Anda di halaman 1dari 21

Penyakit Gangguan Psikologis Lansia (Skizofrenia)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan geriatrik adalah cabang keperawatan yang memperhatikan pencegahan,
diagnosis, dab terapi gangguan fisik dan psikologis pada lanjut usia dengan meningkatkan
umur panjang. Pelayanan atau asuhan keperawatan gangguan mental pada usia lanjut
memerlukan pengetahuan khusus karena kemungkinan perbedaan dalam manifestasi klinis,
patogenesis, dan patofisiologi gangguan mental antara dewasa muda dan lanjut usia. Faktor
penyulit pada pasien lanjut usia juga dipertimbangkan : faktor-faktor tersebut adalah sering
adanya penyakit dan kecacatan medis penyerta. Pemakaian banyak medikasi dan
meningkatkan kerentanan terhadap gangguan kognitif.
Program Epidemiological Catchment Area (ECA) dari national institute of mental healt
telah menemukan bahwa gangguan mental yang sering pada lanjut usia adalah gangguan
depresif, gangguan kogniitif, fobia, dan gangguan pemakaian alkohol. Lajut usia juga
memiliki resiko tinggi untuk bunuh diri dan gejala psikiatri akibat obat. Banyak gangguan
mental pada usia lanjut dapat dicegah, dihilangkan, atau bahkan dipulihkan. Sejumlah faktor
resiko psikososial juga mendisposisikan lanjut usia kepada gangguan mental. Faktor resiko
tersebut adalah hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi, kematian teman, atau sanak
saudara. Penurunan kesehatan, peningkatan isolasi, keterbatasan finansial dan penurunan
fungsi kognitif.
Saat ini sudah dapat diperkirakan bahwa 4 juta lansia di Amerika mengalami gangguan
kejiwaan seperti demensia psikosis, penggunaan alkohol kronik atau kondisi lainnya. Hal ini
menyebabkan perawat dan tenaga profesional yang lain memiliki tanggung jawab yang lebih
untuk merawat lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti status fisiologi dan psikologi,
kepribadian, sosial suport, sosial ekonomi dan pola hidup.

DEPKES RI membagi lansia sebagai berikut :


1. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa VIRILITAS
2. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai masa PRESENIUM
3. Kelompok usia lanjut (65 tahun >) sebagai masa SENIUM
Sedangkan WHO membagi lansia menjadi 3 kategori, yaitu :
a. Usia lanjut : 60-74 tahun
b. Usia tua : 75-89 tahun
c. Usia sangat lanjut : > 90 tahun
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Untuk dapat memahami tentang Asuhan Keperawatan klien dengan kehilangan dan berduka
disfungsional.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa dapat menjelaskan dengan tepat dan benar tentang jenis-jenis kehilangan
b. Mahasiswa dapat menjelaskan dengan tepat dan benar tentang konsep dan teori dari proses
berduka
c. Mahasiswa dapat menjelaskan faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan.
C. Manfaat Penulisan
Memberikan penjelasan khusus permasalahan-permasalahan fisik yang terjadi pada
lansia serta bermanfaat untuk mengetahui tahap dan perkembangan manusia sehingga
mengalami penurunan fungsi organ, khususnya pada sistem perkemihan.
SKIZOFRENIA PADA LANSIA

