Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

CONGESTIVE HEART FAILURE

DI RUANG IGD RSUD dr. GOETENG TAROENADIBRATA


PURBALINGGA

Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Gadar dan Kritis

Oleh :
BEJO EKO NUROHMAN
I 4B016058

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
PENDIDIKAN PROFESI NERS
PURWOKERTO
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini Congestive Hearth Failure (CHF) atau yang biasa disebut
gagal jantung kongestif merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskuler
yang terus meningkat insiden dan prevalensinya. Risiko kematian akibat
gagal jantung berkisar antara 5-10% pertahun, pada gagal jantung ringan yang
akan meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Selain itu, gagal
jantung merupakan penyakit yang paling sering memerlukan perawatan ulang
di rumah sakit (readmission) meskipun pengobatan rawat jalan telah
diberikan secara optimal (Miftah, 2004).
Menurut data Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2011),
penyakit jantung dan pembuluh darah telah menjadi salah satu masalah
penting kesehatan masyarakat dan merupakan penyebab kematian yang
utama. Sedangkan berdasarkan Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas 2007,
menunjukkan bahwa prevalensi penyakit jantung secara nasional adalah
7,2%. Penyakit jantung mempunyai angka proporsi 4,6% dari seluruh
kematian.
Melihat angka kejadian masalah jantung yang cukup tinggi, maka
perawatan yang efektif dan tepat dari perawat sangat diperlukan. Mahasiswa
keperawatan sebagai calon tenaga kesehatan sangat memerlukan kegiatan di
klinik guna meningkatkan kemampuan berinteraksi dengan pasien misalnya
pasien CHF. Oleh karena itu, melalui kegiatan pembelajaran di lapangan
(klinik), diharapkan mahasiswa dapat menerapkan teori yang di dapat dari
kampus.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan dengan kasus gagal
jantung kongestif
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu mengkaji pasien gagal jantung kongestif
b. Mahasiswa mampu menganalisa data pada pasien gagal jantung
kongestif
c. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa keperawatan pasien gagal
jantung kongestif
d. Mahasiswa mampu membuat rencana asuhan pada pasien gagal
jantung kongestif
e. Mahasiswa mampu memelakukan implementasi rencana pada pasien
gagal jantung kongestif
f. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada pasien gagal jantung
kongestif
g. Mahasiswa mampu melakukan dokumentasi pada pasien gagal
jantung kongestif

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap
nutrien dan oksigen (Baughman dan JoAnn, 2000). Gagal jantung kongestif
adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga
jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung
kongestif yang sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi
kanan (Mansjoer, 2001).
Mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan
sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah pada curah jantung kurang dari
normal (Guyton, 2007). Kondisi umum yang mendasari termasuk
aterosklerosis, hipertensi atrial, dan penyakit inflamasi atau degeneratif otot
jantung. Sejumlah faktor sistemik dapat menunjang perkembangan dan
keparahan dari gagal jantung. Peningkatan laju metabolic (misalnya: demam,
koma, tiroktoksikosis), hipoksia dan anemia membutuhkan suatu peningkatan
curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen.

B. ETIOLOGI
Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner,
hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi (Smeltzer &
Bare, 2009).

2. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran
darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung)
biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan
penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi
darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis
AV), peningkatan mendadak afterload.
6. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme(misal: demam),
hipoksia dan anemia diperlukan peningkatan curah jantung untuk
memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat
menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau
metabolik dan abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas
jantung (Price, 2006).

