Anda di halaman 1dari 33

SURVEILANS EPIDEMIOLOGI dan KEJADIAN LUAR BIASA

Posted on April 9th, 2013 at 7:53 AM by anak kecil

Category: pengetahuan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Data tentang penyakit menular yang pernah terjadi di suatu daerah merupakan hasil dari
sistem pengamatan (surveilans) yang dilakukan oleh petugas di daerah tersebut. Data ini
penting untuk mengetahui bahwa di daerah tersebut pada masa yang lalu pernah mengalami
kejadian luar biasa. Daerah itu dapat berupa rumah sakit, sekolah, industri, pemukiman
transmigrasi, kota, kabupaten, kecamatan, desa, atau negara. Pengamatan epidemiologis
penyakit menular ialah kegiatan yang teratur mengumpulkan, meringkas, dan analisis data
tentang insidensi penyakit menular untuk mengidentifikasikan kelompok penduduk dengan
risiko tinggi, memahami cara penyebaran dan mengurangi atau memberantas
penyebarannya.

Jadi, epidemiologi surveilans adalah pengumpulan dan pengamatan secara sistematis dan
berkesinambungan, analisis, dan interpretasi data kesehatan dalam proses menjelaskan dan
memantau (memonitor) peristiwa kesehatan. Informasi hasil surveilans digunakan untuk
perencanaan, penerapan (implementasi), evaluasi tindakan (intervensi), dan program
kesehatan masyarakat. Atau dengan kata lain, epidemiologi surveilans merupakan kegiatan
pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek kejadian penyakit dan
kematian akibat penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu
masyarakat tertentu untuk pencegahan dan penanggulangannya. sehingga data surveilans
dapat dipakai baik untuk menentukan prioritas kegiatan kesehatan masyarakat maupun untuk
menilai efektivitas kegiatan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud Surveilans Epidemiologi?

2. Apakah tujuan pengamatan epidemiologi?


3. Apa saja ruang lingkup penyelenggaraan sistem Surveilans Epidemiologi?

4. Bagaimanakah sifat utama Surveilans?

5. Apakah manfaat Surveilans epidemiologi?

6. Apa saja sasaran Surveilans epidemiologi?

7. Apa saja jenis jenis Surveilans Epidemiologi?


8. Bagaimanakah kegiatan epidemiologi Surveilans?
9. Bagaimanakah langkah - langkah pengembangan Surveilans Epidemiologi berbasis
masyarakat?
10. Bagaimana pengamatan Epidemiologis di Rumah Sakit (Hospital Surveillance)?
11. Apa saja kegiatan pokok pengamatan Epidemiologi?
12. Bagaimana pengamatan epidemiologi surveilans pada Industri?
13. Apakah yang dimaksud kejadian luar biasa (KLB)?
14. Bagaimana langkah langkah dalam mengahadapi kejadian luar biasa?
15. Apa saja contoh epidemiologi surveilans berbagai penyakit?

1.3 TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui pengertian Surveilans Epidemiologi

2. Untuk mengetahui tujuan pengamatan epidemiologi


3. Untuk mengetahui ruang lingkup penyelenggaraan sistem Surveilans
Epidemiologi

4. Untuk mengetahui sifat utama Surveilans

5. Untuk mengetahui manfaat Surveilans epidemiologi

6. Untuk mengetahui sasaran Surveilans epidemiologi

7. Untuk mengetahui jenis jenis Surveilans Epidemiologi


8. Untuk mengetahui kegiatan epidemiologi Surveilans
9. Untuk mengetahui langkah - langkah pengembangan Surveilans Epidemiologi
berbasis masyarakat
10. Untuk mengetahui bagaimana pengamatan Epidemiologis di Rumah Sakit
(Hospital Surveillance)
11. Untuk mengetahui kegiatan pokok pengamatan Epidemiologi
12. Untuk mengetahui bagaimana pengamatan epidemiologi surveilans pada
Industri
13. Untuk mengetahui pengertian kejadian luar biasa
14. Untuk mengetahui bagaimana langkah langkah dalam mengahadapi wabah
15. Untuk mengetahui contoh epidemiologi surveilans berbagai penyakit

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI SURVEILANS EPIDEMIOLOGI

a.Menurut Istilah, surveilans berasal dari bahasa Prancis, yaitu surveillance, yang berarti
mengamati tentang sesuatu. Meskipun konsep surveilans telah berkembang cukup lama, tetapi
seringkali timbul kerancuan dengan kata surveillance dalam bahasa inggris, yang berarti
mengawasi perorangan yang sedang dicurigai.
b.Langmuir (1963) memberikan definisi surveilans sebagai suatu kegiatan perhatian yang terus
menerus pada distribusi dan kecenderungan penyakit melalui pengumpulan data, konsolidasi,
evaluasi laporan mortalitas dan mortalitas, dan data lain yang sesuai kemudian disebarkan
kepada mereka yang ingin tau.

c. Menurut Sub-Direktorat Surveilans Epidemiologi, Depkes RI dan WHO


surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi
data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada
unit yang membutuhkan agar mereka mampu melakukan tindakan.

d.WHO (1968) mengemukakan pengertian surveilans sebagai suatu kegiatan pengumpulan data
yang sistematis dan menggunakan informasi epidemiologi untuk perencanaan, implementasi, dan
penilaian pemberantasan penyakit.

e.Sistem Surveilans epidemiologi merupakan tatanan prosedur penyelenggaraan


Surveilans epidemiologi yang terintegrasi anatara unit unit penyelenggara
surveilans dengan laboratorium, sumber sumber data, pusat penelitian, pusat
pengkajian dan penyelenggara program kesehatan yang meliputi tata hubungan
Surveilans epidemiologi antar wilayah kabupaten / kota, propinsi, dan pusat.
Berkaitan dengan epidemiologi kebidanan, maka Surveilans epidemiologi
kebidanan, yang difokuskan kepada pelayanan kesehatan ibu dan anak atau KIA,
maka kegiatan akan dibatasi pada semua kegiatan epidemiologi yang erat
kaitannya dengan ibu hamil, masa nifas, dan anak balita.
f.KESIMPULAN:Kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap
penyakit atau masalah masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi
terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah masalah kesehatan
tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan
efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi
epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan.
-Sistem Surveilans epidemiologi merupakan tatanan prosedur penyelenggaraan
Surveilans epidemiologi yang terintegrasi anatara unit unit penyelenggara
surveilans dengan laboratorium, sumber sumber data, pusat penelitian, pusat
pengkajian dan penyelenggara program kesehatan yang meliputi tata hubungan
Surveilans epidemiologi antar wilayah kabupaten / kota, propinsi, dan pusat.
Berkaitan dengan epidemiologi kebidanan, maka Surveilans epidemiologi
kebidanan, yang difokuskan kepada pelayanan kesehatan ibu dan anak atau KIA,
maka kegiatan akan dibatasi pada semua kegiatan epidemiologi yang erat
kaitannya dengan ibu hamil, masa nifas, dan anak balita.

2.2 TUJUAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI

Secara garis besar, tujuan surveilans epidemiologi adalah:

1. Mengetahui distribusi geografis penyakit endemis dan


penyakit yang dapat menimbulkan epidemi, misalnya:

a. Malaria,

b. Gondok,

c. Kolera, dan
d. campak

2. Mengetahui perioditas suatu penyakit

3. Pengetahuan ini penting untukmenentukan apakah


peningkatan insidensi suatu penyakit yang terjadi
disebabkan kejadian luar biasa atau karena perioditas
penyakit tersebut.

4. Mengetahui situasi satu penyakit tertentu, misalnya:


situasi penyakit rabes di jawa barat yang di laporkan oleh
Kantor Wilayah Kesehatan Jawa Barat Unit Surveilans
Epidemiologi setiap bulan.

5. Memperoleh gambaran epidemiologi tentang penyakit


tertentu, misalnya: berdasaran laporan bulanan kejadian
luar biasa yang terjadi pada bulan Agustus 1984 adalah
sebagai berikut:

a. Kabupaten Bekasi, terjadi letusan campak sebanyak


277 orang dengan 5 orang meninggal

b. Kabupaten Bandung, terjadi letusan diare yang


menimpa 63 orang dengan 5 orang meninggal

c. Kabupaten Garut, terjadi letusan kolera yang


menimpa 112 orang dan 1 orang meninggal.

6. Melakukan pengendalian penyakit, melelui pengamatan


epidemiologi dapat diketahui dengan segera bila terjadi
peningkatan insidensi penyakit yang diamati atau kasus baru
penyakit yang belum lam menimbulkan wabah.

7. Mengetahui adanya letusan ulang penyakit yang pernah


menimbulkan epidemi, misalnya pengamatan cacat bawaan yang
dilakukan secara intensif setelah terjadi epidemic pada
tahun 1951 dan 1962 akibat obat talidomida.

8. Pengamatan epidemiologi dilkukan terhadap influenza


untuk mendeteksi adanya tipe baru virus influenza karena
adanya dugaan timbunya pandemic influenza dengan virus
influenza tipe baru.

Tujuan umum surveilans :

1. Menilai status kesehatan masyarakat


2. Menentukan prioritas kesehatan masyarakat

3. Mengevaluasi program

4. Melaksanakan riset.

Contoh tujuan surveilans :

Disentri : mendeteksi letusan disentri melalui pemantauan kasus insidens diare


akut berdarah

Polio : memantau kemajuan eradikasi polio melalui pemantauan insidens


poliomielitis, virus polio yang ganas dapat ditemukan (diisolasi) pada anak-anak
usia <14 tahun.

Malaria : memantau insidens malaria yang konformatif (melalui pemeriksaan


laboratorium) termasuk insidens penyakit akibat P. Falciparum dan resistensi obat
antiparasit

AIDS : Mengukur insidens kasus AIDS sehingga kecenderungan ke depan dapat


diprediksi dan pelayanan kesehatan dapat direncanakan

Tuberkulosis : memantau kemampuan program TB untuk mendeteksi kasus,


menjamin selesainya pengobatan dan kesembuhan

Tujuan khusus surveilans :

1. Menganalisis keadaan penyakit yang ditelitinya. Jika


dalam pengamatan masih didapat kasus baru, berarti
keadaan penyakit belum dapat diatasi.

