Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana rumah sakit memberikan asuhan
kepada pasien secara aman serta mencegah terjadinya cidera akibat kesalahan karena
melaksanakan suatu tindakan atau tidak melaksanakan suatu tindakan yang
seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk
meminimalkan resiko (Depkes 2008).
Setiap tindakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien sudah sepatutnya
memberi dampak positif dan tidak memberikan kerugian bagi pasien. Oleh karena itu,
rumah sakit harus memiliki standar tertentu dalam memberikan pelayanan kepada
pasien. Standar tersebut bertujuan untuk melindungi hak pasien dalam menerima
pelayanan kesehatan yang baik serta sebagai pedoman bagi tenaga kesehatan dalam
memberikan asuhan kepada pasien. Selain itu, keselamatan pasien juga tertuang dalam
undang-undang kesehatan. Terdapat beberapa pasal dalam undang-undang kesehatan
yang membahas secara rinci mengenai hak dan keselamatan pasien.
Keselamatan pasien adalah hal terpenting yang perlu diperhatikan oleh setiap petugas
medis yang terlibat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Tindakan
pelayanan, peralatan kesehatan, dan lingkungan sekitar pasien sudah seharusnya
menunjang keselamatan serta kesembuhan dari pasien tersebut. Oleh karena itu,
tenaga medis harus memiliki pengetahuan mengenai hak pasien serta mengetahui
secara luas dan teliti tindakan pelayanan yang dapat menjaga keselamatan diri pasien.
B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari patient safety.
 Untuk mengetahui standar keselamatan pasien rumah sakit.
 Untuk mengetahui patient safety dalam tinjauan hukum.
 Untuk mengetahui aplikasi patient safety saat memberikan pelayanan kesehatan.
C. MANFAAT
1. Mampu memahami pengertian dari patient safety.
 Mampu memahami standar keselamatan pasien rumah sakit.
 Mampu memahami patient safety dalam tinjauan hukum.
 Mampu memahami aplikasi patient safety saat memberikan pelayanan kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PATIENT SAFETY DAN CLINICAL RISK MANAGEMENT
Menurut penjelasan Pasal 43 UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 yang dimaksud dengan
keselamatan pasien (patient safety) adalah proses dalam suatu rumah sakit yang
memberikan pelayanan kepada pasien secara aman termasuk didalamnya pengkajian
mengenai resiko, identifikasi, manajemen resiko terhadap pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan
menerapkan solusi untuk mengurangi serta meminimalisir timbulnya risiko. Yang
dimaksud dengan insiden keselamatan pasien adalah keselamatan medis (medical
errors), kejadian yang tidak diharapkan (adverse event), dan nyaris terjadi (near
miss).Enam sasaran keselamatan pasien peraturan menteri kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1691/menkes/per/viii/2011Tentang Keselamatan pasien rumah sakit:
SASARAN I : KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN
Standar SKP I Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/
meningkatkan ketelitian identifikasi pasien
Elemen Penilaian Sasaran I :
1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan
nomor kamar atau lokasi pasien.
2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah atau produk darah.
3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan
klinis.
4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur.
SASARAN II : PENINGKATAN KOMUNIKASI EFEKTIF
Standar SKP II Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan
efektifitas komunikasi antar para pemberi pelayanan.
Elemen Penilaian Sasaran II :
1. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan
dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
2. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan
dibacakan secara lengkap oleh penerima perintah.
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang
menyampaikan hasil pemeriksaan.
4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan komunikasi
lisan atau melalui telepon secara konsisten.
SASARAN III : PENINGKATAN KEAMANAN OBAT YANG PERLU DIWASPADAI (HIGH
ALERT)
Standar SKP III Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki
keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high alert).
Elemen Penilaian Sasaran III :
1. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi,
menetapkan lokasi, pemberian label dan penyimpanan elektrolit konsentrat.
2. Implementasi kebijakan dan prosedur.
3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan
secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati di
area tersebut sesuai kebijakan.
