Anda di halaman 1dari 14

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut UU Nomor 24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian


peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana
terjadi karena adanya ancaman, dampak dan kerentanan. Bencana dapat
mengancam semua wilayah di Indonesia baik di wilayah daratan, pegunungan
maupun di wilayah pesisir.

BPBD Sulawesi Selatan selama satu dekade terakhir mencatat ada 106 desa
terdampak bencana di 61 kecamatan yang tersebar di 13 kabupaten/kota dan
bencana banjir menjadi bencana terbesar yang dialami. Dampak dari bencana banjir
tersebut mengakibatkan 79 unit rumah rusak, 4.857 unit rumah terendam, 11.876
hektare sawah terendam banjir, 10 jembatan rusak, dua pasar rusak, 12 unit fasilitas
peribadatan rusak, enam fasilitas pemerintah rusak dan 22 unit sekolah rusak.
Informasi gabungan dari Pemkab Maros bersama BPBD mengungkapkan ada 11
wilayah kecamatan yang terendam banjir di Kabupaten Maros salah satunya Desa
Bonto Tallasa yang menjadi lokasi pengambilan data untuk kajian resiko
kebencanaan.

Celebes Geo Summit 2019 merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh Badan
Eksekutif Himpunan Mahasiswa Geologi Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
(BE HMG FT-UH) sebagai perwujudan dari tri dharma perguruan tinggi dengan
mengusung tema “Technological Innovation for Geo-Disaster Management”.
Kegiatan ini merupakan kajian resiko kebencanaan yang diharapkan mampu
memperkaya pengetahuan masyarakat tentang mitigasi bencana serta menjadi dasar
pemerintah dalam pengambilan kebijakan penanggulangan bencana.

1
1.2 Tujuan

Laporan Geology for Humanity disusun dengan tujuan sebagai berikut :


1) Mengetahui zonasi bencana banjir Desa Bontotallasa
2) Mengetahui indeks ancaman bencana banjir dan indeks penduduk terpapar
bencana banjir Desa Bontotallasa
3) Sumber informasi bagi masyarakat dan pemerintah mengenai bencana
banjir Desa Bontotallasa dan sebagai dasar bagi pemerintah dalam
pengambilan kebijakan penanggulangan bencana banjir Desa Bontotallasa.

1.3 Ruang Lingkup Kegiatan

Kegiatan ini dilaksanakan dalam lingkup sosialisasi kebencaan kepada masyarakat


dalam mitigasi kebencanaan

1.4 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 16 Oktober 2019 di Desa Bonto
Tallasa, Kecamatan Lau, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan.

2
II. METODOLOGI PELAKSANAAN

Adapun metodologi dalam pembuatan laporan ini disajikan dalam bentuk flow

chart sebagai berikut :

Pengambilan
Data

Focus Group
Pemetaan
Discussion

Pengolahan
Data

Pengolahan
Analisis Data Pengolahan Label dan Simbolisasi
Data Grafis
Raster Data Vektor Anotasi Peta
dan Atribut

Peta Wilayah
Banjir

Laporan

2.1 Pengumpulan Data Primer dan Sekunder

Data sekunder yang dibutuhkan ada dua jenis, yaitu data umum dan data
pendukung. Data tersebut dikumpulkan dari berbagai instansi

2.2 FGD

FGD merupakan akronim dari Focus Group Discussion atau dalam bahasa
Indonesia berarti Diskusi Kelompok Terarah. FGD ialah salah satu metode atau

3
teknik pengumpulan data kualitatif dengan cara melakukan wawancara di mana
sekelompok orang melakukan diskusi tentang suatu fokus topik tertentu.

2.3 Pemetaan

Pemetaan dilakukan menggunakan aplikasi SW Maps dengan cara menelusuri


seluruh tempat di Desa Bonto Tallasa. Pemetaan ini bertujuan untuk mengetahui
karakteristik Desa Bonto Tallasa dalam bidang geologi.

