
Disebut juga sebagai bentuk kering atau plastik dimana cairan tidak banyak dibentuk.
Pada jenis ini lebih banyak terjadi perlengketan. Perlengketan yang luas antara usus
Kadang-kadang terbentuk fistel, hal ini disebabkan karena perlengketan dinding usus
dan peritoneum parintel kemudian timbul proses necrosis. Bentuk ini sering menimbulkan
3. Bentuk campuran
Bentuk ini kadang-kadang disebut juga kista, pembengkakan kista terjadi melalui proses
perlengketan tersebut.
Beberapa penulis menganggap bahwa pembagian ini lebih bersifat untuk melihat tingkat
penyakit, dimana pada mulanya terjadi bentuk exudatif dan kemudian bentuk adhesive.
granulasi tuberkulosa yang terdiri dari sel-sel epitel dan sel datia, langerhans, dan
E. Gejala Klinis
Gejala klinis bervariasi, pada umumnya keluhan dan gejala timbul perlahan-lahan
sampai berbulan-bulan, sering penderita tidak menyadari keadaan ini. Pada pemeriksaan
fisik gejala yang sering dijumpai adalah asites, demam, pembengkakan perut, nyeri perut,
wanita sering dijumpai tuberkulosa peritoneum disertai oleh proses tuberculosis pada
ovarium atau tuba, sehingga pada alat genital bisa ditemukan tanda-tanda peradangan yang
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Rongent :
Pemeriksaan sinar tembus pada system pencernaan mungkin dapat membantu jika didapat
Gambaran foto rongent dengan kontras Foto polos radiologi abdomen yang
barium yang menunjukkan gastric menunjukkan diffuse calsifikasi mesenteric
tuberculose limfodenopati pada pasien TB
Ultrasonografi :
Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) dapat dilihat adanya cairan dalam rongga
peritoneum yang bebas atau terfiksasi (dalam bentuk kantong-kantong) menurut Rama &
Walter B, gambaran sonografi tuberculosis yang sering dijumpai antara lain cairan yang
bebas atau terlokalisasi dalam rongga abdomen, abses dalam rongga abdomen, masa
mesenterium, perlengketan lumen usus dan penebalan omentum, mungkin bisa dilihat dan
harus diperiksa dengan seksama. Mizzunoe dkk berhasil menggunakan USG sebagai alat
Pemeriksaan CT Scan untuk peritoneal tuberculosis tidak ada ditemui suatu gambaran
yang khas, namun secara umum ditemui adanya gambaran peritoneum yang berpasir dan
untuk pembuktiannya perlu dijumpai bersamaan dengan adanya gejala klinik dari
tuberculosis
Adanya peritoneum yang licin dengan penebalan yang minimal dan pembesaran yang
jelas menunjukkan suatu peritoneum tuberculosis sedangkan adanya nodul yang tertanam
G. Pengobatan
seperti streptomisin, INH, Etambutol, Ripamficin dan pirazinamid memberikan hasil yang
baik, dan perbaikan akan terlihat setelah 2 bulan pengobatan dan lamanya pengobatan
biasanya mencapai sembilan bulan sampai 18 bulan atau lebih. Beberapa penulis
mengurangi terjadinya asites. Dan juga terbukti bahwa kortikosteroid dapat mengurangi
angka kesakitan dan kematian,namun pemberian kortikosteroid ini harus dicegah pada
tambahan terbukti dapat mengurangi insidensi sdakit perut dan sumbatan pada usus. Pada
Prognosis
Kesimpulan
4. Dengan penegakkan diagnosa yang tepat, dini dan pengobatan yang adequate biasanya
pasien akan sembuh.
DAFTAR PUSTAKA
2. WHO. Definitions and reporting framework for TB – 2013 revision Annecy - 17 April
2013
4. CMDT.2015