Anda di halaman 1dari 10

MITOS 1: Lansia adalah kelompok orang-orang yang tidak produktif, hanya duduk-duduk, nonton televisi

dan tidur

FAKTA: Meski kebanyakan lansia tidak berstatus sebagai pekerja yang dibayar, sebagian besar masih aktif
dalam berbagai kegiatan. Banyak yang bekerja dengan giat dan tulus tanpa mengharapkan imbalan
materi. Sebagai ‘opa-oma’ yang membantu memperhatikan dan merawat cucu, sebagai pengurus RT/RW,
sebagai relawan yang bekerja di komunitas keagamaan, sosial, dll.

MITOS 2: Kebanyakan lansia hidup susah dan miskin

FAKTA: Banyak lansia ketika masih lebih muda sudah pernah menikmati berbagai “keenakan” duniawi.
Semakin bertambah usia umumnya manusia bertambah bijaksana. Mereka lebih bijak menggunakan
uang, hanya membelanjakan uang untuk hal-hal yang dibutuhkan, bukan yang diinginkan. Lansia
cenderung hidup lebih sederhana, tapi bukan hidup dalam kemiskinan. Sebagian besar lansia memiliki
rumah tinggal sendiri, bahkan banyak yang masih memberikan tumpangan kepada anaknya yang sudah
bekerja.

MITOS 3: Lansia mengalami kesulitan belajar hal-hal baru

FAKTA: Gaya belajar dan kecepatan belajar bisa mengalami perubahan, tetapi lansia tetap memiliki
kemampuan belajar hal-hal baru. Mooryati Soedibyo pada tahun 2007 meraih gelar doktor bidang
ekonomi di UI pada usia 78 tahun. Hermain Tjiknang meraih gelar doktor bidang hukum di Unpad pada
tahun 2014 di usia 91 tahun. Selama otak terpelihara kesehatannya dan masih memiliki keinginan untuk
belajar, tidak ada kesulitan untuk mempelajari apa pun.

MITOS 4: Lansia harus mengurangi aktifitas fisik

FAKTA: Tidak ada batasan usia untuk kegiatan fisik. Kurang beraktifitas fisik malah akan melemahkan
otot. Berolahraga secara teratur sangat diperlukan untuk memelihara kebugaran dan kekuatan tubuh.
Joe Kamdani, 78 tahun, pendiri dan pemilik perusahaan Datascrip (peralatan kantor), tercatat sebagai
peselancar, penyelam, penyusur gua dan pendaki gunung tertua di Indonesia. Johanna Quaas, wanita
Jerman, pada usia 86 tahun masih mengikuti kejuaraan gymnastic. Yuichiro Miura, pada tahun 2013
mencapai puncak Everest di usia 80 tahun. Ayahnya, Keizo, dengan ski menuruni Mount Blanc (puncak
tertinggi di Eropa Barat) pada usia….99 tahun ! Fauja Singh (pria Inggris kelahiran India) masih mampu
mencapai finish dalam lomba lari maraton di Toronto-Kanada di tahun 2011 pada usia... 100 tahun (!).

MITOS 5: Lansia sakit-sakitan dan tulangnya rapuh


FAKTA: Penyakit dapat menyerang segala kelompok umur. Penyebab utama dari berbagai penyakit adalah
gaya hidup dan pola makan. Ketika usia bertambah, resiko terkena osteoporosis (tulang rapuh) memang
meningkat, namun dengan deteksi awal dan konsumsi makanan yang banyak mengandung vitamin D dan
kalsium, serta berolahraga bisa mencegah kerapuhan tulang. Dengan melihat ketangguhan Joe Kamdani,
Johanna Quaas, Yuichiro Miura, Keizo, Fauja Singh, masihkah percaya dengan mitos ini?

MITOS 6: Kebanyakan lansia tidak bisa mengurusi diri sendiri, dan menjalani masa tuanya di panti jompo

FAKTA: Hanya sedikit lansia yang tidak mampu mengurus dirinya sendiri, yang umumnya karena mereka
menderita penyakit tertentu. Di AS, lebih dari 80% lansia diatas 70 tahun tetap sehat dan mampu
mengurusi dirinya sendiri. Pada tahun 1999, hanya 3,4% lansia AS yang tinggal di panti jompo. Dengan
jumlah lansia di Indonesia (usia 60 tahun keatas) saat ini sekitar 20 juta orang, hanya sedikit yang
menjalani masa tuanya di panti jompo. Pada tahun 1999 di Indonesia hanya terdapat 157 panti jompo.

