Category: pengetahuan
BAB I
PENDAHULUAN
Data tentang penyakit menular yang pernah terjadi di suatu daerah merupakan hasil dari
sistem pengamatan (surveilans) yang dilakukan oleh petugas di daerah tersebut. Data ini
penting untuk mengetahui bahwa di daerah tersebut pada masa yang lalu pernah mengalami
kejadian luar biasa. Daerah itu dapat berupa rumah sakit, sekolah, industri, pemukiman
transmigrasi, kota, kabupaten, kecamatan, desa, atau negara. Pengamatan epidemiologis
penyakit menular ialah kegiatan yang teratur mengumpulkan, meringkas, dan analisis data
tentang insidensi penyakit menular untuk mengidentifikasikan kelompok penduduk dengan
risiko tinggi, memahami cara penyebaran dan mengurangi atau memberantas
penyebarannya.
Jadi, epidemiologi surveilans adalah pengumpulan dan pengamatan secara sistematis dan
berkesinambungan, analisis, dan interpretasi data kesehatan dalam proses menjelaskan dan
memantau (memonitor) peristiwa kesehatan. Informasi hasil surveilans digunakan untuk
perencanaan, penerapan (implementasi), evaluasi tindakan (intervensi), dan program
kesehatan masyarakat. Atau dengan kata lain, epidemiologi surveilans merupakan kegiatan
pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek kejadian penyakit dan
kematian akibat penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu
masyarakat tertentu untuk pencegahan dan penanggulangannya. sehingga data surveilans
dapat dipakai baik untuk menentukan prioritas kegiatan kesehatan masyarakat maupun untuk
menilai efektivitas kegiatan.
BAB II
PEMBAHASAN
a.Menurut Istilah, surveilans berasal dari bahasa Prancis, yaitu surveillance, yang berarti
mengamati tentang sesuatu. Meskipun konsep surveilans telah berkembang cukup lama, tetapi
seringkali timbul kerancuan dengan kata surveillance dalam bahasa inggris, yang berarti
mengawasi perorangan yang sedang dicurigai.
b.Langmuir (1963) memberikan definisi surveilans sebagai suatu kegiatan perhatian yang terus
menerus pada distribusi dan kecenderungan penyakit melalui pengumpulan data, konsolidasi,
evaluasi laporan mortalitas dan mortalitas, dan data lain yang sesuai kemudian disebarkan
kepada mereka yang ingin tau.
d.WHO (1968) mengemukakan pengertian surveilans sebagai suatu kegiatan pengumpulan data
yang sistematis dan menggunakan informasi epidemiologi untuk perencanaan, implementasi, dan
penilaian pemberantasan penyakit.
a. Malaria,
b. Gondok,
c. Kolera, dan
d. campak
3. Mengevaluasi program
4. Melaksanakan riset.
3. Evaluasi intervensi
2. Fleksibilitas
Sistem surveilans yang fleksibel adalah suatu sistem yang mampu menyesuaikan diri
terhadap perubahan informasi yang dibutuhkan atau keadaan lapangan dengan
terbatasnya waktu, anggota, anggaran, dapat diterapkan dalam keadaan penyakit yang
baru atau masalah kesehatan yang baru, adanya perubahan definisi kasus atau perubahan
dari sumber laporan.
Pengukuran tingkat sensitifitas dari suatu sistem surveilans dipengaruhi oleh tingkat
validitas informasi yang dikumpulkan oleh sistim, dan pengumpulan informasi di luar
sistim untuk menentukan frekuensi keadaan atau peristiwa dalam komunitas. Dalam
praktek, penekanan utama dalam penilaian sensitivitas suatu sistem, dengan asumsi
bahwa kasus yang dilaporkan terklasifikasi secara tepat, adalah dengan memperkirakan
jumlah total kasus dalam komunitas yang dapat dideteksi oleh sistem.
Sistem surveilans dengan tingkat sensitivitas yang rendah masih dapat digunakan dalam
memantau kecenderungan, sepanjang tingkat sensitivitasnya cukup rasional dan konstan.