2.4 Pengolahan Data

A. Analisis Data Raster


1) Analisis Tutupan Lahan
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui keadaan lahan yang terdapat pada
lokasi kegiatan. Lahan pada dasarnya dibedakan menjadi lahan terbangun dan
lahan tidak terbangun. Lahan terbangun diantaranya pemukiman dan jalan.
Lahan dalam suatu pemukiman umumnya terbagi menjadi tiga bagian, yaitu
lahan usaha, lahan pekarangan, dan lahan untuk fasilitas sosial. Lahan tidak
terbangun diantaranya semak belukar, sawah, dan hutan
2) Analisis Sungai
Analisis sungai dilakukan untuk mengetahui aliran sungai yang terdapat
pada lokasi kegiatan, agar kedepannya dapat dimanfaatkan sebagai data
dasar untuk analisis banjir maupun untuk perencanaan drainase.

B. Pengolahan Data Grafis dan Atribut


Hasil kerja lapangan kemudian diolah menggunakan software SIG (Sistem
Informasi Geografis). Data-data yang diolah dalam SIG pada umumnya terdiri dari
data spasial dan data atribut dalam bentuk digital, dengan demikian analisis yang
dapat digunakan adalah analisis spasial dan analisis atribut. Data spasial merupakan
data yang berkaitan dengan desa dan umumnya berbentuk peta. Sedangkan data
atribut merupakan data tabel yang berguna untuk menjelaskan kedudukan berbagai
objek data spasial.

4
C. Pengolahan Data Vektor
Adapun kegiatan yang termasuk dalam kelompok alat analisis data vektor
antara lain adalah, melakukan :
 Buffer, adalah proses pembuatan zona dengan luasan tertentu di sekeliling
data masukan, sesuai dengan penentuan jarak oleh operator.
 Clip, ialah pemotongan bagian tertentu dari suatu layer peta dengan
menggunakan peta lain sebagai bidang pemotong.
 Overlay (Intersect & Union), ialah proses penumpang susunan dua layer
peta atau lebih yang menghasilkan data baru yang mengintegrasikan
informasi dari kedua layer penyusunnya.
 Dissolver, ialah proses penyatuan berbagai kenampakan dari sebuah data
menjadi satu berdasarkan atribut tertentu.
 Query, ialah proses pemilihan dan pencarian kenampakan tertentu dari satu
atau lebih data spasial.

D. Simbolisasi Peta
Simbol pada peta berfungsi untuk mewakili objek yang digambarkan pada
peta. Dalam penggambaran peta, penempatan simbol ini diusahakan benar
lokasinya. Simbol peta yang baik adalah yang mudah dikenali dan mudah digambar.
Simbol peta adalah tanda atau gambar yang mewakili kenampakan di
permukaan bumi yang terdapat pada peta kenampakannya. Dalam
penggambarannya simbol ditempatkan sesuai dengan lokasi kenampakan pada peta
utama dan penjelasannya ditempatkan pada Legenda.
Simbol pada peta dapat diklasifikasikan menurut bentuk dan sifatnya.
Simbol menurut bentuknya terdiri dari simbol titik, garis, dan luasan atau area.
Sedangkan menurut sifatnya terdiri dari simbol kualitatif dan kuantitatif. Pemilihan
bentuk dan sifat simbol yang dipilih tergantung pada jenis data yang akan
digambarkan pada peta. Data statistik umumnya digambar dengan simbol
kuantitatif.

E. Label dan Anotasi

5
Tahap anotasi adalah tahap dilakukannya pemberian nama terhadap
berbagai objek yang ada pada peta, dan tahap pemberian label adalah pemberian
identitas dari kenampakan yang ada pada peta. Identitas ini berguna untuk membuat
hubungan antara data grafis dan non-grafisnya.