A. Pengertian Skizofrenia Pada Lansia


Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan utama dalam
pikiran, emosi, dan perilaku pikiran yang terganggu, dimana berbagai pemikiran tidak saling
berhubungan secara logis, persepsi dan perhatian yang keliru; afek yang datar atau tidak
sesuai; dan berbagai gangguan aktivitas motoric yang bizzare. ODS (orang dengan
skizofrenia) menarik diri dari orang lain dan kenyataan, sering kali masuk ke dalam
kehidupan fantasi yang penuh delusi dan halusinasi.
Gangguan Jiwa Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan gawat yang dapat
dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi kronis dan lebih gawat ketika
muncul pada lanjut usia (lansia) karena menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis
dan sosial-budaya. Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari kelompok
lanjut usia (lansia) (Dep.Kes.1992).
Banyak pembahasan yang telah dikeluarkan para ahli sehubungan dengan timbulnya
skizofrenia pada lanjut usia (lansia). Hal itu bersumber dari kenyataan yang terjadi pada
lansia bahwa terdapat hubungan yang erat antara gangguan parafrenia, paranoid dan
skizofrenia. Parafrenia lambat (late paraphrenia) digunakan oleh para ahli di Eropa untuk
pasien-pasien yang memiliki gejala paranoid tanpa gejala demensia atau delirium serta
terdapat gejala waham dan halusinasi yang berbeda dari gangguan afektif.Gangguan
skizofrenia pada lanjut usia (lansia) ditandai oleh gangguan pada alam pikiran sehingga
pasien memiliki pikiran yang kacau. Hal tersebut juga menyebabkan gangguan emosi
sehingga emosi menjadi labil misalnya cemas, bingung, mudah marah, mudah salah faham
dan sebagainya. Terjadi juga gangguan perilaku, yang disertai halusinasi, waham dan
gangguan kemampuan dalam menilai realita, sehingga penderita menjadi tak tahu waktu,
tempat maupun orang.Ganguan skizofrenia berawal dengan keluhan halusinasi dan waham
kejaran yang khas seperti mendengar pikirannya sendiri diucapkan dengan nada keras, atau
mendengar dua orang atau lebih memperbincangkan diri si penderita sehingga ia merasa
menjadi orang ketiga. Dalam kasus ini sangat perlu dilakukan pemeriksaan tinggkat
kesadaran pasien (penderita), melalui pemeriksaan psikiatrik maupun pemeriksaan lain yang
diperlukan. Karena banyaknya gangguan paranoid pada lanjut usia (lansia) maka banyak ahli
beranggapan bahwa kondisi tersebut termasuk dalam kondisi psikosis fungsional dan sering
juga digolongkan menjadi senile psikosis.Parafrenia merupkan gangguan jiwa yang gawat
yang pertama kali timbul pada lanjut usia (lansia), (misalnya pada waktu menopause pada
wanita).
Gangguan ini sering dianggap sebagai kondisi diantara Skizofrenia paranoid di satu
pihak dan gangguan depresif di pihak lain. Lebih sering terjadi pada wanita dengan
kepribadian pramorbidnya (keadaan sebelum sakit) dengan ciri-ciri paranoid (curiga,
bermusuhan) dan skizoid (aneh, bizar). Mereka biasanya tidak menikahatau hidup
perkawinan dan sexual yang kurang bahagia, jika punya sedikit itupun sulit mengasuhnya
sehingga anaknyapun tak bahagia dan biasanya secara khronik terdapat gangguan
pendengaran. Umumnya banyak terjadi pada wanita dari kelas sosial rendah atau lebih
rendah.Gangguan skizofrenia sebenarnya dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu:
1. Skizofrenia paranoid (curiga, bermusuhan, garang dsb)
2. Skizofrenia katatonik (seperti patung, tidak mau makan, tidak mau minum, dsb)
3. Skizofrenia hebefrenik (seperti anak kecil, merengek-rengek, minta-minta, dsb)
4. Skizofrenia simplek (seperti gelandangan, jalan terus, kluyuran)
5. Skizofrenia Latent (autustik, seperti gembel) Pada umumya, gangguan skizofrenia yang
terjadi pada lansia adalah skizofrenia paranoid, simplek dan latent. Sulitnya dalam pelayanan
keluarga, para lansia dengan gangguan kejiwaan tersebut menjadi kurang terurus karena
perangainya dan tingkahlakunya yang tidak menyenangkan orang lain, seperti curiga
berlebihan, galak, bersikap bermusuhan, dan kadang-kadang baik pria maupun wanita
perilaku seksualnya sangat menonjol walaupun dalam bentuk perkataan yang konotasinya
jorok dan porno (walaupun tidak selalu).