C. PATOFISIOLOGI
Gagal Jantung Kongestif diawali dengan gangguan otot jantung yang
tidak bisa berkontraksi secara normal seperti infark miokard, gangguan
tekanan hemodinamik, overload volume, ataupun kasus herediter seperti
cardiomiopathy. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan penurunan kapasitas
pompa jantung. Namun, pada awal penyakit, pasien masih menunjukkan
asimptomatis ataupun gejala simptomatis yang minimal. Hal ini disebabkan
oleh mekanisme kompensasi tubuh yang disebabkan oleh cardiac injury
ataupun disfungsi ventrikel kiri (Mann, 2010).
Gagal jantung tidak berarti jantung berhenti bekerja. “Pompa yang
lemah” tidak dapat memenuhi keperluan terus-menerus dari tubuh akan
oksigen dan zat nutrisi. Sebagai reaksi: dinding jantung merentang untuk
menahan darah lebih banyak, dinding otot jantung menebal untuk memompa
lebih kuat, dan ginjal menyebabkan tubuh menahan cairan dan sodium. Ini
menambah jumlah darah yang beredar melalui jantung dan pembuluh darah.
Tubuh mencoba untuk berkompensasi dengan melepaskan hormon
yang membuat jantung bekerja lebih keras. Dengan berlalunya waktu,
mekanisme pengganti ini gagal dan gejala-gejala gagal jantung mulai timbul.
Kemampuan jantung untuk merentang dan mengerut kembali berkurang. Otot
jantung terentang berlebihan dan tidak dapat memompa darah secara efisien.
Beberapa mekanisme yang terlibat mengkompensasi diantaranya: (1)
Aktivasi Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA) dan Sistem Syaraf
Adrenergik dan (2) peningkatan kontraksi miokardium. Sistem ini menjaga
agar cardiac output tetap normal dengan cara retensi cairan dan garam. Ketika
terjadi penurunan cardiac output maka akan terjadi perangsangan
baroreseptor di ventrikel kiri, sinus karotikus dan arkus aorta, kemudian
memberi sinyal aferen ke sistem syaraf sentral di cardioregulatory center
yang akan menyebabkan sekresi Antidiuretik Hormon (ADH) dari hipofisis
posterior. ADH akan meningkatkan permeabilitas duktus kolektivus sehingga
reabsorbsi air meningkat (Mann, 2008). Kemudian sinyal aferen juga
mengaktivasi sistem syaraf simpatis yang menginervasi jantung, ginjal,
pembuluh darah perifer, dan otot skeletal. Stimulasi simpatis pada ginjal
menyebabkan sekresi renin. Peningkatan renin meningkatkan kadar
angiotensin II dan aldosteron. Aktivasi RAAS menyebabkan retensi cairan
dan garam melalui vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Mekanisme
kompensasi neurohormonal ini berkontribusi dalam perubahan fungsional dan
struktural jantung serta retensi cairan dan garam pada gagal jantung kongestif
yang lebih lanjut (Mann, 2008).

D. KLASIFIKASI GAGAL JANTUNG


New York Heart Association membagi klasifikasi Gagal Jantung
Kongestif berdasarkan tingkat keparahan dan keterbatasan aktivitas fisik
Sebagai berikut (European Society of Cardiology (ESC), 2012) :
- Kelas I : Tidak ada keterbatasan dalam aktivitas fisik. Aktivitas
fisik tidak menyebabkan sesak nafas, fatigue, atau palpitasi.
- Kelas II : Sedikit mengalami keterbatasan dalam aktivitas fisik.
Merasa nyaman saat beristirahat tetapi saat melakukan aktivitas fisik mulai
merasakan sedikit sesak, fatigue, dan palpitasi
- Kelas III : Mengalami keterbatasan dalam aktivitas fisik. Merasa
nyaman saat istirahat namun ketika melakukan aktivitas fisik yang sedikit
saja sudah merasa sesak, fatigue, dan palpitasi.
- Kelas IV : Tidak bisa melakukan aktivitas fisik. Saat istirahat gejala bisa
muncul dan jika melakukan aktivitas fisik maka gejala akan meningkat.

E. MANIFESTASI KLINIS
Berdasarkan studi Framingham, diagnosis gagal jantung kongestif
ditegakkan apabila diperoleh 1 atau dua kriteria mayor + dua kriteria minor
(Sudoyo, 2009):
1. Kriteria Mayor
- Dispnea/orthopnea Nocturnal Parkosismal
- Distensi vena leher
- Ronki
- Kardiomegali
- Edema pulmonary akut
- Gallop-S3
- Peningkatan tekanan vena (>16 cmH2O)
- Waktu sirkulasi > 25 detik
- Reflex hepatojugularis
2. Kriteria Minor
- Edema pretibial
- Batuk malam
- Dispnea saat aktivitas
- Hepatomegali
- Efusi pleura
- Kapasitas vital paru menurun 1/3 dari maksimal
- Takikardia (>120 kali/menit)
3. Kriteria Mayor atau Minor
- Penurunan berat badan > 4.5 Kg dalam 5 hari

Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan :


1. Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea.
2. Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah,
asites, hepatomegali, dan edema perifer.
3. Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk
sampai delirium
4. Peningkatan desakan vena pulmonal (edema pulmonal) ditandai oleh batuk
dan sesak nafas.
5. Penurunan curah jantung dengan disertai pening, kekacauan mental,
keletihan, intoleransi jantung terhadap latihan, ekstremitas dingin dan
oliguria.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Identifikasi pembesaran ventrikel.
2. Foto thorax
Identifikasi pembesaran jantung.
3. EKG
Melihat adanya hipertrofi atrial/ventrikuler iskhemia.
4. ECG
Identifikasi ketidaknormalan katup pembesaran jantung.
5. Enzim-enzim Jantung
Khususnya CK/MB meningkat (gangguan otot jantung).
6. Kateterisasi
Identifikasi perbedaan gagal jantung kanan atau kiri.
7. Echocardiogram
Identifikasi ukuran, bentuk dan pergerakan otot jantung dan katup jantung
melalui gelombang suara ultrasonik.