6
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Administrasi Desa


Desa Bonto Tallasa Kecamatan Lau Kabupaten Maros memiliki luas
wilayah ± 12 Km2 yang terdiri atas 6 (enam) dusun yaitu Dusun Pakere, Dusun
Banyo, Dusun Bonto Padingin, Dusun Macinna, Dusun Makuring, dan Dusun
Ujung Paku.
Desa Bonto Tallasa terletak ±3 Km dari Ibukota Kabupaten Maros dan ±15
Km dari ibukota kecamatan dengan batas-batas sebagai berikut.
Sebelah Utara : Kelurahan Boribellayya, Kecamatan Turikale
Sebelah Timur : Desa Tanete Kecamatan Lau
Sebelah Selatan : Desa Allaere Kecamatan Tanralili
Sebelah Barat : Kelurahan Pettuade Kecamatan Turikale
Data mengenai luasan daerah tiap dusun akan disajikan pada tabel berikut.
Luas
Persentase
Nomor Dusun Wilayah
(%)
(Km)
1 Pakere 2 16,67
2 Banyo 2 16,67
3 Bonto Padingin 3 25
4 Macinna 2 16,67
5 Makuring 1,5 12,5
6 Ujung Paku 1,5 12,5
Jumlah 12 100

Tabel 3.1 Administratif Desa Bonto Tallasa

3.2 Demografi Desa

Pada tahun 2019, Desa Bonto Tallasa Kecamatan Lau Kabupaten Maros
memiliki jumlah penduduk sebanyak 3.860 jiwa. Penduduk laki-laki berjumlah
1.981 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 1.879 jiwa yang tersebar di 6

7
(enam) dusun yaitu Dusun Pakere, Dusun Banyo, Dusun Bonto Padingin, Dusun
Macinna, Dusun Makuring, dan Dusun Ujung Paku.

Jumlah Jumlah
Laki-
Nomor Dusun Penduduk Kepala Perempuan
Laki
(Jiwa) Keluarga
1 Pakere 796 210 401 395
2 Banyo 809 194 405 404
Bonto
3 894 228 461 433
Padingin
4 Macinna 382 112 180 202
5 Makuring 600 162 350 250
6 Ujung Paku 379 110 184 195
Jumlah 3.860 1.016 1.981 1.879

Tabel 3.2 Demografi Desa Bonto Tallasa

3.3 Zonasi Wilayah Banjir


Penentuan zonasi wilayah banjir Desa Bontotallasa ditentukan berdasarkan
metode surface wáter modelling system dengan menggunakan ArcGIS 10.3
dengan menggunakan data curah hujan.

8
Gambar 3.1 Peta Wilayah Banjir
Berdasarkan analisa frekuensi curah hujan tahunan dan analisa debit maksimum
didapati hasil berupa peta wilayah banjir pada desa Bonto Tallasa, di mana pada
wilayah utara, yaitu daerah dusun Tanatako, Dusun Bontokamase, Dusun Pakere,
hingga dusun Bukamata, terpapar rawan bencana banjir dengan tinggi muka air 0.1
meter. Pada daerah sebalah timur hingga pusat Desa Bonto Tallasa, tingkat rawan
terpapar banjir sedang, yaitu pada daerah Dusun Bonto, Dusun Tanete, dan Dusun
Talasa, terpapar rawan bencana banjir dengan tinggi muka air dalam rentang 0.5
meter sampai 0.8 meter. Sedangkan, pada daerah selatan hingga tenggara desa
Bonto Tallasa, yaitu pada daerah Dusun Makuring, Dusun Macinna hingga Dusun
Ujungpaku, tingkat rawan bencana banjir tinggi, dikarenakan merupakan daerah
aliran sungai utama dengan tinggi muka air dalam rentang 0.9 meter sampai 1.5
meter.
3.4 Indeks Ancaman Bencana Banjir
Indeks ancaman bencana banjir ditentukan berdasarkan tingkat kedalaman banjir
yang diperoleh dari zonasi kedalaman banjir Desa Bontotallasa. Indeks ancaman
bencana banjir dibagi dalam 3 kelas ancaman, yaitu rendah, sedang, dan tinggi.