B. Etiologi
1. Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-1,8%, bagi
saudara kandung 7-15%, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia
40-68%, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86%.
2. Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya skizofrenia pada waktu pubertas,
waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium, tetapi teori ini tidak dapat
dibuktikan.
3. Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung extremitas
agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita dengan
stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan
pemberian obat halusinogenik
4. Susunan saraf pusat
Penyebab skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diansefalon atau kortek otak,
tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem
atau merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.
5. Teori Adolf Meyer
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak dapat
ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer
mengakui bahwa suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi
timbulnya skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia Merupakan suatu yang salah, suatu
maladptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama-kelamaan orang tersebut
menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).
6. Teori sigmund freud
Sekizofrenia terdapat (I) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik atau
somatik. (II) superego dikesapingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan ide yang berkuasa
serta menjadi suatu regresi ke fase nersisisme dan (III) kehilangan kapasitas untuk
pemindahan (transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.
7. Eugen bleuler
Penggunaan istilah skizofrenia menonjolkan gejala utam penyakit ini yaitu jiwa yang
terpecah belah, adanya keretakan atau diharmonis antara proses berpikir, perasaan dan
perbuatan. Bleuler membagi gejala skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer
(gangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan autisme) gejala skunder
(waham, halusianasi dan gejala katatonik atau gangguan atau gangguan psikomotorik yang
lain.
Pembagian Skizofrenia
Kraepelin membagi skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utam antara lain :
1. Skizofrenia simplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utam berupa kedangkalan emosi dan
kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir sukar ditemukan, waham dan halusinasi
jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-lahan.
2. Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antara
15-25 tahun. Gejala yang mencolok ialah gangguan proses berpikir, gangguan kemauan dan
adanya depersenalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti manerisem,
neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan halusinasi banyak
sekali.
3. Skizofrenia Katatoni
Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh stres
emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
4. Skizofrenia Paranoid
Gejala yang mencolok ialah waham primer disertai dengan waham skunder dan halusinasi.
Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berpikir, gangguan apek
emosi dan kemamauan.
5. Episode Skizofrenia Akut
Gejala skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dala keadaan mimpi. Kesadaran
mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun
dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus baginya.
6. Skizofrenia Residual
Keadaan skizofrenia dengan gejala primernya bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala
skunder. Keadaan ini timbul sesuai beberapa kali serangan skizofrenia.
7. Skizofrenia Skizo Apektif
Disamping gejala skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaan juga gejala-gejala depresi
(skizo depresif) atau gejala mania (psikomanik). Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh
tanpa depek, tetapi mungkin juga timbul serangan lagi.

C. Manifestasi Klinis
1. Gejala episode akut dari skizofrenia meliputi tidak bisa membedakan antara hayalan dan
kenyataan ; halusinasi (terutama mendengar suara-suara bisikan); ide-ide karena pengaruh
luar (tindakannya di kendalikan oleh pengaruh dari luar dirinya); proses berpikir yang tidak
berurutan (asosiasi longgar); ambiven (pemikiran yang saling bertentangan); datar tidak tepat
atau efek yang labil; autisme (menarik diri dari lingkungan sekitar dan hanya memikirkan
dirinya ); tidak mau bekerja sama; menyukai hal-hal yang dapat menimbulkan konflik pada
lingkungan sekitar dan melakukan serangan balik secara verbal maupun fisik kepada orang
lain; tidak merawat diri sendiri; dan gangguan tidur maupun nafsu makan.
2. Setelah terjadinya episode psikotik akut, biasanya penderita skizofrenia mempunyai
gejala-gejala sisa (cemas, curiga,motivasi menurun, kepedulian berkurang, tidak mampu
memutuskan sesuatu.

Menarik diri dari hubungan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, Sulit untuk belajar dari
pengalaman dan tidak bisa merawat diri sendiri)

D. Patofisiologi
E. Penatalaksanaan
1. Medis
Obat antipsikotik digunakan untuk mengatasi gejala psikotik (misalnya perubahan perilaku,
agitasi, agresif, sulit tidur, halusinasi, waham, proses piker kacau). Obat-obatan untuk pasien
skizophrenia yang umum diunakan adalah sebaga berikut :
a. Pengobatan pada fase akut
b. Dalam keadaan akut yang disertai agitasi dan hiperaktif diberikan injeksi:
1) Haloperidol 3x5 mg (tiap 8 jam) intra muscular.
2) lorpromazin 25-50 mg diberikan intra muscular setiap 6-8 jam sampai keadaan akut teratasi.
3) Kombinsi haloperidol 5 mg intra muscular kemudian diazepam 10 mg intra muscular
dengan interval waktu 1-2 menit.
c. Dalam keadaan agitasi dan hiperaktif diberikan tablet :
1) Haloperidol 2x1,5 – 2,5 mg per hari.
2) Klorpromazin 2x100 mg per hari
3) Triheksifenidil 2x2 mg per hari
4) Pengobaan fase kronis
d. Diberikan dalam bentuk tablet :
1) Haloperidol 2x0,5 – 1 mg perhari
2) Klorpromazin 1x50 mg sehari (malam)
3) Triheksifenidil 1-2x2 mg sehari
e. Tingkatkan perlahan-lahan, beri kesempatan obat untuk bekerja, disamping itu melakukan
tindakan perawatan dan pendidikan kesehatan.
f. Dosis maksimal
g. Haloperidol : 40 mg sehari (tablet) dan klorpromazin 600 mg sehari (tablet).
2. Efek dan efek samping terapi
a. Klorpromazine
Efek : mengurangi hiperaktif, agresif, agitasi
Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, sedasi, hipotensi ortostatik.
b. Haloperidol
Efek : mengurangi halusinasi
Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, sedasi, hipotensi ortostatik.
Tindakan keperawatan efek sampan obat
c. Klorpromazine
Mulut kering : berikan permen, es, minum air sedikit-sedikit dan membersihkan mulut secara
teratur.
d. Pandangan kabur : berikan bantuan untuk tugas yang membutuhkan ketajaman penglihatan.
e. Konstipasi : makan makanan tinggi serat
f. Sedasi : tidak menyetir atau mengoperasikan peralatan ang berbahaya.
g. Hipoensi ortostatik : perlahan-lahan bangkit dari posisi baring atau duduk.