MITOS 7: Setiap orang ketika bertambah tua akan menjadi pikun

FAKTA: Pikun merupakan penyakit yang disebabkan adanya kerusakan pada otak. Pikun bukanlah takdir
bagi setiap lansia. Penggunaan obat-obatan untuk jangka panjang juga bisa menjadi penyebab. Hanya 5-
8% lansia berusia 65 tahun keatas di AS yang mengalami pikun, dan hanya 20-30% dari mereka yang
berusia diatas 85 tahun memiliki gejala kepikunan. Aktif menggunakan otak bisa mencegah timbulnya
pikun: belajar hal-hal baru, melakukan sesuatu dengan cara berbeda, bermain musik-games-catur,
mengisi teka-teki silang, dll.

MITOS 8: Lansia hidup dalam kesepian dan mengalami depresi

FAKTA: Kesepian dan depresi bisa juga dialami orang muda. Di tengah kesibukan kantor, orang juga bisa
mengalami kesepian. Banyak orang muda yang mengalami stress atau depresi karena beban pekerjaan,
masalah keuangan dan keluarga. Lansia yang sudah pensiun tidak lagi mengalami beban pekerjaan. Di
RT/RW, banyak lansia yang sering berkumpul mengisi waktu dengan berbagai kegiatan sosial yang tidak
bisa dilakukan oleh warga yang masih sibuk dengan pekerjaan kantor. Sehari-hari kita juga banyak
menyaksikan lansia yang berwajah ceria berjalan-jalan bersama keluarganya. (Ibu saya yang berusia 94
tahun, saat ini masih sehat jasmani dan mental, hidup bahagia di rumah kakak perempuan sulung saya,
sering dikunjungi anak-anak yang lain, juga cucu-cucu dan cicit-cicitnya.)

Orang bijak mengatakan, sesungguhnya…..usia hanyalah angka, usia lanjut bukanlah penghalang untuk
menjalani kehidupan. Sebaliknya, semakin bertambah umur, semakin bisa bersyukur dan semakin bisa
menikmati kehidupan yang sesungguhnya (Jim M.)
Komunikasi pada lansia memang membutuhkan beberapa kemampuan dan kesabaran yang lebih
dibandingkan jika melakukan komunikasi pada personal yang masih dalam usia produktif.

Banyak hambatan-hambatan komunikasi yang terjadi dalam melakukan komunikasi pada lansia. Untuk
lebih memahaminya, berikut kami jabarkan beberapa faktor penghambat komunikasi pada lansia:

1. Mendominasi pembicaraan

Karakter lansia yang terkadang merasa lebih tua dan mengerti banyak hal menimbulkan perasaan bahwa
ia mengetahui segalanya. Kondisi seperti ini akan menyebabkan seorang lansia jadi lebih mendominasi
pembicaraan atau komunikasi. Selanjutnya adalah ia tidak akan merasa senang jika lawan bicaranya
memotong pembicaraan yang sedang ia lakukan. Hal ini akan sangat menyulitkan pembicaraan yang
terjadi.

2. Mempertahankan hak dengan menyerang

Kebanyakan lansia memang bersifat agresif. Beberapa dari mereka berusaha untuk mempertahankan
haknya dengan menyerang lawan bicaranya.

Komunikasi yang efektif tentunya tidak akan tercapai jika lansia berada dalam kondisi yang seperti ini.
Bahkan meskipun lawan bicara sudah berusaha keras untuk memberikan pemahaman bahwa ia
mendapatkan haknya, namun lansia terkadang tetap merasa tidak aman sehingga terus melakukan
penyerangan pada lawan bicaranya.

Baca juga:

Teori Public Relations


Teori Komunikasi Massa

Komunikasi Dakwah

komunikasi antar budaya

3. Cuek

Cuek oleh lansia ditandai dengan sikap menarik diri saat akan diajak berbicara atau berkomunikasi. Sikap
seperti ini biasanya diikuti dengan perasaan menyepelekan orang lain.

Banyak para lansia yang merasa bahwa komunikasi dengan orang yang lebih muda dibandingkan dengan
dirinya adalah satu kegiatan yang sia-sia dan tidak bermanfaat sehingga ia akan dengan mudah menarik
diri dari pembicaraan.

4. Kondisi fisik

Para lansia yang akan diajak berkomunikasi tentunya memiliki keterbatasan fisik yang membuatnya
menjadi kesulitan dalam berkomunikasi.

Banyak masalah yang timbul akibat kondisi fisik yang tidak baik pada lansia. Misalnya saja jika ia memiliki
masalah pada pendengaran, tentunya akan menjadi masalah juga dalam komunikasi. Lansia tersebut
akan membutuhkan alat bantu dengar agar ia dapat berkomunikasi dengan baik dan lancar.

Jika ia tidak menggunakan alat bantu dengar, maka lawan bicaranya harus menggunakan suara keras
untuk bisa berbicara dengan lansia tersebut.