9
Nomor Dusun Kelas Indeks
Rendah (< Sedang (1-3 m) Tinggi (> 3 m)
1m)
1 Pakere
2 Banyo
3 Bonto
Padingin
4 Macinna
5 Makuring
6 Ujung Paku
Sumber: Berdasarkan Peraturan Kepala BNPB No. 2 Tahun 2012
Indeks ancaman bencana banjir di Desa Bontotallasa berada pada kelas indeks
rendah sampai kelas indeks sedang atau mulai dari kedalaman 1 meter sampai 1,5
meter. Dusun Pakere termasuk dalam kelas indeks rendah dengan kedalaman 0,1
meter sampai 0,8 meter. Dusun Banyo termasuk dalam kelas indeks rendah dengan
kedalaman 0,1 sampai 0,8 meter. Dusun Bonto Padingin termasuk dalam kelas
indeks rendah sampai sedang dengan kedalaman 0,1 meter sampai 1,3 meter. Dusun
Macinna termasuk dalam kelas rendah sampai sedang dengan kedalaman 0,1 meter
sampai 1,3 meter. Dusun Makuring termasuk dalam kelas rendah dengan
kedalaman 0,1 meter sampai 0,8 meter. Dusun Ujung Paku termasuk dalam kelas
rendah sampai sedang dengan kedalaman 0,1 meter sampai 1,5 meter.
3.5 Indeks Penduduk Terpapar
Indeks penduduk terpapar ditentukan berdasarkan jumlah penduduk terpapar yang
diperoleh berdasarkan zonasi kedalaman banjir dan data demografi Desa
Bontotallasa. Skala indeks penduduk terpapar dibagi dalam 3 kategori, yaitu
rendah, sedang, dan tinggi, dengan masing-masing nilai indeks sebagai berikut :
 Rendah :Apabila kepadatan jumlah penduduk terpapar
kurang dari 500 jiwa/Km2.
 Sedang :Apabila kepadatan jumlah penduduk
terpapar 500 – 1000 jiwa/Km2.
 Tinggi :Apabila kepadatan jumlah penduduk terpapar
lebih dari 1000 jiwa/Km2.
Nomor Dusun Kelas Indeks

10
Rendah (>500 Sedang (500 – 1000 Tinggi (<1000
jiwa/Km2) jiwa/Km2) jiwa/Km2)
1 Pakere 796 jiwa
2 Banyo 806 jiwa
3 Bonto 894 jiwa
Padingin
4 Macinna 382 jiwa
5 Makuring 600 jiwa
6 Ujung Paku 379 jiwa

Indeks penduduk terpapar di Desa Bontotallasa berada pada kelas indeks rendah
sampai kelas indeks sedang atau mulai dari 379 jiwa/km2 sampai 894 jiwa/km2.
Dusun Pakere termasuk dalam kelas indeks sedang dengan kepadatan jumlah
penduduk 796 jiwa/km2. Dusun Banyo termasuk dalam kelas indeks sedang dengan
kepadatan jumlah penduduk 806 jiwa/km2. Dusun Bonto Padingin termasuk dalam
kelas indeks sedang dengan kepadatan jumlah penduduk 894 jiwa/km2. Dusun
Macinna termasuk dalam kelas indeks rendah dengan kepadatan jumlah penduduk
382 jiwa/km2. Dusun Makuring termasuk dalam kelas indeks sedang dengan
kepadatan jumlah penduduk 600 jiwa/km2. Dusun Ujung Paku termasuk dalam
kelas indeks rendah dengan kepadatan jumlah penduduk 379 jiwa/km2.