F. Discharge Planning
1. Hindari kebiasaan menyendiri
2. Berusaha untuk menceritakan masalah yang ada dengan teman terdekat
3. Kenali gejala-gejala penyakit dan konsultasikan dengan dokter
4. Konsumsi makanan yang bergizi
5. Observasi secara ketat perilaku klien
6. Singkirkan semua benda berbahaya
7. Berikan obat
8. Menurunkan ketegangan
9. Periksa mulut penderita setelah minum obat
10. Alihkan jika halusinasi
11. Focus dan kuatkan realitas

G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan psikologis
a. Pemeriksaan psikiatri
b. Pemeriksaan psikometri
2. Pemeriksaan penunjang
a. Darah rutin
b. Fungsi hepar
c. Faal ginjal
d. Enzim hepar
e. ECG
f. CT Scan
g. EEG
h. Multiaksial :
1) Aksis 1 : gangguan klinis
2) Aksis II : gangguan keperibadian khas dan Retardasi mental
3) Aksis III : kondisi medic umum
4) Aksis IV masalah psiksosial dan lingkungan
5) Aksis V : penilaian fungsi secara global

H. Komplikasi
Menurut Keliat (1996), dampak gangguan jiwa skizofrenia antara lain :
1. Aktifitas hidup sehari-hari
Klien tidak mampu melakukan fungsi dasar secara mandiri, misalnya kebersihan diri,
penampila dan sosialisasi.
2. Hubungan interpersonal
Klien digambarkan sebagai individu yang apatis, menarik diri, terisolasi dari teman-teman
dan keluarga. Keadaan ini merupakan proses adaptasi klien terhadap lingkungan kehidupan
yang kaku dan stimulus yang kurang.
3. Sumber koping
Isolasi social, kurangnya system pendukung dan adanya gangguan fungsi pada klien,
menyebabkan kurangnya kesempatan menggunakan koping untuk menghadapi stress.
4. Harga diri rendah
Klien menganggap dirinya tidak mampu untuk mengatasi kekurangannya, tidak ingin
melakukan sesuatu untuk menghindari kegagalan (takut gagal) dan tidak berani mencapai
sukses.
5. Kekuatan
Kekuatan adalah kemampuan, ketrampilan aatau interes yang dimiliki dan pernah digunakan
klien pada waktu yang lalu.
6. Motivasi
Klien mempunyai pengalaman gagal yang berulang.
7. Kebutuhan terapi yang lama
Klien disebut gangguan jiwa kronis jika ia dirawat di rumah sakit satu periode selama 6 bulan
terus menerus dalam 5 tahun tau 2 kali lebih dirawat di rumah sakit dalam 1 tahun.
ASUHAN KEPERAWATAN SKIZOFRENIA PADA USIA LANJUT
A. Pengkajian Pasien Lansia
Pengkajian pasien lansia menyangkut beberapa aspek yaitu biologis, psikologis, dan
sosiokultural yang beruhubungan dengan proses penuaan yang terkadang membuat kesulitan
dalam mengidentifikasi masalah keperawatan. Pengkajian perawatan total dapat
mengidentifikasigangguan primer. Diagnosa keperawatan didasarkan pada hasil observasi
pada perilaku pasien dan berhubungan dengan kebutuhan.
1. Wawancara
Hubungan yang penuh dengan dukungan dan rasa percaya sangat penting untuk wawancara
yang positif kepada pasien lansia. Lansia mungkin merasa kesulitan, merasa terancam dan
bingung di tempat yang baru atau dengan tekanan. Lingkungan yang nyaman akan membantu
pasien tenang dan focus terhadap pembicaraan.
2. Keterampilan Komunikasi Terapeutik
Perawat membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dan
lama wawancara. Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab, berkaitan
dengan pemunduran kemampuan untuk merespon verbal. Gunakan kata-kata yang tidak asing
bagi klien sesuai dengan latar belakang sosiokulturalnya. Gunakan pertanyaan yang pendek
dan jelas karena pasien lansia kesulitan dalam berfikir abstrak. Perawat dapat
memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan memberikan respon nonverbal seperti