Tergantung daripada tujuan suatu sistim surveilans tertentu, maka suatu sistem surveilans
dapat dikatakan berguna bila memenuhi satu dari berbagai hal berikut ini :
1. Individu
Pengamatan dilakukan pada individu yang terinfeksi dan mempunyai potensi untuk menularkan
penyakit. Pengamatan dilakukan sampai individu tersebut tidak membahayakan dirinya maupun
lingkungannya, seperti: penderita, karier, dan orang dengan risiko tinggi
Contact person
Pengamatan dilakukan terhadap orang yang rentan yang kontak dengan penderita atau karier
sampai tidak membahayakan orang tersebut dan lingkungannya. Untuk penyakit infeksi,
pengamatan dilakukan sampai lewat masa tunas. Dalam pengamatan individu dilakukan
pencatatan tentang umur, jenis kelamin,alamat,pekerjaan,kekebalan-dan-pengobatan/-
pencegahan/imunisasi. Pengamatan secara individu bermanfaat untuk mengetahui infeksi lebih
lanjut.
Keteraturan berobat
Pengamatan individu dapat digunakan untuk mengetahui ketaatan terhadap pengobatan terutama
penyakit kronis, misal TBC, agar tidak kambuh dan tidak membahayakan dirinnya maupun
lingkungannya.
Pengamatan lanjutan
Pengamatan individu juga dilakukan terhadap penderita yang pindah dari atau ke suatu daerah
sebagai pengamatan lanjutan, misal penyakit lepra.
Populasi lokal ialah kelompok penduduk yang terbatas pada orang-orang dengan risiko terkena
suatu penyakit (population at risk). Data diperoleh dari Dinkes Kota atau Kabupaten.
Kegiatan ini berupa pengamatn terhadap penyakit yang dilakukan oleh berbagai negara secara
bersama-sama. Pengamatan ini ditujukan untuk penyakit yang mudah menimbulkan epidemi atau
pandemi, misalnya pes, cacar, kolera, influenza. Tujuan dilakukannya pengamatan internasional
adalah untuk saling memberi informasi tentang epidemi yan timbul di suatu negara agar negara
lain yang tidak terkena dapat melakukan upaya pencegahan. Untuk menjamin kelancaran usaha
ini dibuat undang-undang yang berlaku secara internasional yang dikenal sebagai undang-undang
karantina. Undang-undang karantina ini dimaksudakan untuk mengdakan pengawasan terhadap
segala sesuatu yang datang dari negara yang terkena wabah agar tidak menjalar ke negara yang
bersangkutan. Data pada populasi internasional diperoleh dari data WHO.
Selain dilakukan terhadap penyakit menular, pengamatan epidemiologi juga dilakukan terhadap
penyakit non-infeksi. Misalnya, pengamatan terhadap cacat bawaan akibat obat talidomia setelah
timbul epidemi di Amerika Serikat. Pengamatan dilakukan melalui pencatatan insidensi cacat
bawaan pada saat dilahirkan, pencatatan terhadap orang-orang yang menderita cacat bawaan, dan
catatan di sarana pelayanan kesehatan
1. Surveilans pasif
ialah penggumpulan data yang diperoleh dari laporan bulanan sarana pelayanan di daearah.
Dari data yang diperoleh dapat diketahui distribusi geografis tentang berbagai penyakit
menular, penyakit rakyat, perubahan-perubahan yang terjadi, dan kebutuhan tentang
penelitian sebagai tindak lanjut.
Misalnya, pengambilan data balita gizi buruk diperoleh melalui data yang telah tersedia di
poskesdes, pengambilan data telah dilaksanakan sebelumnya oleh kader.
Keuntungan surveilans pasif ini adalah tenaga dan biaya yang dikeluarkan sedikit dan data
sudah tersedia. Sedangkan, kekurangannya adalah tidak sesuai kebutuhan, maksudnya adalah
data yang diperoleh tidak sesuai dengan apa yang diperlukan dalam surveilans tersebut.
2. Surveilans aktif
ialah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung untuk mempelajari penyakit tertentu
dalam waktu yang relatif singkat dan dilakukan oleh petugas kesehatan secara teratur
seminggu sekali atau dua minggu sekali untuk mencatat ada atau tidaknya kasus baru penyakit
tertentu.