G. KOMPLIKASI
1. Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena
dalam atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan emboli
sistemik tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan dengan
pemberian warfarin.
2. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa
menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan
denyut jantung (dengan digoxin atau β blocker dan pemberian warfarin).
3. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik
dengan dosis ditinggikan.
4. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau sudden
cardiac death (25 - 50% kematian CHF). Pada pasien yang berhasil
diresusitasi, amiodaron, β blocker, dan vebrilator yang ditanam mungkin
turut mempunyai peranan.

H. PENATALAKSANAAN
1. Diuretik (Diuretik tiazid dan loop diuretik)
Mengurangi kongestif pulmonal dan edema perifer, mengurangi gejala
volume berlebihan seperti ortopnea dan dispnea noktural peroksimal,
menurunkan volume plasma selanjutnya menurunkan preload untuk
mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen dan juga
menurunkan afterload agar tekanan darah menurun.
2. Antagonis aldosteron
Menurunkan mortalitas pasien dengan gagal jantung sedang sampai
berat.
3. Obat inotropik
Meningkatkan kontraksi otot jantung dan curah jantung.
4. Glikosidadigitalis
Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan
penurunan volume distribusi.
5. Vasodilator (Captopril, isosorbit dinitrat)
Mengurangi preload dan afterload yang berlebihan, dilatasi pembuluh
darah vena menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan
meningkatkan kapasitas vena.
6. Diet dan aktivitas, pasien – pasien sebaiknya membatasi garam (2 gr
natrium atau 5 gr garam). Pada gagal jantung berat dengan pembatasan
aktifitas, tetapi bila pasien stabil dianjurkan peningkatan aktifitas secara
teratur

I. Pathway
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Gangguan pertukaran gas b.d. ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
2. Intoleransi aktifitas b.d. ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan O2
3. Kelebihan volume cairan b.d. gangguan mekanisme regulasi
4. Ketidakefektifan pola nafas b.d. kelelahan
5. Cemas b.d kurang pengetahuan
6. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan status cairan
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologis mual

K. Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi
Gangguan Pertukaran gas NOC: Respiratory Status : ventilation NIC : Airway Management
Definisi : Kelebihan atau kekurangan dalam Setelah dilakukan intervensi keperawatan pada klien 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau
oksigenasi dan atau pengeluaran karbondioksida selama 5x24 jam klien mendemonstrasikan jaw thrust bila perlu
di dalam membran kapiler alveoli peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat, 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
Domain 3 dengan kriteria hasil ventilasi
Kelas : 4 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
Batasan karakteristik : Indikator Target jalan nafas buatan
Penurunan CO2, takikardi, hiperkapnia, keletihan, Dispnea saat istirahat 5 4. Pasang mayo bila perlu
Frekuensi pernafasan 5
somnolen, iritabilitas, hypoxia, kebingungan, a. Keterangan skala indikator 1 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
dyspnoe, nasal faring, AGD Normal, sianosis, 1. Sangat berat 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
sakit kepala ketika bangun, frekuensi dan 2. Berat 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
kedalaman nafas abnormal, 3. Cukup tambahan
Faktor faktor yang berhubungan : 4. Ringan 8. Lakukan suction pada mayo
 ketidakseimbangan perfusi ventilasi 5. Tidak ada 9. Berika bronkodilator bial perlu
 perubahan membran kapiler-alveolar b. Keterangan skala indikator 2 10. Barikan pelembab udara
1. Deviasi berat dari kisaran normal 11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
2. Deviasi cukup dari kisaran normal keseimbangan.
3. Deviasi sedang dari kisaran normal 12. Monitor respirasi dan status O2
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Normal
Intoleransi aktivitas NOC: Activity Tolerance NIC: Energy Management
Definisi : Ketidakcukupan energu secara Setelah dilakukan intervensi keperawatan pada klien 1. Kaji penyebab intoleransi aktivitas dan
fisiologis maupun psikologis untuk meneruskan selama 5x24 jam klien dapat menoleransi aktivitas & menentukan apakah penyebab dari fisik,
atau menyelesaikan aktifitas yang diminta atau melakukan ADL dgn baik dengan kriteria hasil: psikis/motivasi
2. Kaji kesesuaian aktivitas & istirahat klien
aktifitas sehari hari. Indikator Target
Denyut nadi saat beraktivitas 5 sehari-hari
Domain : 4
Kekuatan tubuh bagian bawah 5 3. Tingkatkan aktivitas secara bertahap, biarkan
Kelas : 4 a. Keterangan skala indikator 1 klien berpartisipasi dapat perubahan posisi,
Batasan karakteristik : 1. Sangat terganggu berpindah & perawatan diri
 melaporkan secara verbal adanya kelelahan 2. Banyak terganggu 4. Pastikan klien mengubah posisi secara bertahap.
atau kelemahan. 3. Cukup terganggu Monitor gejala intoleransi aktivitas
5. Monitor masukan nutrisi untuk meyakinkan
 Respon abnormal dari tekanan darah atau nadi 4. Sedikit terganggu
klien memiliki sumber energi yang cukup
terhadap aktifitas 5. Tidak terganggu. 6. Ketika membantu klien bergerak/beraktivitas,
 Perubahan EKG yang menunjukkan aritmia b. Keterangan skala indikator 2 observasi gejala intoleransi spt mual, pucat,
atau iskemia 1. Sangat terganggu pusing, gangguan kesadaran & tanda vital
7. Edukasi tentang teknik memanagemen waktu
 Adanya dyspneu atau ketidaknyamanan saat 2. Banyak terganggu
dan aktifitas untuk mencegah kelelahan
beraktivitas. 3. Cukup terganggu
8. Dampingi klien untuk mengatur prioritas
4. Sedikit terganggu
kegiatan sesuai dengan level energi
Faktor factor yang berhubungan : 5. Tidak terganggu 9. Lakukan ROM pasif atau aktif untuk
 Tirah Baring atau imobilisasi mengendurkan ketegangan otot.