kontak mata secara langsung, duduk dan menyentuk pasien.Melihat kembali kehidupan
sebelumnya merupakan sumber data yang baik untuk mengidentifikasi masalah kesehatan
pasien dan sumber dukungan. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda
kepribadian pasien dan distress yang ada. Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien
memahami tujuan atau protocol wawancara pengkajian. Hal ini dapat meningkatkan
kecemasan dan stres pasien karena kekurangan informasi. Perawat harus memperhatikan
respon pasien dengan mendengarkan dengan cermat dan tetap mengobservasi.
3. Setting wawancara
Tempat yang baru dan asing akan membuat pasien merasa cemas dan takut. Lingkungan
harus dibuat nyaman. Kursi harus dibuat senyaman mungkin. Lingkuangan harus
dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitif terhadap suara berfrekuensi tinggi
atau perubahan kemampuan penglihatan.Data yang dihasilkan dari wawancara pengkajian
harus dievaluasi dengan cermat. Perawat harus mengkonsultasikan hasil wawancara kepada
keluarga pasien atau orang lain yang sangat mengenal pasien. Perawat harus memperhatikan
kondisi fisik pasien pada waktu wawancara dan faktor lain yang dapat mempengaruhi status,
seperti pengobatan media, nutrisi atau tingkat cemas.
4. Fungsi Kognitif
Status mental menjadi bagian dari pengkajian kesehatan jiwa lansia karena beberapa hal
termasuk :
a. Peningkatan prevalensi demensia dengan usia.
b. Adanya gejala klinik confusion dan depresi.
c. Frekuensi adanya masalah kesehatan fisik dengan confusion.
d. Kebutuhan untuk mengidentifikasi area khusus kekuatan dan keterbatasan kognitif .
e. Status Afektif
f. Status afektif merupakan pengkajian geropsikiatrik yang penting. Kebutuhan termasuk
skala depresi. Seseorang yang sedang sakit, khususnya pada leher, kepala, punggung atau
perut dengan sejarah penyebab fisik. Gejala lain pada lansia termasuk kehilangan berat
badan, paranoia, kelelahan, distress gastrointestinal dan menolak untuk makan atau minum
dengan konsekuensi perawatan selama kehidupan.Sakit fisik dapat menyebabkan depresi
sekunder. Beberapa penyakit yang berhubungan dengan depresi diantaranya gangguan tiroid,
kanker, khususnya kanker lambung, pancreas, dan otak, penyakit Parkinson, dan stroke.
Beberapa pengobatan da[at meningkatkan angka kejadian depresi, termasuk steroid,
Phenothiazines, benzodiazepines, dan antihypertensive. Skala Depresi Lansia merupakan
ukuran yang sangat reliable dan valid untuk mengukur depresi.
g. Respon Perilaku
h. Pengkajian perilaku merupakan dasar yang paling penting dalam perencanaan
keperawatanpada lansia. Perubahan perilaku merupakan gejala pertama dalam beberapa
gangguan fisik dan mental. Jika mungkin, pengkajian harus dilengkapi dengan kondisi
lingkungan rumah. Hal ini menjadi modal pada faktor lingkungan yang dapat mengurangi
kecemasan pada lansia.Pengkajian tingkah laku termasuk kedalam mendefinisikan tingkah
laku, frekuensinya, durasi, dan faktor presipitasi atau triggers. Ketika terjadi perubahan
perilaku, ini sangat penting untuk dianalisis.
i. Kemampuan fungsional
j. Pengkajian fungsional pada pasien lansia bukan batasan indokator dalam kesehatan jiwa.
Dibawah ini merupakan aspek-aspek dalam pengkajian fungsional yang memiliki dampak
kuat pada status jiwa dan emosi.
k. Mobilisasi Pergerakan dan kebebasan sangat penting untuk persepsi kesehatan pribadi
lansia. Hal yang harus dikaji adalah kemampuan lansia untuk berpindah di lingkungan,