2. Pekerjaan surveilans dihentikan bila dalam waktu dua


kali masa tunas ditemukan lagi kasus tersebut

Contoh tujuan surveilans dalam menganalisis masalah kesehatan yang ditelitinya, di


antaranya adalah :

1. Deteksi KLB, letusan, wabah (epidemi)

2. Memantau kecenderungan penyakit endemik

3. Evaluasi intervensi

4. Memantau kemajuan pengendalian

5. Memantau kinerja program


6. Prediksi KLB, letusan, wabah (epidemi)

7. Memperkirakan dampak masa datang dari penyakit

2.3 RUANG LINGKUP PENYELENGGARAAN SISTEM SURVEILANS


EPIDEMIOLOGI

Masalah kesehatan dapat disebabkan oleh berbagai sebab, karena itulah


secara operasional masalah masalah kesehatan tidak dapat diselesaikan oleh
sektor kesehatan sendiri, sehingga untuk itulah diperlukan tata laksana
terintegrasi dan komperehensif dengan kerja sama yang harmonis antar
sektor dan antar program , sehingga secara umum perlu dikembangkan
subsistem Surveilans epidemiologi kesehatan yang terdiri dari:
a. surveilans epidemiologi penyakit menular
merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap
penyakit menular dan faktor resiko untuk mendukung upaya
pemberantasan penyakit menular.
b. surveilans epidemiologi penyakit tidak menular
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap
penyakit tidak menular dan faktor resiko untuk mendukung
upaya pemberantasan penyakit tidak menular
c. surveilans epidemiologi kesehatan lingkungan dan perilaku
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap
penyakit dan faktor resiko untuk mendukung program
penyehatan lingkungan.
d. surveilans epidemiologi masalah kesehatan
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap
masalah kesehatan dan faktor resiko untuk mendukung program
kesehatan tertentu.
e. surveilans epidemiologi kesehatan mata
Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap
masalah kesehatan dan faktor resiko untuk mendukung program
kesehatan mata.

Umumnya, pengamatan epidemiologis dilakukan pada: penyakit yang menimbulkan


wabah, penyakit kronis, penyakit endemis, penyakit baru yang dapat menimbulkan
masalah epidemiologis.

f. surveilans epidemiologi klinis

g. surveilans epidemiologi kependudukan

h. surveilans epidemiologi pengelola pelayanan kesehatan

i. surveilans epidemiologi kesehatan jiwa

j. surveilans epidemiologi gizi


k. surveilans epidemiologi perilaku

l. surveilans epidemiologi genetika

m.surveilans epidemiologi kenakalan remaja

2.4 SIFAT UTAMA SURVEILANS


Untuk penilaian dari suatu sistem surveilans, dapat dilakukan
penilaian terhadap beberapa sifat utama sistem yang meliputi :
1. Kesederhanaan
Kesederhanaan suatu sistem surveilans berarti struktur yang
sederhana dan mudah dioperasikan, tetapi tetap dapat
mencapai tujuan. Kesederhanaan sistim mempunyai arti erat
dengan ketepatan waktu dan dapat mempengaruhi besarnya biaya
operasional yang dibutuhkan untuk melaksanakan sistem
tersebut.

2. Fleksibilitas

Sistem surveilans yang fleksibel adalah suatu sistem yang mampu menyesuaikan diri
terhadap perubahan informasi yang dibutuhkan atau keadaan lapangan dengan
terbatasnya waktu, anggota, anggaran, dapat diterapkan dalam keadaan penyakit yang
baru atau masalah kesehatan yang baru, adanya perubahan definisi kasus atau perubahan
dari sumber laporan.

3. Tingkat penerimaan terhadap sistem

Adanya penerimaan sistem surveilans tertentu dapat dilihat


dari keinginan individu maupun organisasi tertentu untuk
ikut serta dalam sistem tersebut. Keinginan menggunakan
sistem tersebut oleh :
Orang - orang di luar organisasi pelaksana sistem
surveilans, diminta ikut serta melakukan sesuatu untuk
sistem tersebut
Orang - orang yang memang merupakan petugas dari
organisasi pelaksana sistem tersebut

Tingkat penerimaan suatu sistem surveilans dapat dilihat berdasarkan berbagai


indikator berikut ini.

Tingkat partisipasi subyek dan pelaksana surveilans.


Bagaimana cepatnya mencapai tingkat partisipasi yang
tinggi tersebut
Tingkat kelengkapan hasil wawancara dan besarnya penolakan
menjawab pertanyaan Kelengkapan bentuk pelaporan
Tingkat kelengkapan laporan, termasuk laporan dokter
praktek umum, rumah sakit, laboratorium serta berbagai
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
Ketepatan waktu pelaporan.
4. Sensitifitas sistem surveilans
Sensitivitas sistem surveilans dimaksudkan dengan tingkat
kemampuan sistem tersebut untuk mendapatkan menjaring data
informasi yang akurat. Sensitivitas sistem surveilans dapat
dinilai dalam dua tingkatan. Pertama, pada tingkatan
pelaporan kasus, proporsi kasus atau masalah kesehatan yang
mampu dideteksi oleh sistem surveilans. Kedua, Sensitivitas
sistem surveilans dapat diketahui tingkat sensitivitasnya
dari kemampuannya untuk mendeteksi kejadian luar biasa
(epidemi).
Sensitivitas dari suatu sistem surveilans dapat dipengaruhi
dari berbagai kemungkinan
Orang orang dengan penyakit tertentu atau masalah
kesehatan tertentu yang mencari pengobatan
Jenis penyakit atau keadaan gangguan kesehatan yang akan
didiagnosa, keterampilan petugas kesehatan dalam melakukan
diagnosis serta tingkat sensitivitas tes diagnosis
Jenis kasus yang akan dilaporkan kepada sistem serta cara
pemberian diagnosisnya.

Pengukuran tingkat sensitifitas dari suatu sistem surveilans dipengaruhi oleh tingkat
validitas informasi yang dikumpulkan oleh sistim, dan pengumpulan informasi di luar
sistim untuk menentukan frekuensi keadaan atau peristiwa dalam komunitas. Dalam
praktek, penekanan utama dalam penilaian sensitivitas suatu sistem, dengan asumsi
bahwa kasus yang dilaporkan terklasifikasi secara tepat, adalah dengan memperkirakan
jumlah total kasus dalam komunitas yang dapat dideteksi oleh sistem.

Sistem surveilans dengan tingkat sensitivitas yang rendah masih dapat digunakan dalam
memantau kecenderungan, sepanjang tingkat sensitivitasnya cukup rasional dan konstan.

5. Nilai ramal positif (predictive value positive)

Nilai ramal positif adalah proporsi orang orang yang


diidentifikasi sebagai kasus yang sesungguhnya, memang
berada dalam kondisi yang sedang mengalami surveilans. Dalam
penilaian terhadap nilai ramal tersebut, penekanannya
terutama diarahkan kepada konfirmasi laporan kasus dari
sistem tersebut. Kemudian diperhatikan pengaruhnya dalam
penggunaan sumberdaya kesehatan masyarakat. Misalnya, nilai
ramal positif penderita cacing tambang yaitu pada pekerja di
perkebunan teh yang tidak memakai alas kaki.
Nilai ramal positif yang dimaksudkan disini adalah sasaran
yang di surveilans berada pada kondisi atau lingkungan yang
tepat atau sesuai. Jadi, misalnya ketika kita melakukan
surveilans terhadap penyakit HIV/AIDS dan PMS maka kita
lakukan pada komunitas PSK bukan pada masyarakat di
lingkungan pondok.
6. Sifat representatifnya sistem
Yang dimaksud dengan sistem surveilans yang representatif
adalah suatu sistem surveilans yang dapat menguraikan dengan
tepat berbagai kejadian atau peristiwa kesehatan atau
penyakit sepanjang waktu termasuk penyebaraannya dalam
populasi menurut waktu dan tempat. Sifat representatif ini
dapat diperiksa melalui penelitian khusus yang mencari
identitas dari semua kasus melalui sampel.
7. Ketepatan waktu
Ketepatan waktu dimaksudkan tingkat kecepatan atau
keterlambatan diantara langkah-langkah yang harus ditempuh
dalam suatu sistem surveilans.
2.5 MANFAAT SURVEILANS EPIDEMIOLOGI
Pada awalnya surveilans epidemiologi banyak dimanfaatkan pada upaya pemberantasan
penyakit menular, tetapi pada saat ini surveilans mutlak diperlukan pada setiap upaya
kesehatan masyarakat, baik upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular,
maupun terhadap upaya kesehatan lainnya.
Untuk mengukur kinerja upaya pelayanan pengobatan juga membutuhkan dukungan
surveilans epidemiologi. Pada umumnya surveilans epidemiologi menghasilkan informasi
epidemiologi yang akan dimanfaatkan dalam :
Menentukan kelompok atau golongan populasi yang mempunyai resiko terbesar untuk
terserang penyakit, baik berdasarkan umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan lainlain
Menentukan jenis dari agent (penyebab) penyakit dan karakteristiknya.
Menentukan reservoir dari infeksi
Memastikan keadaankeadaan yang menyebabkan bisa berlangsungnya transmisi penyakit.
Mencatat kejadian penyakit secara keseluruhan
Memastikan sifat dasar dari wabah tersebut, sumber dan cara penularannya, distribusinya,
dsb.