Pencatatan meliputi variabel demografis, seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, sosial
ekonomi, saat waktu timbul gejala, pola makanan, tempat kejadian yang berkaitan dengan
penyakit tertentu dan pencatatan tetap dilakukan walaupun tidak ditemukan kasus baru.
Misalnya, surveilans penderita DBD dimana deteksi dini dilakukan oleh bidan, kemudian
bidan memperoleh data dari hasil survei tersebut.
Keuntungan surveilans aktif ini adalah sesuai kebutuhan, maksudnya adalah data yang
diperoleh sesuai dengan apa yang diperlukan dalam surveilans tersebut. Kerugiannya adalah
tenaga dan biaya yang dikeluarkan besar dan data yang dicari belum ada sehingga harus
melakukan pendataan langsung, misalnya pendataan ada atau tidaknya kasus baru penyakit
tertentu.
Indikator surveilans
1. Specific (spesifik)
4. Realistic (realistis)
5. Timely (tepat waktu)
1. Pencatatan kematian
2. Laporan penyakit
3. Pemeriksaan laboratorium
4. Penyelidikan kasus
5. Penyelidikan wabah
6. Survei
1. Tetapkan objek
7. Mekanisme diseminasi
Analisis data surveilans terbagi atas 2 yaitu secara sederhana dan lebih lanjut.
Evalua
si
sistem
surveil
ans
1.
Sensi
tifit
as
2.
Ketep
atan
waktu
3.
Repre
senta
tif
4.
Nilai
duga
posit
if
5.
Daya
terim
a
6. Keluwesan
7. Kesederhanaan
8. Untung rugi
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, epidemiologi ialah telaah mengenai faktor faktor yang
mempengaruhi terjadinya dan penyebaran penyakit pada sekelompok orang. Tiga faktor yang
diperlukan bagi terjadinya suatu infeksi (termasuk infeksi yang diperoleh di rumah sakit) ialah :
Sumber infeksi
Sumber mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi nosokomial pada hakikatnya sama
dengan yang ada di masyarakat, yaitu orang, benda, substansi, aliran udara, hewan, dan serangga.
Yang paling sering merupakan sumber mikroorganisme yang patogenik bagi orang ialah
manusia. Sebagai contoh, infeksi infeksi gawat yang banyak terjadi di rumah sakit masa kini
umumnya disebabkan oleh Escherichia Coli, Klebsiella pneumoniae, Candida albicans,
Staphylococcus aureus, Serratia marcescens, Proteus mirabilis dan beberapa Actinomyces spp..
Suatu penyakit yang ditimbulkan oleh mikroba yang memang terdapat di dalam tubuhnya sendiri
disebut infeksi endogenus dan penyakit yang disebabkan oleh kuman dari luar tubuhnya disebut
infeksi eksogenus. Sumber luar meliputi semua reservoir yang secara potensial mengandung
penyebab penyakit. Personalia dan pengunjung rumah sakit dapat juga merupakan sumber
organisme penyebab penyakit.
Dua sumber terbesar kontaminasi di rumah sakit ialah (1) Penderita ke penderita, penderita
infeksi, (2) Petugas kesehatan ke penderita, tangan para petugas rumah sakit. Alat-alat yang
digunakan, lingkungan sekitarnya (sumber air yang tercemar, makanan, udara) juga menjadi
sumber organisme penyebab penyakit bila tercemar
Kerentanan inang
Sejumlah faktor mempermudah kemungkinan terjadinya infeksi pada penderita yang dirawat di
rumah sakit. Bila pasien tersebut masuk rumah sakit, maka ketahanannya dapat menurun karena
menderita penyakit, luka atau luka berat dan karena pengobatan seperti pembedahan, radiasi,
suntikan ke dalam pembuluh darah balik, dan cara pengobatan lain.
Mikroorganisme oportunis yang biasa menyebabkan infeksi nosokomial dan keadaan klinis yang
berkaitan dengan mekanisme pertahanan inang yang terkompromi
Karena faktor inang dan penyebab penyakit lebih sulit dikendalikan, maka pemutusan daur
infeksi terutama ditujukan terhadap pemindahsebaran.