partisipasi dalam aktifitas penting, dan mamalihara hubungan dengan orang lain. Dalam
mengkaji ambulasi , perawat harus mengidentifikasi adanya kehilangan fungsi motorik,
adaptasi yang dilakukan, serta jumlah dan tipe pertolongan yang dibutuhkan. Kemampuan
fungsi
l. Activities of Daily Living
m. Pengkajian kebutuhan perawatan diri sehari-hari (ADL) sangat penting dalam
menentukan kemampuan pasien untuk bebas. ADL ( mandi, berpakaian, makan, hubungan
seksual, dan aktifitas toilet) merupakan tugas dasar. Hal ini sangat penting dalam untuk
membantu pasien untuk mandiri sebagaimana penampilan pasien dalam menjalankan ADL.
n. The Katz Indeks Angka Katz indeks dependen dibandingkan dengan independen untuk
setiap ADL seperti mandi, berpakaian, toileting, berpindah tempat , dan makan. Salah satu
keuntungan dari alat ini adalah kemampuan untuk mengukur perubahan fungsi ADL setiap
waktu, yang diakhiri evaluasi dan aktivitas rehabilisasi.
o. Fungsi Fisiologis
p. Pengkajian kesehatan fisik sangat penting pada pasien lansia karena interaksi dari
beberapakondisi kronis, adanya deficit sensori, dan frekuensi tingkah laku dalam masalah
kesehatan jiwa. Prosedur diagnostic yang dilakukan diantaranya EEG, lumbal; funksi, nilai
kimia darah, CT Scandan MRI. Selain itu, nutrisi dan pengobatan medis juga harus dikaji
q. Nutrisi Beberapa pasien lansia membutuhkan bantuan untuk makan atau rencana nutrisi
diet. Pasien lansia yang memiliki masalah psikososial memiliki kebutuhan pertolongan dalam
makan dan monitor makan. Perawat harus secara rutin mengevaluasi kebutuhan diet pasien.
Pengkajian nutrisi harus dikaji lebih dalam secara perseorangan termasuk pola makan rutin,
waktu dalam sehari untuk makan, ukuran porsi, makanan kesukaan dan yang tidak disukai.
r. Pengobatan Medis Empat faktor lansia yang beresiko untuk keracunan obat dan harus
dikaji yaitu usia, polifarmasi, komplikasi pengobatan, komorbiditas.
s. Penyalahgunaan Bahan-bahan Berbahaya
t. Seorang lansia yang memiliki sejarah penyalahgunaan alcohol dan zat-zat berbahaya
beresiko mengalami peningkatan kecemasan dan gangguan kesehatan lainnya apabila
mengalamikehilangan dan perubahan peran yang signifikan. Penyalahgunaan alcohol dan zat-
zat berbahaya lainnya oleh seseorang akan menyebabkan jarak dari rasa sakit seperti
kehilangan dan kesepian.
u. Dukungan Sosial
v. Dukungan positif sangat penting untuk memelihara perasaan sejahtera sepanjang
kehidupan, khususnya untuk pasien lansia. Latar belakang budaya pasien merupakan faktor
yang sangat penting dalam mengidentifikasi support system. Perawat harus mengkaji
dukungan social pasien yang ada di lingkungan rumah, rumah sakit, atau di tempat pelayanan
kesehatan lainnya. Keluarga dan teman dapat membantu dalam mengurangi shock dan stres
di rumah sakit.
w. Interaksi Pasien- Keluarga
x. Peningkatan harapan hidup, penurunan angka kelahiran, dan tingginya harapan hidup
untuk semua wanita yang berakibat pada kemampuan keluarga untuk berpartisipasi dalam
pemberian perawatan dan dukungan kepada lansia. Kebanyakan lansia memiliki waktu yang
terbatas untuk berhubungan dengn anaknya. Masalah perilaku pada lansia kemungkinan hasil
dari ketiakmampuan keluarga untuk menerima kehilangan dan peningkatan kemandirian pada
anggota keluarga yang sudah dewasa.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain
2. Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri
3. Ketidakefektifan koping
4. Risiko perlemahan martabat
5. Risiko gangguan identitas pribadi
6. Risiko cedera