Tergantung daripada tujuan suatu sistim surveilans tertentu, maka suatu sistem surveilans
dapat dikatakan berguna bila memenuhi satu dari berbagai hal berikut ini :

Dapat mendeteksi kecenderungan (trend) perubahan kejadian


penyakit tertentu.
Dapat mendeteksi kejadian luar biasa (epidemi)
Dapat memberikan perkiraan tentang besarnya morbiditas dan
mortalitas sehubungan dengan masalah kesehatan yang
menjalani surveilans tersebut
Dapat merangsang dan mendorong untuk diadakannya penelitian
epideniologis tentang kemungkunan pencegahan dan
penanggulangannya.
Dengan mengidentifikasi faktor resiko yang berkaitan dengan
kejadian penyakit
Dapat memperhitungkan kemungkinan tentang adanya pengaruh
atau efek upaya penanggulangan kejadian penyakit atau
gangguan kesehatan
Dapat memberikan perbaikan di bidang klinis bagi pelaksana
pelayanan kesehatan (health care provider) yang juga
merupakan bagian dari unsur pokok sistim surveilans.

2.6 SASARAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI

1. Individu

Pengamatan dilakukan pada individu yang terinfeksi dan mempunyai potensi untuk menularkan
penyakit. Pengamatan dilakukan sampai individu tersebut tidak membahayakan dirinya maupun
lingkungannya, seperti: penderita, karier, dan orang dengan risiko tinggi

Pengamatan epidemiologi dimaksudkan untuk mengetahui: contact person, terjadinya infeksi


lebih lanjut, pengobatan yangdilakukan, pengamatan lanjutan

Contact person

Pengamatan dilakukan terhadap orang yang rentan yang kontak dengan penderita atau karier
sampai tidak membahayakan orang tersebut dan lingkungannya. Untuk penyakit infeksi,
pengamatan dilakukan sampai lewat masa tunas. Dalam pengamatan individu dilakukan
pencatatan tentang umur, jenis kelamin,alamat,pekerjaan,kekebalan-dan-pengobatan/-
pencegahan/imunisasi. Pengamatan secara individu bermanfaat untuk mengetahui infeksi lebih
lanjut.

Keteraturan berobat

Pengamatan individu dapat digunakan untuk mengetahui ketaatan terhadap pengobatan terutama
penyakit kronis, misal TBC, agar tidak kambuh dan tidak membahayakan dirinnya maupun
lingkungannya.

Pengamatan lanjutan

Pengamatan individu juga dilakukan terhadap penderita yang pindah dari atau ke suatu daerah
sebagai pengamatan lanjutan, misal penyakit lepra.

2. Populasi lokal/kelompok individu

Populasi lokal ialah kelompok penduduk yang terbatas pada orang-orang dengan risiko terkena
suatu penyakit (population at risk). Data diperoleh dari Dinkes Kota atau Kabupaten.

1. Pengamatan dilakukan pada indvidu yang kontak dengan


penderita atau karier. Misalnya pada epidemi morbili, pengamatan
dilakukan terhadap anak-anak yang rentan dan kontak dengan
penderita atau karier

2. Pengamatan juga dilakukan pada pejamu yang rentan. Misalnya


pada bayi, anak yang belum mendapat imunisasi atau belum pernah
menderita penyakit yang dapat menimbulkan kekebalan seperti,
morbili, tetanus, pertusis, varisela.

3. Pengamatan dilakukan terhadap orang yang menderita penyakit


yang mudah selapse, misal TBC

4. Pengamatan terhadap kelompok indivdu yang mempunyai peluang


untuk kontak dengan penderita. Misal dokter, perawat dan petugas
laboratorium.
3. Populasi nasional
Populasi nasional ialah pengamatan yang dilakukan terhadap semua
penduduk secara nasional. Hal ini dilakukan setelah program
pemberantasan dilaksanakan, misalnya pengamatan penyakit malaria
setelah dilakukan pemberantasan penyakit secara nasional. Data
pada populasi nasional dapat diperoleh dari SDKI, Kemenkes RI,
dan sebagainya.
4. Populasi Internasional

Kegiatan ini berupa pengamatn terhadap penyakit yang dilakukan oleh berbagai negara secara
bersama-sama. Pengamatan ini ditujukan untuk penyakit yang mudah menimbulkan epidemi atau
pandemi, misalnya pes, cacar, kolera, influenza. Tujuan dilakukannya pengamatan internasional
adalah untuk saling memberi informasi tentang epidemi yan timbul di suatu negara agar negara
lain yang tidak terkena dapat melakukan upaya pencegahan. Untuk menjamin kelancaran usaha
ini dibuat undang-undang yang berlaku secara internasional yang dikenal sebagai undang-undang
karantina. Undang-undang karantina ini dimaksudakan untuk mengdakan pengawasan terhadap
segala sesuatu yang datang dari negara yang terkena wabah agar tidak menjalar ke negara yang
bersangkutan. Data pada populasi internasional diperoleh dari data WHO.

Selain dilakukan terhadap penyakit menular, pengamatan epidemiologi juga dilakukan terhadap
penyakit non-infeksi. Misalnya, pengamatan terhadap cacat bawaan akibat obat talidomia setelah
timbul epidemi di Amerika Serikat. Pengamatan dilakukan melalui pencatatan insidensi cacat
bawaan pada saat dilahirkan, pencatatan terhadap orang-orang yang menderita cacat bawaan, dan
catatan di sarana pelayanan kesehatan

2.7 JENIS JENIS SURVEILANS EPIDEMIOLOGI

1. Surveilans pasif

ialah penggumpulan data yang diperoleh dari laporan bulanan sarana pelayanan di daearah.
Dari data yang diperoleh dapat diketahui distribusi geografis tentang berbagai penyakit
menular, penyakit rakyat, perubahan-perubahan yang terjadi, dan kebutuhan tentang
penelitian sebagai tindak lanjut.
Misalnya, pengambilan data balita gizi buruk diperoleh melalui data yang telah tersedia di
poskesdes, pengambilan data telah dilaksanakan sebelumnya oleh kader.

Keuntungan surveilans pasif ini adalah tenaga dan biaya yang dikeluarkan sedikit dan data
sudah tersedia. Sedangkan, kekurangannya adalah tidak sesuai kebutuhan, maksudnya adalah
data yang diperoleh tidak sesuai dengan apa yang diperlukan dalam surveilans tersebut.

2. Surveilans aktif

ialah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung untuk mempelajari penyakit tertentu
dalam waktu yang relatif singkat dan dilakukan oleh petugas kesehatan secara teratur
seminggu sekali atau dua minggu sekali untuk mencatat ada atau tidaknya kasus baru penyakit
tertentu.

Pencatatan meliputi variabel demografis, seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, sosial
ekonomi, saat waktu timbul gejala, pola makanan, tempat kejadian yang berkaitan dengan
penyakit tertentu dan pencatatan tetap dilakukan walaupun tidak ditemukan kasus baru.

Misalnya, surveilans penderita DBD dimana deteksi dini dilakukan oleh bidan, kemudian
bidan memperoleh data dari hasil survei tersebut.

Keuntungan surveilans aktif ini adalah sesuai kebutuhan, maksudnya adalah data yang
diperoleh sesuai dengan apa yang diperlukan dalam surveilans tersebut. Kerugiannya adalah
tenaga dan biaya yang dikeluarkan besar dan data yang dicari belum ada sehingga harus
melakukan pendataan langsung, misalnya pendataan ada atau tidaknya kasus baru penyakit
tertentu.

2.8 KEGIATAN EPIDEMIOLOGI


Bentuk kegiatan epidemiologi surveilans meliputi:
a. Laporan rutin secara berkala kasus penyakit tertentu, baik
penyakit menular maupun penyakit tidak menular, atau berbagai
kejadian yang berhubungan dengan kesehatan secara umum.
b. Pencatatan dan pelaporan khusus kejadian tertentu dalam
masyarakat yang biasanya tebatas pada bebagai kejadian yang
mungkin mempunyai dampak yang berat atau yang mempunyai potensi
mewabah.
c. Pelaksanaan pencatatan dan pelaporan jenis penyakit yang
wajib dilaporkan termasuk berbagai penyakit menular
tertentu/penyakit karantina serta berbagai penyakit yang
dianggap mempunyai potensi mewabah atau penyakit yang jarang
dijumpai dalam masyarakat.
Surveilans ekologi dan lingkungan yakni surveilans yang khusus
dilakukan terhadap berbagai vektor penyakit menular, pengamatan
terhadap pencemaran lingkungan, tanah, air, dan udara serta
pengamatan terhadap beradanya bahan berbahaya lain dalam
lingkungan yang dapat berupa vektor penyakit tertentu,
pengotoran lingkungan dan lain lain.
Untuk dapat melaksanakan sistem epidemiologi surveilans dengan
baik diperlukan kerja sama dengan berbagai pihak dan unsur
pendukung pelaksanaan surveilans antara lain laboratorium, umtuk
diagnosis pasti, system pelaporan yang aktif dan teratur,
berbagai tenaga ahli untuk keperluan diagnosis, analisis, dan
interpretasi data serta tenaga perencana dan evaluator.
Dalam pelaksanaan program epidemiologi surveilans, dialami
berbagai kendala dan keterbatasan :
a. Untuk melaksanakan berbagai kegiatan suatu system
surveilans, dibutuhkan sejumlah tenaga khusus dengan kegiatan
yang cukup intensif.
b. Untuk mendapatkan hasil analisis dibutuhkan waktu untuk
tabulasi dan analisis data.
c. Masih terbatasnya indikator kunci untuk berbagai nilai nilai
tertentu dari hasil analisis sehingga sring sekali mengalami
kesulitan dalam membuat kesimpulan hasil analisi
d. Untuk dapat melakukan analisis kecenderungan suatu proses
dalam masyarakat yang dibutuhkan waktu beberapa tahun untuk
pengumpulan data. Data yang terbatas hanya satu atau dua tahun
saja, sulit untuk dijadikan patokan dalam membuat analisis
kecenderungan.
e. Untuk melakukan penilaian terhadap tingkat keberhasilan
suatu program, biasanya mengalami kesuliitan bila dilakukan
pada populasi yang jumlahnya kecil atau bila tidak ada
populasi/kelompok pembanding (kontrol).
f. Sering sekali kita memperoleh laporan hasil surveilans yang
kurang lengkap sehingga sulit membuat analisis maupun
kesimpulan.
Dalam usaha mengembangkan suatu system epidemiologi surveilans
harus dikembangkan berbagai langkah berikut ini :
a. Kepentingan kesehatan masyarakat
Peristiwa kesehatan yang dirasakan masyarakat atau yang
memerlukan biaya yang besar mempunyai arti yang penting dalam
kesehatan masyarakat. Dalam hal ini, selain melihat situasi
penyakit yang mungkin sedang dirasakan oleh masyarakat, juga
harus memperhatikan penyakit penyakit yang mempunyai potensi
untuk timbul dan akan merupakan masalah yang berat dalam
masyarakat. Untuk mementukan pentingnya suatu peristiwa
kesehatan yang perlu mengalami surveilans, dpat dianalisis
berdasarkan beberapa hal berikut ini :

Jumlah kasus yang ada yang meliputi besarnya insiden atau


prevalensi gangguan kesehatan.