Pengucilan
Pengucilan ialah pemisahan penderita ataupun perawatannya dari orang lain. Kebijakan
pengucilan yang dilakukan di rumah sakit dimaksudkan untuk mencegah penyebarab
mikroorganisme diantara pasien, petugas, dan pengunjung
Faktor Contoh
Pertahanan selular Pasien sangat muda
yang tidak memadai
penyakit Pasien sangat tua
Kelainan hematologis
Penyakit ginjal
Defisiensi imunologis
Renjatan (shock)
Lamanya pembedahan
Antibiotik
Radiasi
Steroid
Banyak rumah sakit mempunyai pusat penyediaan, yaitu tempat kebanyakan peralatan dan
disuplai dibersihkan serta disterilkan. Hasil proses ini dimonitor oleh laboratorium mikrobiologi
secara teratur.
Kecenderungan di rumah sakit untuk menggunakan alat alat serta bahan yang dijual dalam
keadaan steril dan sekali pakai, seperti alat suntik, jarum, sarung tangan, dan masker, tidak saja
mengurangi waktu yang diperlukan untuk membersihkan, menyiapkan, serta mensterilkan alat
alat, tetapi juga mengurangi pemindahsebaran patogen melalui infeksi silang.
Tujuan sanitasi lingkungan ialah membunuh atau menyingkirkan pencemaran oleh mikroba dari
permukaan. Untuk mengevaluasi prosedur dan cara cara untuk mengurangi pencemaran,
dilakukan pengambilan contoh mikroorganisme sewaktu waktu dari permukaan. Pengurangan
kontaminasi oleh mikroorganisme paling baik dicapai dengan kombinasi pergeseran dan
penggosokan, serta air, detrgen dan desinfektan. Agar efektif, desinfektan harus digunakan
dalam konsentrasi yang cukup selama waktu tertentu.
Pengawasan infeksi
Pengawasan infeksi ialah pengamatan dan pencatatan sistematik terjadinya penyakit menular, ini
merupakan dasar bagi usaha pengendalian aktif. Identifikasi dan evaluasi masalah masalah
infeksi nosokomial dan pengembangan serta penilaian pengendalian efektif hanya dapat dicapai
dengan pengawasan teratur terhadap infeksi pada penderita.
Pengawasan penderita
Pengawasan infeksi penderita dimulai ketika masuk rumah sakit dengan menyertakan kartu data
infeksi di dalam catatan medis penderita. Keterangan berikut perlu dicatat pada kartu oleh PPI :
macam infeksi, penyakit yang diperoleh di rumah sakit, organisme yang diisolasi, pembedahan
dan pengobatan sebelum infeksi, antibiotik yang diberikan, waktu yang dibutuhkan untuk
mengendalikan infeksi
Data yang dikumpulkan setiap hari mengenai biakan dari laboratorium mikrobiologi serta dari
hasil inspeksi laboratoris dan klinis dicatat pada setiap kartu data infeksi setiap penderita.
Evaluasi keterangan ini menyingkapkan ada infeksi baru, atau kelompok infeksi, dan
menunjukkan adanya kebutuhan akan penyelidikan segera untuk menemukan sumber dan cara
pemindahsebaran organisme penyebab infeksi tersebut. Penemuan penemuan ini mendorong
dikembangkannya cara cara perawatan penderita yang lebih baik, yang merupakan faktor
terpenting dalam pengendalian penyakit nosokomial.
Pemeriksaan fisik harus merupakan persyaratan bagi semua petugas rumah sakit, dan catatan
imunisasi harus diperiksa. Bila tidak tercatat, maka imunisasi terhadap penyakit polio, tetanus,
difteri dan campak harus disyaratkan. Petugas yang menunjukkan hasil positif pada uji
tuberkulin harus diperiksa dengan sinar X di bagian dada untuk menentukan kemungkinan
adanya tuberkulosis aktif. Wanita dalam usia subur, petugas yang tergolong kelompok yang
lemah, dan personalia di bagian anak anak harus diberitahu mengenai kemungkinan adanya
kerentanan dan ditawari perlindungan.