Sayangnya hal seperti ini sering disalahartikan oleh lansia sebagai bentuk penghinaan dengan
membentak. Disinilah berbagai masalah baru muncul, maka dari itu sangat dibutuhkan pengertian dan
pemahaman yang baik oleh lawan bicara terhadap kondisi lansia agar komunikasi yang efektif dapat
berjalan dengan baik dan lancar.
5. Stress

Hal lain yang menjadi hambatan dalam komunikasi dengan lansia adalah depresi atau tingkat stres yang
dialami oleh lansia.

Lansia sangat mudah diserang oleh stres, baik akibat kondisi fisik yang ia alami, maupun faktor lainnya.

Jika seorang lansia sudah menderita stres, maka ia akan selalu mudah marah dan tidak mau mendengar
apapun yang dikatakan oleh orang lain. Kondisi ini hanya bisa diperbaiki jika sumber dari beban
pikirannya telah diatasi.

6. Mempermalukan orang lain di depan umum

Faktor penghambat komunikasi dengan lansia yang satu ini merupakan salah satu hal yang banyak
dihadapi oleh orang yang berkomunikasi dengan lansia. Lansia yang selalu merasa benar dan tahu
segalanya biasanya juga akan mempermalukan orang lain di depan umum.

Hal ini sering dilakukan untuk menutupi kekurangan yang terdapat dalam diri mereka sendiri. Jika sudah
terjadi, maka biasanya komunikasi akan langsung berhenti dan tidak lagi dilanjutkan karena lawan bicara
sudah merasa tidak nyaman. Meskipun begitu, kebanyakan lansia menyadari perbuatan mereka ini dan
tidak merasa melakukan kesalahan dalam komunikasi yang dilakukan.

Baca juga:

teori komunikasi menurut para ahli

Teori Media Baru

Etika Komunikasi
Komunikasi yang Efektif

komunikasi organisasi

komunikasi bisnis

7. Tertidur

Beberapa lansia mengalami masalah dengan sistem saraf mereka sehingga banyak dari mereka yang
mungkin akan tertidur ketika diajak berbicara.

Kelelahan yang amat sangat akan membuat mereka yang tadinya begitu bersemangat dalam berbicara,
tiba-tiba tertidur dan tidak mengetahui apapun ketika bangun. Hal ini lebih banyak terjadi pada lansia
yang memiliki riwayat penyakit demensia atau Alzheimer. Lansia dengan riwayat penyakit tersebut
biasanya lebih mudah tertidur, bahkan ketika sedang makan sekalipun.

8. Lupa

Lupa adalah salah satu ciri dari seorang lansia. Kebanyakan lansia akan berkali-kali menanyakan hal yang
sama meskipun sudah dijawab berulang kali.

Jika lawan bicaranya tidak sabar, maka komunikasi yang terjadi pun menjadi tidak lancar. Menjadi sebuah
kewajaran dimana lansia menjadi sangat pelupa, sehingga sangat dibutuhkan pengertian dan kesabaran
dari lawan bicara dalam menghadapi lansia.

9. Gangguan penglihatan

Komunikasi pada lansia juga sering terkendala akibat adanya gangguan penglihatan pada lansia.
Gangguan penglihatan yang terjadi bisa berupa rabun jauh, dekat, atau bahkan sulit melihat.

Beberapa bahasa yang menggunakan bahasa tubuh mungkin tidak akan terlalu dimengerti jika lansia
dalam kondisi seperti ini, maka dari itu diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai kondisi lansia
yang diajak berkomunikasi sehingga lawan bicara mengerti apa yang dibutuhkan lansia agar komunikasi
berjalan lancar.

Gangguan penglihatan yang dialami lansia dapat diatasi dengan memberikan kacamata yang sesuai
dengan kondisi matanya. Dengan bantuan alat, maka lansia akan lebih memahami bahasa tubuh atau
komunikasi non verbal yang digunakan oleh lawan bicaranya.

10. Lebih banyak diam

Lansia yang diajak melakukan komunikasi namun lebih banyak diam biasanya merupakan jenis lansia
yang pasif. Lansia dengan kondisi seperti ini akan menyerahkan setiap topik dan keputusan dalam sebuah
komunikasi pada lawan bicaranya.

Mereka juga akan sulit untuk dimintai pendapat karena lebih banyak mengiyakan dan mengikuti apa
yang dipikirkan oleh lawan bicara.

Baca juga;

Konsep dasar komunikasi organisasi

Pola komunikasi organisasi

Teori hubungan manusia dalam komunikasi organisasi

Pengertian Media Menurut Para Ahli

Saluran Komunikasi dalam Organisasi

Hambatan Komunikasi Bisnis – Hambatan Komunikasi Organisasi

11. Cerewet

Bagi kebanyakan orang, lansia adalah pribadi yang cerewet yang dihindari untuk diajak bicara. Beberapa
lansia memang terkesan sangat cerewet.
Hal ini tidak terlepas dari pemikiran mereka untuk selalu menasehati orang yang lebih muda. Keinginan
untuk selalu berbicara juga tidak terlepas dari rasa kesepian dan kebosanan yang mereka rasakan.