Berat ringannya akibat penyakit/gangguan gangguan kesehatan


tersebut seperti angka case fatality rate maupun angka kematian
secara umum.
Angka penurunan produktivitas (index of lost productivity) atau
angka lamanya perawatan (bed disability rate).

Angka kematian umur muda umpamanya angka kehilangan umur


potensial (years of potensial life lost atau YPLL) maupun
disability adjused life years (DALY). Angka kematian umur muda
dimaksudkan usia reproduktif hilang, tetapi yang bersangkutan
masih hidup.

Besarnya biaya perawatan dan pengobatan.

Kemungkinannya untuk dapat dicegah dalam berbagai tingkatan


pencegahan.
2.9 LANGKAH - LANGKAH PENGEMBANGAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI BERBASIS
MASYARAKAT
Meskipun di lapangan banyak variasi pelaksanaannya, namun secara garis besarnya langkah-
langkah pokok yang perlu ditempuh adalah dengan melakukan persiapan internal dan persiapan
eksternal. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:
A. Persiapan
1. Persiapan Internal
Hal-hal yang perlu disiapkan meliputi seluruh sumber daya termasuk petugas kesehatan,
pedoman/petunjuk teknis, sarana dan prasarana pendukung dan biaya-pelaksanaan.
a. Petugas Surveilans
Untuk kelancaran kegiatan surveilans di desa siaga sangat dibutuhkan tenaga kesehatan yang
mengerti dan memahami kegiatan surveilans. Petugas seyogyanya disiapkan dari tingkat
Kabupaten/Kota, tingkat Puskesmas sampai di tingkat Desa/Kelurahan. Untuk menyamakan
persepsi dan tingkat pemahaman tentang surveilans sangat diperlukan pelatihan surveilans bagi
petugas.
Untuk keperluan respon cepat terhadap kemungkinan ancaman adanya KLB, di setiap unit
pelaksana (Puskesmas, Kabupaten dan Propinsi) perlu dibentuk Tim Gerak Cepat (TGC) KLB.
Tim ini bertanggung jawab merespon secara cepat dan tepat terhadap adanya ancaman KLB
yang dilaporkan oleh masyarakat.
b. Pedoman/Petunjuk Teknis
Sebagai panduan kegiatan maka petugas kesehatan sangat perlu dibekali buku-buku pedoman
atau petunjuk teknis surveilans.
c. Sarana & Prasarana
Dukungan sarana & prasarana sangat diperlukan untuk kegiatan surveilans seperti : kendaraan
bermotor, alat pelindung diri (APD), surveilans KIT, dll.
d. Biaya
Sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan surveilans. Biaya diperlukan untuk bantuan
transport petugas ke lapangan, pengadaan alat tulis untuk keperluan pengolahan dan analisa data,
serta jika dianggap perlu untuk insentif bagi kader surveilans.
2. Persiapan Eksternal
Tujuan langkah ini adalah untuk mempersiapkan masyarakat, terutama tokoh masyarakat, agar
mereka tahu, mau dan mampu mendukung pengembangan kegiatan surveilans berbasis
masyarakat dalam pembentukan opini publik untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi
kegiatan surveilans di desa siaga. Dukungan yang diharapkan dapat berupa moril, finansial dan
material, seperti kesepakatan dan persetujuan masyarakat untuk kegiatan surveilans. Langkah ini
termasuk kegiatan advokasi kepada para penentu kebijakan, agar mereka mau memberikan-
dukungan
3. Survei Mawas Diri atau Telaah Mawas Diri
Survei mawas diri (SMD) bertujuan agar masyarakat dengan bimbingan petugas mampu
mengidentifikasi penyakit dan masalah kesehatan yang menjadi problem di desanya. SMD ini
harus dilakukan oleh masyarakat setempat dengan bimbingan petugas kesehatan. Melalui SMD
ini diharapkan masyarakat sadar akan adanya masalah kesehatan dan ancaman penyakit yang
dihadapi di desanya, dan dapat membangkitkan niat dan tekad untuk mencari solusinya
berdasarkan kesepakatan dan potensi yang dimiliki. Informasi tentang situasi penyakit /ancaman
penyakit dan permasalah kesehatan yang diperoleh dari hasil SMD merupakan informasi untuk
memilih jenis surveilans penyakit dan faktor risiko yang diselenggarakan di desa tersebut.
4. Pembentukan Kelompok Kerja Surveilans Tingkat Desa.
Kelompok kerja surveilans desa bertugas melaksanakan pengamatan dan pemantauan setiap saat
secara terus menerus terhadap situasi penyakit di masyarakat dan kemungkinan adanya ancaman
KLB penyakit, untuk kemudian melaporkannya kepada petugas kesehatan di Poskesdes. Anggota
Tim Surveilans Desa dapat berasal dari kader Posyandu, Juru pemantau jentik (Jumantik) desa,
Karang Taruna, Pramuka, Kelompok pengajian, Kelompok peminat kesenian, dan lain-lain.
Kelompok ini dapat dibentuk melalui Musyawarah Masyarakat Desa.
5. Membuat Perencanaan Kegiatan Surveilans
Setelah kelompok kerja Surveilans terbentuk, maka membuat perencanaan kegiatan, meliputi :
a.Rencana Pelatihan Kelompok Kerja Surveilans oleh petugas kesehatan
b.Penentuan jenis surveilans penyakit dan faktor risiko yang dipantau.
c. Lokasi pengamatan dan pemantauan
d. Frekuensi Pemantauan
e. Pembagian tugas/penetapan penanggung jawab lokasi pemamtauan
f. Waktu pemantauan
g. Rencana Sosialisasi kepada warga masyarakat, dll.
B. Tahap pelaksanaan
1. Pelaksanaan Surveilans di Tingkat Desa
1.a. Pelaksanaan Surveilans oleh Kelompok Kerja
Surveilans penyakit di tingkat desa dilaksanakan oleh kelompok kerja surveilans tingkat
desa, dengan melakukan kegiatan pengamatan dan pemantauan situasi penyakit/kesehatan
masyarakat desa dan kemungkinan ancaman terjadinya KLB secara terus menerus.
Pemantauan tidak hanya sebatas penyakit tetapi juga dilakukan terhadap faktor risiko
munculnya suatu penyakit. Pengamatan dan pemantauan suatu penyakit di suatu desa
mungkin berbeda jenisnya dengan pemantauan dan pengamatan di desa lain karena
kondisi penyakit yang sering terjadi dan menjadi ancaman di masing-masing desa.
Hasil pengamatan dan pemantauan dilaporkan secara berkala sesuai kesepakatan (per
minggu/ per bulan/ bahkan setiap saat) kepada petugas kesehatan di Poskesdes.
1.b. Pelaksanaan Surveilans oleh Petugas Surveilans Poskesdes
Kegiatan surveilans di tingkat desa tidak lepas dari peran aktif petugas kesehatan/
surveilans Poskesdes. Kegiatan surveilans yang dilakukan oleh petugas kesehatan di
Poskesdes adalah :
1) Melakukan pengumpulan data penyakit dari hasil kunjungan pasien dan dari laporan
warga masyarakat.
2) Membuat Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) dengan menggunakan data laporan
tersebut diatas dalam bentuk data mingguan. Melalui PWS akan terlihat
kecenderungan peningkatan suatu penyakit. PWS dibuat untuk jenis penyakit Potensial
KLB seperti DBD, Campak, Diare, Malaria, dll serta jenis penyakit lain yang sering
terjadi di masyarakat desa setempat.
3) Menyampaikan laporan data penyakit secara berkala ke Puskesmas
(mingguan/bulanan).
4) Membuat peta penyebaran penyakit sehingga dapat diketahui lokasi penyebaran
suatu penyakit yang dapat menjadi focus area intervensi.
5) Memberikan informasi/rekomendasi secara berkala kepada kepala desa tentang
situasi penyakit desa/kesehatan warga desa atau pada saat pertemuan musyawarah
masyarakat desa untuk mendapatkan solusi permasalah terhadap upaya-upaya
pencegahan penyakit.
6) Memberikan respon cepat terhadap ancaman atau adanya KLB
7) Bersama masyarakat secara berkala dan terjadwal melakukan upaya-upaya
pencegahan dan penanggulangan penyakit.
2. Pelaksanaan Surveilans di Tingkat Puskesmas
Kegiatan surveilans di tingkat Puskesmas dilaksanakan oleh petugas surveilans puskesmas
dengan serangkaian kegiatan berupa pengumpulan data, pengolahan, analisis dan interpretasi
data penyakit, yang dikumpulkan dari setiap desa siaga . Petugas surveilans puskesmas
diharuskan:
1) Membangun sistem kewaspadaan dini penyakit, melakukan Pemantauan Wilayah
Setempat dengan menggunakan data W2 (laporan mingguan) sehingga akan terlihat
bagaimana perkembangan kasus penyakit setiap saat.
2) Membuat peta daerah rawan penyakit sehingga akan terlihat daerah yang mempunyai
risiko terhadap muncul dan berkembangnya suatu penyakit kemudian secara tajam intervensi
program diarahkan ke lokasi-lokasi berisiko.
3) Membangun kerjasama dengan program dan sektor terkait untuk memecahkan kan
permasalah penyakit di wilayahnya.
4) Bersama Tim Gerak Cepat (TGC) KLB Puskesmas, melakukan respon cepat jika terdapat
laporan adanya KLB/ancaman KLB penyakit di wilayahnya.
5) Melakukan pembinaan/asistensi teknis kegiatan surveilans secara berkala kepada petugas
di Poskesdes.
6) Melaporkan kegiatan surveilans ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota secara
berkala(mingguan/bulanan/tahunan).