Bila perawat pengendalian infeksi menemukan satu atau lebih kasus infeksi baru, maka mungkin
diperlukan banyak biakan dari penderita, petugas, dan lingkungan untuk menemukan sumber
patogen dan lalu meniadakannya. Pengambilan contoh mikrobiologis secara demikian dapat
membantu penyelidikan suatu masalah epdemiologis khusus.
Perawatan penderita yang efektif merupakan inti dalam pencegahan dan pengendalian infeksi
nosokomial dan merupakan alasan bagi adanya program pengendalian. Titik utama program
pengendalian infeksi ialah penderita, yang merupakan pusat perhatian panitia pengendalian
infeksi dan merupakan titik awal bagi semua cara cara pengawasan. Hubungan antara unsur
unsur ini bila diatur dan dilaksanakan bersama sama, maka akan tersusun program pengendalian
yang efektif.
-Di Indonesia definisi wabah dan KLB diaplikasikan dalam Undang-undang Wabah sebagai berikut :
Wabah : adalah peningkatan kejadian kesakitan/kematian, yang meluas secara cepat baik dalam jumlah
kasus maupun luas daerah penyakit, dan dapat menimbulkan malapetaka.
-KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara
epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu (Peraturan Menteri Kesehatan RI, Nomor
560/Menkes/Per/VIII/1989). KLB penyakit menular merupakan indikasi ditetapkannya suatu daerah
menjadi suatu wabah, atau dapat berkembang menjadi suatu wabah.
Didalam epidemiologi prinsip dasar dalam mengahadapi wabah umumnya sama, pada penyakit
menular maupun pada penyakit tidak menular.
3. Analisis lanjutan
Setelah melakukan analisis awal dan menetapkan adanya situasi
wabah maka selain tindak pemadaman wabah, perlu dilakukan
pelacakan lanjut serta analisis situasi secara berkesinambungan.
Ada beberapa hal pokok yang perlu mendapatkan perhatian pada
tindak lanjut tersebut.
a. Usaha penemuan kasus tambahan
Untuk usaha penemuan kasus tambahan, harus ditelusuri
kemungkinan dengan menggunakan berbagai cara, antara lain :
Adakan pelacakan ke rumah sakit dan ke dokter praktik umum
setempat untuk mencari kemungkinan mereka menemukan penderita
penyakit yang sedang diteliti dan belum termasuk dalam laporan
yang ada.
Adakan pelacakan dan pengawasan yang intensif terhadap mereka
yang tanpa gejala atau mereka dengan gejala ringan/ tidak
spesifik, tetapi mempunyai potensi menderita atau termasuk
kontak dengan penderita. Keadaan ini sering dijumpai pada
beberapa penyakit tertentu yang selain penderita dengan klinis
jelas, juga kemungkinan adanya penderita dengan gejala ringan
dan tanpa gejala kunig, di mana diagnosis pastinya hanya
mungkin ditegakkan dengan melalui pemeriksaan laboratorium
b. Analisis data
Lakukan analisis data secara berkesinambunagn sesuai dengan
tambahan informasi yang didapatkan dan laporkan hasil
interpretasi data tersebut.
c. Menegakkan hipotesis
Berdasarkan hasil analisis dari seluruh kegiatan, dibuatlah
keputusan hasil analisis yang bersifat hipotesis tentang keadaan
yang diperkirakan. Dalam hal ini harus diperhatikan bahwa
kesimpulan dari semua fakta yang ditemukan dan diketahui harus
sesuai dengan apa yang tercantum dalam hipotesis t ersebut.
d. Tindakan pemadaman wabah dan tindak lanjut
Tindakan pemadaman suatu wabah diambil berdasarkan hasil
analisis dan sesuai denga keadaan wabah yang terjadi. Harus
diperhatikan bahwa setiap tindakan pemadaman wabah disertai
dengan berbagai kegiatan tindak lanjut ( follow up) sampai
keadaan sudah normal kembali. Biasanya kegiatan tindak lanjut
dan pengamatan dilakukan sekurang kurangnya dua kali masa tunas
penyakit yang mewabah. Setelah keadaan normal, maka untuk
beberapa penyekit tertentu yang mempunyai potensi untuk
menimbulkan wabah (keadaan luar biasa) susulan, harus disusunkan
suatu program pengamatan yang berkesinambungan dalam bentuk
surveilans epidemiologi, terutama pada kelompok dengan resiko
tinggi.