Salah satu cara mengatasi sifat cerewet yang banyak dihindari lawan bicara ini adalah dengan berusaha
menjadi pendengar yang baik. Dengan melihat sikap lawan bicaranya yang menghargai apa yang ia
katakan, maka ia pun akan ikut memberikan kesempatan pada lawan bicaranya untuk berbicara.

12. Mudah marah

Lansia identik dengan berbagai macam penyakit dan komplikasi. Rasa sakit yang dirasakan tentu saja
akan membuatnya tidak nyaman dan menjadi mudah marah, bahkan meskipun tidak ada penyebabnya.

Rasa mudah marah ini membuat banyak orang menjadi malas untuk melakukan cara berkomunikasi
dengan baik dengan lansia karena akan selalu disalahkan atas segala sesuatu yang ada.

Itulah 12 faktor penghambat komunikasi pada lansia. Berkomunikasi dengan lansia memang
membutuhkan kesabaran dan pengertian yang luar biasa, namun akan menjadi komunikasi yang
menyenangkan jika berjalan dengan baik. Demikianlah artikel yang singkat ini. Semoga artikel ini
bermanfaat bagi kita semua.

Dalam beberapa tahun terakhir terdapat fenomena sosial yang tak biasa di Jepang, di mana penduduk
lanjut usia (lansia) sengaja melakukan kejahatan ringan agar dapat dipenjara.

Jepang memiliki penduduk lansia yang cukup besar, yakni lebih dari seperempat warganya berusia 65
tahun ke atas.

Menurut Bloomberg, tingkat keluhan dan penangkapan yang melibatkan warga lansia tersebut
meningkat drastis dalam beberapa tahun terakhir jika dibandingkan dengan kelompok usia lainnya.
Baca juga: Demi Hibur Penghuni Lansia, Panti Jompo Sewa Penari Tiang

Dilansir SCMP, satu dari lima tahanan di penjara Jepang merupakan warga lansia. Di banyak kasus,
kejahatan yang mereka lakukan merupakan kejahatan ringan, seperti mengutil.

Fenomena tak lazim ini diyakini berkaitan dengan beratnya kehidupan warga lansia di Jepang.

Masih menurut Bloomberg, jumlah warga lansia di Jepang yang tinggal sendirian mengalami peningkatan
hingga 600 persen antara 1985 hingga 2015.

Pemerintah menemukan fakta bahwa separuh dari warga lansia yang ditahan karena mengutil tinggal
sendirian dan 40 persen dari mereka mengaku sudah tidak memiliki anggota keluarga atau lama tidak
bertemu.

Bagi para warga lansia ini, kehidupan di penjara lebih baik daripada pilihan yang lain.

"Mereka mungkin memiliki tempat tinggal, mungkin punya keluarga, tetapi mereka merasa tidak punya
tempat di rumah," kata Yumi Muranaka, Kepala Sipir Penjara Khusus Wanita Iwakuni, kepada Bloomberg.

Salah seorang wanita tahanan lansia mengatakan, mereka merasakan kehidupan sosial dan komunitas
yang tidak mereka dapatkan saat di luar penjara.

"Saya lebih menikmati hidup saya di penjara. Selalu ada orang di sekitar dan saya tidak merasa kesepian.
Saat saya bebas untuk kedua kalinya, saya berjanji tidak akan kembali.

Negara menghabiskan setidaknya 20.000 dollar AS (Rp 275 juta) per tahun untuk menjaga tahanan di
penjara dan tahanan lansia membuat anggaran tersebut bertambah karena perlu perawatan dan
kebutuhan medis.
Baca juga: Jepang Ciptakan Bus Tanpa Sopir Khusus Warga Lansia

Fenomena sengaja berbuat kejahatan agar ditahan sebenarnya tidak hanya terjadi di Jepang.

Di negara lain, seperti AS, beberapa kasus menemukan pelaku yang sengaja berbuat kejahatan ringan
agar ditahan demi mendapat perawatan kesehatan, menghindari cuaca dingin, atau agar bisa berhenti
dari kecanduan narkoba.

Meski demikian, fenomena ini di Jepang sudah sangat mengkhawatirkan. Pemerintah pun dituntut dapat
mengatasinya dengan meningkatkan sistem kesejahteraan dan pelayanan sosial bagi warga lansia
walaupun fenomena ini tidak akan dapat diatasi dalam waktu singkat.

Anda mungkin juga menyukai