Indikator surveilans

1. Specific (spesifik)

2. Measurable (dapat diukur)

3. Action oriented (orientasi pada aksi)

4. Realistic (realistis)
5. Timely (tepat waktu)

Unsur-unsur yang mendukung kegiatan surveilans dapat berjalan dengan baik


memerlukan data yang baik, tepat, dan benar, di antaranya adalah :

1. Pencatatan kematian

2. Laporan penyakit

3. Pemeriksaan laboratorium

4. Penyelidikan kasus

5. Penyelidikan wabah

6. Survei

7. Penyelidikan tentang distribusi dari vektor dan reservoar


penyakit

8. Penggunaan obat-obatan, serum, dan vaksin

9. Keterangan tentang penduduk serta lingkungan

Unsur dasar kegiatan surveilans:

1. Jaringan yang baik dari orang-orang yang bermotivasi tinggi

2. Definisi kasus dan mekanisme pelaporan yang jelas

3. Sistem komunikasi yang efisien

4. Epidemiologi dasar namun berbunyi

5. Ada dukungan laboratoris

6. Umpan balik yang baik dan respons yang cepat

Langkah-langkah kegiatan perencanaan sistem surveilans :

1. Tetapkan objek

2. Menjabarkan definisi kasus

3. Menentukan sumber data atau mekanisme


4. Mengembangkan instrumen pengumpulan

5. Metode uji lapangan

6. Mengembangkan cara analitik pendekatan

7. Mekanisme diseminasi

8. Menjamin manfaat analisis dan interpretasi

Analisis data surveilans terbagi atas 2 yaitu secara sederhana dan lebih lanjut.

Evalua
si
sistem
surveil
ans

1.
Sensi
tifit
as

2.
Ketep
atan
waktu

3.
Repre
senta
tif

4.
Nilai
duga
posit
if

5.
Daya
terim
a

6. Keluwesan
7. Kesederhanaan

8. Untung rugi

9. Tindakan yang tepat

2.10 PENGAMATAN EPIDEMIOLOGIS DI RUMAH SAKIT (HOSPITAL SURVEILLANCE)


Infeksi Nosokomial
Perkataan nosokomial yang berasal dari kata Yunani berarti di
rumah sakit. Jadi infeksi nosokomial ialah infeksi yang
diperoleh selama perawatan di rumah sakit.

Epidemiologi infeksi nosokomial

Seperti telah dikemukakan sebelumnya, epidemiologi ialah telaah mengenai faktor faktor yang
mempengaruhi terjadinya dan penyebaran penyakit pada sekelompok orang. Tiga faktor yang
diperlukan bagi terjadinya suatu infeksi (termasuk infeksi yang diperoleh di rumah sakit) ialah :

1. Sumber mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi

2. Rute penyebaran mikroorganisme tersebut

3. Inang yang rentan terhadap infeksi oleh mikroorganisme


tersebut.

Sumber infeksi

Sumber mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi nosokomial pada hakikatnya sama
dengan yang ada di masyarakat, yaitu orang, benda, substansi, aliran udara, hewan, dan serangga.
Yang paling sering merupakan sumber mikroorganisme yang patogenik bagi orang ialah
manusia. Sebagai contoh, infeksi infeksi gawat yang banyak terjadi di rumah sakit masa kini
umumnya disebabkan oleh Escherichia Coli, Klebsiella pneumoniae, Candida albicans,
Staphylococcus aureus, Serratia marcescens, Proteus mirabilis dan beberapa Actinomyces spp..
Suatu penyakit yang ditimbulkan oleh mikroba yang memang terdapat di dalam tubuhnya sendiri
disebut infeksi endogenus dan penyakit yang disebabkan oleh kuman dari luar tubuhnya disebut
infeksi eksogenus. Sumber luar meliputi semua reservoir yang secara potensial mengandung
penyebab penyakit. Personalia dan pengunjung rumah sakit dapat juga merupakan sumber
organisme penyebab penyakit.

Dua sumber terbesar kontaminasi di rumah sakit ialah (1) Penderita ke penderita, penderita
infeksi, (2) Petugas kesehatan ke penderita, tangan para petugas rumah sakit. Alat-alat yang
digunakan, lingkungan sekitarnya (sumber air yang tercemar, makanan, udara) juga menjadi
sumber organisme penyebab penyakit bila tercemar

Pemindah sebaran penyebab infeksi


Terjadinya pemindahsebaran, daur infeksi harus berlangsung
secara lengkap. Patogen harus keluar dari sumbernya, mempunyai
cara atau wahana bagi pemindahsebarannya dan mempunyai gerbang
masuk ke dalam inang yang rentan. Bila penyebab penyakit ini
tercegat pada tahapan mana saja di dalam daurnya maka tidak akan
terjadi infeksi. Tujuan pengendalian infeksi ialah memutuskan
daur tersebut.

Kerentanan inang

Sejumlah faktor mempermudah kemungkinan terjadinya infeksi pada penderita yang dirawat di
rumah sakit. Bila pasien tersebut masuk rumah sakit, maka ketahanannya dapat menurun karena
menderita penyakit, luka atau luka berat dan karena pengobatan seperti pembedahan, radiasi,
suntikan ke dalam pembuluh darah balik, dan cara pengobatan lain.

Seringnya dilakukan pengobatan diagnostik tambahan, serta digunakannya prosedur anastetik


dapat merusak pertahanan inang terhadap mikroba sehingga menambah peluang terjadinya
infeksi nosokomial yang disebabkan oleh mikroorganisme oportunis. Mikroorganisme ini
merupakan bagian dari mikrobiota normal, tetapi menjadi patogen bila pindah dari habitatnya
yang normal ke nagian lain dalam inang.

Mikroorganisme oportunis yang biasa menyebabkan infeksi nosokomial dan keadaan klinis yang
berkaitan dengan mekanisme pertahanan inang yang terkompromi

Mikroorganisme Keadaan klinis yang berkaitan dengan


Oportunis mekanisme pertahanan inang
terkompromi
Aspergillus sp. Penerima transplantasi ginjal yang
kekebalannya tertekan (pasien yang
Bacteroides fragilis diberi obat untuk mengurangi atau
menghambat pembentukan antibodi)
Candida albicans
Anestesi umum, pembedahan perut
Cryptococcus
neoformans Penanaman katup jantung buatan;
penerima cangkokan yang
Escherichia coli kekebalannya tertekan

Virus herpes simpleks Kerusakan pada jaringan getah bening


seperti pada penyakit Hodgkin
Klebsiella
Pengeluaran air seni dengan kateter
Mikobakteria
Penerima allograft (pencangkokan
Proteus jaringan dari donor yang tidak identik
namun dari spesies yang sama) yang
Pseudomonas aeruginosa kekebalannya tertekan

Serratia marcescens Penerima transplantasi yang diberi


antibiotik atau obat-obatan yang
Staphylococcus aureus menekan kekebalan.

Streptococcus Pasien yang kekebalannya tertekan;


pneumoniae penggunaan steroid (obat-obatan
steroid umtuk waktu lama)

Pengeluaran air seni dengan kateter,


pembedahan perut

Berkurangnya leukosit pada penderita


kanker, gangguan pada pembentukan
sel-sel darah merah

Pemasukan kateter ais seni; tetesan


intravena terus menerus

Kateter intravena, organ palsu seperti


katup jantung, alat-alat untuk tangan
dan mata yang ditanamkan

Tidak adanya limpa;tumor


bahurangkap

Penderita yang dirawat di rumah sakit merupakan penjamu yang


rentan. Hal ini disebabkan :

1. Penyakit atau kondisi yang telah ada, misalnya bayi prematur,

2. Karena pengobatan seperti antibiotika, kemoterapi, radiasi,


operasi,

3. Infus, kateter, jarum suntik,

4. Peralatan yang digunakan terkontaminasi oleh mikroorganisme


patogen seperti hepatitis B.

Pengendalian dengan memutuskan daur infeksi

Karena faktor inang dan penyebab penyakit lebih sulit dikendalikan, maka pemutusan daur
infeksi terutama ditujukan terhadap pemindahsebaran.

Pengucilan
Pengucilan ialah pemisahan penderita ataupun perawatannya dari orang lain. Kebijakan
pengucilan yang dilakukan di rumah sakit dimaksudkan untuk mencegah penyebarab
mikroorganisme diantara pasien, petugas, dan pengunjung

Faktor faktor yang mempengaruhi kerentanan pasien terhadap infeksi

Faktor Contoh
Pertahanan selular Pasien sangat muda
yang tidak memadai
penyakit Pasien sangat tua

Kecelakaan Kurang gizi

Pembedahan Kencing manis

Pengobatan Penyakit kronis yang melemahkan

Kelainan hematologis

Penyakit ginjal

Defisiensi imunologis

Luka bakar parah

Badan yang sangat lemah

Renjatan (shock)

Ukuran luka dan banyaknya cairan yang keluar


dari luka

Lamanya pembedahan

Kerusakan berat pada jaringan

Lamanya tinggal di rumah sakit sebelum dan


sesudah operasi

Benda asing-jahitan bedah, kateter, organ palsu

Antibiotik

Radiasi
Steroid

Imunosupresif (menekan kekebalan)

Kategori pengucilan sebagai tindakan pencegahan di rumah sakit

Desinfeksi dan sterilisasi di rumah sakit

Banyak rumah sakit mempunyai pusat penyediaan, yaitu tempat kebanyakan peralatan dan
disuplai dibersihkan serta disterilkan. Hasil proses ini dimonitor oleh laboratorium mikrobiologi
secara teratur.