Pada akhir setiap pelacakan wabah, harus dibuat laporan lengkap
yang kemudian dikirim kepada semua instansi terkait. Laporan
tersebut meliputi berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya
wabah, analisis dan evaluasi upaya yang telah dilakukan serta
saran saran untuk mencegah berulangnya kejadian luar biasa untuk
masa yang akan datang.
Metodologi Penyelidikan KLB
Tingkat atau pola dalam penyelidikan KLB ini sangat sulit
ditentukan, sehingga metoda yang dipakai pada penyelidikan KLB
sangat bervariasi. Menurut Kelsey et al., 1986; Goodman et al.,
1990 dan Pranowo, 1991, variasi tersebut meliputi :
Setiap penyelidikan KLB selalu mempunyai tujuan utama yang sama yaitu
mencegah meluasnya (penanggulangan) dan terulangnya KLB di masa yang akan
datang (pengendalian), dengan tujuan khusus :
a. Diagnose kasus-kasus yang terjadi dan mengidentifikasi penyebab penyakit
b. Memastikan keadaan tersebut merupakan KLB
c. Mengidentifikasikan sumber dan cara penularan
d. Mengidentifikasi keadaan yang menyebabkan KLB
e. Mengidentifikasikan populasi yang rentan atau daerah yang berisiko akan
terjadi KLB (CDC, 1981; Bres, 1986).
Epidemiologi difteri
Difteri terdapat di seluruh dunia dan secara khas menyerang dalam bentuk epidemik. Insiden
penyakit ini telah menurun dengan tajam sejak diperkenalkannya imunisasi aktif. Terjadinya
penyakit dan kematian yang tertinggi adalah pada anak-anak berumur 2 sampai 5 tahun. Pada
orang dewasa, difteri terjadi dengan frekuensi rendah. Manusia adalah inang alamiah satu-
satunya bagi C.diphtheriae. Bakteri ini dipindahsebarkan dari satu orang ke orang laindengan
kontak langsung lewat inti titik air dari sekresi saluran pernafasan bagian atas. Kadang-kadang
dapat terjadi difteri pada luka kulit (difteri kulit), dan ini dapat berfungsi sebagai gudang
(reservoir) bagi penyebaran penyakit tersebut. Secara klinis, pasien sakit pada umumnya tidak
menyebarkan penyakit ini secara luas, tetapi orang yang menyimpan penyakit ini, seperti yang
baru sembuh atau penular, merupakan penyebar basilus yang lebih penting.
Epidemiologi influenza
Epidemic influenza terjadi dalam siklus. Galur virus tipe A biasanya mengikuti siklus 2 tahun
sampai 3 tahun. Galur B mempunyai siklus 4 sampai 6 tahun. Tipe C jarang menimbulkan
epidemi, mereka hanya menyebabkan infeksi subklinis atau perjangkitan kecil-kecilan di antara
anak-anak. Semua influenza pandemi (penyebaran penyakit secara cepat dan menyeluruh)
disebabkan oleh virus tipe A. selama seratus tahun terakhir telah terjadi tiga pandemic, yaitu
tahun 1889-1890, 1918-1919, dan 1957-1958. Yang paling parah ialah pandemi tahun 1918-
1919, mengakibatkan kematian lebih dari 20 juta orang. Di daerah-daerah beriklim sedang,
epidemic influensa biasanya terjadi pada pergantian musim hujan. Dalam suatu kelompok orang,
epidemic mencapai puncaknya sekitar 2 minggu sejak mula terjadinya seringkali menyurut
dalam waktu kurang lebih sebulan. Yang paling mudah terkena yaitu anak-anak kecil, orang
lanjut usia, wanita hamil dan orang-orang lemah. Influenza, seperti penyakit asal-udara lain pada
manusia, dipindahsebarkan lewat percikan, kontak langsung dengan penderita (misalnya lewat
ciuman) atau lewat benda tercemar (misalnya sapu tangan kotor).