11
IV. PENUTUP
4.1 Rekomendasi
Adapun saran dan rekomendasi terhadap daerah rawan banjir pada Desa Bonto
Tallasa yaitu berdasar Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana salah satu isinya mengamanatkan Pemerintah Daerah
untuk menyelenggarakan Penanggulangan Bencana. Dalam regulasi tersebut
Pemerintah daerah mendapat mandat untuk menyusun Rencana Penanggulangan
Bencana Daerah. Rencana Penanggulangan Bencana merupakan living document
yang akan dievaluasi secara berkala oleh Pemerintah Daerah dan Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam hal pencapaian dan kesesuaiannya dengan kondisi daerah
saat itu. Keberadaan Rencana Penanggulangan Bencana memiliki peranan penting
dalam penurunan resiko bencana daerah(termasuk resiko jangka panjang) yang
kemudian dapat menekan kerugian yang akan dialami daerah dan masyarakat lokal.
Rencana ini dapat menjadi landasan konseptual untuk mengurangi dampak yang
ditimbulkan oleh bencana, sekaligus dalam rangka adaptasi terhadap bahaya alam
maupun bencana yang disebabkan oleh kelalalaian manusia.
Selain itu, perlu juga adanya penguatan tentang manajemen mitigasi bencana, di
antaranya :
a. Meningkatkan kemampuan tanggap darurat
b. Meningkatkan kepedulian dan kesiapan masyarakat pada masalah-masalah
yang berhubungan dengan resiko bencana.

12
c. Meningkatkan keamanan terhadap bencana pada sistem infrastruktur,
bangunan strategis dan penting berupa: Kantor Polisi, Kantor Pemadam
Kebakaran, Rupusdalops (Posko), Rumah Sakit dan Puskesmas.
d. Meningkatkan pengetahuan para ahli mengenai fenomena bencana,
kerentanan terhadap bencana dan teknik-teknik mitigasi.
e. Meningkatkan kemampuan pemulihan masyarakat dalam jangka panjang
setelah terjadi bencana.
4.2 Langkah-Langkah Yang Dilakukan Dalam Mitigasi Bencana
Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana banjir antara lain:
a. Pengawasan penggunaan lahan dan perencanaan lokasi untuk menempatkan
fasilitas vital yang rentan terhadap banjir pada daerah yang aman.
b. Penyesuaian desain bangunan di daerah banjir harus tahan terhadap banjir dan
dibuat bertingkat.
c. Pembangunan infrastruktur harus kedap air.
d. Pembangunan tembok penahan dan tanggul disepanjang sungai, tembok laut
sepanjang pantai yang rawan badai atau tsunami akan sangat membantu untuk
mengurangi bencana banjir.
e. Pengaturan kecepatan aliran air permukaan dan daerah hulu sangat membantu
mengurangi terjadinya bencana banjir. Beberapa upaya yang perlu dilakukan
untuk mengatur kecepatan air masuk kedalam sistem pengaliran diantaranya
adalah dengan pembangunan bendungan/ waduk, reboisasi dan pembangunan
sistem peresapan.
f. Pengerukan sungai, pembuatan sudetan sungai baik secara saluran terbuka
maupun dengan pipa atau terowongan dapat membantu mengurangi resiko
banjir.
g. Pembuatan tembok penahan dan tembok pemecah ombak untuk mengurangi
energi ombak jika terjadi badai atau tsunami untuk daerah pantai.
h. Memperhatikan karakteristik geografi pantai dan bangunan pemecah
gelombang untuk daerah teluk.
i. Pembersihan sedimen.
j. Pembangunan pembuatan saluran drainase.

13
k. Peningkatan kewaspadaan di daerah dataran banjir.
l. Desain bangunan rumah tahan banjir (material tahan air, fondasi kuat).
m. Pelatihan pertanian yang sesuai dengan kondisi daerah banjir.
n. Meningkatkan kewaspadaan terhadap penggundulan hutan.
o. Pelatihan tentang kewaspadaan banjir seperti cara penyimpanan/
pergudangan perbekalan, tempat istirahat/tidur di tempat yang aman (daerah
yang tinggi).
p. Persiapan evakuasi bencana banjir seperti perahu dan alat-alat penyelamatan
lainnya.

14

Anda mungkin juga menyukai