Kecenderungan di rumah sakit untuk menggunakan alat alat serta bahan yang dijual dalam
keadaan steril dan sekali pakai, seperti alat suntik, jarum, sarung tangan, dan masker, tidak saja
mengurangi waktu yang diperlukan untuk membersihkan, menyiapkan, serta mensterilkan alat
alat, tetapi juga mengurangi pemindahsebaran patogen melalui infeksi silang.

Sanitasi lingkungan rumah sakit

Tujuan sanitasi lingkungan ialah membunuh atau menyingkirkan pencemaran oleh mikroba dari
permukaan. Untuk mengevaluasi prosedur dan cara cara untuk mengurangi pencemaran,
dilakukan pengambilan contoh mikroorganisme sewaktu waktu dari permukaan. Pengurangan
kontaminasi oleh mikroorganisme paling baik dicapai dengan kombinasi pergeseran dan
penggosokan, serta air, detrgen dan desinfektan. Agar efektif, desinfektan harus digunakan
dalam konsentrasi yang cukup selama waktu tertentu.
Pengawasan infeksi

Pengawasan infeksi ialah pengamatan dan pencatatan sistematik terjadinya penyakit menular, ini
merupakan dasar bagi usaha pengendalian aktif. Identifikasi dan evaluasi masalah masalah
infeksi nosokomial dan pengembangan serta penilaian pengendalian efektif hanya dapat dicapai
dengan pengawasan teratur terhadap infeksi pada penderita.

Pengawasan penderita

Pengawasan infeksi penderita dimulai ketika masuk rumah sakit dengan menyertakan kartu data
infeksi di dalam catatan medis penderita. Keterangan berikut perlu dicatat pada kartu oleh PPI :
macam infeksi, penyakit yang diperoleh di rumah sakit, organisme yang diisolasi, pembedahan
dan pengobatan sebelum infeksi, antibiotik yang diberikan, waktu yang dibutuhkan untuk
mengendalikan infeksi

Data yang dikumpulkan setiap hari mengenai biakan dari laboratorium mikrobiologi serta dari
hasil inspeksi laboratoris dan klinis dicatat pada setiap kartu data infeksi setiap penderita.
Evaluasi keterangan ini menyingkapkan ada infeksi baru, atau kelompok infeksi, dan
menunjukkan adanya kebutuhan akan penyelidikan segera untuk menemukan sumber dan cara
pemindahsebaran organisme penyebab infeksi tersebut. Penemuan penemuan ini mendorong
dikembangkannya cara cara perawatan penderita yang lebih baik, yang merupakan faktor
terpenting dalam pengendalian penyakit nosokomial.

Pengawasan pekerja rumah sakit

Pemeriksaan fisik harus merupakan persyaratan bagi semua petugas rumah sakit, dan catatan
imunisasi harus diperiksa. Bila tidak tercatat, maka imunisasi terhadap penyakit polio, tetanus,
difteri dan campak harus disyaratkan. Petugas yang menunjukkan hasil positif pada uji
tuberkulin harus diperiksa dengan sinar X di bagian dada untuk menentukan kemungkinan
adanya tuberkulosis aktif. Wanita dalam usia subur, petugas yang tergolong kelompok yang
lemah, dan personalia di bagian anak anak harus diberitahu mengenai kemungkinan adanya
kerentanan dan ditawari perlindungan.

Pengawasan lingkungan rumah sakit

Bila perawat pengendalian infeksi menemukan satu atau lebih kasus infeksi baru, maka mungkin
diperlukan banyak biakan dari penderita, petugas, dan lingkungan untuk menemukan sumber
patogen dan lalu meniadakannya. Pengambilan contoh mikrobiologis secara demikian dapat
membantu penyelidikan suatu masalah epdemiologis khusus.

Komponen komponen program pengendalian

Perawatan penderita yang efektif merupakan inti dalam pencegahan dan pengendalian infeksi
nosokomial dan merupakan alasan bagi adanya program pengendalian. Titik utama program
pengendalian infeksi ialah penderita, yang merupakan pusat perhatian panitia pengendalian
infeksi dan merupakan titik awal bagi semua cara cara pengawasan. Hubungan antara unsur
unsur ini bila diatur dan dilaksanakan bersama sama, maka akan tersusun program pengendalian
yang efektif.

Panitia pengendalian infeksi.

2.11 KEGIATAN POKOK PENGAMATAN EPIDEMIOLOGI


Dalam melakukan pengamatan epidemiologi terdapat 5 kegiatan
sebagai berikut :
1. Pengumpulan data
Pengumpulan/pencatatan kejadian (data) yang dapat dipercaya.
Data yang dikumpulkan meliputi data epidemiologis yang jelas,
tepat, dapat dipercaya dengan validitas dan realibilitas yang
tinggi dan ada hubungannya dengan penyakit yang dialami
surveilans. Jenis dan bentuk data yang dikumpulkan ditentukan
dengan tujuan surveilans.
Pengumpulan data dilakukan dengan mengadakan pencatatan
insidensi terhadap orang-orang yang dicurigai atau population at
risk melalui kunjungan rumah (active surveillance) atau
pencatatan insidensi berdasarkan laporan rutin dari sarana
pelayanan kesehatan.
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan tehnik wawancara dan
atau pemeriksaan. Misalnya, pencatatan vektor yang meliputi :
Reservoir, Distribusi vektor, Siklus perkembangan vektor.
2. Pengolahan data
Pengelolaaan data untuk dapat memberikan keterangan yang
berarti. Data yang diperoleh biasanya masih dalam bentuk mentah
(row data) yang perlu disusun sedemikian rupa sehingga mudah
dianalisis. Data yang terkumpul dapat diolah dalam bentuk table,
grafik maupun bentuk peta atau bentuk lainnya. Komplikasi data
tersebut, harus dapat memberikan keterangan yang berarti.
3. Analisis data dan penarikan kesimpulan
Analisis dan interpretasi data untuk keperluan kegiatan. Data
yang telah disusun dan dikompilasi, selanjutnya dianalisis dan
dilakukan interpretasi untuk memberikan arti dan memberikan
kejelasan tentang situasi yang ada dalam masyarakat.
Analisis data dilakukan secara deskriptif berdasarkan variabel
orang, tempat, dan waktu sehingga diperoleh gambaran yang
sistematis tentang penyakit yang sedang diamati dan hasilnya
dilaporkan ke semua instansi yang terkait serta dimuat dalam
buletin khusus yang dikeluarkan oleh kementerian kesehatan di
Jakarta untuk disebarluaskan.
4. Penyebaran informasi
Penyebarluasan data/keterangan termasuk umpan balik. Setelah
analisis dan interpretasi data serta telah memiliki nilai
keterangan yang cukup jelas dan sudah disimpulkan dalam suatu
kesimpulan, selanjutnya dapat disebarluaskan kepada semua pihak
yang berkepentingan agar informasi ini dapat dimanfaatkan
sebagaimana mestinya. Penyebarluasan data/informasi dilakukan
dalam tiga arah yang meliputi :
Ditujukan ke tingkat administrasi yang lebih tinggi sebagai
informasi untuk dapat menentukan kebijakan selanjutnya
Dikirim kepada instansi pelapor atau ke tingkat administrasi
yang lebih rendah yang berfungsi sebagai pengumpul dan
pelapor data dalam bentuk umpan balik
Disebarkan kepada instansi terkait dan kepada masyarakat
luas
5. Evaluasi data
Hasil evaluasi data system surveilans selanjutnya dapat
digunakan untuk perencanaan penanggulangan khusus dan program
pelaksanaannya, untuk kegiatan tindak lanjut (follow up), untuk
melakukan koreksi dan perbaikan perbaikan program dan
pelaksanaan program, serta untuk kepentingan evaluasi/penilaian
hasil kegiatan.
2.12 PENGAMATAN PADA INDUSTRI
Dengan meningkatnya industri diseluruh dunia termasuk indonesia,
sudah saatnya mengadakan pengamatan pada industri untuk
mendapatkan gambaran tentang penyakit yang berhubungan dengan
pekerjaan. Pengamatan insidensi penyakit yang berkaitan dengan
pekerjaan dapat dilakukan dengan mengadakan pencatatan rutin
tentang kesehatan karyawan melalui pemeriksaan sebelum menjadi
karyawan, selama menjadi karyawan, bahkan setelah menjadi
karyawan.
Dengan mengadakan pencatatan dan pelaporan rutin dan akurat
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dapat diketahui
penyakit-penyakit yang timbulnya berkaitan dengan pekerjaan.
Resiko karyawan untuk menderita penyakit akibat pekerjaan dapat
terdiri dari :

1. Fisik, misalnya kecelakaan akibat kerja, pekerja tambang,

2. Bising, debu, gas,

3. Bahan kimia, misalnya pabrik asbes,

4. Industri yang menggunakan zat warna.


Hasil pengamatan ini sangat bermanfaat untuk mengadakan
pencegahan dan perlindungan keselamatan kerja pada karyawan,
dengan salah satu caranya adalah pemeriksaan rontgen.Hasil
pengamatan akan dilaporkan ke Dinkes Kota/Kabupaten setempat.

2.13 PENGERTIAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


-Wabah atau kejadian luar biasa adalah kejadian yang melebihi keadaan biasa pada satu/sekelompok
masyarakat tertentu, atau lebih sederhana peningkatan frekuensi penderita penyakit, pada populasi
tertentu, pada tempat dan musim atau tahun yang sama. (Last, 1983)

-Di Indonesia definisi wabah dan KLB diaplikasikan dalam Undang-undang Wabah sebagai berikut :
Wabah : adalah peningkatan kejadian kesakitan/kematian, yang meluas secara cepat baik dalam jumlah
kasus maupun luas daerah penyakit, dan dapat menimbulkan malapetaka.

-KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara
epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu (Peraturan Menteri Kesehatan RI, Nomor
560/Menkes/Per/VIII/1989). KLB penyakit menular merupakan indikasi ditetapkannya suatu daerah
menjadi suatu wabah, atau dapat berkembang menjadi suatu wabah.

2.14 LANGKAH LANGKAH MENGAHADAPI KLB

Didalam epidemiologi prinsip dasar dalam mengahadapi wabah umumnya sama, pada penyakit
menular maupun pada penyakit tidak menular.

1. Garis besar pelacakan wabah / Kejadian Luar Biasa


Pengumpulan data dan informasi secara saksama langsung di
lapangan / tempat kejadian, yang disusul dengan analisis data
yang teliti dengan ketajaman pemikiran merupakan landasan dari
suatu keberhasilan pelacakan. Dengan demikian maka dalam usaha
pelacakan suatu peristiwa luar biasa atau wabah, diperluakan
adanya suatu garis besar tentang sistematika langkah langkah
yang pada dasarnya harus ditempuh dan dikembangkan dalam setiap
usaha pelacakan.
Langkah langkah ini hanya merupakan pedoman dasar yang kemudian
harus dikembangkan sendiri oleh setiap investigator (pelacak)
dalam menjawab setiap pertanyaan yang mungkin timbul dalam
kegiatan pelacakan tersebut. Walaupun penentuan langkah langkah
tersebut sangat bergantung pada tim pelacak, namun beberapa hal
yang bersifat prinsip dasar seperti penentuan diagnosis serta
penentuan adanya wabah harus mendapatkan perhatian lebih awal
dan harus ditetapkan sedini mungkin.

2. Analisis situasi awal


Pada tahap awal pelacakan suatu situasi yang diperkirakan
bersifat wabah atau situasi luar biasa, diperlukan sekurang
kurangnya empat kegiatan awal yang bersifat dasar dari
pelacakan.
a. Penentuan / penegakan diagnosis
Untuk kepentingan diagnosis maka diperlukan penelitian/
pengamatan klinis dan pemeriksaan laboratorium. Harus diamati
secara tuntas apakah laporan awal yang diperoleh sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya (perhatikan tingkat kebenarannya).
Umumnya wabah penyakit demam berdarah harus jelas secara klinis
maupun laboratorium. Hal ini mengingat bahwa gejala demam
berdarah dapat didiagnosis secara tidak tepat, di samping itu
pemeriksaan laboratorium kadang kadang harus dilakukan lebih
dari satu kali.
b. Penentuan adanya wabah
Sesuai dengan definisi wabah atau kejadian luar biasa (KLB) maka
untuk menentukan apakah situasi yang sedang dihadapi adalah
wabah atau tidak, perlu diusahakan untuk melakukan perbandingan
keadaan jumlah kasus sebelumnya untuk melihat apakah terjadi
kenaikan frekuensi yang istimewa atau tidak. Artinya apakah
jumlah kasus yang dihadapi jauh lebih banyak dari sebelumnya,
atau apakah jumlah kasus lebih tinggi dari yang diperkirakan
(estimated) sebelumnya.
c. Uraian keadaan wabah
Bila keadaan dinyatakan wabah ,segera melakukan uraian keadaan
wabah berdasarkan tiga unsur utama yakni waktu, tempat dan
orang. Membuat kurva epidemic dengan menggambarkan penyebaran
kasus menurut waktu mulainya timbul gejala penyakit. Di samping
itu, gambarkan penyebaran sifat epidemic berdasarkan penyebaran
kasus menurut tempat/ secara geografis (spot map epidemi).

3. Analisis lanjutan
Setelah melakukan analisis awal dan menetapkan adanya situasi
wabah maka selain tindak pemadaman wabah, perlu dilakukan
pelacakan lanjut serta analisis situasi secara berkesinambungan.
Ada beberapa hal pokok yang perlu mendapatkan perhatian pada
tindak lanjut tersebut.
a. Usaha penemuan kasus tambahan
Untuk usaha penemuan kasus tambahan, harus ditelusuri
kemungkinan dengan menggunakan berbagai cara, antara lain :
Adakan pelacakan ke rumah sakit dan ke dokter praktik umum
setempat untuk mencari kemungkinan mereka menemukan penderita
penyakit yang sedang diteliti dan belum termasuk dalam laporan
yang ada.
Adakan pelacakan dan pengawasan yang intensif terhadap mereka
yang tanpa gejala atau mereka dengan gejala ringan/ tidak
spesifik, tetapi mempunyai potensi menderita atau termasuk
kontak dengan penderita. Keadaan ini sering dijumpai pada
beberapa penyakit tertentu yang selain penderita dengan klinis
jelas, juga kemungkinan adanya penderita dengan gejala ringan
dan tanpa gejala kunig, di mana diagnosis pastinya hanya
mungkin ditegakkan dengan melalui pemeriksaan laboratorium
b. Analisis data
Lakukan analisis data secara berkesinambunagn sesuai dengan
tambahan informasi yang didapatkan dan laporkan hasil
interpretasi data tersebut.
c. Menegakkan hipotesis
Berdasarkan hasil analisis dari seluruh kegiatan, dibuatlah
keputusan hasil analisis yang bersifat hipotesis tentang keadaan
yang diperkirakan. Dalam hal ini harus diperhatikan bahwa
kesimpulan dari semua fakta yang ditemukan dan diketahui harus
sesuai dengan apa yang tercantum dalam hipotesis t ersebut.
d. Tindakan pemadaman wabah dan tindak lanjut
Tindakan pemadaman suatu wabah diambil berdasarkan hasil
analisis dan sesuai denga keadaan wabah yang terjadi. Harus
diperhatikan bahwa setiap tindakan pemadaman wabah disertai
dengan berbagai kegiatan tindak lanjut ( follow up) sampai
keadaan sudah normal kembali. Biasanya kegiatan tindak lanjut
dan pengamatan dilakukan sekurang kurangnya dua kali masa tunas
penyakit yang mewabah. Setelah keadaan normal, maka untuk
beberapa penyekit tertentu yang mempunyai potensi untuk
menimbulkan wabah (keadaan luar biasa) susulan, harus disusunkan
suatu program pengamatan yang berkesinambungan dalam bentuk
surveilans epidemiologi, terutama pada kelompok dengan resiko
tinggi.
Pada akhir setiap pelacakan wabah, harus dibuat laporan lengkap
yang kemudian dikirim kepada semua instansi terkait. Laporan
tersebut meliputi berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya
wabah, analisis dan evaluasi upaya yang telah dilakukan serta
saran saran untuk mencegah berulangnya kejadian luar biasa untuk
masa yang akan datang.
Metodologi Penyelidikan KLB
Tingkat atau pola dalam penyelidikan KLB ini sangat sulit
ditentukan, sehingga metoda yang dipakai pada penyelidikan KLB
sangat bervariasi. Menurut Kelsey et al., 1986; Goodman et al.,
1990 dan Pranowo, 1991, variasi tersebut meliputi :

a. Rancangan penelitian, dapat merupakan suatu penelitian prospektif atau


retrospektif tergantung dari waktu dilaksanakannya penyelidikan. Dapat
merupakan suatu penelitian deskriptif, analitik atau keduanya.
b. Materi (manusia, mikroorganisme, bahan kimia, masalah administratif),
c. Sasaran pemantauan, berbagai kelompok menurut sifat dan tempatnya (Rumah
sakit, klinik, laboratorium dan lapangan).

Setiap penyelidikan KLB selalu mempunyai tujuan utama yang sama yaitu
mencegah meluasnya (penanggulangan) dan terulangnya KLB di masa yang akan
datang (pengendalian), dengan tujuan khusus :
a. Diagnose kasus-kasus yang terjadi dan mengidentifikasi penyebab penyakit
b. Memastikan keadaan tersebut merupakan KLB
c. Mengidentifikasikan sumber dan cara penularan
d. Mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan KLB
e. Mengidentifikasikan populasi yang rentan atau daerah yang berisiko akan
terjadi KLB (CDC, 1981; Bres, 1986).

Metodologi atau langkah-langkah yang harus dilalui pada pada penyelidikan


KLB, seperti berikut :
langkah-langkah Penyelidikan KLB
1 Persiapan penelitian lapangan
2 Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB
3 Memastikan Diagnose Etiologis
4 Mengidentifikasikan dan menghitung kasus atau paparan
5 Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat
6 Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan)
7 Mengidentifikasi sumber dan cara penyebaran
8 Mengidentikasi keadaan penyebab KLB
9 Merencanakan penelitian lain yang sistematis
10 Menetapkan saran cara pencegahan atau penanggulangan
11 Menetapkan sistim penemuan kasus baru atau kasus dengan komplikasi
12 Melaporkan hasil penyelidikan kepada Instansi kesehatan setempat dan
kepada sistim pelayanan kesehatan yang lebih tinggi

Penyakit-penyakit Menular yang Berpotensi Wabah/KLB


1. Penyakit karantina atau penyakit wabah penting, meliputi : DHF, Campak, Rabies, Tetanus
Neonatorum, diare, pertusis, poliomyelitis.
2. Penyakit potensi wabah/KLB yang menjalar dalam waktu cepat atau mempunyai mortalitas
tinggi, dan penyakit yang telah masuk program eradikasi/eliminasi dan memerlukan tindakan
segera, meliputi : Malaria, Frambosia, Influenza, Anthrax, Hepatitis, Typhus abdominalis,
Meningitis, Keracunan, Encephalitis, Tetanus
4. Penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting.
5. Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi menimbulkan wabah dan KLB tetapi
diprogramkan, ditingkat kecamatan dilaporkan secara bulanan melalui RR terpadu Puskesmas
ke Kabupaten, dan seterusnya secara berjenjang sampai ke tingkat pusat. Penyakit tersebut
meliputi : Cacing, Lepra, Tuberculosa, Syphilis, Gonorhoe, Filariasis & AIDS, dll.
Jika peristiwa KLB atau wabah dari penyakit yang bersangkutan sudah berhenti (incidence
penyakit sudah kembali pada keadaan normal), maka penyakit tersebut tidak perlu dilaporkan
secara mingguan lagi. Sementara itu, laporan penyakit setiap bulan perlu dilaporkan ke
Puskesmas oleh Bidan desa/petugas di Poskesdes.