SASARAN IV : KEPASTIAN TEPAT-LOKASI, TEPAT-PROSEDUR, TEPAT-PASIEN
OPERASI
Standar SKP IV Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan
tepat-lokasi, tepat-prosedur dan tepat-pasien.
Elemen Penilaian Sasaran IV :
1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk identifikasi
lokasi operasi dan melibatkan pasien didalam proses penandaan.
2. Rumah sakit menggunakan suatu cheklist atau proses lain untuk memverifikasi saat
pre operasi tepat-lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien dan semua dokumen serta
peralatan yang diperlukan tersedia, tepat dan fungsional.
3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur sebelum "incisi/time
out" tepat sebelum dimulainya suatu prosedur tindakan pembedahan.
4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung suatu proses yang
seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien, termasuk
prosedur medis dan dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.
SASARAN V : PENGURANGAN RESIKO INFEKSI TERKAIT PELAYANAN
KESEHATAN
Standar SKP V Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi
resiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
Elemen Penilaian SasaranV :
1. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang
diterbitkan dan sudah diterima secara umum (a.l dari WHO Guidelines on Patient Safety.
2. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
3. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
secara berkelanjutan resiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
SASARAN VI : PENGURANGAN RESIKO PASIEN JATUH
Standar SKP VI Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi
resiko pasien dari cidera karena jatuh.
Elemen Penilaian Sasaran VI :
1. Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap resiko jatuh
dan melakukan asesmen ulang bila pasien diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau
pengobatan dan lain-lain.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi resiko jatuh bagi mereka yang pada
hasil asesmen dianggap beresiko jatuh.
3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan, pengurangan cedera akibat
jatuh dan dampak dari kejadian yang tidak diharapkan.
4. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
berkelanjutan resiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit.
B. STANDAR KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT
Dalam melakukan prosedur perawatan pada pasien, terdapat tujuh standar
keselamatan. Standar ini mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards” yang
dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois,
USA, tahun 2002. Tujuh standar tersebut adalah sebagai berikut.
1. Hak pasien
Standar :
Pasien dan keluarga mempunyai hak untuk mendapatkan informasi mengenai rencana
dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak
Diharapkan).
Kriteria :
a. Harus ada dokter sebagai penanggung jawab pelayanan
 Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
 Dokter sebagai penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas
dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan,
pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya kejadian
tidak diharapkan.
2. Mendidik pasien dan keluarga
Standar :
Rumah sakit harus mampu mendidik pasien dan keluarga mengenai kewajiban dan
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria :
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan
pasien dimana pasien berperan sebagai partner dalam proses pelayanan. Karena itu,
rumah sakit harus memiliki sistem dan mekanisme untuk mendidik pasien dan keluarga
mengenai kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan
pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga memiliki kemampuan untuk :
a. Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur
b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
c. Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standar :
Rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar
tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria :
a. Koordinasi pelayanan secara menyeluruh
 Koordinasi pelayanan disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber
daya
 Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
 Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
4. Penggunaan metode-metode dalam peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi
dan program peningkatan keselamatan pasien
Standar :
Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara
intensif kejadian tidak diharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan
kinerja.
Kriteria :
a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan yang baik sesuai dengan
‘Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit’.
 Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
 Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
 Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standar :
a. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien
melalui penerapan ‘Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit.’
 Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk mengidentifikasi risiko
keselamatan pasien dan program mengurangi kejadian tidak diharapkan.
 Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi serta koordinasi antar unit dan
individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien.
 Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan
meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan keselamatan pasien.
 Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan
kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien
Kriteria :
a. Terdapat tim pendisiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
 Tersedia program proaktif untuk mengidentifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden atau kejadian tidak diharapkan.
 Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit
terintegrasi dan berpartisipasi.
 Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden termasuk asuhan kepada pasien
yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain, dan penyampaian informasi
yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
 Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden.
 Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden.
 Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar
pengelola pelayanan.
 Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan.
 Tersedia sasaran terukur, serta pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif
untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Standar :
a. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan
mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.
 Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan
interdisiplin dalam pelayanan pasien.
Kriteria :
a. Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik mengenai
keselamatan pasien
 Mengintegerasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice
training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
 Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok guna mendukung
pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
Standar :
a. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi
keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.
 Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria :
a. Tersedia anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk
memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
 Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi
manajemen informasi yang ada.
C. PATIENT SAFETY DALAM TINJAUAN HUKUM
Perlindungan kepentingan manusia merupakan hakekat hukum yang diwujudkan dalam
bentuk peraturan hukum, baik perundangan-undangan maupun peraturan hukum
lainnya. Peraturan hukum tidak semata dirumuskan dalam bentuk perundang-undangan,
namun berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan
oleh perundangan-undangan. Undang-undang sebagai wujud peraturan hukum dan
sumber hukum formal merupakan alat kebijakan pemerintah negara dalam melindungi
dan menjamin hak-hak masyarakat sebagai warga negara.
UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009 menyatakan pelayanan kesehatan yang aman
merupakan hak pasien dan menjadi kewajiban rumah sakit untuk menyelenggarakan
pelayanan kesehatan yang aman (Pasal 29 dan 32). UU Rumah Sakit secara tegas
menyatakan bahwa rumah sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien.
Standar tersebut dilakukan dengan cara melaporkan insiden, menganalisa dan
menetapkan pemecahan masalah. Untuk pelaporan, rumah sakit menyampaikannya
kepada komite yang membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri
(Pasal 43). UU Rumah Sakit juga memastikan bahwa tanggung jawab secara hukum
atas segala kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan berada pada rumah sakit
bersangkutan (Pasal 46).
Organisasi untuk melindungi keselamatan pasien di rumah sakit lengkap karena UU
Rumah Sakit menyatakan pemilik rumah sakit dapat membentuk dewan pengawas.
Dewan pengawas yang terdiri dari unsur pemilik, organisasi profesi, asosiasi
perumahsakitan, dan tokoh masyarakat tersebut bersifat independen dan non struktural.
Salah satu tugas dewan adalah mengawasi dan menjaga hak dan kewajiban pasien.
Pada level yang lebih tinggi, UU Rumah Sakit juga mengamanatkan pembentukan
badan pengawas rumah sakit Indonesia. Badan tersebut bertanggung jawab kepada
menteri kesehatan dan berfungsi untuk melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap rumah sakit. Komposisi badan tersebut terdiri dari unsur pemerintah,
organisasi profesi, asosiasi perumahsakitan, dan tokoh masyarakat (Pasal 57).
Ketentuan mengenai keselamatan pasien juga diatur dalam UU Kesehatan No. 36 tahun
2009. Beberapa pasal yang berkaitan dengan keselamatan pasien dalam UU Kesehatan
tersebut adalah :
1. Pasal 5 ayat 2, menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.
2. Pasal 19, menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan
segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau.
3. Pasal 24 ayat 1, menyatakan bahwa tenaga kesehatan harus memenuhi ketentuan
kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan
standar prosedur operasional.
4. Pasal 53 ayat 3, menyatakan pelaksanaan pelayanan kesehatan harus
mendahulukan keselamatan nyawa pasien.
5. Pasal 54 ayat 1, menyatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan kesehatan
dilaksanakan secara bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merata dan non
diskriminatif.
Selain itu, tanggung jawab hukum keselamatan pasien diatur dalam Pasal 58 UU
Kesehatan No. 36 tahun 2009. Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut :
1. Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan,
dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau
kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.
2. Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku bagi tenaga
kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan
seseorang dalam keadaan darurat.
Tanggung jawab hukum rumah sakit terkait keselamatan pasien diatur dalam
Pasal 46 UU Rumah Sakit No. 44 tahun 2009, dimana dikatakan bahwa rumah sakit
bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas
kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di rumah sakit. Selain itu, terdapat pula
batas tanggung jawab rumah sakit yang tertuang dalam UU Rumah Sakit Pasal 45 No.
44 tahun 2009. Pasal tersebut menyatakan bahwa :
1. Rumah sakit tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau
keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian
pasien setelah adanya penjelasan medis yang komprehensif.
2. Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka
menyelamatkan nyawa manusia.
D.

Anda mungkin juga menyukai