 Kelemahan menyeluruh
 Ketidakseimbangan antara suplei oksigen
dengan kebutuhan
 Gaya hidup yang dipertahankan.
Kelebihan volume cairan NOC: Fliud Overload Severity Fluid manajemen:
Definisi : Retensi cairan isotomik meningkat Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 1. Berikan terapi diuretik sesuai resep
2. Batasi dan atur intake cairan dan sodium
Domain : 2 jam pasien mengalami keseimbangan cairan dan
3. Monitor status hidrasi kelembaban membran
Kelas : 5 elektrolit.
mukosa, nadi adekuat)
Batasan karakteristik : Indikator Target 4. Monitor tanda vital
Edema perifir 5 5. Monitor adanya indikasi overload/retraksi
 Berat badan meningkat pada waktu yang
Keseimbangan asupan dan 5 6. Kaji daerah edema jika ada
singkat
keluaran dalam 24 jam 7. warna, kualitas dan BJ urine
 Asupan berlebihan dibanding output
 Tekanan darah berubah, tekanan arteri a. Keterangan skala indikator 1
pulmonalis berubah, peningkatan CVP 1. Sangat terganggu
 Distensi vena jugularis 2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
 Perubahan pada pola nafas, dyspnoe/sesak 4. Sedikit terganggu
nafas, orthopnoe, suara nafas abnormal (Rales 5. Tidak terganggu.
atau crakles), kongestikemacetan paru, pleural b. Keterangan skala indikator 2
effusion 1. Sangat terganggu
 Hb dan hematokrit menurun, perubahan 2. Banyak terganggu
elektrolit, khususnya perubahan berat jenis 3. Cukup terganggu
 Suara jantung SIII 4. Sedikit terganggu

 Reflek hepatojugular positif 5. Tidak terganggu

 Oliguria, azotemia
 Perubahan status mental, kegelisahan,
kecemasan
Faktor-faktor yang berhubungan :
 Mekanisme pengaturan melemah
 Asupan cairan berlebihan
 Asupan natrium berlebihan
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan


(Kemenkes) RI. 2011. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta.
Baughman, C. D. dan JoAnn, H. 2000. Keperawatan Medikal Bedah Buku Saku
untuk Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC.
Bulechek, G.M., et all. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Six
Edition. Philadelphia: Elsevier
European Society of Cardiology. 2012. ESC Guidelines for the diagnosis and
treatment of acute and chronic heart failure. Journal European Society
of Cardiology. vol 32.
Guyton A.C. and J.E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta: EGC.
Johnson, M., et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Five Edition.
Philadelphia: Elsevier
Mann, D.L., 2010. Heart Failure and Cor Pulmonale, dalam: Loscalzo, J. (Ed.),
Harrison’s Cardiovascular Medicine. McGraw Hill Professional.
Mansjoer A. dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Price, S. A. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakrata : EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare B. G. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Sudoyo, dkk. 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III Edisi V. Jakarta:
Interna Publishing.

Anda mungkin juga menyukai