2.15 Contoh epidemiologi surveilans berbagai penyakit

Epidemiologi difteri

Difteri terdapat di seluruh dunia dan secara khas menyerang dalam bentuk epidemik. Insiden
penyakit ini telah menurun dengan tajam sejak diperkenalkannya imunisasi aktif. Terjadinya
penyakit dan kematian yang tertinggi adalah pada anak-anak berumur 2 sampai 5 tahun. Pada
orang dewasa, difteri terjadi dengan frekuensi rendah. Manusia adalah inang alamiah satu-
satunya bagi C.diphtheriae. Bakteri ini dipindahsebarkan dari satu orang ke orang laindengan
kontak langsung lewat inti titik air dari sekresi saluran pernafasan bagian atas. Kadang-kadang
dapat terjadi difteri pada luka kulit (difteri kulit), dan ini dapat berfungsi sebagai gudang
(reservoir) bagi penyebaran penyakit tersebut. Secara klinis, pasien sakit pada umumnya tidak
menyebarkan penyakit ini secara luas, tetapi orang yang menyimpan penyakit ini, seperti yang
baru sembuh atau penular, merupakan penyebar basilus yang lebih penting.

Epidemiologi influenza
Epidemic influenza terjadi dalam siklus. Galur virus tipe A biasanya mengikuti siklus 2 tahun
sampai 3 tahun. Galur B mempunyai siklus 4 sampai 6 tahun. Tipe C jarang menimbulkan
epidemi, mereka hanya menyebabkan infeksi subklinis atau perjangkitan kecil-kecilan di antara
anak-anak. Semua influenza pandemi (penyebaran penyakit secara cepat dan menyeluruh)
disebabkan oleh virus tipe A. selama seratus tahun terakhir telah terjadi tiga pandemic, yaitu
tahun 1889-1890, 1918-1919, dan 1957-1958. Yang paling parah ialah pandemi tahun 1918-
1919, mengakibatkan kematian lebih dari 20 juta orang. Di daerah-daerah beriklim sedang,
epidemic influensa biasanya terjadi pada pergantian musim hujan. Dalam suatu kelompok orang,
epidemic mencapai puncaknya sekitar 2 minggu sejak mula terjadinya seringkali menyurut
dalam waktu kurang lebih sebulan. Yang paling mudah terkena yaitu anak-anak kecil, orang
lanjut usia, wanita hamil dan orang-orang lemah. Influenza, seperti penyakit asal-udara lain pada
manusia, dipindahsebarkan lewat percikan, kontak langsung dengan penderita (misalnya lewat
ciuman) atau lewat benda tercemar (misalnya sapu tangan kotor).

Epidemiologi infeksi oleh salmonella

Terinfeksinya manusia oleh salmonella hamper selalu disebabkan mengkonsumsi makanan atau
minuman tercemar. Makanan yang biasanya tercemar meliputi kue-kue yang mengandung saus
susu, daging cincang, susis unggas, daging panggang yang diperdagangkan, dan telur. Walaupun
penular dan orang sakit dapat mencemari makanan dan minuman, sumber salmonelosis terbesar
yang merupakan gudang salmonella ialah hewan-hewan tingkat rendah.

Epidemiologi peracunan makanan oleh stafilokokus

Orang merupakan sumber terpenting stafilokokus yang menghasilkan enterotoksin. Pada


perjangkitan peracunan makanan oleh stafilokokus biasanya dapat ditunjukkan bahwa galur
stafilokokus di dalam makanan yang tercemar itu sama dengan yang ada pada tangan orang yang
menangani pangan tersebut. Makanan yang dapat menunjang pertumbuhan stafilokokus dengan
baik merupakan penyebab penyakit tersebut. Makanan yang pada umumnya ada kaitannya
dengan penyakit itu adalah kue-kue yang diisi saus terbuat dari telur dan susu, daging-daging
olahan seperti ham dan lain sebagainya. Sayangnya makanan yang mengandung enterotoksin
dalam jumlah cukup banyak untuk dapat menimbulkan penyakit biasanya mempunyai
penampilan, bau, dan rasa yang normal.

Epidemiologi infeksi asal air

Suatu perjangkitan penyakit asal air didefinisikan sebagai suatu kejadian yang melibatkan dua
orang atau lebih yang menderita sakit serupa setelah meminum air, disertai bukti epidemiologis
yang menunjukkan bahwa air adalah sumber penyakit tersebut.

Epidemiologi demam tifoid

Demam tifoid terjadi di semua bagian dunia, tetapi jarang berjangkit di tempat tempat yang
sanitasinya baik, yaitu bila pembuangan sampah biologis dan pemurnian air dilakukan dengan
baik. Namun di bagian bagian dunia yang belum mempunyai standar sanitasi yang tinggi,
penyakit ini masih merupakan penyakit yang penting.
Sumber utama infeksi oleh S. Typhi ialah penderita penyakit atau pembawa organisme tersebut (
penular ) karena demam tifoid secara khusus merupakan penyakit manusia. Air atau makanan
yang tercemari tinja manusia baik secara langsung maupun tidak langsung merupakan rute
infeksi yang biasa. Bahaya ini diperbesar oleh kenyataan bahwa basilus tifoid dapat bertahan
selama berminggu minggu di dalam air, debu, es dan bahkan limbah yang sudah dikeringkan.

Epidemiologi kolera

Kolera juga disebut sebagai kolera Asia karena merupakan endemi di Indonesia, India,
Bangladesh, dan negara negara lain di Asia. Manusia adalah inang alamiah satu satunya bagi V.
Cholerae. Air memegang peran utama dalam penularan di daerah pedesaan tempat kolera
berjangkit sebagai endemi. Pencemaran makanan secara langsung dengan ekskreta yang
terinfeksi juga penting ; lalat rumah dapat memainkan peranan utama dalam penyebaran vibrio
ini. Cara penularan yang demikian itu dapat menimbulkan epidemi.

Di daerah tempat penyakit tersebut merupakan endemi, kolera terutama merupakan penyakit
pada anak anak. Namun, di daerah yang belum pernah di jangkiti, laju terjadinya penyakit
tersebut pada orang dewasa ialah setinggi seperti pada anak anak.

Epidemiologi Malaria

Di Amerika Utara, Eropa, dan mungkin Asia bagian Utara, malaria boleh dikatakan merupakan
penyakit masa lalu. Kasus kasus yang terjadi di Amerika Utara dan Eropa diderita oleh orang
orang yang berkunjung ke Asia, Afrika atau Amerika Latin. Di bagian bagian bumi tropika dan
subtropika, malaria masih merupakan masalah kesehatan satu satunya yang paling gawat
sekarang ini.

Epidemiologi Gonorea

Meningkatnya insiden gonorea dan Pk lainnya di negara negara Barat bertepatan dengan mulai
dipakainya obat pencegah kehamilan yang diminum dan alat pencegah kehamilan yang
diletakkan di rahim pada tahun 1960-an. Hal ini turut menyebabkan bertambahnya kebebasan
seks di antara kaum wanita, dan tentunya juga berkurangnya penggunaan siapan siapan
spermisidal ( membunuh sperma) dan kondom, keduanya ini memungkinkan perlindungan
terhadap gonorea. Inang satu satunya untuk N. Gonorrhoeae ialah manusia. Jadi penyakit ini
ditularkan lewat kontak langsung dengan rekan seks terinfeksi yang merupakan pembawa
panyakit

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Surveilans Epidemiologi merupakan kegiatan yang mutlak harus dilakukan


terhadap semua masalah kesehatan (penyakit) yang prevalens di suatu wilayah.
Setiap kegiatan pasti memerlukan adanya sebuah perencanaan yang baik. Di sisi
lain perencanaan yang baik harus didukung oleh data yang valid. Oleh karena
itu surveilans mempunyai peranan yang sangat penting didalam mendukung
ketersediaan data dan informasi yang valid tentang permasalahan yang ada.
Surveilans merupakan kegiatan yang sistematis dan terus-menerus dalam
pengumpulan data, pengolahan, analisis dan interpretasi serta desiminasi,
sehingga dapat diketahui tindakan yang tepat dalam mengatasi maspalah-masala
keseatan yang ada secara cepat dan tepat. Setelah kegiaan pengumpulan,
pengolahan, analaisis dan interpretasi, maka harus dilakukan diseminasi
kepada stakeholder (pihak yang berkepentihan) yang mempunyai kemampuan untuk
berkontribusi dalam menyelesaiakan masalah yang ada secara bersama-sama.
Pemecahan masalah kesehatan juga memerlukan kontribusi sektor lain. Informasi
hasil surveilans digunakan untuk perencanaan, penerapan (implementasi),
evaluasi tindakan (intervensi), dan program kesehatan masyarakat. Atau dengan
kata lain, epidemiologi surveilans merupakan kegiatan pengamatan secara
teratur dan terus menerus terhadap semua aspek kejadian penyakit dan kematian
akibat penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu
masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangannya.
Dengan demikian data surveilans dapat dipakai baik untuk menentukan prioritas
kegiatan kesehatan masyarakat maupun untuk menilai efektivitas kegiatan.

DAFTAR PUSTAKA

Budiarto,Eko,Dewi Anggraeni.2003.Pengantar
Epidemiologi.Jakarta:EGC
Isolation Techniques for Use in Hospitals, 2d ed., Atas kebaikan Center for
Disease Control, Atlanta, Ga., 1975

Noor,Nur Nasry.2008.Epidemiologi.Jakarta:PT Rineka Cipta

Pelczar,Michael J.2005.Dasar-dasar Mikrobiologi.Jakarta:UI-Press


Surveilans Epidemiologi, Mukono, 2000, p.3

Sutomo,Adi Heru,dkk.2007.Epidemiologi Kebidanan.Yogyakarta:Fitramaya

Anda mungkin juga menyukai