C. Intervensi Keperawatan

Resiko Perilaku kekerasan NOC NIC


terhadap diri sendri.
Definisi : 1. Self multilation Behavior Management :
Perilaku kekerasan adalah
2. Impuls self control Self Harm
suatu keadaan dimana 1. Dorong pasien untuk
seseorang melakukan Kriteria Hasil : mengungkapkan secara
tindakan yang dapat
1. Dapat menahan diri verbal konsekuensi dari
membahayakan secara fisik mencederai diri sendiri perubahan fisik dan emosi
baik terhadap diri sendiri,
2. Intervensi awal untuk yang mempengaruhi konsep
orang lain maupun mencegah respon agresif diri
lingkungan. diperintahkan halusinasi2. Pertahankan lingkungan
Batasan karakteristik : 3. Pasien dapat dalam tingkat stimulus yang
1. Memperlihatkan mengartikan sentuhan rendah
permusuhan sebagai ancaman 3. Ciptakan lingkungan
2. Mendekati orang lain
4. Mencegah psikososial
dengan ancaman kemungkinan cedera
4. Kembangkan orientasi
3. Memberikan kata-kata pasien atau orang lain kenyataan
ancaman dengan rencana karena adanya perintah
5. Singkirkan semua benda
melukai dari halusinasi berbahaya
4. Menyentuh orang lain
5. Perawat harus jujur
6. Lingdungi klien dan
dengan cara yang menakutkan pada pasien sehingga keluarga dari bahaya
5. Mempunyai rencan untuk pasien menyadari suara halusinasi
melukai itu tidak ada 7. Tingkatkan peran serta
6. Keterlibatan pasien keluarga pada tiap
dalam kegiatan perawatan dan jelaskan
interpersonal, akan prinsip-prinsip tindakan
menolong klien kembali pada halusinasi
dalam realitas. 8. Salurkan perilaku
merusakan merusak pada
kegiatan fisik
9. Lakukan fiksasi bila perlu
10. Berikan obat-obatan
antipsikotik. Yang sesuai
dengan yang dapat
menurunkan kecemasan dan
menstabilkan mood dan
menurunkan stimulasi
kekerasan terhadap diri
sendiri.
Impuls Control Training
1. Ajarkan pasien
penggunaan tindakan
menenangkan diri (nafas
dalam)
Resiko perilaku kekerasan NOC NIC
terhadap orang lain
Definisi : berisiko melakukan
1. Abuse protection Behapior management
perilaku, yakni individu
2. Impulse self control 1. Tahan/mengontrol
menunjukan bahwa ia dapat Kreterian hasil pasien bertanggung jawab
membahayakan orang lain
1. Dapat mengidentifikasi atas / perilakunya
secara fisik, emosional, dan / factor yang menyebabkan
2. Komunikasikan tentang
atau seksual. perilaku kekerasan harapan bahwa pasien akan
Faktor resiko 2. Dapat mengidentifikasi mempertahankan control /
1. Ketersediaan senjata cara alternative untuk kondisinya
2. Bahsa tubuh ( misalnya mengatasi masalah 3. Konsultasikan dengan
sikap tubuh kaku/ rigid,
3. Dapat mengidentifikasi keluarga untuk menetapkan
mengepalkan jari dan rahang system pendukung di data dasar kognitif paien
terkunci, hiperaktifitas, komunitas 4. Tetepkan batas dengan
denyut jantung cepat, nafas
4. Tidak menganiaya pasien
terengah-engah , cara berdiri orang lain secara fisik,
5. Menahan diri dari
mengancam ) emosi atau seksual berdebat atau tawar
3. Kerusakan kognitip 5.( Dapat menahan diri menewar mengenai batas
misalnya, ketunadayaan dari mengahancurkan yang di tetapkan dengan
belajar, gangguan barang-barang milik pasien
deficit perhatian, penurunan orang lain 6. Menetapkan rutinitas
pungsi intelektual ) 6. Dapat mengidentifikasi
7. Menetapkan pergeseran-
4. Kejam pada hewan kapan marah, prustasi pergeseran ke-konsistensi
5. Menyalakan api atau merasa agresif dalam lingkungan dan
6. Riwayat penganiyaian rutinitas keperawatan
pada amasa kanak-kanak 8. Mengunakan
7. Riwayat melakukan pengulangan secara
kekerasan tak langsung ( konsisten dapat rutinitas
misalanya, merobek pakaian, kesehatan sebagai cara
membanting objek yang menetapkan mereka
tergantung pada didnding, 9. Menghindari
berkemih di lantai , defekasi gangguan peningkatan
di lantai, mengetuk-ngetuk aktivitas fisik, yang sesuai
kaki, berteriak, melempar 10. Membatasi jumlah
objek, memecah jendela, perawat memamfaatkan
banting pintu, agresif seksual) suara, berbicara lembut
8. Riwayat penyalahgunaan rendah
zat 11. Menghindari kesendirian
9. Riwayat ancaman pasien mnegarahkan
kekerasan perhatian dari sumber
10. Riwayat menyaksikan agitasi
perilaku kekerasan dalam 12. Menghindari dari
keluarga memproyeksikan gambar
11. Riwayat perilaku kekeasan mengancam
terhadap orang lain 13. Menghindari berdebat
12. Riwayat perilaku dengan pasien
kekerasan antisocial ( 14. Mengabaikan perilaku
misalnya mencuri, memaksa yang tidak pantas
meminjam , memaksa 15. Mencegah perilaku
meminta hak agresig-pasif
istimewa,memaksa 16. Pujian upaya
menggangu pertemuan, pengendalian diri
menolak untuk makan, 17. Mengobati seperlunya
menolak minum obat dan 18. Meberapkan
meolak instruksi) pergelangantangan/kaki/ha
13. Impulsive mbatan dada, yang di
14. Pelanggaran kendaraan perlukan
bermotor (misalanya, sering
malanggar rambu lalu lintas,
mengguanakan kendaraan
bermotor untuk melepaskan
kemarahan)
15. Gangguan neorologis
(misalanya EEG positif,
CT,MRI, temuan neorologis
trauma kepala, gangguan
kejang) Perilaku bunuuh diri