Terinfeksinya manusia oleh salmonella hamper selalu disebabkan mengkonsumsi makanan atau
minuman tercemar. Makanan yang biasanya tercemar meliputi kue-kue yang mengandung saus
susu, daging cincang, susis unggas, daging panggang yang diperdagangkan, dan telur. Walaupun
penular dan orang sakit dapat mencemari makanan dan minuman, sumber salmonelosis terbesar
yang merupakan gudang salmonella ialah hewan-hewan tingkat rendah.
Suatu perjangkitan penyakit asal air didefinisikan sebagai suatu kejadian yang melibatkan dua
orang atau lebih yang menderita sakit serupa setelah meminum air, disertai bukti epidemiologis
yang menunjukkan bahwa air adalah sumber penyakit tersebut.
Demam tifoid terjadi di semua bagian dunia, tetapi jarang berjangkit di tempat tempat yang
sanitasinya baik, yaitu bila pembuangan sampah biologis dan pemurnian air dilakukan dengan
baik. Namun di bagian bagian dunia yang belum mempunyai standar sanitasi yang tinggi,
penyakit ini masih merupakan penyakit yang penting.
Sumber utama infeksi oleh S. Typhi ialah penderita penyakit atau pembawa organisme tersebut (
penular ) karena demam tifoid secara khusus merupakan penyakit manusia. Air atau makanan
yang tercemari tinja manusia baik secara langsung maupun tidak langsung merupakan rute
infeksi yang biasa. Bahaya ini diperbesar oleh kenyataan bahwa basilus tifoid dapat bertahan
selama berminggu minggu di dalam air, debu, es dan bahkan limbah yang sudah dikeringkan.
Epidemiologi kolera
Kolera juga disebut sebagai kolera Asia karena merupakan endemi di Indonesia, India,
Bangladesh, dan negara negara lain di Asia. Manusia adalah inang alamiah satu satunya bagi V.
Cholerae. Air memegang peran utama dalam penularan di daerah pedesaan tempat kolera
berjangkit sebagai endemi. Pencemaran makanan secara langsung dengan ekskreta yang
terinfeksi juga penting ; lalat rumah dapat memainkan peranan utama dalam penyebaran vibrio
ini. Cara penularan yang demikian itu dapat menimbulkan epidemi.
Di daerah tempat penyakit tersebut merupakan endemi, kolera terutama merupakan penyakit
pada anak anak. Namun, di daerah yang belum pernah di jangkiti, laju terjadinya penyakit
tersebut pada orang dewasa ialah setinggi seperti pada anak anak.
Epidemiologi Malaria
Di Amerika Utara, Eropa, dan mungkin Asia bagian Utara, malaria boleh dikatakan merupakan
penyakit masa lalu. Kasus kasus yang terjadi di Amerika Utara dan Eropa diderita oleh orang
orang yang berkunjung ke Asia, Afrika atau Amerika Latin. Di bagian bagian bumi tropika dan
subtropika, malaria masih merupakan masalah kesehatan satu satunya yang paling gawat
sekarang ini.
Epidemiologi Gonorea
Meningkatnya insiden gonorea dan Pk lainnya di negara negara Barat bertepatan dengan mulai
dipakainya obat pencegah kehamilan yang diminum dan alat pencegah kehamilan yang
diletakkan di rahim pada tahun 1960-an. Hal ini turut menyebabkan bertambahnya kebebasan
seks di antara kaum wanita, dan tentunya juga berkurangnya penggunaan siapan siapan
spermisidal ( membunuh sperma) dan kondom, keduanya ini memungkinkan perlindungan
terhadap gonorea. Inang satu satunya untuk N. Gonorrhoeae ialah manusia. Jadi penyakit ini
ditularkan lewat kontak langsung dengan rekan seks terinfeksi yang merupakan pembawa
panyakit
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Budiarto,Eko,Dewi Anggraeni.2003.Pengantar
Epidemiologi.Jakarta:EGC
Isolation Techniques for Use in Hospitals, 2d ed., Atas kebaikan Center for
Disease Control, Atlanta, Ga., 1975