Resiko pelemahan martabat NOC NIC

Definisi : 1. Human Dignity , risk patient Rights Protection


Beresiko terhadap persepsi for compromised 1. Berikan pasien dalam
kehilangan rasa hormat dan Krtiteria Hasil : dokumen “Hak Pasien”
kehormatan 1. Pelanggaran pemulihan2. Berikan privasi (missal
Batasan karakteristik : 2. Penerimaan : kondisi tirai tertutup penuh,
1. Keganjilan budaya kesehatan selimuti pasien) selama
2. Pengungkapan informasi
3. Mampu beradaptasi aktivitas hygine, eliminasi
rahasia dengan kecatatan fisik berpakaian dan selama
3. Pemanjanan tubuh 4. Citra tubuh prosedur pengobatan
4. Ketidakseimbangan 5. Usus kontinensia 3. Lindungi kerahasiaan
partisipasi dalam pembuatan
6. Kepuasaan klien : informasi kesehatan pasien
keputusan peduli : tingkat persepsi
4. Jangan pernah mendesak
5. Kehilangan kendali fungsi positif perhatikan atau memaksa (missal:
tubuh perawat terhadap klien menggunakan taktik
6. Merasa tidak diperlukan
7. Kepuasan klien : menaku-nakuti) pasien
secara manusiawi pemenuhan kebutuhan untuk menyetujui tindakan
7. Merasa terhina budaya 5. Harga harapan yang
8. Merasa terganggu oleh
8. Kepuasan klien : diungkapkan dalam surat
prktisi perlindungan hak : wasiat pasien (atau arahan
9. Merasa invasi terhadap tingkat persepsi posititif lanjut perawatan pasien)
privasinya perlindungan hak moral
6. Bantu atasi situasi yang
10. Label yang klien yang diberikan oleh melibatkan asuhan yang
menstigmaPenggunaan istilah perawat tidak aman atau tidak
medis yang membingungkan.9. Mempertahankan adekuat
privasi dan kerahasian
7. Bekerja sama dengan
klien terjaga dokter dan tenaga
10. Kepuasan klien : administrasi rumah sakit
perawatan psikologis untuk menghormati harapan
11. Nyaman/tenang pasien dan keluarga
kematian 8. Hargai permintaan tertulis
12. Fungsi keluarga DNR (do not
13. Kondisi social keluarga resuscitate) atau menolak
14. Partisipasi dalam
9. Tentukan siapa yang
pengambilan keputusan secara hokum bertanggung
15. Deteksi jawab memberi persetujuan
resikoMenghargai diri. terapi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa skizofrenia adalah suatu
gangguan yang ditandai dengan regresi dan primitif, afek yang tidak sesuai, serta menarik diri
secara ekstrim dari hubungan sosial. Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa
yang berat dan gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi
kronis dan gawat ketika muncul pada usia lasia dan lanjut usia karena menyangkut perubahan
pada segi fisik, psikologis dan sosial budaya. Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya
sekitar satu persen dari kelompok lanjut usia.

B. Saran
Diharapkan para tenaga kesehatan baik yang dibidang pendidikan maupun dilapangan
secara langsung mampu melakukan dan menerapkan proses keperawatan pada klien
skizofrenia sesuai dengan disiplin ilmu teori maupun praktik klinik secara komprehensif dan
berdasarkan epidenbase.
Diharapkan para tenaga kesehatan dimanapun dan kapanpun bisa menjalin komunikasi
dan koordinasi yang baik dengan klien, keluarga da tim medis lainnya demi tercapainya
asuhan keperawatan yang berkwalitas dan dapat dipertanggung jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA

Maslim, Rusdi dr. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan dari PPDGJ III
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya, Jakarta, 2001
Kaplan, HI, Sadoc BJ, Greb JA, Skizofrenia, dalam : Sinopsis Psikiatri, Edisi 7 Volume 1,
Bina Rupa Aksara, 1997
Huda nur arif amin dan Kusuma hardhi,2013,Asuahan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC,Mediaction,Jilid 2,Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai